Acute Kidney Disease Pada Lupus Eritematosus Sistemik
Acute Kidney Disease Pada Lupus Eritematosus Sistemik
2019
OLEH:
HAERANI RASYID
FARIDIN HP
I. Pendahuluan...................................................................................................... 1
V. Ringkasan ....................................................................................................... 27
ii
DAFTAR SINGKATAN
GN : Glomerulonefritis
NL : Nefritis Lupus
TB : Tuberkulosis
HE : Hematoxylin-Eosin
MN : Membranous Nephropathy
iii
DAFTAR TABEL
Society (ISN/RPS)
iv
DAFTAR GAMBAR
v
ACUTE KIDNEY DISEASE PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
I. PENDAHULUAN
yang paling sering melibatkan kulit, ginjal, persendian, jantung, dan kelenjar
serosa. Profil klinis lupus seringkali tidak dapat diprediksi, dapat mempengaruhi
berbagai organ dengan derajat keparahan yang bervariasi, dan diperberat dengan
kematian paling umum pada pasien LES. Sekitar 50–60% pasien LES akan
menderita penyakit ginjal dan 25-50% pasien LES memiliki penyakit ginjal klinis
saat diagnosis pertama kali. Lesi ginjal pada LES menunjukkan berbagai jenis
glomerulonefritis (GN) yang disebut nefritis lupus (NL). Nefritis Lupus (NL)
diagnosis LES.1,3
Nefritis Lupus adalah faktor risiko utama untuk morbiditas dan mortalitas
pada LES dan 10% pasien dengan NL akan berkembang menjadi End Stage Renal
1
pada perempuan dengan prevalensi sekitar 70% di atas laki-laki hanya sekitar
30%. Sekitar 59,56% pasien memiliki proteinuria rentang nefrotik dan 94,23%
(global atau segmental), dan apakah cedera glomerulus aktif (inflamasi) atau
kronis (sklerotik).5
Keterbatasan lebih lanjut untuk definisi Acute Kidney Injury (AKI) dan
Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini dan sistem klasifikasi muncul dari fakta
bahwa ada pasien yang mengalami perubahan fungsi dan struktur ginjal yang
tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk AKI atau CKD. Untuk alasan ini,
untuk penyakit dan gangguan ginjal akut bersama dengan pendekatan terpadu
untuk identifikasi bersama dengan AKI dan CKD. Acute Kidney Disease (AKD)
adalah suatu kondisi dimana laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml / mnt / 1,73 m2
selama <3 bulan, penurunan LFG sebesar ≥ 35% selama <3 bulan, atau
2
II. LAPORAN KASUS PASIEN 1
a. Anamnesis
dengan No. RM 877120 dirawat di Private Care Centre Lantai 4 RSWS pada
tanggal 17 Maret 2019 dengan keluhan lemas sejak 2 minggu terakhir, terutama
saat beraktivitas. Mual dan muntah sejak 1 minggu terakhir, frekuensi 3 kali, isi
air dan sisa makanan. Awalnya pasien berobat di rumah sakit daerah di Martapura
pada bulan Februari 2019. Saat itu pasien menjalani pemeriksaan darah, Foto
Thorax, dan USG Abdomen, dikatakan demam thypoid dengan titer antibodi O
500mg) dan sempat mendapat Rifastar 1x4 tablet, dan dihentikan setelah mual dan
keluhan seperti ini sejak tahun 2018. Pasien beberapa kali dirawat di Rumah Sakit
Riwayat demam tidak ada. Buang air kecil volume kesan cukup, warna
kuning jernih. Riwayat kencing berpasir atau darah tidak ada. Buang air besar
(BAB) biasa, riwayat BAB encer tidak ada. Riwayat sering diare sebelumnya
3
tidak ada. Riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat konsumsi steroid, diuretik,
