Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

2019

ACUTE KIDNEY DISEASE PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

OLEH:

RESHA DERMAWANSYAH RUSMAN

HAERANI RASYID

FARIDIN HP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi ..................................................................................................................ii

Daftar Singkatan .................................................................................................... iii

Daftar Tabel ............................................................................................................ iv

Daftar Gambar ......................................................................................................... v

I. Pendahuluan...................................................................................................... 1

II. Laporan Kasus Pasien 1 .................................................................................... 3

III. Laporan Kasus Pasien 2 .................................................................................. 12

IV. Pembahasan .................................................................................................... 20

V. Ringkasan ....................................................................................................... 27

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 28

ii
DAFTAR SINGKATAN

LES : Lupus Eritematosus Sistemik

GN : Glomerulonefritis

NL : Nefritis Lupus

ESRD : End Stage Renal Disease

ISN/RPS : International Society of Nephrology/Renal Pathology Society

AKI : Acute Kidney Injury

CKD : Chronic Kidney Disease

KDIGO : Kidney Disease Improving Global Outcomes

AKD : Acute Kidney Disease

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

SCr : Serum Kreatinin

TB : Tuberkulosis

LLA : Lingkar Lengan Atas

HE : Hematoxylin-Eosin

PAS : Periodic Acid Schiff

MN : Membranous Nephropathy

FSGS : Focal Segmental Glomerulosclerosis

MMF : Mycophenolate mofetil

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Biopsi Ginjal 1/4/2019

Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Biopsi Ginjal 3/4/2019

Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan

Tabel 5. Klasifikasi The International Society of Nephrology/Renal Pathology

Society (ISN/RPS)

Tabel 6. Perbedaan Terapi Berdasarkan Hasil Biopsi Ginjal

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Foto pasien 1

Gambar 2. Foto Thorax (5/2/2019)

Gambar 3. USG Abdomen

Gambar 4. MSCT Scan Abdomen

Gambar 5. Pembesaran 4 kali,

Gambar 6. Pembesaran 10 kali

Gambar 7. Pembesaran 20 kali, Pewarnaan PAS.

Gambar 8. Pembesaran 20 kali, Pewarnaan Trichrom.

Gambar 9. Pembesaran 40 kali, Infiltrasi ringan sel-sel radang limfosit

Gambar 10. Pembesaran 40 kali, Tubulus ginjal

Gambar 11. Foto pasien 2

Gambar 12. Foto Thorax (14/3/2019)

Gambar 13. Pembesaran 4 kali, Tubulus atrofi

Gambar 14. Pembesaran 10 kali, Tubulus atrofi

Gambar 15. Pembesaran 10 kali, Tubulus atrofi

Gambar 16. Pembesaran 10 kali, Sel radang

Gambar 17. Pembesaran 40 kali, Glomerulus sklerosis

Gambar 18. Fokal segmental

Gambar 19. Foto Thorax (12/5/2019)

Gambar 20. USG Abdomen (12/5/2019)

Gambar 21. Pendekatan hipotesis dari Acute Kidney Disease

Gambar 22. Interaksi antara AKI, AKD, dan CKD.

v
ACUTE KIDNEY DISEASE PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Resha Dermawansyah Rusman, Haerani Rasyid*, Faridin HP**

*Divisi Ginjal Hipertensi, **Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

I. PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik

yang paling sering melibatkan kulit, ginjal, persendian, jantung, dan kelenjar

serosa. Profil klinis lupus seringkali tidak dapat diprediksi, dapat mempengaruhi

berbagai organ dengan derajat keparahan yang bervariasi, dan diperberat dengan

berbagai kerusakan organ dan komorbiditas.1,2

Keterlibatan ginjal adalah penyebab utama morbiditas dan penyebab

kematian paling umum pada pasien LES. Sekitar 50–60% pasien LES akan

menderita penyakit ginjal dan 25-50% pasien LES memiliki penyakit ginjal klinis

saat diagnosis pertama kali. Lesi ginjal pada LES menunjukkan berbagai jenis

glomerulonefritis (GN) yang disebut nefritis lupus (NL). Nefritis Lupus (NL)

didefinisikan sebagai penyakit kompleks imun glomerulus yang terjadi pada

pasien yang memenuhi kriteria American College of Rheumatology untuk

diagnosis LES.1,3

Nefritis Lupus adalah faktor risiko utama untuk morbiditas dan mortalitas

pada LES dan 10% pasien dengan NL akan berkembang menjadi End Stage Renal

Disease (ESRD). Dalam beberapa penelitian menunjukkan NL lebih mendominasi

1
pada perempuan dengan prevalensi sekitar 70% di atas laki-laki hanya sekitar

30%. Sekitar 59,56% pasien memiliki proteinuria rentang nefrotik dan 94,23%

kasus memiliki hematuria mikroskopis.3,4

Sistem International Society of Nephrology/Renal Pathology Society

(ISN/RPS) tahun 2003 mengklasifikasikan NL berdasarkan kompleks imun yang

terdeposisi dalam glomeruli, ada tidaknya proliferasi mesangial atau endokapiler,

keseluruhan keterlibatan glomerulus (fokal atau difus), dan cedera glomerulus

(global atau segmental), dan apakah cedera glomerulus aktif (inflamasi) atau

kronis (sklerotik).5

Keterbatasan lebih lanjut untuk definisi Acute Kidney Injury (AKI) dan

Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini dan sistem klasifikasi muncul dari fakta

bahwa ada pasien yang mengalami perubahan fungsi dan struktur ginjal yang

tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk AKI atau CKD. Untuk alasan ini,

Pedoman Praktik Klinis Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO)

