Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN TB + EFUSI PLURA

1. Efusi Pleura

A. Pengertian efusi pleura

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak antara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Huda, 2015). Efusi

pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul di rongga pleura yang

dapat mneyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Smelzer & Bare, 2017).

B. Anatomi dan fisiologi paru-paru

Paru-paru terletak didalam rongga dada. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu

paru kanan dan paru kiri. Paru kanan dibagi oleh dua buah visura kedalam tiga lobus

yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah visura kedalam dua

lobus atas dan bawah.

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura

terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput

tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang

menempel pada rongga dada (Hedu 2016).

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan

normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga

paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur yang

elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada

di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).


Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan

atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon

dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,

akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen

dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).

Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat

dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :

1. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara

alveoli dan atmosfer.

2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.

3. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan

tubuh ke dan dari sel.

4. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.

C. Etiologi

Efusi pleura di sebabkan oleh :

1. Hambatan rearbsorpsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan

seperti pada dekompresi kordis, penyakit ginjal, tumor medastinum, sindroma

meig (tumor ovarium) dan sindrima kava superior.

2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkolosis, pneumonia,

virus). Bronkiektasisi, abses amuba yang menembus ke rongga pleura, karena

tumor yang menyebabkan masuknya cairan berdarah dan trauma. Di Indonesia

80 % diakibatkan oleh tuberkolosis.


D. Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ML cairan yang cukup untuk

membasahi seluruh permukaan pleura viseralis dan parietalis. Cairan ini dihasilkan

oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan

daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura

viseralis, sebagian kecil lainnya (10- 20%) mengalir kedalam pembuluh limfe

sehingga posisi cairan disini mencapai 1 L sehari.

Terkumpulnya cairan di rongga pleura di sebut efusi pleura, ini terjadi bila

keseimbangan antar produksi dan abrsorbsi terganggu misalnya pada hyperemia

akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal

jantung). Berdasarkan kejadiannya efusi di bedakan menjadi transudat dan eksudat

pleura. Transudat biasanya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik dan sirosis hepatik karena tekanan osmotik koloid

yang menurun. Eksudat dapat di sebabkan oleh keganasan atau infeksi. Cairan keluar

langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini

juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya

rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah (Smeltzr & Bare, 2012. Hal.

199).
Pathways

Infeksi Non infeksi

TBC Kardiovaskuler, neoplasama, penyakit


kabdomen, cedera dan
Proses Peradangan
permukaan pleura Adanya bendungan dalam rongga
pleura
Pembentukan cairan
berlebihan Hambatan rearbsorpsi, cairan dari
rongga pleura
Edema
Edema

Efusi pleura

Penumpukan cairan
dalam rongga

Ketidakefektifan Ekspansi paru


pola napas menurun

Nafsu makan
Sesak nafas menurun
Nyeri dada
Defisit Pengetahuan Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
Gangguan pola kebutuhan tubuh
tidur

(Smeltser & Bare, 2017. Hal 119 )


E. Manifestasi Klinik (Berta & Puspita, 2017)
1. Batuk.

2. Dispnea berfariasi.

3. Adanya keluhan nyeri dada.

4. Pada efusi pleura berat adanya penonjolan interkosta.

5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi

pleura.

6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.

7. Fremitus fokal dan raba berkurang.

F. Pemeriksaan Diagnostik (Wuryanto, 2016)

1. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada).

Pada foto toraks postero anterior posis tegak maka akan di jumpai gambaran sudut

kostofenikus yang tumpul baik dilihat dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah

yang besar, cairan yang mengalir bebas akan menampakkan gambaran mniscuss sign dari

foto toraks postero anterior (Roberts Jr et all, 2014).

2. Ultrasonorgafi dada.

USG toraks dapat mengintifikasi efusi yang terlokalisir, membedakan cairan dari

pelebaran pleura dan dapat membedakan lesi paru antara yang padat dan yang cair

(Roberts Jr et all, 2014).

3. Torakosentesisi/ pungsi pleura.

Efusi pleura di katakan ganas jika pada pemeriksaan sitologi cairan pleura di temukan sel-

sel keganasan (Liu Y H et all, 2010).

