Abstrak Resistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap Penertiban Satpol PP (Studi Kasus Di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung) Oleh Mirdalina
Abstrak Resistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap Penertiban Satpol PP (Studi Kasus Di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung) Oleh Mirdalina
By
MIRDALINA
This study aims to to analyze in greater depth about resistance street vendors to
control public order police squad city government bandar lampung in the
operation street vendors in the area market bamboo yellow. Research
methodology used is the method the qualitative study by adopting descriptive
while technique data collection used through interviews, observation and
documentation. Informants in this research was five people street vendors, one
Public order police squad officers. Based on the research be seen that resistance
( resistance ) from street vendors to control satpol pp basically 100 % conduct
resistance. The form of resistance done by street vendors is in non-physical
namely by keep selling in place that has been in it. Reason of all informants do
resistance is because it is livelihoods life.The impact on the controlling felt by
street vendors is the lack of buyers And goods be a mess. While solution which is
sought by the street vendors that is are still allowed selling area market bamboo
yellow .
Keyword : Resistence street vendors, The controlling public order police squad.
RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP
PENERTIBAN SATPOL PP
(Studi kasus di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
MIRDALINA
By
MIRDALINA
This study aims to to analyze in greater depth about resistance street vendors to
control public order police squad city government bandar lampung in the
operation street vendors in the area market bamboo yellow. Research
methodology used is the method the qualitative study by adopting descriptive
while technique data collection used through interviews, observation and
documentation. Informants in this research was five people street vendors, one
Public order police squad officers. Based on the research be seen that resistance
( resistance ) from street vendors to control satpol pp basically 100 % conduct
resistance. The form of resistance done by street vendors is in non-physical
namely by keep selling in place that has been in it. Reason of all informants do
resistance is because it is livelihoods life.The impact on the controlling felt by
street vendors is the lack of buyers And goods be a mess. While solution which is
sought by the street vendors that is are still allowed selling area market bamboo
yellow .
Keyword : Resistence street vendors, The controlling public order police squad.
RESISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENERTIBAN
SATPOL PP
(Studi kasus di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung)
Oleh
MIRDALINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SOSIOLOGI
Pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jalan Untung Suropati Gg. Way Pios Bandar Lampung. Pendidikan yang pernah
2008.
2011.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. Pada Januari 2015
penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Bumi Ratu, Kabupaten Tulang
Bawang. Pada semester akhir tahun 2016 penulis telah menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Resistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap Penertiban Satpol
Terimakasih atas segala semangat dan doa yang tak pernah putus
Yang datang dan pergi, yang selalu mengajariku arti kekuatan yang
sesungguhnya
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
kemampuan yang penulis miliki, adapun judul dari skrispsi ini adalah “Resistensi
Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap Penertiban Satpol PP (studi kasus di Pasar
Bambu Kuning Bandar Lampung)”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Jurusan
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses
1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si.,selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
3. Bapak Drs. Suwarno, M.H. sebagai dosen pembimbing utama yang selalu
skripsi ini.
5. Ibu Dewi Ayu Hidayati, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang
6. Bapak Hairul Fauzi selaku kepala UPT Pasar Bambu Kuning Bandar
tersebut.
7. Seluruh dosen, staff, dan karyawan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan
8. Harta tak ternilai yang aku miliki. Ayah dan ibuku tercinta, Maryan dan
Haliyana, Semua keluarga besar yang selalu ada dalam kondisi apapun.
10. Untuk Ayu Alvica S.Sos dan Putu Diana Putri S.Sos, makasih banyak
11. Untuk Marlina Syafitri, Elvita Sovianti, Rizki Dwi Putri yang udah banyak
12. Untuk temen-temen KKN Desa Bumi Ratu, Ria Pratiwi, M. Eka, Riza,
13. Untuk induk semang KKN Mba’ Turiyah makasih banyak karena sudah
14. Untuk Pak Lurah Bumi Ratu, Pak RT, dan warga Bumi Ratu yang udah
16. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
Penulis
MIRDALINA
DAFTAR ISI
Halaman
COVER LUAR
ABSTRAK
ABSTRACT
COVER DALAM
HALAMAN MENYETUJUI
HALAMAN MENGESAHKAN
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
MOTO
PERSEMBAHAN
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ........................................................................... 1
B. RumusanMasalah...................................................................... 13
C. TujuanPenelitian ....................................................................... 13
D. ManfaatPenelitian ..................................................................... 14
A. Resistensi................................................................................... 15
1. Pengertian Resistensi ......................................................... 15