2012 untuk kelompok kerja Pedoman AKI mengusulkan definisi operasional

untuk penyakit dan gangguan ginjal akut bersama dengan pendekatan terpadu

untuk identifikasi bersama dengan AKI dan CKD. Acute Kidney Disease (AKD)

adalah suatu kondisi dimana laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml / mnt / 1,73 m2

selama <3 bulan, penurunan LFG sebesar ≥ 35% selama <3 bulan, atau

peningkatan Serum Kreatinin (SCr) > 50% selama <3 bulan.6

2
II. LAPORAN KASUS PASIEN 1

a. Anamnesis

Perempuan Nn. AA umur 21 tahun suku Banjar; pekerjaan Mahasisswa

dengan No. RM 877120 dirawat di Private Care Centre Lantai 4 RSWS pada

tanggal 17 Maret 2019 dengan keluhan lemas sejak 2 minggu terakhir, terutama

saat beraktivitas. Mual dan muntah sejak 1 minggu terakhir, frekuensi 3 kali, isi

air dan sisa makanan. Awalnya pasien berobat di rumah sakit daerah di Martapura

pada bulan Februari 2019. Saat itu pasien menjalani pemeriksaan darah, Foto

Thorax, dan USG Abdomen, dikatakan demam thypoid dengan titer antibodi O

dan H 1/320, TB paru, dan Ascites. Sehingga dicurigai Tuberkulosis (TB)

Peritoneum. Pasien lalu mendapatkan antibiotik Baquinor Forte (Ciprofloxacin

500mg) dan sempat mendapat Rifastar 1x4 tablet, dan dihentikan setelah mual dan

muntah hebat. Pasien dirawat selama 1 minggu dan kemudian dipulangkan

dengan keadaan membaik namun pasien tetap merasa mual.

Nyeri ulu hati kadang-kadang dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan tidak

dipengaruhi oleh pola makan. Mual kadang-kadang. Pasien sering merasakan

keluhan seperti ini sejak tahun 2018. Pasien beberapa kali dirawat di Rumah Sakit

di Martapura. Nafsu makan berkurang sejak 3 tahun terakhir, berat badan

menurun namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak penurunannya.

Riwayat demam tidak ada. Buang air kecil volume kesan cukup, warna

kuning jernih. Riwayat kencing berpasir atau darah tidak ada. Buang air besar

(BAB) biasa, riwayat BAB encer tidak ada. Riwayat sering diare sebelumnya

3
tidak ada. Riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat konsumsi steroid, diuretik,

pencahar, insulin, obat asma dan jamu-jamuan tidak ada.

Riwayat kulit memerah tidak ada. Riwayat nyeri kedua lutut ada sejak 1

minggu yang lalu, hilang timbul, terutama saat pagi hari. Riwayat rambut rontok

tidak ada, riwayat sariawan atau luka di mulut tidak ada. Riwayat mata dan mulut

kering tidak ada.

b. Pemeriksaan Fisis

Pasien tampak sakit sedang, gizi kurang, kesadaran baik. Tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit, reguler dan kuat angkat, frekuensi napas 20

kali permenit, suhu 36,7oC, urin 1800cc/24 jam warna kuning. Berat badan 45 kg,

lingkar lengan atas (LLA) 19 cm, dan tinggi badan 157 cm dengan indeks massa

tubuh 18,26 kg/m2. Rambut hitam lurus, tidak gampang tercabut. Konjungtiva

tidak pucat, sklera tidak ikterik dan bibir tidak sianosis. Tidak tampak kemerahan

pada kulit wajah. Pada pemeriksaan leher didapatkan desakan vena sentralis R+1

cmH2O, tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe, massa tumor, kelenjar

gondok maupun deviasi trakea. Thoraks tampak simetris, massa tumor tidak ada,

fremitus raba kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, batas paru hati ruang antar

iga VI kanan depan, bunyi pernapasan bronkovesikuler dan tidak terdapat ronkhi

dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak tampak dan teraba,

batas jantung kanan pada linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri 2 cm

lateral linea medioklavikularis kiri, bunyi jantung I/II murni, teratur dan tidak

ditemukan bising. Abdomen tampak cembung ikut gerak napas, hepar dan lien

tidak teraba, massa tumor dan nyeri tekan tidak ada, perkusi timpani. Asites ada,

4
shifting dullness positif, dan peristaltik usus kesan normal. Pada pemeriksaan

ekstremitas turgor kulit normal dengan akral yang hangat, tidak ditemukan adanya

edema, pergerakan dan kekuatan dalam batas normal.

Gambar 1. Foto pasien 1

c. Pemeriksaan Penunjang, Assessment, Tatalaksana dan Follow Up

Data pemeriksaan penunjang sebelum tanggal 17 Maret 2019 (perawatan


sebelumnya)
Laboratorium (5/2/2019)
Hb: 12,5 gr%, WBC: 5.600/mm3, PLT: 297.000/mm3, Na: 135 mmol/l, K: 4,1
mmol/l, Widal : S. tyhpii H/O 1/320, ureum: 25 mg/dl, kreatinin: 0,7 mg/dl.

Kesan :

- Bercak infilltrat berawan


minimal suprahiler dextra ec.
Susp. Spesifik
- Kedua sinus lancip
- Besar cor normal

Gambar 2. Foto Thorax (5/2/2019)

5
Laboratorium (15/2/2019)
Hb: 13,5 gr%, MCV: 84 µm3, MCH: 28 pg, WBC: 12.600/mm3, PLT:
522.000/mm3, ureum: 17 mg/dl, kreatinin: 0,66 mg/dl, GOT 19 U/L, GPT 6 U/L,
Albumin 3,6 g/dl, Kolesterol Total 170mg/dL, Trigliserida 110 mg/dL. Natrium
139mmol/l, Kalium 2,6mmol/l, HbsAg Non Reaktif. Urin lengkap: pH 6,5,
Leukosit Esterase 500 (+3), Nitrit Negatif, Albumin 500 (+4), Glukosa Negatif,
Keton 150 (+4), Blood 50 (+3). Sedimen Mikroskopis: Eritrosit 5-8/LPB,
Leukosit 3-5/LPB, Bakteri (+).
IFN-Gamma Release Assay (IGRA) Negatif.