4. Biopsi pleura.
Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika di lakukan didaerah dengan tingkat kejadian

tuberkolosis yang tinggi. Walaupun torakoskopi dan biopsi jarum dengan tuntunan CT

scan dapat di laukan untuk hasil diagnostik yang lebih akurat (Havelock T et al, 2010).

G. Penatalaksanaan Medis (Wuryanto, 2016)

1. WSD (water seal drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,

dispneau dan lina-lain, maka cairan efusi sebanyak 1- 1,2 liter perlu di keluarkan

sesegra mungkin untuk mencegah terjadinya edema paru, jika jumlah cairan efusi

lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya dilakukan 1 jam kemudian.

2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.

3. Pleurodesis untuk mencegah terjhadinya efusi pleurasetelah inspirasi.

4. Antibiotika jika terdapat emfisema.

5. Operatif.

1. Tuberculosis (TB Paru)

A. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

masalah kesehatan Indonesia, bahkan menjadi penyebab kematian utama dari

golongan penyakit infeksi (Arsin, 2016). Tuberculosis adalah penyakit infeksi

menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan

aerobic dan tahap asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit

(Price, 2015). Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium

tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru, dan dapat juga menyerang

organ tubuh lain (Depkes, 2016). Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran

nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium


tuberculosis (Corwin, 2016).

B. Klasifikasi TB Paru

a. TB Paru BTA positif

Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi

sewaktu) hasilnya positif, disertai pemeriksaan radiologi paru meninjukkan

TB aktif.

b. TB Paru BTA negatif

Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif .

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu:

a. Kasus baru: Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus Kambuh (Relaps) : Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Kasus Setelah Putus Berobat (Default ) : Pasien yang telah berobat dan putus berobat

2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d. Kasus Setelah Gagal (Failure) : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Kasus Pindahan (Transfer In) : Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lain: Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah

selesai pengobatan ulangan (Depkes 2016).

C. Etiologi TB Paru
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri

atau kuman ini berbentuk batang. Sebagian besar kuman berupa lemak atau lipid,

sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat

lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan

daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal atau apeks paru. Daerah

ini menjadi tempat perkembangan pada penyakit tuberkulosis. Selain itu, fakto

rpenyebabnya yaitu herediter, jenis kelamin, usia, stress, meningkatnya sekresisteroid, infeksi

berulang. Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain :

a. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif.

b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi

kortikosteroid atau terinfeksi HIV).

c. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik.

d. Individu tanpa perawatan yang adekuat.

e. Individu dengan gangguan medis seperti : Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal

Kronik, penyimpanan gizi.

f. Individu yang tinggal di daerah kumuh (Elizabeth, 2018).

D. Manifestasi Klinis TB Paru

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau

malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril, 2018) :

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang- kadang

dapat mencapai 40-41°C. Keluhab ini sangat dipengaruhi berat atau

ringannnya infeksi kuman yang masuk. Serangan demam pertama dapat


sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah

seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam

influenza ini.

b. Batuk/Batuk Darah

Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk-produk radang keluar (Bahar,2015). Keterlibatan bronkus pada tiap

penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit

berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang berupa batuk darah

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada

tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding

bronkus (Price, 2015).

c. Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin

kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat

pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin

berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.


E. Patofisiologi TB Paru

Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan kuman

ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian menyebar

melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan

berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga melalui sistem limfe dan aliran

darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-

paru (Soemantri, 2019). Pada saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak

dengan cara membelah diri di paru, terjadilah infeksi yang mengakibatkan

peradangan pada paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu antara terjadinya

infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Setelah terjadi

peradangan pada paru, mengakibatkan terjadinya penurunan jaringan efektif paru,

peningkatan jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen (Yulianti & dkk, 2017).

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T)

adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan

makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon

ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan

seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami

nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel

epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi

lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu

kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair

lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.

Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil

dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat

menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila

peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan

parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga

kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak

terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi

hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam

jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan

tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh

(Soemantri, 2014).

F. Komplikasi TB Paru

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2015) a).

Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

a). Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.


b). Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

c). Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

d). Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan

sebagainya.

e). insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

f ) . Pembesaran kelenjar servikalis yang superfisial

g). Pleuritis tuberculosa i

h). Efusi pleura

i). Tuberkulosa milier

j). Meningitis tuberkulosa

G. Pemeriksaan Penunjang TB Paru

a. Kultur sputum adalah mycobacterium Tuberkulosis Positif pada penyakit.

b. Tes Tuberkalin adalah Mantolix tes reaksi positif ( area indurasi 10-15 mm

terjadi 48-72 jam).

c. Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan Paru

d. Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED)

e. Spirometri adalah penurunan fungsi paru dengankapasitas vital sign

menurun.

f. Photo Thorax adalah untuk melihat infiltrasi lesi awal pada paru atas.

H. Penatalaksanaan TB Paru

a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Promotif , terbagi antara lain :

a) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

b) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TBC, cara

penularan, cara pencegahan, dan faktor resiko.

c) Mensosialisasikan BCG dimasyarakat

2) Preventif, terbagi antara lain:

a) Vaksinasi BCG

b) Menggunakan Isoniazid

c) Membersihkan lingkungan dari tempat kotor dan lembab.

d) Bila ada gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

c. Penatalaksanaan Medis

Dalam pengobatan TB Paru dibagi 2 bagian:

1) Jangka pendek, Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3

bulan

2) Jangka panjang, Tata cara pengobatan : setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan,

tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB Paru dapat

dilakukan dengan meminum obat : INH, Rivampicin, Etambutol.

3) Dengan menggunakan obat program TB Paru Combipack bila ditemukan

pada pemeriksaan sputum BTA positif dengan kombinasi obat :

a) Rifampicin

b) Isoniazid

c) Ethambutol

d) Pyridoxin

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien TB dan Efusi Pleura

Pengkajian Keperawatan
1. Data demografi / identitas

a. Biodata pasien : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Agama, Status, Alamat.

b. Biodata penanggung jawab : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Agama,

Status, Alamat.

c. Riwayat kesehatan : keadaan umum, TTV dan keluhan-keluhan pasien.

2. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang menyebabkan pasien datang kerumah

sakit atau mencari pengobatan/ pertolongan. Biasanya pada pasien dengan efusi

pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada akibat iritasi pleura yang

bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan tanda-tanda sesak nafas,

batuk, nyeri dada, berat badan menurun dan tanda lainnya. Perlu juga untuk di

tanyakan sejak kapan keluhan tersebut mulai timbul.

Apa tindakan yang telah di lakukan untuk menurunkan atau mengatasi keluhan-

keluhan tersebut.

4. Riwayat kesehatan masa lalu

Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC,

pneumonia, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui apakah ada faktor predisposisi atau tidak.

5. Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-p[enyakit ynag di

sinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain-lain.

6. Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit yang mempengaruhi

perubahan persepsi tentang kesehatan, yang bisa menimbulkan persepsi yang

salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan

merokok, konsumsi alkohol dan penggunaan oabt-obatan.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,

perlu juga ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan setelah masuk

rumah sakit. Pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu

makan akibat dari sesak nafas dan nyeri dada.

c. Pola eliminasi

Dalam pola eliminasi perlu ditanyakan kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah

masuk rumah sakit. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan

lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat

pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik.

d. Pola aktivitas dan latihan

Karena adanya sesak nafas pasien akan mengalami keleahan pada saat sesak

nafas. Pasien juga akan mengurangi kativitasnya karena nyeri dada.

e. Pola istrahat dan tidur

Pasien akan mengalami gangguan tidur karena sesak nafas dan nyeri.

Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa kurang nyaman karena

suasanan yang berbeda dengan suasana rumah.

f. Pola hubungan peran

Pasien akan mengalami perubahan peran saat sakit.


g. Pola tata nilai dan kepercayaan

Kaji apakah kehidupan beragama klien berubah atau tidak saat berada di rumah

sakit.

Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan nafas tidak efektif

b. Defisit nutrisi

c. Gangguan pola tidur

d. Defisit pengetahuan

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi

1
SDKI
SLKI
SIKI

Bersihan nafas tidak efektif


Jalan Nafas
1. Menejemen Jalan Nafas

Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten.