2. Bentuk-bentuk Resistensi................................................... 19
B. Sektor Informal ......................................................................... 20
1. Pengertian Sektor Informal................................................ 20
2. Ciri-ciri sektor Informal..................................................... 22
3. Manfaat yang dimiliki oleh Sektor Informal..................... 24
C. Pedagang Kaki Lima................................................................. 25
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima........................................ 25
2. Jenis Dagangan Pedagang Kaki Lima............................... 28
3. Bentuk Sarana Perdagangan Pedagang Kaki Lima............ 30
4. Penyebab Munculnya Pedagang Kaki Lima...................... 34
D. Ketertiban Umum...................................................................... 36
1. Pengertian Ketertiban........................................................ 36
2. Ketertiban Umum.............................................................. 38
3. Tinjauan Tentang Pembinaan Ketertiban.......................... 38
E. Polisi Pamong Praja .................................................................. 40
1. Pengertian Polisi Pamong Praja......................................... 40
2. Struktur Organisasi Polisi Pamong Praja........................... 42
3. Wewenang Hak & Kewajiban Polisi Pamong Praja........... 44
4. Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menertibkan PKL
................................... ........................................................ 45
5. Kebijakan Pemerintah Kota B.lampung dalam menangani
PKL.................................................................................... 46
F. Landasan Teori.......................................................................... 48
a. Teori Konflik Perespektif Max Weber............................... 48
G. Kerangka Pemikiran.................................................................. 51
A. Identitas Informan...................................................................... 71
B. Hasil Penelitian........................................................................... 73
a. Adanya Penertiban PKL oleh Satpol PP.............................. 73
b. Adanya Perlawanan dari PKL ........... .................................. 75
c. Perlawanan Secara Fisik....................................................... 78
d. Faktor Penyebab Perlawanan.............................................. . 79
e. Dampak atas Penertiban yang dilakukan............................. 81
f. Solusi yang diinginkan oleh Pedagang Kaki Lima............. . 82
g. Menyikapi Perlawanan yang dilakukan oleh PKL............... 84
C. Pembahasan
a. Kebijakan Pemerintah Terkait Pedagang Kaki Lima........... 85
b. Dampak Negatif dari Hadirnya Pedagang Kaki Lima.......... 88
c. Perlindungan Hukum............................................................ 89
A. Kesimpulan................................................................................. 90
B. Saran............................................................................................ 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Penggusuran PKL di Pasar Bambu Kuning Per Tahun .......................6
2. Jumlah Personil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung..........7
3. Program Pelaksanaan Penegakan Disiplin Satpol pp Kota Bandar
Lampung...........................................................................................................10
4. Komposisi Pedagang Berdasarkan Jenis Barang Dagangan ........................67
5. Jumlah Pedagang Dan Jenis Dagangan PKL ...............................................68
6. Dampak Atas Penertiban yang dilakukan ....................................................81
7. Pendapat Informan Tentang Solusi yang diiginkan PKL ............................82
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka pikir ...........................................................................52
2. Struktur UPT Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung.........................72
BAB I
PENDAHULUAN
hidup yang lebih lengkap dan lebih banyak menyediakan peluang kerja. Akan
pemutusan hubungan kerja untuk mengurangi beban biaya tetap atau bahkan
menutup usahanya karena sudah tidak mampu lagi bertahan dalam kondisi
ini. Salah salah satu pekerjaan yang sekarang banyak dilakukan oleh para
Keberadaan Pedagang Kaki Lima juga sangat mudah dijumpai dan dikenali di
bukan digunakan untuk berdagang. Selama ini Pedagang Kaki Lima (PKL)
kota. Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati lokasi usaha seenaknya
Operasi ketertiban umum tidak pernah membuat jera pelaku sektor informal
untuk kembali menggelar dagangannya. Setiap kali setelah ada razia, begitu
petugas pergi, maka Pedagang Kaki Lima (PKL) datang dan melakukan
aktivitas kembali sperti sedia kala. Begitulah kegigihan dari pelaku sektor
Pedagang Kaki Lima (PKL) salah satunya di Pasar Bambu Kuning. Kawasan
3
ini merupakan lokasi yang strategis bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) karena
1999 dan Undang-undang No.32 Tahun 2004 pemerintah daerah maka daerah
keamanan dan ketertiban umum bagi warga Negara serta pertahanan Negara.
masing fungsi tersebut sangat tergantung pada bentuk Negara maupun sistem
Salah satu peraturan daerah yang dibuat adalah Peraturan Daerah No.8 Tahun
2000 tentang larangan berjualan dan penempatan para Pedagang Kaki Lima
lokasi dijadikan tempat gelaran dagangan para Peadagang Kaki Lima (PKL),
diantaranya :
Hal inilah yang menjadikan Pedagang Kaki Lima (PKL) nampak dan terkesan
tidak nyaman dan berpotensi kurang nyaman. Hal ini tidak mungkin
kota. Disisi lain, Pedagang Kaki Lima merupakan alternatif tersendiri bagi
kemampuan ekonominya.