Gambar 3. USG Abdomen


Kesan:
- Ascites Relatif Prominent dengan efusi minimal pleura dextra
- Pyelonephritis akut dengan gambaran curiga mengarah pada akut renal
disease dengan cystitis akut

Data pemeriksaan penunjang setelah tanggal 17 Maret 2019


Laboratorium (17/3/2018)

Hb: 11,4 gr%, MCV: 87 µm3, MCH: 29 pg, WBC: 7.400/mm3, PLT:
571.000/mm3, Neut: 84,2%; Lymph: 10,8%; Mono: 3,6%; Eo: 3,6; Baso: 0,01%;
ureum: 34 mg/dl, kreatinin: 2,17 mg/dl, Na: 136 mmol/l, K: 2,8 mmol/l, Cl: 108

6
mmol/l, SGOT 80 U/L, SGPT 76 U/L, Albumin 2,7 g/dl, Asam Urat 8,0mg/dl.
Anti HIV Non Reaktif.
Urin lengkap: pH 6,5, protein 3+, glukosa 1+, bilirubin (-), keton (-), nitrit (-),
blood 2+, leukosit negatif. Sedimen urin: RBC 16/LPB, WBC 1/LPB, bakteri 1.
Protein Esbach 19/3/2019 : 2,8 gr/24jam (Positif)
C3 Komplemen 84,9 mg/dL (Normal), C4 Komplemen 31 mg/dL (Normal)
ANA Profile 19/3/2019:

SS-A native (60kDa) (SSA) +++


Ro-52 recombinant (52) +++
dsDNA -
Control (Ko) +++
Kesan:

- Mild Hydronefrosis Bilateral

- Ascites

- Efusi Pleura Bilateral

Gambar 4. MSCT Scan Abdomen

Berdasarkan data tersebut di atas, diagnosis selanjutnya adalah Acute

Kidney Injury, Lupus Eritematosus Sistemik, Hipoalbuminemia, Hipokalemia.

Tindakan yang diberikan pada saat itu adalah infus NaCl 0,9 % 12 tetes/menit,

KCL 50 mEq/drips habis dalam 5 jam, Human Albumin 25% 100cc/24jam/drips,

Acetylsistein 5gr dalam 200cc Dextrose 5% habis 2 jam, dengan rencana monitor

produksi urin, fungsi ginjal, elektrolit, dan albumin. Rencana pemeriksaan

lanjutan biopsi ginjal, konsul ke divisi Rheumatologi.

7
Pada pengamatan tanggal 26 Maret 2019 didapatkan kondisi pasien

dengan intake yang adekuat dan telah rawat bersama sejawat Gizi Klinik. Hasil

Kontrol Laboratorium: WBC 6.400/uL, Hb 11,0 gr/dl, PLT 356.000/uL, Coombs’

Test Negatif, GDS 92 mg/dl, Ureum 30 mg/dl, Kreatinin 1,67 mg/dl, GOT 59

U/L, GPT 41 U/L, Albumin 3,1 gr/dl, Natrium 137 mmol/L, Kalium 2,5 mmol/L.

Elektrolit Urin: Natrium 48 mEq/24jam, Kalium 14,2 mEq/24jam, Klorida 47

mEq/24jam. Hasil konsultasi ke divisi Rheumatologi dengan kesan Susp. Nefritis

Lupus SLICC 2012 4/17. Terapi yang selanjutnya diberikan : menambahkan KSR

600mg/12jam/oral dan memulai pulse metilprednisolon intravena 500mg/24jam

dalam NaCl 0,9% 100 cc habis dalam 2 jam selama 3 hari berturut-turut,

dilanjutkan metilprednisolon 16mg per 12 jam dan hydroxylchroloquin 200mg per

24 jam. Setelah cairan asites pasien mulai turun, kemudian dilakukan biopsi

ginjal.

8
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Biopsi Ginjal 1/4/2019

Makroskopik Diterima 3 keping jaringan biopsi, masing-masing dengan


panjang 1 cm berwarna putih dengan konsistensi kenyal.
Dibuat 1 kaset dan semua cetak.
Mikroskopik Sediaan terdiri dari dua potongan jaringan asal ginjal dan
potongan lainnya terdiri dari jaringan otot dan jaringan ikat,
dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE),
Periodic Acid Schiff (PAS), dan Masson Trichrome.
- Sediaan pewarnaan HE :

1. Glomerulus : jaringan biopsi memperlihatkan


total dari jumlah glomerulus sebanyak 25 buah,
dengan gambaran proliferasi jaringan kapiler dan
proliferasi sel-sel mesangial
2. Tubuli: Tampak dilapisi sel-sel epitel kuboid
dengan droplet lemak pada dinding tubulus,
beberapa diantaranya berisi lumen berisi massa
eosinofilik
3. Jaringan Vaskuler: Tidak tampak penebalan
dinding pembuluh darah
4. Jaringan Interstitial: Tampak infiltrasi ringan sel-
sel radang limfosit
- Sediaan pewarnaan PAS: Tidak tampak penebalan
membran basalis glomerulis
- Sediaan pewarnaan Masson Trichrom: Tampak 1
buah glomerulus yang mengalami global sklerotik
Kesimpulan Membranous Nephropathy (MN)

9
Gambar 5. Pembesaran 4 kali, Gambar 8. Pembesaran 20 kali,
Glomerulus dengan proliferasi Pewarnaan Trichrom. Tidak ada
jaringan dan sel-sel mesangial sklerotik pada glomerulus.