Riwayat kulit memerah tidak ada. Riwayat nyeri kedua lutut ada sejak 1
minggu yang lalu, hilang timbul, terutama saat pagi hari. Riwayat rambut rontok
tidak ada, riwayat sariawan atau luka di mulut tidak ada. Riwayat mata dan mulut
b. Pemeriksaan Fisis
Pasien tampak sakit sedang, gizi kurang, kesadaran baik. Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit, reguler dan kuat angkat, frekuensi napas 20
kali permenit, suhu 36,7oC, urin 1800cc/24 jam warna kuning. Berat badan 45 kg,
lingkar lengan atas (LLA) 19 cm, dan tinggi badan 157 cm dengan indeks massa
tubuh 18,26 kg/m2. Rambut hitam lurus, tidak gampang tercabut. Konjungtiva
tidak pucat, sklera tidak ikterik dan bibir tidak sianosis. Tidak tampak kemerahan
pada kulit wajah. Pada pemeriksaan leher didapatkan desakan vena sentralis R+1
gondok maupun deviasi trakea. Thoraks tampak simetris, massa tumor tidak ada,
fremitus raba kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, batas paru hati ruang antar
iga VI kanan depan, bunyi pernapasan bronkovesikuler dan tidak terdapat ronkhi
dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak tampak dan teraba,
batas jantung kanan pada linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri 2 cm
lateral linea medioklavikularis kiri, bunyi jantung I/II murni, teratur dan tidak
ditemukan bising. Abdomen tampak cembung ikut gerak napas, hepar dan lien
tidak teraba, massa tumor dan nyeri tekan tidak ada, perkusi timpani. Asites ada,
4
shifting dullness positif, dan peristaltik usus kesan normal. Pada pemeriksaan
ekstremitas turgor kulit normal dengan akral yang hangat, tidak ditemukan adanya
Kesan :
5
Laboratorium (15/2/2019)
Hb: 13,5 gr%, MCV: 84 µm3, MCH: 28 pg, WBC: 12.600/mm3, PLT:
522.000/mm3, ureum: 17 mg/dl, kreatinin: 0,66 mg/dl, GOT 19 U/L, GPT 6 U/L,
Albumin 3,6 g/dl, Kolesterol Total 170mg/dL, Trigliserida 110 mg/dL. Natrium
139mmol/l, Kalium 2,6mmol/l, HbsAg Non Reaktif. Urin lengkap: pH 6,5,
Leukosit Esterase 500 (+3), Nitrit Negatif, Albumin 500 (+4), Glukosa Negatif,
Keton 150 (+4), Blood 50 (+3). Sedimen Mikroskopis: Eritrosit 5-8/LPB,
Leukosit 3-5/LPB, Bakteri (+).
IFN-Gamma Release Assay (IGRA) Negatif.
Hb: 11,4 gr%, MCV: 87 µm3, MCH: 29 pg, WBC: 7.400/mm3, PLT:
571.000/mm3, Neut: 84,2%; Lymph: 10,8%; Mono: 3,6%; Eo: 3,6; Baso: 0,01%;
ureum: 34 mg/dl, kreatinin: 2,17 mg/dl, Na: 136 mmol/l, K: 2,8 mmol/l, Cl: 108
6
mmol/l, SGOT 80 U/L, SGPT 76 U/L, Albumin 2,7 g/dl, Asam Urat 8,0mg/dl.
Anti HIV Non Reaktif.
Urin lengkap: pH 6,5, protein 3+, glukosa 1+, bilirubin (-), keton (-), nitrit (-),
blood 2+, leukosit negatif. Sedimen urin: RBC 16/LPB, WBC 1/LPB, bakteri 1.
Protein Esbach 19/3/2019 : 2,8 gr/24jam (Positif)
C3 Komplemen 84,9 mg/dL (Normal), C4 Komplemen 31 mg/dL (Normal)
ANA Profile 19/3/2019:
- Ascites
Tindakan yang diberikan pada saat itu adalah infus NaCl 0,9 % 12 tetes/menit,
Acetylsistein 5gr dalam 200cc Dextrose 5% habis 2 jam, dengan rencana monitor
7
Pada pengamatan tanggal 26 Maret 2019 didapatkan kondisi pasien
dengan intake yang adekuat dan telah rawat bersama sejawat Gizi Klinik. Hasil
Test Negatif, GDS 92 mg/dl, Ureum 30 mg/dl, Kreatinin 1,67 mg/dl, GOT 59
U/L, GPT 41 U/L, Albumin 3,1 gr/dl, Natrium 137 mmol/L, Kalium 2,5 mmol/L.