tempat seperti Pasar Bambu Kuning, Pasar Smep, dan Pasar Tengah. Tentu
maka Satuan Polisi Pamong Praja adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kota Bandar Lampung. Untuk mewujudkan itu perlu adanya komitmen yang
Tabel 1. Data penggusuran PKL di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung per
Tahun
No Tahun Jumlah
PKL yang digusur
1 2010 900
2 2011 750
3 2012 520
4 2013 200
5 2014 150
6 2015 109
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Bambu Kuning, 2015
Pemerintah Kota Bandar Lampung namun masih saja ada Pedagang Kaki
Bambu Kuning. Dari Tahun per Tahun jumlah Pedagang Kaki Lima yang
membuat jera para pelaku sektor informal ini. Setiap kali ditertibkan tak
sedikit dari mereka yang melawan petugas karena tidak ingin tempatnya
kegiatan operasi razia. Agar dapat terciptanya suatu kondisi yang kondusif
7
68 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesatuan
ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah yang mana salah satu
penertiban pedagang kaki lima (PKL). Fungsi Polisi Pamong Praja yaitu
masyarakat, salah satu fungsinya adalah penertiban PKL. Berikut adalah data
Tabel 2. Jumlah Personil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung
Tahun Jumlah
PersonilSatuanPolisi Pamong Praja
2011 874
2012 884
2013 1.171
2014 1.181
2015 1.194
Sumber : Satpol PP Kota Bandar Lampung, 2016
PP adalah sebesar 1.194 personil yang terbagi dalam satuan tugas masing-
Bandar Lampung.
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Salah satu peran tersebut adalah
operasi penegakan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 terhadap
pedagang kaki lima yang menempati lokasi yang bukan peruntukannya. Pada
1. Dilarang mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan
oleh Pedagang Kaki Lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat
gerobak dagangan.
9
Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di lingkungan pasar maupun trotoar-
dan tindakan penertiban oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung tentu saja
Lima yaitu mengarah pada wilayah Pasar Bambu Kuning yang jumlah
mendapat perlawanan dan diwarnai bentrok fisik antara Satuan Polisi Pamong
Praja dengan Pedagang Kaki Lima. Hal ini menyiratkan sebuah pesan bahwa
pedagang kaki lima pun memiliki kekuatan untuk melawan sang penguasa.
penertiban dan penggusuran, serta para pedagang kaki lima melebur menjadi
satu ke dalam sebuah wadah organisasi menjadi tanda bahwa mereka yang
untuk melakukan perlawaanan baik secara terbuka maupun secara laten inilah
yang peneliti sebut sebagai gerakan sosial. Gerakan sosial atau gerakan
11
yang terjadi. Selain itu indikasi penolakan yang secara explisit ditandai
penertiban.
kegiatan PKL) oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam jarak beberapa bulan
bahkan hari setelah lokasi tersebut disterilkan, PKL akan ke tempat semula.
Hal ini dapat dilihat pada penertiban di lokasi Pasar Bambu Kuning yang kini
kembali dipenuhi oleh para PKL seperti semula. Sehingga pada akhirnya
menimbulkan konflik yang hingga saat ini belum tersolusikan. Hal ini terjadi
karena keinginan PKL untuk memakai trotoar sebagai lahan atau ruang untuk
biaya yang mahal untuk membeli dan menyewa lahan atau ruang di pasar.
kepentingan umum (pejalan kaki) atau tidak. Pada kenyataannya telah terjadi
Berkaitan hal ini keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja dalam jajaran
2007.
Sipil beserta aparat lainnya yang terkait daerah. Beranjak dari uraian diatas
Kesehatan dan keapikan dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan surat
ada peraturan daerah yang mengatur tetapi Pedagang Kaki Lima masih
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Secara akademik
2. Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Resistensi
oleh masyarakat lemah yang berada pada struktur bawah terhadap pihak kuat
yang berada pada struktur atas/penguasa. Hubungan diantara satu pihak yang
lemah (masyarakat) dan pihak yang lain yang kuat (penguasa) menurut
Bernard dan spencer (dalam Novita, 2014) sesungguhnya berada pada suatu
hubungan kekuasaan yang dikenakan pada kelas itu oleh kelas-kelas yang
kelas atas ini. Konsep resistensi yang dipakai scoot (2003) adalah resistensi
pedagang kaki lima tidak berprestasi mengubah sistem dominasi, tetapi hanya
untuk menolak sistem yang berlaku yang bersifat eksploitatif dan tidak adil.
Tujuan bentuk resistensi tertutup ini menurut Bloch (dalam Novita 2014)
berwenang.