Gambar 6. Pembesaran 10 kali, Gambar 9. Pembesaran 40 kali,


Tubulus ginjal dengan lumen yang Infiltrasi ringan sel-sel radang
berisi massa eosinofilik limfosit

Gambar 7. Pembesaran 20 kali, Gambar 10. Pembesaran 40 kali,


Pewarnaan PAS. Tidak ada Tubulus ginjal, dilapisi epitel
penebalan membran basalis kuboid dengan droplet lemak pada
glomerulus dinding tubulus

Selama perawatan (17 Maret 2019 – 1 April 2019) keadaan penderita

semakin membaik.

10
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan

15/2/19 17/3/19 26/3/19 16/4/19 Nilai Normal

Hb 13,5 11,3 11,0 13,0 11,7 – 15,5 g/dL

WBC 12,6 7,4 6,4 18,4 3,6 – 11 x 103/uL

PLT 522 571 356 379 150 – 440 x 103/uL

GOT 19 80 59 14 <27 U/l

GPT 6 76 41 19 <34 U/l

Na 139 136 137 138 136 – 145 mmol/l

K 2,6 2,8 2,5 3,8 3,5 – 5,1 mmol/l

Alb 3,6 2,7 3,1 3,8 3,4 – 4,8 g/dL

Ur 17 34 30 37 13 – 43 mg/dL

Cr 0,66 2,17 1,67 0,74 0,5 – 1,1 mg/dL

Diagnosis pada saat keluar rumah sakit : Acute Kidney Disease, Lupus

Membranous Nephropathy, Lupus Eritematosus Sistemik SLICC 2012 4/17,

Hipoalbuminemia Perbaikan, Hipokalemia Perbaikan.

11
III. LAPORAN KASUS PASIEN 2

a. Anamnesis

Perempuan Nn. AF umur 22 tahun suku Makassar; pekerjaan Mahasisswa

dengan No. RM 875411 dirawat di RSWS Lontara 1 Bawah Depan Kamar 3

Kelas 2 Bed 1 pada tanggal 17 Mei 2019 dengan keluhan bengkak pada kedua

ekstremitas bawah sejak 2 minggu yang lalu, terutama saat beraktivitas. Awalnya

pasien dirawat di RS Unhas 1 minggu yang lalu dengan keluhan yang sama. Batuk

ada, sejak 1 minggu yang lalu. Lendir warna kekuningan, darah tidak ada. Sesak

napas tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Penurunan

nafsu makan tidak ada.

Demam tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Buang air kecil volume

kesan cukup, warna kuning jernih. Riwayat kencing berpasir atau darah tidak ada.

Buang air besar (BAB) biasa, riwayat BAB encer tidak ada. Riwayat sering diare

sebelumnya tidak ada. Riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat konsumsi steroid,

diuretik, pencahar, insulin, obat asma dan jamu-jamuan tidak ada.

Pasien riwayat terdiagnosis sindroma nefrotik sejak 2 bulan yang lalu,

sempat masuk perawatan di RS Unhas dengan keluhan bengkak seluruh tubuh.

Pasien mendapat obat rutin metilprednisolone 16 mg per 12 jam dan

mycophenolate mofetil 500mg per 24 jam. Riwayat keluarga dengan penyakit

ginjal sebelumnya tidak ada.

Riwayat ruam daerah pipi kiri ada, sejak 3 bulan yang lalu, gatal tidak ada.

Riwayat kulit memerah tidak ada. Riwayat nyeri kedua lutut ada sejak 1 minggu

yang lalu, hilang timbul, terutama saat pagi hari. Riwayat rambut rontok tidak ada,

12
riwayat sariawan atau luka di mulut tidak ada. Riwayat mata dan mulut kering

tidak ada.

b. Pemeriksaan Fisis

Pasien tampak sakit sedang, gizi baik, kesadaran baik. Tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 88 kali permenit, reguler dan kuat angkat, frekuensi napas 20

kali permenit, suhu 36,9oC, urin 1700cc/24 jam warna kuning. Berat badan 53 kg,

Berat badan koreksi 47,7 kg, LLA 22 cm, dan tinggi badan 154 cm dengan indeks

massa tubuh 20,11 kg/m2. Rambut hitam lurus, tidak gampang tercabut.

Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik dan bibir tidak sianosis. Tampak ruam

diskoid di pipi kiri, ukuran 5cm x 4cm. Pada pemeriksaan leher didapatkan

desakan vena sentralis R+1 cmH2O, tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe,

massa tumor, kelenjar gondok maupun deviasi trakea. Thoraks tampak simetris,

massa tumor tidak ada, fremitus raba kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, batas

paru hati ruang antar iga VI kanan depan, bunyi pernapasan bronkovesikuler,

suara napas menurun di hemithorax dextra, tidak terdapat ronkhi dan wheezing.

Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, batas kesan

normal, bunyi jantung I/II murni, teratur dan tidak ditemukan bising. Abdomen

tampak cembung ikut gerak napas, hepar dan lien tidak teraba, massa tumor dan

nyeri tekan tidak ada, perkusi timpani. Asites ada, shifting dullness positif, dan

peristaltik usus kesan normal. Pada pemeriksaan ekstremitas turgor kulit normal

dengan akral yang hangat, edema pretibial bilateral ada, pergerakan dan kekuatan

dalam batas normal.