Lupus SLICC 2012 4/17. Terapi yang selanjutnya diberikan : menambahkan KSR
dalam NaCl 0,9% 100 cc habis dalam 2 jam selama 3 hari berturut-turut,
24 jam. Setelah cairan asites pasien mulai turun, kemudian dilakukan biopsi
ginjal.
8
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Biopsi Ginjal 1/4/2019
9
Gambar 5. Pembesaran 4 kali, Gambar 8. Pembesaran 20 kali,
Glomerulus dengan proliferasi Pewarnaan Trichrom. Tidak ada
jaringan dan sel-sel mesangial sklerotik pada glomerulus.
semakin membaik.
10
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan
Ur 17 34 30 37 13 – 43 mg/dL
Diagnosis pada saat keluar rumah sakit : Acute Kidney Disease, Lupus
11
III. LAPORAN KASUS PASIEN 2
a. Anamnesis
Kelas 2 Bed 1 pada tanggal 17 Mei 2019 dengan keluhan bengkak pada kedua
ekstremitas bawah sejak 2 minggu yang lalu, terutama saat beraktivitas. Awalnya
pasien dirawat di RS Unhas 1 minggu yang lalu dengan keluhan yang sama. Batuk
ada, sejak 1 minggu yang lalu. Lendir warna kekuningan, darah tidak ada. Sesak
napas tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Penurunan
Demam tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Buang air kecil volume
kesan cukup, warna kuning jernih. Riwayat kencing berpasir atau darah tidak ada.
Buang air besar (BAB) biasa, riwayat BAB encer tidak ada. Riwayat sering diare
sebelumnya tidak ada. Riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat konsumsi steroid,
Riwayat ruam daerah pipi kiri ada, sejak 3 bulan yang lalu, gatal tidak ada.
Riwayat kulit memerah tidak ada. Riwayat nyeri kedua lutut ada sejak 1 minggu
yang lalu, hilang timbul, terutama saat pagi hari. Riwayat rambut rontok tidak ada,
12
riwayat sariawan atau luka di mulut tidak ada. Riwayat mata dan mulut kering
tidak ada.
b. Pemeriksaan Fisis
Pasien tampak sakit sedang, gizi baik, kesadaran baik. Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 88 kali permenit, reguler dan kuat angkat, frekuensi napas 20
kali permenit, suhu 36,9oC, urin 1700cc/24 jam warna kuning. Berat badan 53 kg,
Berat badan koreksi 47,7 kg, LLA 22 cm, dan tinggi badan 154 cm dengan indeks
massa tubuh 20,11 kg/m2. Rambut hitam lurus, tidak gampang tercabut.
Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik dan bibir tidak sianosis. Tampak ruam
diskoid di pipi kiri, ukuran 5cm x 4cm. Pada pemeriksaan leher didapatkan
desakan vena sentralis R+1 cmH2O, tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe,
massa tumor, kelenjar gondok maupun deviasi trakea. Thoraks tampak simetris,
massa tumor tidak ada, fremitus raba kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, batas
paru hati ruang antar iga VI kanan depan, bunyi pernapasan bronkovesikuler,
suara napas menurun di hemithorax dextra, tidak terdapat ronkhi dan wheezing.
Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, batas kesan
normal, bunyi jantung I/II murni, teratur dan tidak ditemukan bising. Abdomen
tampak cembung ikut gerak napas, hepar dan lien tidak teraba, massa tumor dan
nyeri tekan tidak ada, perkusi timpani. Asites ada, shifting dullness positif, dan
peristaltik usus kesan normal. Pada pemeriksaan ekstremitas turgor kulit normal
dengan akral yang hangat, edema pretibial bilateral ada, pergerakan dan kekuatan
13
Gambar 11. Foto pasien 2
Laboratorium (22/3/2019)
Hb: 9,2 gr%, WBC: 5.600/mm3, PLT: 305.000/mm3, Na: 136 mmol/l, K: 4,2
mmol/l, ureum: 78 mg/dl, kreatinin: 2,4 mg/dl, GDS 107 mg/dl, Albumin: 1,6
gr/dl, Protein Total 3,9 gr/dl, Kolesterol Total 561 mg/dl, HDL 43 mg/dl, LDL
377 mg/dl, Trigliserida 209 mg/dl, HbsAg Non Reactive, Anti HCV Non Reactive
Urinalisa (22/3/2019) : Leukosit positif, Protein +++ (300mg/dl).