17
menghindari kerugian yang lebih besar yang dapat menimpa dirinya. Ketiga,
meniadakan dasar dari dominasi itu sendri. Manifestasi dari bentuk resistensi
dilakukan sub altern atau mereka yang tertindas, karena ketidak adilan dan
individu hidup. Resistensi adalah tindakan yang ditujukan untuk melawan dan
menguasai hubungan kekuasaan yang tidak selaras, sebagai hal yang berbeda
dari konsep otonomi relatif, yaitu pihak yang tidak berdaya biasanya
Memang jarang yang menangkap makna daripada pedagang kaki lima yang
berjualan di trotoar dan emperan toko-toko padahal jika diuraikan lebih dalam
maka strategi perlawanan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima selaku
kaum yang dikuasai ternyata mampu memainkan peran yang cukup baik
Lebih jauh lagi ketika akan ada penertiban dan penggusuran,pedagang kaki
lima yang mengetahui akan hal itu memilih untuk tidak berjualan, dan
berjualan lagi tiga hari kemudian. Bukankah hal semacam ini menjadi
pertanda bahwa pedagang kaki lima memiliki cara perlawanan tersendiri agar
mereka tetap bisa bertahan. Inilah resistensi, jika boleh dikatakan perlawanan
pedagang kaki lima dikawasan Pasar Bambu Kuning bersifat laten dan
berlangsung setiap hari dan setiap kali akan ada penertiban dan penggusuran.
Lima (PKL) terhadap Penertiban Satpol PP” ini adalah sebuah cara
Satpol PP.
19
2. Bentuk-bentuk Resistensi
Menurut James Scoot (dalam M. Tri 2014) dalam studinya weapons of the
petani namun hal itu jauh dari kerangka sosial yang diharapkan dari para
petani.
c. Terdiri dari peristiwa lokal dan kondisi perasaan serta pengalaman dari
masing-masing individu.
bentuk perlawanan tersebut kurang efektif, tetapi karena ada satu alasan bagi
Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1991)
yang berada di pasar tenaga yang terorganisasi. Agar tetap dapat bertahan
informal (baik yang sah dan yang tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian
satunya adalah pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual rokok,
penjual koran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan lain-
oleh golongan tersebut. Tetapi, tidak jarang mereka berasal dari golongan
Pertumbuhan sektor informal yang cukup pesat tanpa ada penanganan yang
tempat yang seharusnya menjadi public space. Trotoar yang digunakan untuk
pedagang kaki lima tersebut mengganggu arus lalu lintas karena para
dalam mengatasi masalah sektor informal. Namun hal tersebut terbukti tidak
efektif, karena setelah pedagang kaki lima tersebut ditertibkan maka beberapa
hari kemudian mereka akan kembali ketempat semula untuk berjualan. Selain
melanggar hukum.
1) Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaan.
berpendapatan rendah.
sama.
sebagainya.
sektor formal.
yang didapat dari sektor formal dalam bentuk kelangsungan kerja, kondisi
baru dari desa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sektor
formal.
keuntungan dan hanya mengandalkan pada sumber daya yang ada pada
jumlahnya.
formal.
daerah setempat dengan penarikan retribusi serta pungutan jasa parkir bagi
pengunjungnya.
Sektor informal dapat dibagi menjadi dua, yaitu sektor informal yang telah
ditata dan sektor informal yang belum ditata. Sektor informal yang tidak
pengkaplingan area atau lokasi berjualan untuk setiap Pedagang Kaki Lima.
Menjaga kebersihan, ketertiban, serta penataan sarana usaha yang rapi, indah,
dan bersih sehingga kesan kumuh tidak ada atau dapat dikurangi. Aktivitas
sektor informal yang telah tertata dapat menghidupkan suasana kota pada saat
25
siang maupun malam hari, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi
daya tarik sendiri bagi para migran. Menurut Effendi (1992, dalam Novita,
2014) Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang wajar dan dalam proses
menyebabkan mereka lebih memilih pada jenis kegiatan usaha yang tidak
jatuh pada sektor informal yaitu pedagang kaki lima atau sebagai pedagang
asongan.
Menurut McGee dan Yeung (2007, dalam Novita, 2014), pedagang kaki lima
sebagai orang-orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual, ditempat
dan trotoar.oleh karena karena tidak tersedianya ruang informal kota bagi
pedagang kaki lima, maka pedagang kaki lima menggunakan ruang publik,
26
seperti badan jalan, trotoar, taman kota, di atas saluran drainase, kawasan tepi
marjinal sebab mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan
ditelikung oleh kemajuan kota itu sendiri. Dikatakan tidak berdaya, karena
mereka biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi
penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersikap represif (Novita,
2014).
Istilah pedagang kaki lima berasal dari zaman pemerintahan Rafles Gubernur
jendral Kolonial Belanda yaitu dari kata five freet yang berarti jalur pejalan
kaki di pinggir jalan selebar lima kaki. Ruang tersebut digunakan untuk
Pedagang kaki lima merupakan bagian dari sektor informal yang tumbuh
dalam perubahan struktur perkotaan baik dari segi ekonomi dan sosial. Oleh
terpisah dari pembahasan sektor informal. Konsep sektor informal lahir pada
Ghana. Kemudian konsep itu diterapkan dalam sebuah laporan oleh tim ILO
tahun 1972 dalam usaha mencari pemecahan masalah teanaga kerja di Kenya.
kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan
Pedagang Kaki Lima merupakan gambaran yang sering kita lihat dan jumpai
sebuah pasar ini identik di sebut PKL. Perkembangan yang cukup pesat
Menurut gambaran yang paling buruk, pedagang kaki lima dianggap sebagai
pelacur, dan pencuri yang tergolong rakyat jelata atau dianggap sebagai jenis
dari ukuran lebar trotoar yang waktu itu diukur dengan feet atau dalam bahasa
Memang tidak sedikit kita melihat adanya orang-orang yang berjualan diatas
pasar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Yan Pieter Karafir
(1997) pedagang kaki lima adalah pedagang kecil yang berjualana disuatu
lokasi yang bukan milik mereka tanpa adanya surat izin usaha dari
pemerintah.