13
Gambar 11. Foto pasien 2

c. Pemeriksaan Penunjang, Assessment, Tatalaksana dan Follow Up

Data pemeriksaan penunjang sebelum tanggal 11 Mei 2019


Laboratorium (15/3/2019)
Hb: 9,0 gr%, WBC: 4.900/mm3, PLT: 300.000/mm3, ureum: 50 mg/dl, kreatinin:
0,76 mg/dl, Na 139 mmol/l, K 4,2 mmol/l, Sel LE Negatif

Laboratorium (22/3/2019)
Hb: 9,2 gr%, WBC: 5.600/mm3, PLT: 305.000/mm3, Na: 136 mmol/l, K: 4,2
mmol/l, ureum: 78 mg/dl, kreatinin: 2,4 mg/dl, GDS 107 mg/dl, Albumin: 1,6
gr/dl, Protein Total 3,9 gr/dl, Kolesterol Total 561 mg/dl, HDL 43 mg/dl, LDL
377 mg/dl, Trigliserida 209 mg/dl, HbsAg Non Reactive, Anti HCV Non Reactive
Urinalisa (22/3/2019) : Leukosit positif, Protein +++ (300mg/dl).

Laboratorium (24/4/2019)
Hb: 9,8 gr%, WBC: 6,100/mm3, PLT: 376.000/mm3, ureum: 61 mg/dl, kreatinin:
2,1 mg/dl

14
Kesan :

- Tidak ada kelainan

Gambar 12. Foto Thorax (14/3/2019)

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Biopsi Ginjal 3/4/2019

Makroskopik Diterima jaringan 2 core biopsi ukuran 1,5x0,1x0,1 cm,


warna putih konsistensi kenyal. Dibuat 1 kaset semua kaset.
Mikroskopik Sediaan akurat untuk dievaluasi, menunjukkan glomerulus
yang terdapat focal segmental sklerosis, struktur pembuluh
darahnya masih baik. Pada tubulus terdapat fokus yang
atrodi dan terdapat bagian yang mengalami nekrotik. Pada
jaringan interstitial terdapat sebukan sel-sel radang limfositi
dan sel plasma serta tampak bagian yang mengalami
fibrosis. Tampak pula pembuluh darah berisi eritrosit tanpa
kelainan tertentu,
Kesimpulan Focal Segmental Glomerulosclerosis

15
Gambar 13. Pembesaran 4 kali, Gambar 16. Pembesaran 10 kali,
Tubulus atrofi Sel radang

Gambar 14. Pembesaran 10 kali, Gambar 17. Pembesaran 40 kali,


Tubulus atrofi Glomerulus sklerosis

Gambar 15. Pembesaran 10 kali, Gambar 18. Fokal segmental


Tubulus atrofi

Data pemeriksaan penunjang setelah tanggal 11 Mei 2019


Laboratorium (11/5/2019)
Hb: 10,3 gr%, WBC: 9.740/mm3, PLT: 411.000/mm3, Na: 130 mmol/l, K: 2,6

mmol/l, ureum: 52 mg/dl, kreatinin: 0,8 mg/dl, Albumin: 0,9 gr/dl, Protein Total

2,6 gr/dl. Coomb’s Test Positif/2. Urinalisa (13/5/2019) : Leukosit positif, Protein

+++ (300mg/dl). Feses Rutin (13/5/2019) : dalam batas normal.

16
Kesan :

- Efusi pleura dextra

Gambar 19. Foto Thorax (12/5/2019)

Kesan :

- Ascites
- Efusi Pleura Dextra

Gambar 20. USG Abdomen (12/5/2019)

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang

diatas maka diagnosis awal adalah Acute Kidney Disease, Lupus Eritematosus

Sistemik ACR 4/11 MEX SLEDAI 12, Hipoalbuminemia. Tindakan yang

diberikan pada saat itu adalah pulse metilprednisolon intravena 500mg/24jam

dalam NaCl 0,9% 100 cc habis dalam 2 jam selama 3 hari berturut-turut,

dilanjutkan dengan metilprednisolon 16mg per 12 jam, Hydroxylchloroquin

17
200mg per 24 jam, Human Albumin 25% 100cc/24jam/drips, dengan rencana

punksi, analisa, dan sitologi cairan pleura. Serta rencana pemeriksaan lanjutan sel

LE.

Dari Analisa dan Sitologi cairan pleura tanggal 14/5/19 didapatkan 26 cc,

warna jernih, pH 8.0, Bekuan Positif, Hitung jumlah leukosit 300 sel/uL, PMN

18%, MN 82%, LDH 45 U/L, Glukosa 118mg/dl, Total Protein 100mg/dl dengan

kesan Apusan Cairan Pleura mengandung Sel-Sel Atipik. Dari Laboratorium

20/5/19 didapatkan Sel LE positif.

Kemudian setelah diberikan terapi, dilakukan kontrol lab pada tanggal

18/5/19 dan didapatkan Hb: 8,3 gr%, WBC: 15.220/mm3, PLT: 616.000/mm3, Na:

135 mmol/l, K: 3,1 mmol/l, ureum: 59 mg/dl, kreatinin: 0,95 mg/dl, Albumin: 2,1

gr/dl, Protein Total 2,7 gr/dl.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan

15/3/19 22/3/19 24/4/19 11/5/19 18/5/19 Nilai Normal

Hb 9,0 9,2 9,8 10,3 8,3 11,7 – 15,5 g/dL

WBC 4,9 5,6 6,1 9,7 15,2 3,6 – 11 x 103/uL

PLT 300 305 376 411 616 150 – 440 x 103/uL

Na 139 - 130 135 136 – 145 mmol/l

K 4,2 - 2,6 3,1 3,5 – 5,1 mmol/l

Alb 1,5 1,6 0,9 2,1 3,4 – 4,8 g/dL

Ur 50 78 61 52 59 13 – 43 mg/dL

Cr 0,76 2,4 2,1 0,8 0,95 0,5 – 1,1 mg/dL

18
Selama perawatan (11 Mei 2019 – 24 Mei 2019) keadaan penderita

semakin membaik. Diagnosis pada saat keluar rumah sakit : Acute Kidney

Disease, Fokal Segmental Glomerulosklerosis, Lupus Eritematosus Sistemik ACR

4/11 MEX SLEDAI Score 12, Hipoalbuminemia Perbaikan.