Penyebab:
fisiologis
1. Spasme jalan nafas
2. Benda asing dalam jalan nafas
3. Sekresi yang tertahan
4. Proses infeksi
5. Respon alergi
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan Gejala tanda mayor Subjektif :-

Obektif :
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
Definisi: kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mepertahankan jalan
nafas paten

Setelah dilakukan tindakan keprawatan diharapkan masalah pada jalan nafas dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Jalan nafas paten
2. Sekret berkurang
3. Frekuensi nafas dalam batas normal
4. Kilen mampu melakuan Batuk efektif dengan benar
Definisi : mengidentfikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas

Tindakan :
Observasi :
- Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas )
- Monitor bunyi nafas tambahan ( mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering )
- Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )
Teraupeutik :
- Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-tilt dan
chin- lift ( jaw-thrust jika curiga trauma Servikal )
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,mukolitik, jika perlu

4. Mengi,wheezing dan/atau ronkhi kering


5. Mekonium di jalan nafas ( pada neonatus )
Gejala tanda minor
Subjektif :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah

2. Latihan Batuk Efektif

Definisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk efektif secara efetif untuk
membersihkan laring, trakeadan brounklolus dari sekret atau benda asing di jalan nafas.

Tindakan :
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik
,ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (
dibulatkan) 8 detik.
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

3. Pemantauan Respirasi
Definisi : mengupulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan nafas dan ke efektifan pertukaran gas.

Tindakan :
Observasi :
- Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola napas seperti ( seperti bradipnea
taipnea,hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesmetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan resprasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Eduasi :
- Jelaskan tujuan dan perusedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan , jika perlu

2 SDKI SLKI SIKI

Defisit nutrisi Setatus Nutrisi 1. Menejemen Nutrisi

Definisi : Asupan nutrisi tidak Definisi : keadekuatan asupan nutrisi untuk Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
cukup untuk memenuhi memenuhi kebutuhan metabolisme. seimbang
kebutuhan dari metabolisme
Setelah dilakukan tindakan keprawatan nutrisi dapat Tindakan
Penyebab : terpenuhi dengan kreteria hasil. Observasi :
1. Ketidakmampuan 1. Kekuatan otot mengunyah meningkat  Identifikasi stataus nutrisi
menelan makanan 2. Kekuatan otot menelan meningkat  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
2. Ketidakmapuan 3. Serum albumin meningkat  Identifikasi makanan yang disukai
mencerna makanan 4. Verbalisasi keinganan untuk meningkatkan  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis cairan
3. Ketidakmampuan nutrisi  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
mengabsorbsi nutrien 5. Pengetahuan untuk memilih makanan yang  Monitor asupan makan makanan
4. Peningkatan kebutuhan sehat meningkat  Monitor berat bedan
metabolisme 6. Pengetahun untuk memilih minuman yang
 Monitor hasil pemeriksaan laboraturium
5. Faktor ekonomi baik meningkat
Trapeutik :
6. Faktor pisikologis 7. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
yang tepat  Lakukan oral hygiene seblum makan , jika perlu
Gejala dan tanda mayor : 8. Penyiapan dan penyimpanan makanan  Fasilitasi menentukan pedoman diet, (mis.piramida
Subjektif : - meningkat makanan )
9. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Objektif : Berat badan menurun dengan tujuan kesehatan meningkat  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
minimal 10% dibawah rentang 10. Perasaan cepat kenyang menurun  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
ideal 11. Nyeri abdomen menurun  Berikan siplemen makanan ,jika perlu
12. Rambut rontok menurun  Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik
Gejala dan tanda minor : 13. Diare menurun jika asupan oral dapat ditoleransi
Subjektif : 14. Berat badan membaik Edukasi :
1. Cepat kenyang setelah 15. Indek masa tubuh (IMT) membaik  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
makan 16. Frekuensi makan membaik  Ajarkan diet yang di programkan
2. Kram/nyeri abdomen 17. Bising usus membaik Kolaborasi :
3. Nafsu makan menurun 18. Tebal lipatan kulit trisep membaik  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis.
19. Membrane mukosa membaik Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan.
2. Peromosi Berat Badan