Laboratorium (24/4/2019)
Hb: 9,8 gr%, WBC: 6,100/mm3, PLT: 376.000/mm3, ureum: 61 mg/dl, kreatinin:
2,1 mg/dl
14
Kesan :
15
Gambar 13. Pembesaran 4 kali, Gambar 16. Pembesaran 10 kali,
Tubulus atrofi Sel radang
mmol/l, ureum: 52 mg/dl, kreatinin: 0,8 mg/dl, Albumin: 0,9 gr/dl, Protein Total
2,6 gr/dl. Coomb’s Test Positif/2. Urinalisa (13/5/2019) : Leukosit positif, Protein
16
Kesan :
Kesan :
- Ascites
- Efusi Pleura Dextra
diatas maka diagnosis awal adalah Acute Kidney Disease, Lupus Eritematosus
dalam NaCl 0,9% 100 cc habis dalam 2 jam selama 3 hari berturut-turut,
17
200mg per 24 jam, Human Albumin 25% 100cc/24jam/drips, dengan rencana
punksi, analisa, dan sitologi cairan pleura. Serta rencana pemeriksaan lanjutan sel
LE.
Dari Analisa dan Sitologi cairan pleura tanggal 14/5/19 didapatkan 26 cc,
warna jernih, pH 8.0, Bekuan Positif, Hitung jumlah leukosit 300 sel/uL, PMN
18%, MN 82%, LDH 45 U/L, Glukosa 118mg/dl, Total Protein 100mg/dl dengan
18/5/19 dan didapatkan Hb: 8,3 gr%, WBC: 15.220/mm3, PLT: 616.000/mm3, Na:
135 mmol/l, K: 3,1 mmol/l, ureum: 59 mg/dl, kreatinin: 0,95 mg/dl, Albumin: 2,1
Ur 50 78 61 52 59 13 – 43 mg/dL
18
Selama perawatan (11 Mei 2019 – 24 Mei 2019) keadaan penderita
semakin membaik. Diagnosis pada saat keluar rumah sakit : Acute Kidney
19
IV. PEMBAHASAN
Penyebab seluruh gejala yang timbul dapat dipikirkan pada kedua pasien
ini adalah Acute Kidney Disease (AKD) dan Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
mikroskopik, dan penurunan fungsi ginjal ditemukan semua pada kedua pasien
ini.
AKI tahap 1 atau lebih besar, sebagaimana didefinisikan oleh KDIGO, terjadi ≥7
hari setelah AKI pertama kali terdiagnosis. AKD yang berlangsung lebih dari 90
hari dianggap sebagai CKD. Kriteria yang diusulkan untuk AKD mencakup
definisi untuk AKI, tetapi juga dapat didefinisikan oleh LFG <60 ml/min/1,73 m2
selama <3 bulan, penurunan LFG sebesar ≥ 35% selama <3 bulan, atau
FDC dalam hal ini karena adanya kecurigaan TB ekstra paru (TB Peritoneal).
Salah satu penyebab terjadinya gangguan ginjal akut akibat obat adalah
sebagai AKI dikarenakan masih belum diketahui waktu onset dari gangguan ginjal
yang terjadi. Setelah dilakukan kontrol fungsi ginjal 9 hari berikutnya didapatkan
nilai 1,67 mg/dl, maka diagnosis pada pasien menjadi Acute Kidney Disease,
20
sebagaimana didefinisikan oleh KDIGO, AKD terjadi ≥7 hari setelah AKI
21
MN secara umum adalah glomerulopati dengan gambaran histopatologis
khas dari endapan kompleks imun subepitel dan penebalan membran basal
sekitar sepertiga pasien MN, 30-40% dari pasien berkembang menjadi ESRD
kombinasi dari gejala klinis, analisa serologi, dan morfologi. Dari hasil
adanya kerusakan total dari glomerulus, proliferasi sel mesangial, deposit dari sel
memiliki masuk dengan keluhan bengkak berulang pada kedua kaki, pasien
memiliki riwayat didiagnosis sebagai sindrom nefrotik dan telah mendapat terapi
peningkatan kadar kreatinin 2 bulan sebelum masuk perawatan, yaitu 2,4 mg/dl.