19
IV. PEMBAHASAN

Penyebab seluruh gejala yang timbul dapat dipikirkan pada kedua pasien

ini adalah Acute Kidney Disease (AKD) dan Lupus Eritematosus Sistemik (LES).

Manifestasi kelainan ginjal berupa proteinuri, sindrom nefrotik, hematuria

mikroskopik, dan penurunan fungsi ginjal ditemukan semua pada kedua pasien

ini.

Acute Kidney Disease (AKD) didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana

AKI tahap 1 atau lebih besar, sebagaimana didefinisikan oleh KDIGO, terjadi ≥7

hari setelah AKI pertama kali terdiagnosis. AKD yang berlangsung lebih dari 90

hari dianggap sebagai CKD. Kriteria yang diusulkan untuk AKD mencakup

definisi untuk AKI, tetapi juga dapat didefinisikan oleh LFG <60 ml/min/1,73 m2

selama <3 bulan, penurunan LFG sebesar ≥ 35% selama <3 bulan, atau

peningkatan SCr> 50% selama <3 bulan.6,8

Pada pasien pertama, awalnya mengalami gangguan ginjal dengan

kecurigaan disebabkan oleh penggunaan obat FDC (Rifampisin). Penggunaan

FDC dalam hal ini karena adanya kecurigaan TB ekstra paru (TB Peritoneal).

Salah satu penyebab terjadinya gangguan ginjal akut akibat obat adalah

penggunaan rifampisin. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

penunjang, pasien didiagnosis dengan Acute Kidney Disease, Membranous

Nephropathy, dan Lupus Eritematosus Sistemik. Pada awalnya pasien didiagnosis

sebagai AKI dikarenakan masih belum diketahui waktu onset dari gangguan ginjal

yang terjadi. Setelah dilakukan kontrol fungsi ginjal 9 hari berikutnya didapatkan

nilai 1,67 mg/dl, maka diagnosis pada pasien menjadi Acute Kidney Disease,

20
sebagaimana didefinisikan oleh KDIGO, AKD terjadi ≥7 hari setelah AKI

pertama kali terdiagnosis.6

Gambar 21. Pendekatan hipotesis dari Acute Kidney Disease.8

Setelah dilakukan biopsi ginjal didapatkan hasil Membranous

Nephropathy. Berdasarkan The International Society of Nephrology/Renal

Pathology Society, Membranous Nephropathy (MN) masuk ke dalam kelas V.

Tabel 5. Klasifikasi The International Society of Nephrology/Renal Pathology


Society (ISN/RPS)9
Kelas Histopatologi

Kelas I Nefritis lupus mesangial minimal

Kelas II Nefritis lupus mesangial proliferatif

Kelas III Nefritis lupus fokal

Kelas IV Nefritis lupus difus

Kelas V Nefritis Lupus Membranous

Kelas VI Nefritis lupus sklerotik lanjut

21
MN secara umum adalah glomerulopati dengan gambaran histopatologis

khas dari endapan kompleks imun subepitel dan penebalan membran basal

glomerulus. Selama akhir dekade terakhir, beberapa penelitian telah mengarah

pada identifikasi kemungkinan patogenesis. Meskipun remisi spontan terjadi pada

sekitar sepertiga pasien MN, 30-40% dari pasien berkembang menjadi ESRD

dalam 5-15 tahun.10

Pada sebagian besar kasus, MN dapat dengan mudah dideteksi dengan

kombinasi dari gejala klinis, analisa serologi, dan morfologi. Dari hasil

pemeriksaan imunopatologi, MN sekunder hampir sama dengan MN idiopatik.

Tetapi, terdapat beberapa tanda perbedaan yang signifikan. Termasuk tidak

adanya kerusakan total dari glomerulus, proliferasi sel mesangial, deposit dari sel

mesangial atau subendotelial dari pemeriksaan mikroskop elektron, dan deposisi

dari immunoglobulin A atau C1q dari pemeriksaan imunofloresens.11,12

Sedangkan pada pasien kedua, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang, didiagnosis dengan Acute Kidney Disease, Fokal Segmental

Glomerulosklerosis, dan Lupus Eritematosus Sistemik. Pada awalnya pasien

memiliki masuk dengan keluhan bengkak berulang pada kedua kaki, pasien

memiliki riwayat didiagnosis sebagai sindrom nefrotik dan telah mendapat terapi

metilprednisolone 16 mg per 12 jam, tetapi tidak mendapat perbaikan signifikan.

Pada pasien ini didiagnosis sebagai AKD setelah didapatkan riwayat

peningkatan kadar kreatinin 2 bulan sebelum masuk perawatan, yaitu 2,4 mg/dl.