Selain itu Karafir (1997) juga mengemukakan ciri-ciri pedagang kaki lima
2. Pedagang kelontongan
4. Pedagang tekstil
7. Pedagang loak
29
8. Pedagang rokok
9. Pedagang beras
modal sendiri atau orang lain, serta berjualan di tempat-tempat yang terlarang
atau tidak terlarang, selanjutnya dikemukakan tentang ciri-ciri dari PKL yaitu
sebagai berikut:
produsen
4. Bermodal kecil.
sub marginal.
agak langka.
30
11. Tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan ciri relasi yang
khas.
13. Berada dalam suasana yang tidak tenang, takut sewaktu-waktu usaha
14. Waktu dan jam kerja merupakan pola yang tidak tetap.
15. Ada yang melakukan secara musiman dan jenis dagangan berubah-ubah.
untuk berjualan tanpa adanya surat izin usaha dari pemerintah yang
bersangkutan.
tentang larangan berjualan dan penempatan para Pedagang Kaki Lima (PKL)
yang dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang didalam
tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah dan atau pihak lain. Kebanyakan
pasar, trotoar, stasiun bis dan kereta, atau halte-halte dan tempat wisata.
Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para pedagang kaki lima
penelitian yang dilakukan oleh Mc. Gree dan Yeung (dalam Novita, 2014) di
tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau dibawa
dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang
a. Gerobak/kereta dorong
Bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong
tanpa atap dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang
dagangan dari pengaruh cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk
aktivitas pedagang kaki lima yang permanen (static) atau semi permanen
(semi static), dan umunya dijumpai pada pedagang kaki lima yang berjualan
b. Pikulan/keranjang
Bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh pedagang kaki lima keliling
(mobile howkers) atau semi permanen (semi static), yang sering dijumpai pada
32
pedagang kaki lima yang berjualan jenis barang dan minuman. Bentuk ini
secara berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan
plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus air. Berdasarkan sarana usaha
d. Kios
Bentuk sarana pedagang kaki lima ini menggunakan papan-papan yang diatur
e. Jongko/meja
Sarana berdagang yang menggunakan meja jongko dan beratap, sarana ini
f. Gelaran/alas
Pedagang kaki lima menggunakan alas berupa tikar, kain atau lainnya untuk
dapatdijumpai pada pedagang kaki lima yang berjualan barang kelontong dan
makanan.
Sarana usaha sektor informal dapat dipilih menjadi sarana usaha yang bersifat
bata, batako, tembok kayu/papan, yang dibangun secara kuat di atas suatu
lahan. Sarana usaha dibangun dalam jangka waktu yang lama. Sarana usaha
dipindahkan.
pelindung di atasnya. Sarana usaha yang bersifat tidak permanen ini mudah
penghasilan yang lebih tinggi bagi pelaku sektor informal dengan sarana usaha
karena :
dipindahkan.
ini hanya untuk memenuhi tuntutan biaya hidup yang makin tinggi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pedagang Kaki Lima adalah
(PKL).
menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) karena modalnya kecil dan tidak
perlu kios atau toko. Yang penting mereka bisa mencari nafkah untuk
menafkahi keluarganya.
keahlian. Akhirnya mereka pun banyak yang menjadi Pedagang Kaki Lima
berikut :
Pedagang Kaki Lima di 2 (dua) lokasi ini rat-rata merasa was –was apabila
lingkungan, dapat terjadi lokasi yang semula memiliki status ilegal bagi
36
pedagang sektor informal, akan diberi status legal melalui peraturan yang
Kaki Lima lebih dilindungi. Jika terdapat paguyuban Pedagang Kaki Lima,
terdapat pembinaan lingkungan yang bersih dan estetis bagi Pedagang Kaki
dilakukan antara penjual dan pembeli dalam kegiatan jual beli bertujuan
untuk menetukan harga suatu barang. Jadi, para Pedagang Kaki Lima tidak
1. Pengertian Ketertiban
terhadap struktur atau pola yang dapat menciptakan kondisi aman. Istilah
2. Adanya kerjasama
8. Adanya keseragaman
9. Adanya perintah
2. Ketertiban Umum
Pol PP, maka yang dimaksud dengan ketertiban umum adalah suatu keadaan
Sedangkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 dapat
petunjuk, norma, sistim dan metode yang aktif untuk mencapai tujuan dengan
39
produk hukum yang lainnya yang berlaku kepada seluruh masyarakat dengan
dalam bentuk sanksi disensitif, antara lain melalui pengenaan retribusi secara
dan kurungan.