Kemudian setelah kontrol 1 bulan kemudian kadar kreatinin masih berada di 2,1
mg/dl, dimana sesuai dengan KDIGO, telah masuk kriteria AKD. Setelah itu,
22
pada saat perawatan, kadar kreatinin kembali dikontrol dan didapatkan hasil
normal yaitu 0,8 mg/dl, maka diagnosis berubah menjadi AKD Stadium 0B,
dimana stadium 0B termasuk pasien yang kadar kreatinin serumnya telah kembali
ke nilai normal, tetap masih memiliki bukti kerusakan ginjal yang berkelanjutan.8
kelas III. FSGS secara histologis ditentukan oleh hilangnya kapiler glomerulus
idiopatik dan ESRD. FSGS tidak melibatkan deposit granular imun-elektron, dan
FSGS adalah sindrom beragam yang muncul setelah cedera podosit dari
sama.14
23
Beberapa sampel dari biopsi ginjal menunjukkan perbedaan dalam
distribusi lesi histopatologis antara AKI, AKD tanpa AKI, dan tidak AKD
maupun AKI. Nekrosis tubular akut didapatkan hampir dua kali lebih banyak di
antara pasien dengan AKI dibandingkan dengan AKD tanpa AKI (30,8% vs
16,0%). Sedangkan nefritis tubulointerstitial akut lebih sering terjadi pada biopsi
dari pasien dengan AKD tanpa AKI daripada di antara mereka dengan AKI (52,0
vs 30,8%). Temuan ini menunjukkan bahwa pasien yang memenuhi kriteria AKD
menderita AKI.6
Biopsi ginjal dilakukan tidak hanya untuk tujuan diagnostik tetapi juga
untuk tujuan terapeutik dan prognostik. Meskipun GN yang dimediasi oleh imun
kompleks merupakan penyebab paling umum penyakit ginjal pada LES, ada
mekanisme lain yang menyebabkan cedera ginjal yang hanya dapat didiagnosis
biopsi ginjal menunjukkan penyebaran podosit difus dan tidak ada endapan imun
24
proteinuria subnefrotik, atau dengan imunosupresi jika pasien memiliki
Kelas NL Terapi
Kelas 6 Terapi sebagai penyakit ginjal kronik, jika sudah ESRD dilakukan terapi
pengganti ginjal16,18
25
Pada NL kelas III, ESRD terjadi pada 16,6% pasien pada 10 tahun
pertama. Sebelum tahun 1970, kelangsungan hidup dan progresifitas ESRD pasien
intensif imunosupresi.15,16
kasus, dan ESRD sekitar 8-12% setelah 7-12 tahun, dengan satu penelitian yang
melaporkan kematian atau ESRD pada 28% pasien pada 10 tahun setelah
terdiagnosis.16
pasien yang terdiagnosis LES kurang lebih 5 tahun terakhir, ditemukan juga
tanda-tanda AKI dan AKD. Tetapi sampai saat ini masih kurang deskripsi dari
histopatologi dan follow-up jangka panjang dari fungsi ginjal, terutama setelah
26
V. RINGKASAN
dan terapi sesuai dengan Rekomendasi KDIGO dan IRA dimana terapi ini
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Fogo AB, Lusco MA, et al. AJKD Atlas of Renal Pathology: Focal and
Diffuse Lupus Nephritis (ISN/RPS Class III and IV). Am J Kidney Dis.
2017;70(2):e9-11.
2. Gergianaki I, Bertsias G. Systemic Lupus Erythematosus in Primary Care:
An Update and Practical Messages for the General Practitioner. Front Med.
2018;5(161):1–12.
3. Alarcón GS. Multiethnic lupus cohorts: What have they taught us?
Reumatol Clin. 2011;7(1):3–6.
4. Singh U, Shevra C, et al. Histopathological study of lupus nephritis with
special reference to nonlupus nephritis, focal segmental glomerulosclerosis,
interstitial nephritis, and amyloidosis. CHRISMED J Heal Res.
2015;3(1):15.
5. Almaani S, Meara A, et al. Update on Lupus Nephritis. Clin J Am Soc
Nephrol. 2017;12(5):825–35.
6. Barry R, James MT. Guidelines for Classification of Acute Kidney
Diseases and Disorders. Nephron. 2015;131(4):221–6.
7. Dharmeizar, Bawazier LA. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nefritis Lupus.
In: Setiati S, Alwi I, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 3378–83.
8. Chawla LS, Bellomo R, et al. Acute kidney disease and renal recovery:
Consensus report of the Acute Disease Quality Initiative (ADQI) 16
Workgroup. Nat Rev Nephrol. 2017;13(4):241–57.
9. Weening JJ, D’Agati VD, et al. The Classification of Glomerulonephritis in
Systemic Lupus Erythematosus Revisited. J Am Soc Nephrol.
2004;15(2):241–50.
10. Lai WL, Yeh TH, et al. Membranous nephropathy: A review on the
pathogenesis, diagnosis, and treatment. J Formos Med Assoc.
2015;114(2):102–11.
11. Jefferson JA, Couser WG. Therapy of membranous nephropathy associated
28
with malignancy and secondary causes. Semin Nephrol. 2003;23(4):400–5.
12. Rihova Z, Honsova E, et al. Secondary membranous nephropathy - One
center experience. Ren Fail. 2005;27(4):397–402.
13. Hanaoka H, Hashiguchi A, et al. An unusual association between focal
segmental sclerosis and lupus nephritis: a distinct concept from lupus
podocytopathy? CEN Case Reports. 2015;4(1):70–5.
14. Rosenberg AZ, Kopp JB. Focal Segmental Glomerulosclerosis. Clin J Am
Soc Nephrol. 2017;12(19):1–16.
15. Suthaker, Smith, et al. Correlation of Clinical and Pathological Findings in
Patients with Lupus Nephritis: A Five-Year Experience in Iran. Saudi J
Kidney Dis Transplant. 2008;19(1):32–40.
16. Eknoyan G, Lameire N. KDIGO Clinical Practice Guideline for
Glomerulonephritis. Kidney Int Suppl. 2012;2(2):139–274.
17. Dooley M. Clinical and epidemiologic features of lupus nephritis. In:
Wallace D, Hahn B, editors. Dubois’ Lupus Erythematosus and Related
Syndromes. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013. p. 438–54.
18. Sumariyono, Handono K, et al. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2019. 63–5 p.
19. Contreras G, Pardo V, et al. Sequential Therapies for Proliferative Lupus
Nephritis. N Engl J Med. 2004;350(10):971–80.
20. Ginzler EM, Dooley MA, et al. Mycophenolate mofetil or intravenous
cyclophosphamide for lupus nephritis. N Engl J Med. 2005;353(21):2219–
28.
21. Mok CC, Ying KY, et al. Very long-term outcome of pure lupus
membranous nephropathy treated with glucocorticoid and azathioprine.
Lupus. 2009;18(12):1091–1095.
22. Zhu D, Qu Z, et al. Acute kidney injury in Chinese patients with lupus
nephritis: a large cohort study from a single center. Lupus.
2011;20(14):1557–65.
23. Nelwan EJ, WIsaksana R. Gejala dan Diagnosis HIV. In: Setiati S, Alwi I,
29
Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. p. 910–5.
24. Rischmueller M, Tieu J, et al. Primary Sjogren’s syndrome. Best Pract Res
Clin Rheumatol. 2016;30:189–220.
25. Christopher-Stine L, Siedner M, et al. Renal biopsy in lupus patients with
low levels of proteinuria. J Rheumatol. 2007 Feb 1;34(2):332 LP – 335.
30