Kemudian setelah kontrol 1 bulan kemudian kadar kreatinin masih berada di 2,1

mg/dl, dimana sesuai dengan KDIGO, telah masuk kriteria AKD. Setelah itu,

22
pada saat perawatan, kadar kreatinin kembali dikontrol dan didapatkan hasil

normal yaitu 0,8 mg/dl, maka diagnosis berubah menjadi AKD Stadium 0B,

dimana stadium 0B termasuk pasien yang kadar kreatinin serumnya telah kembali

ke nilai normal, tetap masih memiliki bukti kerusakan ginjal yang berkelanjutan.8

Gambar 22. Interaksi antara AKI, AKD, dan CKD.8

Setelah dilakukan biopsi ginjal, ditemukan Focal Segmental

Glomerulosclerosis (FSGS), berdasarkan klasifikasi ISN/RPS di atas masuk ke

kelas III. FSGS secara histologis ditentukan oleh hilangnya kapiler glomerulus

segmental oleh matriks ekstraseluler, dan merupakan penyebab sindrom nefrotik

idiopatik dan ESRD. FSGS tidak melibatkan deposit granular imun-elektron, dan

pemeriksaan imunofluoresensi biasanya menunjukkan pewarnaan segmental kasar

untuk IgM dan C3 yang terperangkap dalam area hyalinosis.13

FSGS adalah sindrom beragam yang muncul setelah cedera podosit dari

beragam penyebab: beberapa diketahui dan lainnya tidak diketahui. Sumber-

sumber cedera podosit bervariasi (faktor sirkulasi [FSGS primer], kelainan

genetik, infeksi virus, dan pengobatan), walaupun pengaruhnya terhadap podosit

sama.14

23
Beberapa sampel dari biopsi ginjal menunjukkan perbedaan dalam

distribusi lesi histopatologis antara AKI, AKD tanpa AKI, dan tidak AKD

maupun AKI. Nekrosis tubular akut didapatkan hampir dua kali lebih banyak di

antara pasien dengan AKI dibandingkan dengan AKD tanpa AKI (30,8% vs

16,0%). Sedangkan nefritis tubulointerstitial akut lebih sering terjadi pada biopsi

dari pasien dengan AKD tanpa AKI daripada di antara mereka dengan AKI (52,0

vs 30,8%). Temuan ini menunjukkan bahwa pasien yang memenuhi kriteria AKD

mungkin memiliki penyebab yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang

menderita AKI.6

Biopsi ginjal dilakukan tidak hanya untuk tujuan diagnostik tetapi juga

untuk tujuan terapeutik dan prognostik. Meskipun GN yang dimediasi oleh imun

kompleks merupakan penyebab paling umum penyakit ginjal pada LES, ada

mekanisme lain yang menyebabkan cedera ginjal yang hanya dapat didiagnosis

dengan biopsi, dan memerlukan pendekatan manajemen yang berbeda dengan NL

kompleks imun. Contohnya termasuk mikroangiopati trombotik dan lupus

podocytopathy (didefinisikan sebagai sindrom nefrotik pada LES yang pada

biopsi ginjal menunjukkan penyebaran podosit difus dan tidak ada endapan imun

subendotelial atau subepitelial).4,5

Secara umum, Sistem Klasifikasi ISN / RPS membantu dalam menentukan

terapi selama perawatan. Kelas proliferatif (3 dan 4) sering diberikan

imunosupresi kuat, sedangkan NL nonproliferatif, membran (kelas 5) dapat

dikelola secara konservatif (terapi antiproteinurik) jika pasien memiliki

24
proteinuria subnefrotik, atau dengan imunosupresi jika pasien memiliki

proteinuria dalam rentang nefrotik.5

Tabel 6. Perbedaan Terapi Berdasarkan Hasil Biopsi Ginjal

Kelas NL Terapi

Kelas 1 Tidak ada terapi spesifik17

Kelas 2 Perlu penanganan bila proteinuria >1000mg/hari, kortikosteroid dosis


ringan 0,25-0,5mg/kgBB/hari selama 1-3 bulan18

Kelas 3 - 4 Prednisone 1mg/kg/hari 4 minggu, selanjutnya diturunkan 5-10 mg/hari


selama 6-12 bulan.16

Pada pasien akut, metilprednisolon intravena 1000mg/hari selama 3 hari


terapi inisiasi.18

Siklofosfamid dan azatioprin sama efektifnya, tetapi siklofosfamid lebih


efektif mencegah progresi menuju CKD.19

Mycophenolate mofetil (MMF) dapat digunakan sendiri atau sekuensial


setelah 6 bulan pemberian siklofosfamide intravena20

Kelas 5 Prednison 0,5mg/kgBB/hari selama 6 bulan.16

Obat Immunosupresi tidak digunakan kecuali fungsi ginjal menurun


atau komponen proliferatif ditemukan pada biopsi ginjal. Azathioprine,
cyclophosphamide, cyclosporine, dan chlorambucil efektif dalam
mengurangi proteinuria.21
Mycophenolate mofetil juga mungkin efektif, tetapi studi retrospektif
yang dilakukan masih sedikit16

Kelas 6 Terapi sebagai penyakit ginjal kronik, jika sudah ESRD dilakukan terapi
pengganti ginjal16,18

25
Pada NL kelas III, ESRD terjadi pada 16,6% pasien pada 10 tahun

pertama. Sebelum tahun 1970, kelangsungan hidup dan progresifitas ESRD pasien

secara keseluruhan dalam NL proliferatif sangat buruk, dalam kisaran 20-25%.

Dalam beberapa dekade terakhir meningkat secara dramatis melalui penggunaan

intensif imunosupresi.15,16

Sedangkan pada NL kelas V, penurunan LFG terjadi pada sekitar 20%

kasus, dan ESRD sekitar 8-12% setelah 7-12 tahun, dengan satu penelitian yang

melaporkan kematian atau ESRD pada 28% pasien pada 10 tahun setelah

terdiagnosis.16

Pada penelitian yang dilakukan Zhu dkk menemukan bahwa 1 dari 5

pasien yang terdiagnosis LES kurang lebih 5 tahun terakhir, ditemukan juga

tanda-tanda AKI dan AKD. Tetapi sampai saat ini masih kurang deskripsi dari

LES yang berkomplikasi menjadi AKI dan AKD, termasuk gambaran

histopatologi dan follow-up jangka panjang dari fungsi ginjal, terutama setelah

Klasifikasi ISN/RPS mulai diperkenalkan.22

Dengan demikian, karena parameter klinis dan laboratoris tidak dapat

memprediksikan gambaran histopatologi secara akurat, biopsi ginjal sebaiknya

dilakukan sebagai diagnostik, menentukan terapeutik, dan menggambarkan

prognostik pasien ke depannya.

