LP Gastritis
LP Gastritis
Disusun Oleh :
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gastritis
1. Anatomi Gaster/Lambung
Gaster atau lambung merupakan bagian dari saluran cerna yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah
kiri fundus uteri.
Secara anatomis lambung terdiri dari :
a. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah kurvantura minor.
c. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pilorus.
d. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
lkardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor terbentang
dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik (Setiadi, 2013).
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa menempel pada
sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi oleh sfingter yang mengatur
pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung
memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia
dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini akan
mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis
(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai komplikasi dari penyakit tukak
lambung. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-serat otot
disekelilingnya mengalami hipertropi atau spasme sehingga sfingter gagal
berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
Lambung terdiri atas empat bagian yaitu :
a. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus memanjang
kearah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari
satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Omentum minor
terdiri atas ligamentum hepatogastrikum dan hepatoduodenalis, menyokong
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor,
peritonium terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus
halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat
yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
komplikasi pankreatitis akut.
b. Lapisan berotot (Muskularis)
Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esofagus ke bawah
dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.
2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang paling tebal
dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter dan berada dibawah
lapisan pertama.
3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan lapisan otot
sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah fundus dan terbentang sampai
pilorus.
c. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan mukosa dan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama
gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus saraf dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang disebut
rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini yaitu :
1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus.
2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada hampir seluruh
korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel yaitu :
a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan pepsinogen diubah
menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan faktor instrinsik.
Faktor instrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus
halus. Kekurangan faktor instrinsik akan mengakibatkan anemia
pernisiosa.
c) Sel-sel mukus (leher), di temukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar
gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi
oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin
merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan
pepsinogen. Substansi lain yang di sekresikan oleh lambung enzim dan
berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium dan klorida (Price &
Wilson, 2012).
Struktur syaraf penyokong lambung : Persyarafan lambung sepenuhnya otonom.
Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrik,
pilorik, hepatik dan seliaka. Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus
major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut eferen menghantarkan impuls nyeri
yang di rangsang oleh peregangan, kontraksi otot dan peradangan, dan di rasakan
di daerah
epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mesentenikus (auerbach) dan submukosa (meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung. Komponen vaskularisasi pada lambung :
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limfa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang ensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatiko
duodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum.
Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta
(Price & Wilson, 2012).
2. Fisiologi Gaster/Lambung
Getah cerna lambung yang dihasilkan antara lain:
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton)
b. Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan
desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi
pepsin
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
dari kasinogen (kasinogen dan protein susu)
d. Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang getah lambung.
Digesti dalam lambung diantaranya :
a. Digesti protein, pepsinogen yang dieksresi oleh sel chief diubah menjadi
pepsin oleh asam klorida yang disekresi oleh sel parietal. Pepsin
menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Dan pepsin adalah enzim yang
hanya bekerja dengan PH dibawah 5
b. Lemak, enzim lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis lemak susu
menjadi asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya terbatas dalam kadar PH
yang rendah
c. Karbohidrat, enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung
bekerja pada PH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan tetap bekerja
dalam lambung sampai asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak
mensekresi enzim untuk mencerna karbohidrat.
Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan
kimiawi dipecah untuk dicerna dan di absorbsi. Lambung menyekresi asam
hidroklorida (HCI), leher, enzim pepsin, dan faktor intrinsik. Konsentrasi HCI
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbanga asam-basa tubuh. HCI
membantu mencampur dan memecah makanan di lambung. Lendir melindungi
mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung dilambung. Faktor intrinsik
adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk absorbsi vitamin B12 didalam
usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal. Kekurangan
faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia pernisiosa. Sebelum makanan
meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi makanan semi cair yang disebut
kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat. Klien
yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung
yang cepat (seperti pada gastritis) dapat mengalami masalah pencernaan yang
serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus (Potter & Perry, 2015).
3. Definisi Gastritis
Gastitis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan oleh bakteri atau obatobatan (Price &
Wilson, 2012). Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada
bagian mukosa (Corwin, 2011).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan
pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara akut, kronis,
difus atau lokal akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain,
sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan
erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan gambaran klinis yang ditemukan
berupa dispepsia atau indigesti.