Kantor Kesatuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh seorang kepala kantor
kota. Pengertian Polisi Pamong Praja menurut PP No. 32 Pasal 1 Tahun 2004
Daerah dan Kepala Daerah.Tugas pokok dari Polisi Pamong Praja menurut
Peraturan Perundang-undangan.
serta kegiatannya.
masyarakat.
42
Setiap instansi pemerintah dengan instansi yang lainnya berbeda oleh karena
dan keterkaitan antara anggota dari keseluruhan fungsi, tugas, wewenang dan
membawahi suatu bidang tertentu serta memiliki tugas dan wewenang yang
Bandar Lampung :
1) Kepala Kantor
Sub bagian tata usaha di pimpin oleh seorang kepala sub bagian tata usaha
undangan
Seksi ini dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas
kantor.
Sesuai struktur diatas bahwa Satuan Polisi Pamong Praja Kota bandar
Daerah.
Sesuai dengan PP No.32 Tahun 2001 Tentang Pedoman Polisi Pamong Praja
undangan.
Sesuai dengan PP No.32 Tahun 2001 Tentang Pedoman Polisi Pamong Praja
a. Menjunjung tinggi norma hukum, agama, hak azasi manusia dan norma-
Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja mengacu pada Perda No. 8 Tahun 2000.
lahan parkir di pasar tanpa seizin Walikota.Pada ketertiban umum ini diduga
belum berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan maraknya penggunaan
trotoar-trotoar jalan, badan jalan dan lahan parkir bagi usaha kaki lima.
negatif yaitu kesemerawutan, kemacetan lalu lintas dan suasana yang kumuh.
Sesuai dengan wewenang yang melekat pada Satuan Polisi Pamong Praja
menindak para pedagang kaki lima yang melanggar tanpa ada proses
PKL
Kaki Lima.
1. Mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan bangunan
pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat yang
dagangan.
47
penjaga makam.
5. Membangun diatas siring atau parit untuk kegiatan usaha maupun sebagai
Ketentuan penyidikan :
pidana.
pemeriksaan.
dari tersangka.
jawabkan.
48
Ketentuan Pidana :
1) Barang siapa yang melanggar ketentuan umum dalam Peraturan Daerah ini
diancam:
5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas tertentu untuk
Daerah.
karena perbuatan yang sama maka hukuman tersebut dalam ayat (1) pasal
tahun 1989 dan ketentuan peralihan yang mengatur materi yang sama atau
F. Landasan Teori
mendapat pengakuan umum. Titik tolak untuk melihat kekuasaan dan otoritas
49
tidaklah berbeda jauh antara Parsons dan Weber yang melihat hal itu sebagai
suatu keharusan.
kepentingan, tetapi bukan saja oleh kepentingan yang bersifat material seperti
Asumsi yang mendasari teori konflik antara lain: 1). Hubungan sosial
merupakan suatu gejala yang ada dalam setiap sistem sosial. 4). Konflik
cenderung terwujud dalam bentuk pilor. 5). Konflik sangat mungkin terjadi
terhadap distribusi sumber daya yang terbatas dan kekuasaan. 6). Konflik
merupakan salah satu prinsip kehidupan sosial yang sangat kukuh dan tidak
itu, konflik sosial merupakan ciri permanen dari semua masyarakat yang
merupakan ciri dasar kehidupan sosial, tetapi dia berpendapat banyak tipe-
tipe konflik lain yang terjadi. Weber menekankan dua tipe. Dia menganggap
tertentu terhadap yang lain, dan dia tidak menganggap pertentangan untuk
lain :
bawah.
G. Kerangka Pemikiran
menegakkan peraturan daerah yang menjadi tugas Polisi Pamong Praja Kota
Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir Peneliti akan diberikan dalam bagan
Satpol PP
Tugas Wewenang
(PKL)
PKL
A. Tipe Penelitian
Moleong (2005) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif jenis data yang
apa yang akan atau sudah diteliti. Penelitian kualitatif dengan pendekatan
Oleh karena itu, data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam
pembaca dalam memahaminya. Untuk memperoleh data yang valid serta dapat
dilakukan dengan cara memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik
B. Lokasi Penelitian
pemilihan lokasi ini adalah karena di Pasar Bambu Kuning masih banyak
dijumpai para Pedagang Kaki Lima yang masih berjualan setelah terjadi
penertiban dan penggusuran terutama yang ada di kawasan Jl. Imam Bonjol dan
Bukit Tinggi.
C. Fokus Penelitian
Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus
penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus
penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya volume data yang diperoleh
pengumpulan data yang seragam dan adanya data yang terlalu banyak.
Miles dan haberman (1992) menyatakan bahwa fokus penelitian dilakukan agar
dengan baik dan memfokuskan kembali data yang terkumpul guna pelaksanaan
✂✂
Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka yang menjadi
berikut:
3. Solusi yang diinginkan oleh Pedagang Kaki Lima di Pasar Bambu Kuning
a. Para PKL menginginkan solusi yang terbaik untuk mereka supaya masih
dizinkan berjualan disekitar Pasar Bambu Kuning.
D. Penentuan Informan
kriteria dari informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini adalah
disebut teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data ini disusun melalui
alat bantu yang disebut Instrumen penelitian. Menurut Sugiyono (2008) adalah
“suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati”.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk
1. Wawancara
dan informal.
☎✆
2. Dokumentasi
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil
Analisis data adalah proses mencari dan mengatur wawancara dan catatan yang
diperoleh dilapangan serta bahan-bahan lain yang telah dihimpun sehingga dapat
kualitatif, dengan melakukan analisis secara intensif terhadap data yang telah
diperoleh dilapangan berupa kata-kata. Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
✝8
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2008)
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan
1. Reduksi data
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
2. Penyajian data
susunan kalimat-kalimat.
✞✟
3. Penarikan Kesimpulan
makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
akhirnya menganalisa makna dan arah yang muncul dari data tentang
BAB IV
Kota Daerah Tingkat II Bandar Lampung selain sebagai Ibu Kota Provinsi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Salah satu sarana yang
perputaran uang dan jasa. Salah satu pasar yang menjadi pusat perputaran
uang dan jasa yang ada di Kota Bandar Lampung adalah Pasar Bambu
Kuning.
Pasar Bambu Kuning sebagai salah satu pasar pusat merupakan induk untuk
masyarakat Bandar Lampung. Pasar Bambu Kuning Plza ini sudah di kenal
Pada waktu itu hari pasaran ditentukan hanya sekali dalam seminggu yaitu
pada hari Sabtu. Jenis dagangannya juga ditentukan oleh pemerintah Kolonial
61
yaitu: petak-petak atau pasar yang dindingnya di buat dari bambu dan beratap
rumbai. Pada waktu itu pemilik Pasar Bambu Kuning adalah orang
Selanjutnya pada tahun 1960-an Lampung resmi menjadi sebuah Provinsi dan
memisahkan diri dari Sumatra Selatan, pasar ini mulai di bangun secara
permanen. Pada waktu itu Provinsi Lampung hanya memiliki dua pusat pasar,
yaitu: Pasar Tanjung Karang Plaza dan Pasar Teluk Betung. Kemudian dalam
menjadi dua lantai. Namun, karena semakin padat pedagang dan juga karena
Akhirnya pasar tersebut diperluas lagi dan dibangun menjadi tiga lantai. Hal
ini dimaksudkan agar dapat menampung seluruh pedagang yang ada. Sesuai
Pasar Bambu Kuning Plaza mengalami pemugaran terbesar pada tahun 1990.
yang ada di Kota Bandar Lampung. Adapun salah satu bentuk langkah yang
Lampung.
Dalam rangka pemugaran Pasar Bambu Kuning untuk dijadikan Pasar Bambu
sewa bangunan tersebut pada huruf A pasal ini untuk jangka waktu 20 (dua
20 (dua puluh) tahun pihak kedua atau pihak lain yang menerima pengalihan
Guna Bangunan (HGB) selama 20 (dua puluh) tahun seperti yang dimaksud
(HGB) di atas hak dan pengelolaan (HPL) pihat pertama selama 20 tahun
terhitung sejak HGB induk. dan ayat 2 yaitu: Pihak kedua mempunyai hak
64
sepenuhnya atas tanah dan bangunan serta fasilitasnya selama masa HGB
dimaksud ayat 1.
Pasar Bambu Kuning Plaza merupakan salah satu tempat yang menjadi pusat
berada di pusat kota Tanjung Karang (Bandar Lampung). Lokasi ini sangat
strategis dan dapat mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai sudut kota
karena Pasar Bambu Kuning Plaza ini dilewati seluruh armada (trayek)
angkutan kota. Dengan lokasi ini Pasar Bambu Kuning ditetapkan sebagai
pusat pasar Tanjung Karang. Adapun secara administratif batas wilayah Pasar
Perincian:
Perincian:
Perincian :
Perincian :
Lantai II = 4.888 M2
Jumlah = 14.664 M2
Setelah mengalami pemugaran pada tahun 1990 bentuk pasar terlihat hingga
saat ini yaitu terdiri dari gedung berlantai tiga dengan luas tanah kurang lebih
500 meter persegi dan tiap-tiap lantai berbeda fungsinya. Pada lantai I
jam, toko emas dan mainan anak-anak, namun yang paling dominan adalah
Sementara pada lantai III sebagian digunakan sebagai lanjutan studi film
Kuning dan Kantor Dinas Parkir). Pada lantai I seperti umumnya pasar lain
dimaksudkan untuk membedakan jenis dagangan dari para pedagang. Hal ini
setiap blok dapat ditemukan bermacam kios dengan jenis dagangan yang
berdagang hasil bumi dan beras. Jadi kedua pedagang tersebutlah yang
merintis Pasar Bambu Kuning ini dipugar, maka banyak yang pindah ke
Bambu Kuning Plaza di lantai I terbagi tujuh kelompok pedagang. Berikut ini
pakaian. yaitu 135 orang (35,15%), diikuti oleh pedagang makanan sebanyak
120 orang (31,25%), dan pedagang emas yang berjumlah 40 orang (10,41%).