26
V. RINGKASAN

Telah dilaporkan dua kasus, kasus pertama perempuan umur 21 tahun

dengan Acute Kidney Disease, Lupus Membranous Nephropathy, Lupus

Eritematosus Sistemik SLICC 2012 4/17, Hipoalbuminemia, Hipokalemia. Kasus

kedua perempuan 22 tahun dengan Acute Kidney Disease, Fokal Segmental

Glomerulosklerosis, Lupus Eritematosus Sistemik ACR 4/11 MEX SLEDAI

Score 12, Hipoalbuminemia. Kemudian kedua pasien ini diberikan tatalaksana

dan terapi sesuai dengan Rekomendasi KDIGO dan IRA dimana terapi ini

memberikan respon yang baik pada pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Fogo AB, Lusco MA, et al. AJKD Atlas of Renal Pathology: Focal and
Diffuse Lupus Nephritis (ISN/RPS Class III and IV). Am J Kidney Dis.
2017;70(2):e9-11.
2. Gergianaki I, Bertsias G. Systemic Lupus Erythematosus in Primary Care:
An Update and Practical Messages for the General Practitioner. Front Med.
2018;5(161):1–12.
3. Alarcón GS. Multiethnic lupus cohorts: What have they taught us?
Reumatol Clin. 2011;7(1):3–6.
4. Singh U, Shevra C, et al. Histopathological study of lupus nephritis with
special reference to nonlupus nephritis, focal segmental glomerulosclerosis,
interstitial nephritis, and amyloidosis. CHRISMED J Heal Res.
2015;3(1):15.
5. Almaani S, Meara A, et al. Update on Lupus Nephritis. Clin J Am Soc
Nephrol. 2017;12(5):825–35.
6. Barry R, James MT. Guidelines for Classification of Acute Kidney
Diseases and Disorders. Nephron. 2015;131(4):221–6.
7. Dharmeizar, Bawazier LA. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nefritis Lupus.
In: Setiati S, Alwi I, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 3378–83.
8. Chawla LS, Bellomo R, et al. Acute kidney disease and renal recovery:
Consensus report of the Acute Disease Quality Initiative (ADQI) 16
Workgroup. Nat Rev Nephrol. 2017;13(4):241–57.
9. Weening JJ, D’Agati VD, et al. The Classification of Glomerulonephritis in
Systemic Lupus Erythematosus Revisited. J Am Soc Nephrol.
2004;15(2):241–50.
10. Lai WL, Yeh TH, et al. Membranous nephropathy: A review on the
pathogenesis, diagnosis, and treatment. J Formos Med Assoc.
2015;114(2):102–11.
11. Jefferson JA, Couser WG. Therapy of membranous nephropathy associated

28
with malignancy and secondary causes. Semin Nephrol. 2003;23(4):400–5.
12. Rihova Z, Honsova E, et al. Secondary membranous nephropathy - One
center experience. Ren Fail. 2005;27(4):397–402.
13. Hanaoka H, Hashiguchi A, et al. An unusual association between focal
segmental sclerosis and lupus nephritis: a distinct concept from lupus
podocytopathy? CEN Case Reports. 2015;4(1):70–5.
14. Rosenberg AZ, Kopp JB. Focal Segmental Glomerulosclerosis. Clin J Am
Soc Nephrol. 2017;12(19):1–16.
15. Suthaker, Smith, et al. Correlation of Clinical and Pathological Findings in
Patients with Lupus Nephritis: A Five-Year Experience in Iran. Saudi J
Kidney Dis Transplant. 2008;19(1):32–40.
16. Eknoyan G, Lameire N. KDIGO Clinical Practice Guideline for
Glomerulonephritis. Kidney Int Suppl. 2012;2(2):139–274.
17. Dooley M. Clinical and epidemiologic features of lupus nephritis. In:
Wallace D, Hahn B, editors. Dubois’ Lupus Erythematosus and Related
Syndromes. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013. p. 438–54.
18. Sumariyono, Handono K, et al. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2019. 63–5 p.
19. Contreras G, Pardo V, et al. Sequential Therapies for Proliferative Lupus
Nephritis. N Engl J Med. 2004;350(10):971–80.
20. Ginzler EM, Dooley MA, et al. Mycophenolate mofetil or intravenous
cyclophosphamide for lupus nephritis. N Engl J Med. 2005;353(21):2219–
28.
21. Mok CC, Ying KY, et al. Very long-term outcome of pure lupus
membranous nephropathy treated with glucocorticoid and azathioprine.
Lupus. 2009;18(12):1091–1095.
22. Zhu D, Qu Z, et al. Acute kidney injury in Chinese patients with lupus
nephritis: a large cohort study from a single center. Lupus.
2011;20(14):1557–65.
23. Nelwan EJ, WIsaksana R. Gejala dan Diagnosis HIV. In: Setiati S, Alwi I,

29
Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. p. 910–5.
24. Rischmueller M, Tieu J, et al. Primary Sjogren’s syndrome. Best Pract Res
Clin Rheumatol. 2016;30:189–220.
25. Christopher-Stine L, Siedner M, et al. Renal biopsy in lupus patients with
low levels of proteinuria. J Rheumatol. 2007 Feb 1;34(2):332 LP – 335.

30

Anda mungkin juga menyukai