4. Klasifikasi Gastritis
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk
manifestasi klinisnya gastritis akut adalah:
1) Gastritis akut erosif
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada
mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
2) Gastritis akut hemoragic
Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan
mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti
hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Corwin, 2011).
b. Gastritis Kronis
Menurut Price dan Wilson (2012) gastritis kronis adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada
perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta
anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah
sel parietal dan sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada
mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis dan hemoragik.
5. Etiologi Gastritis
Menurut Murtaqib dan Kushariyadi (2014) penyebab dari gastritis antara lain :
a. Obat-obatan, seperti obat anti inflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi
(mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.
b. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
c. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,
staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan
secondary syphilis.
d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
e. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
f. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks
ususlambung.
g. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa
lambung.
h. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting
alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa
lambung sehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.
i. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.
j. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi
dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.
6. Patofisiologi Gastritis
a. Gastritis Akut
Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-obatan dan
alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada klien yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus),
yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan
yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu
fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon
mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya
vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang
memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi
mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga
dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak
HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi
mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi
dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena
proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah
pendarahan (Price & Wilson, 2012).
b. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory ( H. pylory ).
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A/tipe B, tipe A (sering
disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal,
yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan
penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis) mempengaruhi
antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum) ini dihubungkan
dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas atau pedas,
penggunaan atau obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus
kedalam lambung (Smeltzer & Bare, 2017).
Pathway Gastritis
9. Penatalaksanaan Gastritis
a. Pengobatan pada gastritis meliputi :
1) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
2) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan
istirahat.
3) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam
lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
4) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
5) Pembedahan: untuk mengangkat gangren dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus
(Dermawan, 2010).
b. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi :
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan klien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila klien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan
perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka
penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
1) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (misal : alumunium
hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka
encer.
2) Bila korosi luas atau berat, emetik dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif, serta cairan
intravena. Endoskopi fiberopti mungkin diperlukan. Pembedahan darurat
mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau jaringan perforasi.
Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk
mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet
klien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres dan memulai farmakoterapi.
H. Pilory data diatasi dengan antibiotik (seperti tetrasiklin atau amoksisilin)
dan garam bismu (pepto bismo).
Klien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B 12 yang
disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor instrinsik (Smeltzer &
Bare, 2017).
c. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi :
1) Tirah baring
2) Mengurangi stres
3) Diet
Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral pada
interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti pudding,
agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah 12 – 24 jam dan
kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara bertahap.
Klien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya berespon terhadap
diet sehingga harus menghindari makanan yang berbumbu banyak atau
berminyak (Dermawan, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2015) pada klien gastritis ditemukan diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
a. Nyeri (akut) b/d inflamasi mukosa lambung.
b. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat dan
output cair yang berlebih (mual dan muntah)
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia
d. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
e. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit
3. Intervensi Keperawatan
3. Nutrisi kurang Setelah dilakukan 1) Anjurkan klien untuk makan sedikit demi
dari tindakan sedikit dengan porsi kecil namun sering.
kebutuhan keperawatan 3x24 R/: Menjaga nutrisi tetap terpenuhi dan
tubuh jam kebutuhan mencegah terjadinya mual dan muntah
b/d anorexia nutrisi klien dapat yang berlanjut.
terpenuhi 2) Berikan makanan yang lunak dan makanan
Kriteria hasil : yang di sukai klien.
- Keadaan umum
R/: Untuk mempermudah klien
cukup
- Turgor kulit dalam mengunyah makanan.
baik 3) Lakukan oral hygiene 2x sehari
- BB meningkat R/: Kebersihan mulut akan merangsang
- Kesulitan nafsu makan klien.
menelan 4) Timbang BB klien setiap hari dan pantau
berkurang turgor kulit, mukosa bibir dan lain-lain.
R/: Mengetahui status nutrisi klien.
5) Konsultasi dengan tim ahli gizi dalam
pemberian menu.
R/: Mempercepat pemenuhan kebutuhan
nutrisi dengan pemberian menu yang tepat
sasaran.
4. Intoleransi Setelah dilakukan 1) Observasi sejauh mana klien dapat
aktivitas tindakan melakukan aktivitas.
b/d kelemahan keperawatan 1x24 R/: Mengetahui aktivitas yang dapat
fisik jam klien dilakukan klien.
dapat eraktivitas. 2) Berikan lingkungan yang tenang.
Kriteria hasil : R/: Lingkungan tenang dapat menigkatkan
Klien dapat istirahat klien.
beraktivitas tanpa
3) Berikan bantuan dalam aktivitas.
bantuan
R/: Membantu bila perlu, harga diri
ditingkatkan bila klien melakukan sesuatu
sendiri.
4) Jelaskan pentingnya beraktivitas bagi klien.
R/: Klien tahu pentingnya beraktivitas.
5) Tingkatkan tirah baring atau duduk dan
berikan obat sesuai dengan indikasi.
R/: Tirah baring dapat meningkatkan
stamina tubuh klien sehingga klien dapat
beraktivitas kembali.
5. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1) Awasi respon fisiologi misalnya: takipnea,
perubahan tindakan palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi
status keperawatan kesemutan.
kesehatan, 1x24 jam ansietas R/: Dapat menjadi indikator derajat takut
ancaman pasien dapat yang dialami pasien, tetapi dapat juga
kematian dan berkurang dengan berhubungan dengan kondisi fisik atau
nyeri. kriteria hasil : status syok.
- Mengungkapkan 2) Dorong pernyataan takut dan ansietas,
perasaan dan berikan umpan balik.
pikirannya R/: Membuat hubungan terapeutik.
secara terbuka. 3) Berikan informasi yang akurat.
- Melaporkan R/: Melibatkan pasien dalam rencana asuhan
berkurangnya dan menurunkan ansietas yang tak
cemas dan takut. perlu tentang ketidaktahuan.
- Mengungkapkan 4) Berikan lingkungan yang tenang untuk
mengerti istirahat.
tentang proses R/: Memindahkan pasien dari stresor luar,
penyakit meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan
keterampilan koping.
- Mengemukakan 5) Dorong orang terdekat untuk tinggal dengan
menyadari pasien.
terhadap R/: Membantu menurunkan takut melalui
apa yang pengalaman menakutkan menjadi seorang
diinginkannya diri.
yaitu 6) Tunjukan teknik relaksasi.
menyesuaikan R/: Belajar cara untuk rileks dapat membantu
diri terhadap menurunkan takut dan ansietas.
perubahan
fisiknya
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Biodata Klien
1. Nama : Ny. Y
2. Umur : 37 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Raden Mahmud RT/RW. 004/002 Kel.
Mauk Timur Kec. Mauk
6. Status : Menikah
5. Keluarga terdekat : Suami
6. Diagnosa Medis : Gastritis
7. Tanggal Pengkajian : Selasa/09 Maret 2021
I. Anamnese
1. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Pengkajian :
Nyeri ulu ati, mual, muntah, lemas, tidak nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sering nyeri ulu ati beberapa bulan terakhir.
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu : Klien menyangkal kalau mempunyai riwayat
penyakit paru, jantung maupun penyakit yang lain.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien juga menyangkal jika ada keluarga yang
sakit.
5. Aktivitas Lain
Klien mengatakan jika terasa sakit ulu ati yang hebat, klien ijin bekerja
namun jika sehat atau nyeri ulu ati yang bisa ditahan klien kerja sebagai
buruh di pabrik.
Masalah Keperawatan : Tidak dapat beraktivitas rutin ketika sakit.
7. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi
Ictus cordis ( - ).
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba kuat.
c. Perkusi
Batas-batas jantung masih dalam batas normal antara linea strenalis kiri
dan dan kanan.
d. Auskultasi
BJ I terdengar tunggal, keras dan reguler.
BJ II terdengar tunggal, keras dan reguler.
Tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
Keluhan lain terkait dengan jantung : Tidak ada.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
8. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk abdomen cembung, massa/benjolan ( - ), kesimetrisan ( - ),
bayangan pembuluh darah vena ( - )
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltik usus 18-20 x/menit (Borborygmi ( - )
c. Palpasi
Palpasi Hepar : Hepar tidak teraba. Nyeri tekan kuadran abdomen kanan (
- ), nyeri tekan egigastrium/ulu ati (+), pembesaran ( - ), perabaan
( lunak), permukaan (halus), tepi hepar (tumpul ) .
Palpasi Lien : membuat garis bayangan Schuffer dari midclavikula kiri
ke arcus costae-melalui umbilicus-berakhir pada xias kemudian garis dari
arcus coastae ke xias dibagi delapan. Setelah dilakukan palpasi tidak ada
nyeri tekan pada garis Schuffer.
Palpasi Appendik :
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc. Burney, nyeri lepas (-), nyeri
menjalar kontralateral (- ).
Palpasi dan Perkusi:
Shiffing Dullnes ( - ), Undulasi ( - ), Tympani (+).
Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ). Ginjal tidak teraba.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : Tidak
ditemukan.
Masalah Keperawatan : Nyeri tekan egigastrum atau ulu ati.
9. Pemeriksaan Genetalia
Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait daerah kemaluan/genetalia.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
Lingkar lengan :
(+) (+)
● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
b. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi
3. Gaya Komunikasi
Saat berkomunikasi klien terlihat sedikit tidak nyaman namun klien mampu
menjawab apa yang ditanyakan perawat.
Masalah Keperawatan : klien terlihat tidak nyaman/cemas.
4. Pola Interaksi
Klien cukup terbuka saat berinteraksi.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
5. Pola Pertahanan
Klien mengatakan bila mendapatkan masalah klien akan berdiskusi dengan
suami.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
6. Dampak sakit
Klien merasa tidak enak/nyaman dengan suami karena pekerjaan rumah
semua dikerjakan oleh suami.
Masalah Keperawatan : Klien merasa tidak nyaman dengan kondisinya
karena sakit.
DO :
- Nyeri tekan pada daerah epigastrium/ulu ati
- Skala nyeri 6 saat ditekan
- Intensitas nyeri sedang
- Suhu 370C, Nadi 88x/mnt, Respirasi 20x/mnt,
TD: 120/70 mmHg
- Terapi saat ini : Antasid syrup 3x2 sendok obat
(sebelum makan), ranitidin 150 mg 2x1tab.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri kronik Setelah dilakukan 1) Kaji skala nyeri
b/d inflamasi tindakan keperawatan 2) Ukur TTV
mukosa selama 3x24 jam 3) Anjurkan makan makananan
diharapkan masalah
lambung lunak sedikit demi sedikit
keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria dan minum minuman hangat.
hasil: 4) Ajarkan teknik reklasasi.
- Nyeri klien berkurang 5) Berikan jus pepaya
atau hilang 6) Kolaborasi dalam pemberian
- Skala nyeri 0. obat lambung.
- Klien dapat relaks.
- Keadaan umum klien
baik.
2. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1) Berikan informasi yang akurat.
perubahan tindakan 2) Berikan lingkungan yang
status keperawatan tenang untuk istirahat.
kesehatan dan 1x24 jam ansietas pasien 3) Ajarkan teknik relaksasi.
nyeri. dapat berkurang dengan
kriteria hasil :
- Melaporkan berkurangnya
cemas dan takut.
- Mengungkapkan
mengerti tentang proses
penyakit
3. Intoleransi Setelah dilakukan 1) Observasi sejauh mana klien
aktivitas b/d tindakan keperawatan 1x24 dapat melakukan aktivitas.
kelemahan jam klien dapat beraktivitas
2) Berikan lingkungan yang
fisik kembali.
tenang.
Kriteria hasil :
Klien dapat beraktivitas 3) Jelaskan pentingnya
tanpa bantuan beraktivitas bagi klien.
D. Implementasi dan Evaluasi
Hari/Tanggal Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Ttd
Rabu, 10/03/2021 15.00 Dx. 1, 3 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan masih nyeri
3. Mengobservasi aktivitas klien Q: nyeri saat ditekan
4. Melatih relaksasi napas dalam R: nyeri di ulu ati
S: skala 4
16.30 Dx. 1 1. Memberikan jus pepaya T: hilang timbul
2. Memberikan Antasid syrup 2 Klien mengatakan senang ada teman
sendok obat (sebelum makan) mengobrol.
3. Menganjurkan makan makananan O:
lunak sedikit demi sedikit dan - TD: 120/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, RR:
minum minuman hangat. 20x/menit, S: 36,80C
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 - Klien meminum jus papaya
tab setelah makan. - Klien makan bubur habis ¾ porsi.
2. Memberikan lingkungan yang - Klien terlihat senang.
tenang untuk istirahat - Klien lebih banyak duduk dibandingkan
berbaring
A:
1. Masalah
nyeri belum teratasi
2. Masalah
ansietas teratasi sebagian.
3. Masalah
intoleransi aktivitas belum teratasi.
P:
1. Observasi TTV
2. Kaji nyeri klien
3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam
4. Motivasi klien untuk meminum jus papaya
Kamis, 11/03/ 2021 15.00 Dx. 1,2 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan nyeri sudah
3. Mengobservasi aktivitas klien berkurang
4. Melatih relaksasi napas dalam Q: nyeri saat ditekan
R: nyeri ulu ati
15.30 Dx. 1,3 1. Mengajarkan cara membuat jus S: skala 3
papaya T: hilang timbul
2. Memberikan jus pepaya Klien mengatakan senang mengetahui
3. Memberikan informasi yang penyebab gastritis
akurat terkait gastritis O:
4. Menjelaskan pentingnya - TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
beraktivitas bagi klien. 20x/menit, S: 36,80C
16.30 Dx. 1 1. Memberikan Antasid syrup 2 - Klien meminum jus pepaya
sendok obat (sebelum makan) A:
2. Menganjurkan makan makananan 1. Masalah nyeri teratasi sebagian
lunak sedikit demi sedikit dan 2. Masalah ansietas teratasi.
minum minuman hangat. 3. Masalah intoleransi aktivitas teratasi.
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 P:
tab setelah makan. 1. Observasi TTV
2. Memberikan lingkungan yang 2. Kaji nyeri klien
tenang untuk istirahat 3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam
4. Motivasi klien untuk meminum jus pepaya
dan membuat sendiri.
Jum’at, 12/03/ 2021 15.00 Dx. 1 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30 Payumi
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan sudah tidak nyeri
3. Mengobservasi aktivitas klien Q: -
4. Memberikan jus pepaya R: nyeri ulu ati
16.30 Dx. 1 1. Memberikan Antasid syrup 2 S: skala 0
sendok obat (sebelum makan) T: -
2. Menganjurkan makan makananan O:
lunak sedikit demi sedikit dan TD: 120/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
minum minuman hangat. 20x/menit, S: 36,40C
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 A:
tab setelah makan. Masalah nyeri teratasi sebagian
2. Memberikan lingkungan yang P:
tenang untuk istirahat 1. Observasi TTV
2. Kaji nyeri klien
3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam
4. Motivasi klien untuk meminum jus pepaya
dan membuat sendiri.
Sabtu, 13/03/2021 11.00 Dx. 1 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 13.30
(rentang 1-10) S: Klien mengatakan
2. Mengukur TTV - Pagi tadi sudah tidak minum obat maag
3. Mengobservasi aktivitas klien sebelum dan sesudah makan
4. Memberikan jus pepaya - Setelah minum jus papaya perut terasa
adem dan nyaman
- Nyeri ulu ati sudah tidak ada
O:
TD: 120/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
20x/menit, S: 360C
A:
Masalah nyeri teratasi
P:
Hentikan intervensi, anjurkan klien untuk
tetap menjaga pola makan dan tetap
meminum jus papaya maupun jus lain.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2015). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses & praktik (Edisi 7). Jakarta: EGC.
Priyanto, S., & Suharyanti, E. (2018). Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya ( Carica
Papaya ) Terhadap Tingkat Nyeri Kronis pada Penderita Gastritis di Wilayah
Puskesmas Mungkid. The 7th University Research Colloqium 2018, 353–365.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth (Edisi 12). Jakarta: EGC.