CME Insomnia Web
CME Insomnia Web
Seorang pasien insomnia mengeluh kesulitan untuk memulai tidur (sleep onset insomnia) atau
mempertahankan tidurnya (sleep maintenance insomnia) meskipun mereka ada kesempatan untuk
tidur, dikondisikan untuk tidur dan punya waktu untuk tidur. Pada pasien insomnia, tidurnya menjadi
singkat dan kurang adekuat, mudah terganggu, kualitasnya buruk, tidak merasa segar saat bangun
tidur, tidak nyaman atau tidak menimbulkan efek restorasi. Seringkali mereka terjaga berulang kali
atau bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur lagi. Pada pasien insomnia anak-anak seringkali sulit
diajak tidur atau tidak bisa tidur sendiri. Gangguan tidur ini akan menyebabkan gangguan fungsi
sehari-hari. 1
Para ahli mendefinisikan insomnia bila sleep latency lebih dari 30 menit; waktu terjaga
setelah onset tidur lebih dari 30 menit; efisiensi tidur kurang dari 85%; atau total lama tidur ( total
sleep time) kurang dari 6 – 6.5 jam, dan keluhan tersebut terjadi minimal 3 hari dalam seminggu. 1
Pasien insomnia seringkali melaporkan berbagai keluhan subyektif yang melebihi temuan
obyektif dari pemeriksaan polisomnografi. Perbedaan temuan subyektif dan obyektif pada pasien ini
diduga disebabkan oleh karena proses sensori persisten selama tidur NREM (non rapid eye
movement). Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pasien untuk membedakan kapan tidur dan
bangun. Persepsi tidur menjadi berubah. Pasien insomnia seringkali melebihkan durasi latensi
tidurnya. 1
EPIDEMIOLOGI
Insomnia merupakan kasus gangguan tidur tersering dijumpai dalam praktik sehari-hari.
Sepertiga populasi dewasa mengeluhkan insomnia dan sekitar 10% di antaranya mengalami insomnia
kronis. Prevalensi insomnia lebih banyak pada kelompok lansia, status sosial ekonomi rendah, pekerja
dengan sistem rotasi (shift), dan korban perceraian. Wanita juga lebih sering terkena insomnia
dibandingkan pria. Prevalensi insomnia juga meningkat pada populasi pengguna alkohol atau
NAPZA, pasien yang sedang dirawat di rumah sakit atau asrama, dan pasien yang sedang mengalami
gangguan medis atau neurologis tertentu. 1
Terdapat korelasi yang sangat kuat antara insomnia dan gangguan psikiatri. Beberapa pasien
insomnia memiliki gangguan psikiatri yang sudah ada sebelum mereka mengalami insomnia atau bisa
jadi keluhan psikiatri muncul setelah mereka mengalami insomnia. Adanya stressor saat ini
meningkatkan risiko terjadinya insomnia. 1
EFEK INSOMNIA
Konsekuensi insomnia pada kehidupan sehari-hari adalah munculnya rasa lelah, malaise,
penurunan energi dan motivasi, gangguan kognitif (seperti konsentrasi, memori, reaksi dan
pengambilan keputusan), penurunan performa, penurunan produktivitas di sekolah dan tempat kerja,
perubahan mood, dan penurunan kualitas hidup. Meskipun secara subyektif pasien mengeluhkan
menjadi mudah mengantuk, akan tetapi ketika dilakukan pemeriksaan obyektif Multiple Sleep
Latency Test (MSLT) tidak ditemukan adanya keluhan tersebut. Keluhan mudah mengantuk pada
pasien insomnia lebih sering dijumpai pada pasien insomnia kronis daripada yang akut. Pasien
insomnia kronis seringkali mengeluhkan sulit untuk memulai tidur. 1
Insomnia menyebabkan peningkatan risiko kecelakaan di rumah, di tempat kerja, dan ketika
mengendarai kendaraan. Penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang meningkat pada populasi
insomnia. Selain itu mereka berisiko mengalami gangguan psikiatri (seperti depresi mayor dan
anxietas). Manifestasi somatik seperti nyeri kepala dan keluhan gastrointestinal seringkali muncul
pada pasien insomnia. Beberapa penyakit medis seperti nyeri kronis, hipertensi dan diabetes
seringkali menyebabkan keluhan insomnia. Pada akhirnya, pasien insomnia seringkali mengalami
gangguan interpersonal dan berisiko tinggi kehilangan pekerjaan dan problem pernikahan. 1
PERJALANAN PENYAKIT
Tanpa penatalaksanaan yang efektif, insomnia kronis akan berubah menjadi persisten.
Beberapa pasien insomnia kronis melaporkan bahwa keluhan insomnianya sudah terjadi selama
bertahun-tahun. Pada 50% pasien insomnia derajat sedang hingga berat tidak mengalami remisi. 1
KLASIFIKASI
Insomnia dapat dibagi berdasarkan durasi menjadi akut (sesaat, hanya beberapa hari hingga 3-
4 minggu) atau kronis (bertahan lebih dari 1 – 3 bulan) (Tabel 1). Insomnia juga diklasifikasikan
berdasarkan derajat beratnya, yaitu ringan, sedang, berat. Pembagian klasifikasi berdasar derajat berat
ini merujuk pada the International Classification of Sleep Disorders (ICSD) (Tabel 2). Ada juga yang
mengklasifikasikan insomnia berdasarkan profil sleep onset, sleep maintenance, terminal atau
nonrestorative sleep. Atau klasifikasi berdasarkan etiologi (primer dan co-morbid) (Tabel 3 dan 4) 1,2
Tabel 1. Klasifikasi Insomnia Berdasarkan Durasi1
Durasi Karakteristik
Sleep maintenance insomnia Sering terbangun atau bila terbangun sulit tidur kembali
Terminal insomnia (early Pasien terbangun lebih awal/dini daripada yang diinginkan
morning awakening)
Etiologi Karakteristik
Insomnia primer Insomnia idiopatik, tidak berhubungan dengan penyakit medis lain,
kelainan neurologi maupun gangguan psikiatri atau penggunaan obat
atau efek putus obat
Insomnia komorbid Insomnia yang disebabkan oleh kondisi medis, gangguan neurologi,
gangguan psikiatri, penggunaan obat atau efek putus obat.
PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penting yang terlibat dalam patofisiologi insomnia adalah gangguan irama
sirkardian siklus bangun – tidur, irama suhu tubuh, keinginan waktu tidur dan waktu terjaga. Bila
dibandingkan dengan orang normal, pasien sleep-onset insomnia memiliki suhu inti tubuh minimum
lebih lambat yaitu pada jam 3:00 vs 07:00. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa keluhan yang
dirasakan pasien insomnia bukanlah disebabkan oleh adanya gangguan selama mereka tidur malam
atau karena sleep deprivation, akan tetapi lebih disebabkan oleh karena waktu terjaga somatik dan
kognitifnya selama 24 jam. Input sensori dan proses informasi pada pasien insomnia tetap
berlangsung saat mereka tidur dan mempengaruhi inisiasi tidur dan konsolidasi. Pasien insomnia
memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dan aktivitas elektroensefalografi yang lebih tinggi
frekuensinya selama tidur. Gangguan adaptasi dan gangguan fungsi kepercayaan pasien (seperti
khawatir yang berlebihan tentang konsekuensi insomnia yang diderita dan pikiran tidak realistik
tentang gangguan tidurnya) serta kondisi terjaga (arousal) tingkat kortikal turut terlibat dalam
kejadian insomnia. 1
PENYEBAB INSOMNIA
Insomnia merupakan gejala dari berbagai kondisi atau penyakit. Penyebab insomnia meliputi
gangguan tidur primer, gangguan tidur lainnya, gangguan irama sirkardian bangun-tidur, kelainan
medis, kelainan neurologis, gangguan psikiatri, kelainan behavior, penggunaan obat dan efek putus
obat. Dengan mengidentifikasi faktor pencetus secara spesifik mungkin sulit, terutama bila keluhan
telah muncul selama bertahun-tahun. 1
Insomnia psikofisiologi diduga bertanggung jawab terhadap 15% kasus insomnia kronis.
Penyebab spesifik insomnia kronis lainnya adalah restless legs syndrome (sekitar 12% kasus) sama
1
banyaknya dengan kasus penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang (sekitar 12%).
Bila merujuk pada konsep genetik, maka disimpulkan bahwa faktor yang berhubungan
dengan insomnia dibagi menjadi faktor predisposisi, faktor pencetus dan faktor memperburuk
1
(seringkali muncul jauh setelah faktor pencetus teratasi) (Tabel 5).
Gambar 1. Cause of Insomnia
Faktor Karakteristik
Faktor predisposisi Faktor yang muncul sebelum adanya keluhan insomnia yang seiring
perjalanan penyakit faktor tersebut semakin meningkat
genetik
personality traits
hyperarousal fisiologis (seperti : peningkatan tekanan otot, suhu tubuh,
tingkat metabolisme dan denyut jantung, peningkatan frekuensi EEG
pada saat onset tidur dan selama NREM)
arousal fisiologis (kecenderungan untuk agitasi, anxietas atau
vigilance)
waktu bangun-tidur yang digemari pasien
Faktor pencetus Faktor yang mencetuskan mulainya insomnia
Insomnia dengan komorbid merupakan bentuk insomnia terbanyak dalam praktik sehari-hari. Jenis
insomnia ini terutama mengenai populasi lansia dan lebih menyertai penyakit primer (seperti nyeri
akut dan kronis, kanker dan gangguan mood) dibandingkan penyakit lain seperti asma atau refluks
gastroesofageal. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat insomnia (apapun penyebabnya) akan
berisiko tinggi mengalami gangguan tidur yang tekait dengan penyakit medis, psikiatri, atau
neurologis yang kelak akan dialami. 1,2
Pada umumnya pasien insomnia sesaat memiliki riwayat tidur yang normal sebelumnya munculnya
keluhan insomnia ini. Kondisi tidur yang normal tersebut menjadi terganggu ketika muncul suatu
kejadian yang tidak terduga. Pada populasi ini terjadi peningkatan ambang arousal sistem saraf pusat
dan menjadi peka terhadap stressor akut (misal perubahan rutinitas keluarga atau jadwal tidur,
kejadian sosial yang signifikan, penggunaan obat atau putus obat). Tabel 6 menunjukkan penyebab
insomnia transient tersebut. 1
Stressor dalam kehidupan yang Adjustment sleep disorder Riwayat tidur yang normal
akut, perubahan rutinitas sebelum dan setelah munculnya
keluarga atau jadwal tidur Jet lag keluhan insomnia
Shift work sleep disorder
Berikut ini beberapa gangguan tidur yang menyebabkan munculnya insomnia transient 1,2
b. Epidemiologi
Adjustment sleep disorder dapat mengenai semua kelompok usia. Prevalensinya
lebih banyak pada wanita dan usia lanjut. Selain itu angka kejadiannya juga lebih
tinggi pada kelompok orang yang memiliki riwayat insomnia, gangguan tidur atau
gangguan mood. 1
c. Perjalanan klinis
Perjalanan penyakit pada adjustmen sleep disorder bersifat akut dan mendadak.