Definisi : Memfasilitasi peningkatan berat badan

Tindakan
Observasi :
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikonsumsinya sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin,limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik :
 Berika perawatan mulut sebelum pemberian makan,jika
perlu
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien ( mis.
Makanan dengan tekstur halus,makanan yang dibelender,
makanan yang cair diberikan melalaui NGT atau
gastrostomy, total parenteral nutrition sesuai indikasi)
 Hidangkan makanan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien /keluaraga untung
peningkatan yang capai
Edukasi :
 jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
 jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

3 SDKI SLKI SIKI


Gangguan pola tidur Pola Tidur 1. Dukungan Tidur

Definisi : Gangguan kualitas Definisi : Kedekuatan kualitas dan kuantitas Definisi : Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
kuantitas waktu tidur akibat
faktor eksternal Setelah dilakukan tindakan keprawatan diharapkan Tindakan
kualitas tidur pasien kembali normal dengak Observasi :
Penyebab kereteria hasil sebagai berikut :  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Hambatan lingkungan ( 1. Keluhan sulit tidur menurun / hilang  Identifikasi faktor pengganggu tidur ( fisik dan / atau
mis, kelembapan 2. Keluhan sering terjaga menurun/hilang pisikologi)
lingkungan sekitar, suhu 3. Keluhan tidur tidak puas tidur  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
lingkungan , menurun/hilang tidur ( mis. Kopi, the, alcohol. Makan mendekti waktu
pencahayaan , 4. Keluhan pola tidur berubah menurun/hilang tidur, minum banyak air sbelum tidur )
kebisingan ,bau tidak 5. Keluhan istirahat tidak cukup  Identifikasi obat tifur yang dikonsumsi
sedap, jadwal menurun/hilang Terapeutik :
2. Kurang kontrol tidur 6. Kemampuan beraktivitas meningkat  Modifikasi lingkungan ( mis. Pencahayaaan,kebisingan,
3. Kurang privasi sushu,matras, dan tempat tidur )
4. Restraint fisik  Batasi waktu tidur siang jika perlu
5. Ketiadaan teman tidur
 Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
6. Tidak familiar dengan
 Tetapkan jadwal tidur rutin
peralatan tidur
 Lakukan perosedur untuk meningkatan kenyamanan (
Gejala dan tanda mayor mkis. pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur )
Subjektif :  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ atau tinjakan
1. Mengeluh sulit tidur untuk menunjang siklur tidur terjaga
2. Mengeluh sering Edukasi :
terjaga  Jelaskan tidur cukup selama sakit
3. Mengeluh tidak puas  Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
tidur  Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
4. Mengeluh pola tidur mengganggu tidur
berubah  Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengganggu
5. Mengeluh istirahat supresor terhadap tidur REM
tidak cukup  Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
Objektif :- gangguan pola tidur ( mis. Pisikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja )
Gejala dan tanda minor  Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
Subjektif : nonfarmokologi lainnya
1. Mengeluh kemampuan
beraktifitas menurun 2. Edukasi Aktivitas /Istirahat
Objektif : -
Definisi :
Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat

Tindakan :
Observasi :
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
 Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
istirahat
 Jadwalkan pemeberian pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
bertanya
Edukasi :
 Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik / olahraga
secara rutin
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas lainnya
 Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
 Ajarkan cara mengindentifikasi kebutuhan istirahat ( mis.
Kelelahan , sesak napas saat aktivitas)
 Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas
sesuai kemampuan