Khususnya dari tabel di atas dapat diketahui beberapa banyak pedagang yang
Pedagang Kaki Lima di Pasar Bambu Kuning yang terdaftar sebagai anggota
Pedagang Kaki Lima. Jenis usaha terdiri dari kurang lebih 25 jenis dagangan.
Sebelum Kawasan Pasar Bambu Kuning Kota Bandar Lampung dipadati oleh
para Pedagang Kaki Lima, kawasan jalan Bukit Tinggi tepatnya berada di
belakang Pasar Bambu Kuning Kota Bandar Lampung, pada awalnya adalah
tempat naik turun penumpang Bus Damri yang sekarang berpindah di depan
Ramayana, sejak tahun 1998 mulai diisi oleh Pedagang Kaki Lima yang
jumlahnya semakin bertambah pada saat bulan puasa pada tahun 1999.
kenyataannya setelah H+7 kondisi ini dibiarkan dan tidak ada penertiban dari
pihak Pemerintah Kota sampai tahun 2000 kondisi jalan Bukit Tinggi dan
Hal yang sama terjadi di kawasan jalan Imam Bonjol tepatnya berada di
depan Pasar Bambu Kuning Kota Bandar Lampung, pada awalnya Pedagang
Kaki Lima hanyalah beberapa orang yang beroperasi dari pagi hari sampai
dengan petang hari dan berjualan majalah, topi, kaos kaki, dan ikat pinggang.
Kondisi ini pada tahun 1998 sampai sekarang berubah semakin padatnya
Pedagang Kaki Lima sampai pada bahu jalan. Banyaknya Pedagang Kaki
pada denah PKL). Berdasarkan data yang ada pada Dinas Pasar Pemerintahan
Sukatmi
1. Jurnal Tamin
3.Hi. A.Rakhman
4. Nurzaman
5. A. Roni Yusuf
6.Anis Sartika
BAB VI
A. Kesimpulan
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung adalah
informan, dan dengan perlawanan non fisik yaitu dengan demonstrasi juga
ada 4 informan.
penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja adalah karena
3. Solusi terbaik yang diinginkan oleh Pedagang Kaki Lima yang ada di
B. Saran
beberapa hal yang dapat dijadikan masukan bagi penelitian ini adalah:
Pedagang Kaki Lima harus berusaha untuk berjualan di tempat yang telah
Bandar Lampung lebih bijak dan lebih tegas lagi dalam menangani dan
sekitar pasar.
masalah yang selama ini menjadi kendala bagi Pedagang Kaki Lima
Kaki Lima merupakan asset yang jika dikelola dengan baik mampu
Bernard dan Spencer Robert, 2005. “The Myth of Islamic Tolerance: How Islamic
Law Treats Non-Muslims” dalam Novita Resistensi Pedagang Kaki Lima di
Jalan Colombo, Yogyakarta: Tesis.
Dinas pasar kota Bandar lampung, 2015. Buku Panduan dan Dokumentasi
monografi pasar Bambu Kuning kota Bandar Lampung.
Effendi, Tadjudin Noor. 1992. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan
Kemiskinan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta.
Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta. PT Bumi Aksara
Hart, keith, 1991 Sektor Informal, (dalam Chris Manning, dkk), Urbanisai,
Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta Yayasan Obor
Indonesia.
Karafir, P.Y. 1997. Pemupukan modal PKL. Fisip UI Bekerjasama dengan pusat
latihan ilmu sosial. Jakarta.
Kartono, Kartini. 2005. Psikologi sosial untuk manajemen perusahaan & industri.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
McGee, T.G dan Y.M. Yeung, 2007, Hawkers inSoutheast Asian Cities: Planning
Peraturan Perda No.68 Th 2000 Tentang susunan, organisasi dan tata kerja Kantor
Kesatuan Polisi Pamong Praja kota Bandar Lampung.
Rachbini, Didik, J dan Abdul Hamid. 1991. Ekonomi Informal Perkotaan Gejala
Involusi Gelombang Kedua, Jakarta: LP3ES
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Widjajanti, Retno, 2000, “Penataan Fisik Kegiatan Pe-dagang Kaki Lima”, Tesis,
Program Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota Intitut Teknologi
Bandung, Bandung.
Sumber Lain :