Gangguan tidur akan segera membaik ketika stressor teratasi, berkurang atau yang
bersangkutan sudah mulai adaptasi dengan stressor tersebut. 1
e. Evaluasi
Gambaran hasil pemeriksaan polisomnografi akan menunjukkan peningkatan
latensi tidur dan frekuensi terjaga, yang menghasilkan penurunan efisiensi tidue
dan total lama tidur. Selain itu ditemukan peningkatan jumlah tidur NREM
stadium 1 dan 2 serta penurunan jumlah tidur NREM stadium 3 dan REM. 1
f. Diagnosis banding
Diagnosis banding adjustment sleep disorder adalah insomnia psikofisiologi.
Diagnosis banding ini harus dipikirkan bila keluhan insomnia menetap dalam 1 –
3 bulan, terutama bila stressornya telah hilang atau teratasi. Pada insomnia
psikofisiologi tidak ditemukan adanya faktor pencetus insomnia. 1
2. Jet Lag
Perjalanan cepat melintasi berbagai zona waktu dapat menimbulkan insomnia, karena
irama sirkardian dalam tubuh pengendara mengalami sinkronisasi dengan kondisi zona
waktu setempat. Penerbangan ke arah barat seringkali menyebabkan peningkatan angka
terbangun sepanjang jam pagi hari. Sedangkan penerbangan ke arah timur menyebabkan
keluhan sulit tidur di malam hari. Keluhan tersebut akan semakin berat dan sering seiring
dengan jumlah transisi zona waktu yang dialami pengendara. 1
Faktor lain yang turut terlibat pada kejadian insomnia yang dialami selama
penerbangan jauh adalah kondisi duduk yang tidak nyaman, terbatasnya mobilitas
pengendara, seringnya pasien tertidur sesaat sepanjang penerbangan, paparan cahaya
lampu yang berubah-ubah sepanjang penerbangan, konsumsi makanan, alkohol dan
kafein, serta keluhan lain yang tidak spesifik (seperti mata terasa kering, hidung terasa
buntu, keluhan gastrointenstinal atau nyeri kepala). Orang lanjut usia lebih mudah terkena
jet lag dibanding usia muda. 1,2
Hasil pemeriksaan polisomnografi menunjukkan penurunan efisensi tidur dan
peningkatan frekuensi terjaga. 1
Kondisi jet lag akan membaik spontan setelah 2 – 3 hari dan keluhan akan menetap
lebih lama bila terus dilakukan penerbangan ke arah timur. 1
Berikut ini akan dijelaskan mengenai berbagai penyebab insomnia kronis. (seperti yang telah
disebutkan pada tabel 7)
A. INSOMNIA PRIMER1,2
Insomnia yang dialami pasien disebut insomnia primer jika keluhan insomnia tersebut
sudah pasti bukan disebabkan oleh karena gangguan tidur lain, penyakit medis, kelainan
neurologis atau psikiatri, serta bukan karena efek obat atau penyalahgunaan obat. Hasil
pemeriksaan polisomnografi pada pasien insomnia primer adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan latensi tidur
b. Penurunan total waktu tidur
c. Penurunan jumlah tidur NREM stadium 3
d. Peningkatan waktu terjaga setelah onset tidur.
Ada 3 subkelompok yang termasuk dalam insomnia primer yaitu :
1. Insomnia idiopatik
a. Definisi
Insomnia idiopatik ditandai dengan gangguan tidur jangka lama yang muncul
sejak usia anak-anak dan tidak ditemukan penyebabnya. Pasien insomnia
idiolpatik mengeluh sulit memulai tidur atau mempertahankan tidur atau durasi
tidurnya kurang. Insomnia ini dapat menyebabkan distress dan gangguan
fungsional sehari-hari. 1
b. Gambaran klinis
Pada insomnia idiopatik, diduga ada defek pada sistem saraf pusat yang mendasari
gangguan siklus bangun-tidur pasien. Gangguan tersebut seringkali menyebabkan
gangguan konsentrasi, hiperkinesis atau disleksia. 1
c. Epidemiologi
Angka kejadian insomnia idiopatik kurang dari 10% pasien insomnia yang datang
ke klinik gangguan tidur. kelainan ini dapat terkena pada pria maupun wanita. 1
d. Perjalanan penyakit dan komplikasi
Onset insomnia idiopatik insidious. Perjalanannya kronis dan menetap selama
hidup tanpa periode remisi. Insomnia jenis ini seringkali tidak mempan terhadap
berbagai terapi. Pasien akan menjadi tergantung pada obat hipnotik atau alkohol.
Pasien akan mengeluh kelelahan, sulit konsentrasi dan penurunan atensi. Risiko
mengalami depresi menjadi meningkat pada pasien insomnia idiopatik. 1
e. Evaluasi
Penegakkan diagnosis adalah dengan menyingkirkan berbagai faktor yang
mungkin menjadi penyebab insomnia, seperti gangguan tidur lain, penyakit medis,
neurologis, psikiatri, circardian rhythm-related sleep disturbance. Hasil
pemeriksaan polisomnografi menunjukkan penurunan efisiensi tidur yang
signifikan, pemanjangan latensi tidur, penurunan total waktu tidur, peningkatan
waktu terjaga setelah onset tidur, peningkatan tidur NREM stadium 1 dan 2, serta
penurunan jumlah tidur NREM stadium 3.1
2. Insomnia paradoksikal (kesalahan persepsi tidur dalam)
a. Definisi
Pasien mengeluhkan insomnia berat kronis akan tetapi bila dilakukan pemeriksaan
polisomnografi tidak ditemukan adanya kelainan dan tidak ada efek terhadap
fungsi sehari-hari pasien. Hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan keluhan pasien.
pasien yakin bahwa total waktu tidurnya kurang, latensi tidurnya terlalu lama dan
durasinya terlalu singkat. Keluhan “terlalu lama” dan “terlalu singkat” ini
merupakan keluhan subyektif pasien. Bila benar-benar durasinya diukur dengan
pemeriksaan polisomnografi maka tampak bahwa keluhan tersebut tidak benar.
Insomnia dapat bertahan hingga lebih dari 1 bulan. 1
b. Gambaran klinis
Pasien mengeluhkan tidurnya singkat atau tidak tidur sama sekali sepanjang hari.
Karena pasien merasa masih terjaga dan mengetahui adanya stimulus dari
lingkungan sekitarnya. 1
c. Epidemiologi
Insomnia paradoksikal dijumpai pada 5% pasien insomnia kronis. Onsetnya
kebanyakan muncul pada pertengahan dewasa. Jarang pada anak-anak dan lansia.
Prevalensinya lebih tinggi pada wanita. 1
d. Perjalanan penyakit dan komplikasi
Perjalanan penyakit pada insomnia jenis ini seringkali kronis dan keluhan akan
menetap selama bertahun-tahun. Gangguan tidur yang kronis ini akan
menimbulkan gangguan mood seperti depresi, anxietas, dan penggunaan obat
hipnotik yang berlebihan. 1
e. Evaluasi
Hasil pemeriksaan polisomnografi pada insomnia paradoksikal adalah normal.
Total durasi tidurnya biasanya lebih dari 6.5 jam. Hasil pemeriksaan MSLT
normal atau mild sleepiness. 1
3. Insomnia psikofisiologi.
a. Definisi
Pada insomnia psikofisiologi, tejadi kesalahan adaptasi perilaku yang mencegah
seseorang untuk tidur dan seringkali berkembang menjadi faktor yang
memperburuk gangguan tidur. Meskipun gangguan onset tidur memenang
disebabkan oleh karena adanya stressor, akan tetapi gangguan tidur terus menetap
meskipun stressor tersebut sudah hilang atau teratasi. Insomnia jenis ini seringkali
menimbulkan distress dan gangguan fungsional sehari-hari serta menetap lebih
dari 1 bulan. 1
b. Gambaran klinis
Insomnia merupakan keluhan yang sangat berhubungan dengan ketidaksesuaian
respon kognitif dan arousal fisiologis. Pada pasien insomnia ditemukan keluhan
agitasi, peningkatan tonus otot, peningkatan mental arousal yang menetap
sepanjang waktu tidur. hal inilah yang menyebabkan pasien sulit untuk relaks dan
semakin mencegah pasien untuk dapat tidur. 1
Pasien insomnia psikofisiologi menjadi perhatian dan khawatir berlebihan
terhadap gangguan tidurnya, dan akhirnya mereka menjadi frustasi dan berpikiran
bahwa dia tidak akan pernah dapat tidur nyenyak. Oleh karena itu terciptalah
suatu lingkaran setan yaitu pasien sulit tidur karena stressor, pasien menjadi cemas
dan frustasi terhadap keluhan sulit tidurnya, pasien sulit relaks, menyebabkan
pasien sulit untuk tidur nyaman. Karena pasien sulit tidur nyaman maka stressor
semakin berlebihan dan lingkaran keluhan tersebut terus berjalan. Seringkali
pasien insomnia psikofisiologi ini justru mengalami keluhan sulit tidur ketika
berada di dalam tempat tidurnya sendiri. Mereka justru lebih nyaman bila tidur di
tempat tidur atau ruangan lain (termasuk di dalam laboratorium atau klinik
tidur).1
c. Epidemiologi
Angka kejadian insomnia psikofisiologi adalah 15% dari kasus insomnia kronis.
Seringkali keluhan ini muncul pada awal usia dewasi atau dewasa muda, dan
jarang menyerang anak-anak. Wanita lebih cenderung mengalami kondisi
insomnia jenis ini.1
d. Faktor risiko
Beberapa pasien insomnia psikofisiologi memiliki riwayat tidur yang buruk atau
hanya mengalami tidur stadium ringan. Mereka seringkali mengeluhkan durasi
dan kualitas tidurnya yang buruk itulah yang menyebabkan gangguan tidur yang
dialaminya. 1
e. Perjalanan penyakit
Onset insomnia pada insomnia psikofisiologi dapat bersifat akut atau mendadak.
Perjalanan penyakitnya biasanya kronis dan tidak diatasi. Lama-kelamaan keluhan
bisa semakin memburuk. 1
f. Komplikasi
Penurunan fungsi neurokognitif (konsentrasi dan atensi), energi, kewaspadaan,
alertness, dan peningkatan rasa kantuk dan lelah berkepanjangan. Sama seperti
jenis insomnia kronis lainnya, maka insomnia psikofisiologis dapat menyebabkan
depresi dan seringkali pasien akan menjadi ketergantungan terhadap penggunaan
zat hipnotik.1
g. Evaluasi
Pemeriksaan polisomnografi tidak rutin dilakukan pada kasus ini. Karena
penegakkan diagnosisnya cukup melalui anamnesis. Bila tetap dilakukan
pemeriksaan polisomnografi maka akan menunjukkan hasil yang normal atau
setidaknya ditemukan peningkatan latensi tidur, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan frekuensi terjaga, dan peningkatan waktu terjaga setelah onset tidur.
Total waktu tidur juga dapat berkurang. Selain itu didapatkan peningkatan jumlah
tidur NREM stadium 1 dan penurunan jumlah tidur NREM stadium 3. Munculnya
gelombang alfa juga meningkat pada gangguan ini. Kadangkala pasien justru bisa
tidur nyenyak ketika berada di klinik tidur. Adanya temuan ini bisa merancukan
hasil pemeriksaan polisomnografi. Bila dilakukan pemeriksaan MSLT maka
hasilnya normal. 1
h. Diagnosis banding
Diagnosis banding insomnia psikofisiologi adalah environmental sleep disorder
(sulit tidur karena lingkungan tidur yang tidak nyaman), insomnia idiopatik,
insomnia paradoksikal, dan adjustment sleep disorder (insomnia yang terjadi
hanya karena ada stressor, setelah stressor hilang insomnia juga membaik).
Bedanya dengan adjustment sleep disorder, pada insomnia psikofisiologi ,
meskipun stressor telah hilang, maka keluhan tetap ada. 1
Perlu dibedakan insomnia psikofisiologi dengan gangguan cemas menyeluruh
(generalized anxiety). Pada gangguan cemas menyeluruh, pasien
mengkhawatirkan sesuatu hal atau masalah lain dalam hidupnya. Sedangkan pada
insomnia psikofisiologi, yang dikhawatirkan pasien adalah gangguan tidurnya.
Selain itu tetap perlu disingkirkan insomnia akibat penyakit medis, neurologi dan
psikiatri lainnya. 1
B. GANGGUAN IRAMA SIRKARDIAN
Ada 4 subkelompok insomnia kronis yang disebabkan oleh gangguan irama sirkardian
(Tabel 8), yaitu:
1. Delayed sleep-phase syndrome
2. Advanced sleep-phase syndrome
3. Non-24-hour sleep-wake syndrome
4. Irregular sleep-wake pattern syndrome
Gangguan ini terjadi akibat adanya desinkronisasi antara irama biologis endogen yang
mengontrol bangun dan tidur dengan kondisi lingkungan. Meskipun siklus terang-gelap
memiliki peranan terpenting pada irama sirkardian, akan tetapi ada faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap irama sirkardian, yaitu pola sosial, penyakit dan perilaku pasien. 1,2
Delayed sleep-phase Periode waktu tidur malam Habitual late sleep onset,
syndrome terjadi lebih lambat dibanding pasien kebiasaan memulai
waktu yang diinginkan pasien tidur di awal pagi hari.
dan terjadi terus menerus, Pasien tidak kesulitan
untuk mempertahankan
meskipun pasien telah diberi
tidur
waktu lebih untuk tidur akan
Bangunnya lambat
tetapi tetap awal mulai Hasil pemeriksaan
tidurnya lebih larut polisomnografi
dibandingkan yang menunjukkan peningkatan
diinginkan. latensi tidur
Kondisi ini bukan disebabkan
oleh karena perubahan pola
hidup pasien
Advanced sleep-phase Pasien mulai tidur lebih awal Habitual early sleep onset,
syyndrome dari waktu tidur yang pasien terbiasa bangun
diinginkan. Dan pasien tidak lebih awal (jam 1 atau 3
sanggup untuk memulai tidur pagi)
Hasil pemeriksaan
lebih malam
polisomnografi
menunjukkan hasil yang
normal bila pasien tidur
pada periode waktu yang
normal (yang diinginkan
pasien). Akan tetapi bila
periode pemeriksaan
dilakukan lebih sore, maka
akan ditemukan
pemendekan latensi tidur
dan pasien terjada lebih
awal dari waktu yang
diinginkan.
Non-24-hour sleep-wake Pola bangun-tidur tidak Pasien memulai tidur dan
syndrome berhubungan dengan waktu bangun lebih lambat setiap hari
dan kondisi lingkungan, murni dan progresif.
karena irama biologis Pola gangguan tidur ditandai
intrinsik. dengan insomnia dan kantuk
Free-running internal rhythm yang berlebihan.
dengan periode lebih dari 24 Jika pemeriksaan
jam. polisomnografi dikerjakan
Merupakan kondisi yang dalam waktu yang tetap selama
jarang dan kebanyakan terkena beberapa hari, maka akan
pada orang buta atau retardasi ditemukan pemanjangan
mental. Keluhan terjadi latensi tidur yang progresid
kronis. dan total waktu tidur menjadi
lebih singkat.
Irregular sleep-wake pattern Gangguan organisasi waktu Insomnia di malam hari atau
syndrome bangun dan tidur akibat tidak mudah mengantuk di siang
adanya irama sirkardian dasar hari
yang ritmis. Pada pemeriksaan
Penggantian periode tidur polisomnografi 24 jam
menjadi 3 atau lebih episode ditemukan hilangnya pola
tidur yang lebih pendek bangun-tidur normal. Jika
sepanjang 24 jam. dilakukan pemeriksaan selama
Total waktu tidur selama 24 beberapa hari, tampak jadwal
jam normal. bangun tidur yang tidak
Seringkali mengenai pasien reguler (atau bervariasi).
gangguan otak berat.
Kondisi ini dapat terjadi
kronis
C. BEHAVIORAL DISORDERS1,2
Gangguan tidur terjadi akibat adanya perilaku yang tidak kondusif untuk tidur. berbagai
perilaku yang dapat menyebabkan insomnia adalah sebagai berikut :
1. Inadequate sleep hygiene
a. Definisi
Insomnia yang terjadi akibat kebiasaan buruk pasien seperti konsumsi kafein yang
berlebihan, merokok, olahraga berat di malam hari, dan aktivitas yang
menstimulasi mental pada jam mendekati waktu tidur1
b. Gambaran klinis
Pasien menghabiskan banyak waktu di tempat tidur dan menggunakan
tempat/ruangan tidur untuk aktivitas bukan tidur, seperti mengerjakan tugas
sekolah, melihat televisi, meletakkan telepon di dalam kamar tidur. Variasi waktu
bangun-tidur dan waktu tidur siang menyebabkan kelainan ini. Adanya faktor
lingkungan lain yang mempengaruhi kenyamanan tidur pasien seperti suara
berisik atau suara radio yang terlalu keras. Berbagai perilaku yang tidak rutin dan
terus bervariasi inilah yang menyebabkan gangguan tidur. seringkali adanya
stressor disertai buruknya sleep hygiene menjadi penyebab terjadinya insomnia. 1
c. Epidemiologi
Insomnia terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa dan menetap dalam
beberapa bulan. 1
d. Evaluasi
Hasil pemeriksaan polisomnografi menyebabkan penurunan efisiensi tidur,
peningkatan latensi tidur dan peningkatan frekuensi terjaga. 1
D. FAKTOR LINGKUNGAN1,2
Faktor lingkungan akan mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas pasien. Berikut ini
beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan tidur.
1. Environmental sleep disorder
Kondisi lingkungan seperti suara yang berisik, bau busuk yang menyengat, lampu
yang terlalu terang, suhu ruangan yang terlalu ekstrim, pasangan tidur yang
mendengkur tentu saja akan memnyebabkan seseorang sulit tidur. Orang lanjut usia
lebih sensitif terhadap kondisi lingkungan tersebut, sehingga seringkali mereka
mengalami insomnia. Tidur akan kembali normal bila faktor pengganggu dihindari
atau disingkirkan. 1
Hasil pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kualitas tidur dan durasi yang
normal ketika dilakukan di laboratorium atau klinik tidur. Akan tetapi bila dilakukan
perekaman dengan menggunakan alat polisomnografi ambulatoar dan dilakukan
perekaman di lingkungan tidurnya maka akan dijumpai penurunan total waktu tidur. 1
E. MOVEMENT DISORDER
Gangguan gerak seperti periodic limb movement disorder atau restless leg syndrome
dapat menyebabkan keluhan insomnia ( Tabel 9). Pada beberapa kasus, gerakan tungkai
periodik ditemukan secara insidental. 1
Restless legs syndrome Rasa tidak nyaman pada Pasien akan mengalami
anggota gerak bawah yang insomnia bila rasa tidak
muncul ketika pasien duduk, nyaman tersebut muncul,
berbaring atau diam. Rasa terutama bila keluhan muncul
tidak nyaman biasanya tidur.
memburuk ketika malam hari; Hasil pemeriksaan EMG
keluhan meluas dari kaki ke menunjukkan adanya gerakan
pergelangan kaki hingga tungkai selama tidur.
tungkai, kadang-kadang Hasil pemeriksaan
hingga paha. polisomnografi menunjukkan
Gerakan pada tungkai dapat peningkatan latensi tidur,
mengurangi rasa tidak nyaman penurunan efisiensi tidur dan
sebagian atau seluruhnya, akan peningkatan frekuensi terjaga.
tetapi gejala akan muncul
kembali bila gerakan
dihentikan.
Kelainan ini mengenai 5 –
15% individu normal, terutama
wanita, dan meningkat
prevalensinya ada kehamilan,
uremia, anemia, dan rematoid
artritis. Beberapa pasien
mengalami gerakan periodik
selama tidur
Periodic limb movement Gerakan tungkai berulang, Periodic limb movement dapat
disorder ritmik terutama mengenai ibu menyebabkan pasien terjaga
jari kaki, kaki, pergelangan dari tidurnya. Tidur pasien
kaki dan tungkai ketika tidur. yang terputus-putus tersebut
Terkadang keluhan muncul menyebabkan keluhan
pada pinggul dan anggota insomnia dan hipersomnolen.
gerak atas. Hasil pemeriksaan EMG pada
otot tibialis anterior akan
menunjukkan kontraksi otot
berulang selama 0.5 - 5 detik
dan seringkali terjadi berulang
tiap 20 – 40 detik
3. Penyakit gastrointestinal
Berbagai penyakit gastrointestinal dapat menyebabkan insomnia kronis. Ada tiga
sindroma yang diduga menjadi penyebab gangguan tidur. 1
i. Sleep-related gastroesophageal reflux
Karakteristik :
Rasa tidak nyaman pada epigastrik dan retrosternal (heartburn) akibat
adanya regurgitasi komponen gaster yang masuk ke dalam esofagus.
Keluhan ini menyebabkan pasien sulit tidur atau mudah terjaga. Keluhan
ini dapat dijumpai melalui pemeriksaan polisomnografi yang disertai
pemasangan alat ukur pH esofagus kontinyu. 1
4. Sindroma nyeri
Insomnia bisa ditemui pada pasien gangguan muskuloskeletal seperti osteoartritik,
rematoid artritis dan fibromialgia. 1
G. KELAINAN NEUROLOGIS
Kompleksnya jaringan neural yang meregulasi siklus bangun tidur menyebabkan
munculnya gangguan tidur pada seseorang yang mengalami lesi sepanjang jaringan neural
tersebut. Beberapa kelainan neurologis yang seringkali menyebabkan gangguan tidur
adalah demensia, parkinsonism, gangguan degeneratif serebral, nyeri kepala, dan kejang.
Kelainan neurologis seperti tumor otak, stroke, sindroma neuromuskular, dan cedera otak
traumatik juga dapat menimbulkan gangguan tidur. Penanganan terhadap kelainan
neurologis dapat membantu mengatasi keluhan gangguan tidur. 1
H. GANGGUAN PSIKIATRI
Terdapat korelasi kuat antara insomnia dan gangguan psikiatri. Beberapa pasien insomnia
memiliki gangguan psikiatri yang melatar belakanginya. Sebaliknya, dijumpai
peningkatan prevalensi insomnia pada pasien psikiatri. 1
Insomnia yang terjadi selama sebulan akan menyebakan distress dan memerlukan
terapi tersendiri terhadap gangguan psikiatrinya. Beberapa gangguan psikiatri yang
seringkali berhubungan dengan insomnia adalah gangguan mood, gangguan anxietas,
gangguan panik, post-traumatic stress disorder, psikosis, eating disorder, alkoholism,
somatoform disorder, dan gangguan personality. Penggunaan obat-obatan psikiatri juga
dapat menyebabkan gangguan tidur atau memperburuk keluhan insomnia. 1
PEMERIKSAAN INSOMNIA
Pemeriksaan utama bagi pasien insomnia adalah melalui anamnesis yang detaik dan teliti
pada pasien, pasangan tidur atau teman sekamarnya. Penggunaan sleep diary (lampiran) juga
sangat membantu dalam menentukan penyebab insomnia. Berikut rekomendasi dari
American Academy of Sleep Medicine (AASM) mengenai pemeriksaan insomnia.
1. Standard
a. Skrening insomnia sebaiknya dilakukan secara rutin sebagai pemeriksaan
kesehatan rutin
b. Riwayat tidur pasien sangat penting dalam menentukan penyebab insomnia.
c. Pemeriksaan polisomnografi tidak rutin dikerjakan pada kasus insomnia.
2. Guideline
a. Berikut beberapa instrumen yang dapat membantu dalam menentukan insomnia :
i. Self-administered questionnaires
ii. Sleep logs
iii. Checklist gejala
iv. Pemeriksaan skrening psikologis
v. Wawancara dengan pasangan tidur
b. Pemeriksaan multiple sleep latency test (MSLT) tidak rutin dilakukan untuk
menentukan insmonia 1,3
Hasil pemeriksaan polisomnografi pada pasien insomnia menunjukkan hasil :
1. Gambaran umum
a. Peningkatan latensi tidur
b. Penurunan efisiensi tidur
c. Penurunan total waktu tidur
d. Peningkatan frekuensi terjaga
e. Penurunan jumlah tidur NREM stadium N3
f. Penurunan jumlah tidur REM
2. Akibat depresi
a. Penurunan latensi tidur REM
3. Akibat demensia
a. Penurunan jumlah tidur NREM stadium N3
b. Penurunan latensi tidur REM
c. Penurunan jumlah tidur REM
4. Akibat fibromialgia
a. Munculnya gelombang alfa saat tidur NREM stadium N3
5. Insomnia paradoksikal : hasil polisomnografi normal secara kualitas dan kuantitas1
PENATALAKSANAAN INSOMNIA
Target dari terapi insomnia adalah mengatasi gangguan tidur di malam hari sehingga secara
otomatis memperbaiki kualitas hidup pasien sepanjang hari. Terapinya meliputi
farmakoterapi dan nonfarmakologi seperti melatih sleep hygiene yang baik. 1,2
Insomnia bisa disebabkan oleh karena beberapa penyebab. Oleh karena itu perlu
dilakukan identifikasi berbagai faktor yang dapat memicu atau memperburuk keluhan pasien
dan sesegera mungkin menghindari atau mengatasi faktor tersebut. 1,2
b. Terapi cahaya
Gangguan circardian rhythm sleep-wake biasanya membaik dengan terapi cahaya
(yaitu paparan cahaya di awal pagi hari pada pasien delayed sleep-phase
syndrome atau pada larut malam pada kasus advanced sleep-pahse disorder).
Terapi cahaya seharusnya diimbangi dengan terapi restriksi cahaya baik pada
permulaan atau akhir periode tidur. Durasi dan frekuensi terapi cahaya
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Tabel 10 menjelaskan efek terapi cahaya. 1,2
Paparan cahaya pagi hari untuk kasus Paparan cahaya pada malam hari pada
sleep-onset insomnia kasus terjaga terlalu dini (early morning
awakenings)
c. Behavioral therapy
Behavioral therapy didesain untuk mempengaruhi fisik dan psikis pasien
insomnia, menciptakan aktivitas yang kondusif untuk tidur dan jadwal bangun-
tidur yang teratur. Terapi ini sesuai sebagai terapi awal kasus insomnia primer
(insomnia psikofisiologis) dan merupakan terapi tambahan kasus insomnia
dengan komorbid. Beberapa intervensi behavior disesuaikan dengan kondisi
pasien. Beberapa teknik behavioral therapy adalah sebagai berikut :
i. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi meliputi relaksasi secara progresif, EMG biofeedback,
meditasi, dan guided imagery. Target relaksasi adalah stressor somatik dan
psikis-kognitif yang memperburuk insomnia. Relaksasi progresif dapat
memperpendek latensi tidur, menurunkan frekuensi terjaga setelah onset
tidur, meningkatkan total waktu tidur, dan memperbaiki kualitas tidur. 1,2
v. Restriksi tidur
Restrikti tidur meliputi pengurangan lama pasien menghabiskan waktu di
tempat tidur, menyesuaikan dengan durasi total waktu tidur yang benar.
Dengan membuat pasien mengalami sleep deprivation, diharapkan dapat
mengurangi latensi tidur, meningkatkan efisiensi tidur, dan menurunkan
waktu terjaga. Prosentase jumlah NREM stadium N3 dapat meningkat
setelah terapi ini. Terapi ini bermanfaat bagi pasien insomnia yang
mengalami frustasi ketika berada di tempat tidur karena dia tidak dapat
tidur. 1,2
2. Terapi farmakologi
Obat hipnotik akan menimbulkan kantuk dan mempercepat onset tidur. terapi ini
diindikasikan untuk gangguan tidur sesaat yang disebabkan oleh karena jet lag, shift
work, atau stress akut. Terapi farmakologis hipnotik bisa diberikan juga pada kasus
insomnia kronis (insomnia primer yang tidak respon terhadap behavioral therapy , atau
pada insomnia dengan komorbid yang tidak membaik meskipun kondisi yang mendasari
sudah ditangani). 1
Obat-obatan yang digunakan pada kasus insomnia adalah benzodiazepine,
nonbenzodiazepine benzodiazepine receptor agonist (NBBRAs), antidepresan, melatonin
receptor agonis dan nonprescription hypnotic agents seperti antagonis histamin,
melatonin, dan obat herbal. 1
Benzodiazepine
Benzodiazepine dan NBBRAs berikatan dengankompleks reseptor supramolekular
gamma-aminobutyric acid (GABA)-benzodiazepine (GABA-BZ). GABA merupakan
neurotransmitter inhibisi. GABAA, merupakan reseptor GABA mayor yang memiliki
kanal klorida. Reseptor ini memiliki lima subunit yaitu 2 alfa, 2 beta dan 1 gamma. Ikatan
benzodiazepine dengan reseptor benzodiazepine pada kanal klorida alfa akan
menyebabkan peningkatan GABA dan meningkatkan aliran klorida pada reseptor
GABA.1
Durasi kerja
Durasi kerja golongan benzodiazepine bervariasi. Berdasarkan durasi kerjanya, golongan
benzodiazepine bisa dikelompokkan menjadi short acting (waktu paruh kurang dari 3-4
jam), intemediatte-acting (waktu paruh 8 – 24 jam), dan long-acting (waktu paruh lebih
dari 24 jam) (Tabel 11) 1
Triazolam 0.125–25 mg Short acting Nil Brief daytime and nocturnal sleep, DIS
Midazolam 7.5–15 mg Short acting Nil DIS
Flunitrazepam 0.5–1 mg Short acting Mild sedation DIS
Diazepam 2.5–10 mg Short acting Sedation Transient DIS, DMS and EMW with anxiety
Temazepam 10–20 mg Intermediate Mild sedation DIS, DMS
Lormetazepam 0.5–1 mg Intermediate Nil DIS, DMS
Oxazepam 15–30 mg Intermediate Nil DMS, EMW with anxiety
Flurazepam 15 mg Moderately long Mild sedation DMS, EMW
Nitrazepam 5–10 mg Moderately long Sedation DMS, EMW with anxiety
Clorazepate 7.5–15 mg Long acting Sedation DMS, EMW with anxiety
Clonazepam 0.5–1 mg Long acting Sedation DMS, EMW with anxiety
DIS, difficulty in initiating sleep; DMS, difficulty in maintaining sleep; EMW, early morning awakening.
NBBRAs
NBBRAs berikatan secara selektif pada reseptor GABA-benzodiazepine subunit 1 (BZ-
1). NBBRAs dapat menurunkan latensi tidur, meningkatkan total waktu tidur dan tidak
mengurangi jumlah NREM stadium 3 dan tidur REM. Bila dibandingkan dengan
golongan benzodiazepine makan NBBRAs tidak menyebabkan relaksasi otot, tidak
menimbulkan efek anticemas atau antikejang. Akan tetapi obat ini tidak menimbulkan
efek rebound insomnia dan mengurangi kemungkinan penyalahgunaan obat. Penggunaan
obat ini sesuai pada pasien yang cenderung melakukan penyalahgunaan obat,
ketergantungan alkohol atau gangguan psikiatri. Selain itu obat ini tidak terlalu
mempengaruhi memori dan performa pasien. Yang termasuk dalam golongan NBBRAs
adalah zolpidem, zopiclone, eszopiclone dan zaleplon. Zolpidem cepat diserap di
gastrointestinal dan memiliki onset kerja yang cepat. Waktu paruhnya adalah 2,4 jam.
Dosis zolpidem adalah 5 – 10 mg menjelang tidur. 1
Antidepresan
Antidepresan seringkali diresepkan pada kasus insomnia. Efektivitas dan keamanan obat
ini masih belum jelas. Penggunaan golongan serotonin-specific antidepresant memilik
efek samping yang lebih sedikit dibandingkan golongan tricyclic. Obat ini dapat
menurunkan latensi tidur, menurunkan frekuensi terjaga dan meningkatkan total waktu
tidur sehingga meningkatkan efisiensi tidur. 1
1. Teofilo Lee-Chiong, 2008. Sleep Medicine: Essentials and Review. Oxford University
Press : 73-132
2. Smith HR, Comella CL, Hogl B, 2008. Sleep Medicine. Cambridge University Press : 97-
112
3. Chesson A et al, 2000. Practice Parameters for The Evaluation of Chronic Insomnia : An
American Academy of Sleep Medicine Report. Sleep 23(2) : 237 – 241
4. Corte PR et al, 2009. Clinical Practice Guideline for the Management of Patients with
Insomnia in Primary Care. Ministry of Science and Innovation, Madrid.
5. Davidson JR, 2012. Treating Chronic Insomnia in Primary Care – Early Recognition and
Management. Insomnia round : vol 1(3) : 1-6
National Sleep Foundation Sleep Diary
Hari ………. ………. ………. ……….x Segar …jam ……....... Pagi Pagi Alkohol ……....... …….......
III Kadang- Siang Siang Makanan
kadang ……….. Beberapa Beberapa berat ……….. ………..
segar jam jam Tidak
Tgl Lelah ……….. sebelum sebelum konsumsi ……….. ………..
….. tidur tidur
……….. Tidak Tidak ……….. ………..
minum minum
……….. ……….. ………..
INSOMNIA
TRANSIENT/INTERMITENT CHRONIC
If Insomnia persist
Revised of Diagnosis
Effective
In effective
Psychotherapy
Chrono therapy
Behavioral
therapy Light or melatonin
therapy Short term
hypnotic