4 SDKI SLKI SIKI

Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan 1. Eedukasi Kesehatan

Definisi : ketiadaan atau Definisi : kecukupan informasi kognitif yang Definisi : mengajarkan mengelola faktor resiko penyakit dan
kurangnya informasi kognitif berkaitan dengan topik tertentu perilaku hidup bersih dan sehat.
yang berkaitan dengan topik
tertentu. Setelah dilakukan tindakan keprawatan diaharapkan Tindakan
pengetahuan dapat terpenuhi dank lien mampu Observasi :
Penyabab : memahami tentang kesehatan dengan kriteria hasil :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
1. Keteratasan kognitif 1. Perilaku sesuai enjuran meningkat informasi
2. Gangguan fungsi kognitif 2. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat  Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
3. Kekeliruan mengikuti 3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.
anjuran tentang suatu topik meningkat Terapeutik :
4. Kurang terpapar 4. Kemampuan menggambarkan pengalaman  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
informasi sebelumnya yang sesuai topik meningkat  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5. Kurang minat dalam 5. Perilaku sesuai dengan pengetahuan  Berikan kesempatan untuk bertanya
belajar 6. Pertanyaan tentang masalah yang di hadapi Edukasi :
6. Kurang mampu menurun  Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
mengingat 7. Peresepsi yang keliru terhadap masalah kesehatan
7. Ketidaktahuan menurun
 Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
menemukan sumber 8. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
informasi  Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
menurun
9. Perilaku membaik meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Gejala dan Tanda Mayor
2. Edukasi Pola Perilaku Kesehatan
Subjektif :
1. Menanayakan masalah
Definisi : Memberikan infomasi untuk meningkatkan atau
yang di haadapi
Objektif : mempertahankan perilaku kebersihan diri dan lingkungan
1. Menunjukan perilaku
tidak sesuai anjuran Tindakan
2. Menunjukan persepsi Observasi :
yang keliru terhadap  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
masalah informasi
Gejala dan Tanda Minor  Identifikasi kemampuan menjaga kebersihan diri dan
Subjektif : - lingkungan
 Monitor kemampuan melakukan dan mempertahankan
Objektif : kebersihan diri dan lingkungan
1. Menjalani pemeriksaan Terapeutik :
yang tidak tepat  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Menunjukan perilaku  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
berlebihan ( mis. Apatis,  Berikan kesempatan untuk bertanya
bermusuhan, agitas,
 Peraktekan bersama keluarga cara menjaga kebersihan
heteria )
diri dan lingkungan
Edukasi :
 Jelaskan masalah yang dapat timbul akibat tidak menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
 Ajarkan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan

3. Edukasi Berhenti Merokok

Definisi : Memberikan inbformasi terkait dampak merokok dan


upaya berhenti merokok.

Tindakan :
Observasi :
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
 Sediakan materi dan media edukasi
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan keluargan dan pasien untuk bertanya
Edukasi :
 jelaskan gejala fisik penarikan nikotin (mis. Sakit kepala,
pusing, mual, dan insomnia )
 jelaskan gejala berhenti merokok ( mis. Mulut kering,
batuk , tenggorokan gatal )
 jelaskan aspek pisikososial yang mempengaruhi perilaku
merokok
 informasikan produk pengganti nikotin ( mis, permen
karet, semprotan hidung, inhaler )
 ajarkan cara berhenti merokok.
Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah keperawatan yang di alami poasien. Untuk itu diharapkan
agar tindakan yang di berikan sesuai dengan prioritas masalah dan intervensi
keperawatan.

Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang di buat dalam intervensi
keperawatan. Dalam mengevaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
menggambarkan kesimpulan tantang tujuan yang di capai.
Evaluasi keperawatan dari asuhan keperawatan pasien dengan efusi
pleura adalah :
DAFTAR PUSTAKA

Khairani, d. (2016). keperawatan medikal bedah . Jakarta : EGC. Riskesdas (2016). Hasil Riskesdas

2017. Jakarta : Kemetrian Kesehatan RI

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing Intervesion
Classification (NIC). Oxford: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.
Jakarta : EGC.

Morehead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Oxford: Elsevier.

Medical Science Journal. Identification Of Micobacterium Tuberculosis By Polimarase Chain


Reaction (PCR) Terst and Its Relationship to MGG Staining Of Pleural Fluid in Patient With
Suspected Tuberculosis Pleural Effusion. Nusantara Medical Science. 2018 : 21

Berta & Puspita. (2017). Causes of Pleural Efussion in Metro.Argomed Unila : Lampung. Hadiarto.

(2015). Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru. Cv Agung Suseto : Jakarta.

Wuryantoro. (2016). Kerangka Konsep Efusi Pleura. Universitas Sumatra : Sumatra. Amin, Huda.

(2015).Konsep Teori Efusi Pleura. Universitas Airlangga : Surabaya. Hedu. (2016). Anatomi Dan

Fisiologi Paru-Paru.Cv Agung Suseto: Jakarta.

Guyton. (2017). Ilmu Penyakit Paru. Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai