Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Bahan Baku


II.1.1 Bahan Baku Utama ( Overview Minyak Kelapa Sawit)
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika
Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika
Latin sepanjang garis equator. Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan
suhu antara 24oC - 32oC dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan 200 mm per
tahun (Lubis,1992).
Tanaman kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang berbeda yaitu CPO dan
PKO. CPO (crude palm oil) merupakan jenis minyak sawit yang dihasilkan dari
bagain sabut buah (mesokarp). Sementara itu, dari bagian inti buah dapat juga
diperoleh PKO (palm kernel oil) yang bisa dilihat pada Gambar II.1. Perbedaan kedua
jenis minyak ini terletak pada kandungan asam lemaknya. Minyak inti sawit
mengandung asam kaproat dan asam kaprilat yang tidak terdapat dalam minyak
sawit. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm, dan embrio.
Mesokarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel)
mengandung minyak sebesar 44%, dan endokarp tidak mengandung minyak
(Muchtadi,1992). Pengolahan minyak sawit secara lebih lanjut mampu menghasilkan
berbagai jenis produk yang bernilai tambah. Gambar II.2 berikut ini menjelaskan
neraca massa pengolahan kelapa sawit berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Peneliti
Surfactant and Bioenergy Research Center IPB (2009).

Gambar II.1 Bagian Tanaman Kelapa Sawit (Ketaren 1996).

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

Gambar II.2 Neraca Massa Pengolahan Kelapa Sawit

II.1.2 Bahan Baku Penunjang


II.1.2.1 Bleaching Earth
Bleaching earth (tanah pemucat) merupakan jenis tanah liat yang digunakan
sebagai bahan penyerap, bleaching agent, dan penyaring. Beberapa zat yang paling
umum digunakan sebagai bleaching earth baik secara individu atau dalam kombinasi
adalah atapulgit, bentonit, dan montmorillonit. Kandungan utama bleaching earth
sebagian besar adalah silika dan diikuti oleh aluminium, akan tetapi juga umumnya
mengandung zat besi, magnesium dan kalsium. Fungsi dari bahan ini biasanya digunakan
untuk penghilangan pengotor, menurunkan kadar air dan menghilangkan mikroorganisme.
Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi, bleaching earth biasanya dilakukan modifikasi
pada permukaan melalui aktifasi asam, basa maupun senyawa organik lainnya. Gunawan
et al. (2010) juga melakukan modifikasi bentonit menggunakan surfaktan kationik dan
anionik untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya.
Karakteristik bleaching earth yang mempengaruhi proses adsorpsi diantaranya
adalah ukuran pori, komposisi kimia bahan dan keasamannya. Interaksi yang terjadi
sangat dipengaruhi oleh kondisi proses dan sifat bahan (Wahi et al. 2013). Molekul
organik yang bermuatan positif (kationik) secara umum dapat dijerap dengan kuat oleh
lapisan mineral silikat, sedangkan molekul yang cenderung netral membutuhkan pH yang
ekstrim untuk menerima ion H+ sehingga dapat mengalami protonasi pada permukaan.

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

II.1.2.2 Asam Phospat dan Asam Sitrat


Phosporic acid atau asam phospat digunakan pada proses pemurnian minyak
yang berfungsi sebagai pengikat getah atau gum yang terdapat pada CPO. Pengikatan
gum pada CPO yaitu dengan cara flokulasi. Pemakaian asam phospat antara 0,03-
0,05% dari jumlah minyak.
Citric Acid atau asam sitrat digunakan pada proses pemurnian minyak yang
berfungsi sama dengan phosporic acid. Selain mengikat getah atau gum, asam sitrat juga
dapat mengikat kandungan logam pada minyak, pada pemurnian minyak hasil
hydrogenation. Asam sitrat ini juga berfungsi untuk mendeaktifkan katalis. Dosing
pemakaian asam sitrat pada pemurnian yaitu 50 ppm dari jumlah minyak yang diolah.

II.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit


Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa
minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti
sawit (PKO) atau (Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna, perbedaan warna ini
disebabkan karena adanya peebedaan komposisi pada minyak
Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas
trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Minyak
sawit kasar juga mengandung komponen minor seperti asam lemak bebas dan komponen
non gliserida (Nurhaida,2004).
Asam Lemak bebas merupakan komponen trigliserida yang dapat disabunkan.
Komponen non trigliserida pada minyak sawit kasar menyebabkan bau dan rasa tidak enak
pada minyak, berpengaruh terhadap warna minyak, dan mempercepat proses ketengikan
minyak. Oleh karena itu, kandungan komponen non trigliserida yang terlalu tinggi pada
minyak dapat mempersingkat umur simpan minyak (Ong et al., 1990). Berikut ini adalah
tabel dari komposisi trigliserida non-trigliserida dari minyak kelapa sawit.
a. Komponen Trigleserida
Tabel II.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit.

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat - 3-4

Asam kaproat - 3-7

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

Asam Miristat 1,1-2,5 46-52

Asam Palmitat 40-46 14-17

Asam Stearat 3,6-4,7 6,5-9

Asam Oleat 30-45 1-2,5

Asam Laurat - 12-19

Asam Linoleat 7-11 0,5-2


(Bailey , 1989)
Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil.
Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida, diglisrida
karbohidrat, turunan karbonidrat protein, beberapa bahan-bahan berlendir atau getah
(gum). Minyak kelapa sawit juga mengandung komponen pendukung seperti karotenoid
dan pigmen membentuk konstituen kecil kelapa sawit. Meskipun kurang dari 1 %, namun
memiliki peran penting dalam stabilitas dan kemampuan refinery minyak selain
meningkatkan nilai gizi minyak dan juga baik bagi ksehatan manusia. Karetonoid minyak
sawit mentah berisi antara 500 dan 700 ppm . Karotenoid terutama dibentuk dari α - dan β-
karoten, prekursor vitamin A. Karoten memiliki banyak manfaat kesehatan. a- karoten
merupakan salah satu bentuk karoten dengan cincin p pada ujung yang satu dan
cincin e-pada ujung yang lainnya. Diantara bentuk-bentuk karoten, a-carotene memiliki
kapasitas antioksidan yang paling kuat. Selain sebagai antioksidan juga dapat
mengurangi resiko kanker hati, paru-paru, pankreas, dan lambung. a-.carotene juga
merniliki potensi untuk mengurangi atheroslerosis di dalam arteri, begitu pula dengan
β- karoten. β-karoten dapat mengurangi resiko penyakit jatung, serta menjaga kesehatan
mataKarotenoid ini hancur pada suhu tinggi selama tahap deodorisasi. (Fereidoon, 2005).
Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan
proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali
senyawa yang disebut dengan senyawa tak tersabunkan tercantum dalam Tabel II.2
b. Komponen non-trigleserida
Tabel II.2 Komposisi Senyawa Yang Tak Tersabunkan Dalam Minyak Sawit.
Senyawa % Ppm
Karetonoida

α – Karotenoida 36,2 500-700

β – Karotenoida 54,4

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

ɣ - Karotenoida 3,3

Likopene 3,8

Xantophyl 2,2

Tokoperol
α – tokoperol 35

ɣ - tokoperol 35 500-800

δ – tokoperol 10

∑ + Ҕ + tokoperol 20
(Jakobsberg. 1969)

II.3 Overview Pengolahan Minyak Kelapa Sawit


II.3.1 Refinery Process
Minyak sawit mentah diekstrak secara komersial dengan menggunakan pelarut
(chemical process) atau menggunakan filter press (physic process) dari tandan buah segar.
Dan hasil esktrak minyak sawit yang berupa CPO dan CPKO masih mengandung moisture,
FFA, phospholipids, logam, warna dan bau. Oleh karena itu minyak sawit harus
dilakukan beberapa proses penyempurnaan untuk mengurangi impurities seperti warna,
rasa, bau dan FFA seperti Gambar II.3 agar produk yang dihasilkan stabil sebelum
digunakan untuk konsumsi langsung atau untuk dimakan. (Fereidoon, 2005).

Gambar II.3 Proses Pemurnian CPO secara Umum

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

II.3.1.1 Proses Dry Degumming


Pada proses pemurnian minyak di skala industri, biasanya proses degumming
dan bleaching dilakukan sekaligus untuk mengefisienkan proses. Proses dry
degumming bertujuan untuk menghilangkan komponen fosfolipid yang terdiri dari
phospatida, protein, resi, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam
lemak. Minyak sawit mentah didosis dengan asam fosfat (konsentrasi 80-85%) pada
tingkat konsentrasi 0,05-0,2% (dari minyak), dipanaskan sampai 90-110°C, dan diberi
waktu tinggal 15-30 menit. Tujuan dari asam fosfat adalah untuk mengendapkan
fosfatida nonhydrat yang tidak bisa diendapkan dengan air.
1. untuk menyerap kotoran yang tidak diinginkan seperti logam, kelembaban, insolubles,
dan bagian dari karotenoid dan pigmen lainnya
2. untuk mengurangi produk oksidasi
3. untuk menyerap fosfolipid diendapkan oleh asam fosfat

II.3.1.2 Proses Bleaching


Proses bleaching merupakan tahap lanjutan dari proses degumming atau sering
disebut proses pemucatan minyak. Degummed oil melalui tahap bleaching untuk
memisahkan pigmen yang terkandung dalam minyak menggunakan bahan aktif sehingga
warna minyak menjadi lebih cerah. Komponen tambahan dalam proses ini adalah
bleaching earth. Bleaching earth tersusun atas beberapa senyawa yaitu SiO2, Al2O3, air
terikat, ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida. Jumlah bleaching earth yang
ditambahkan adalah sekitar 0,3-1,2% dari laju alir minyak yang diproses. Minyak
kemudian disaring menggunakan filter guna memisahkan asam phosphat yang sudah
mengikat gum dan bleaching earth yang sudah mengikat pigmen minyak. Filter yang
digunakan dalam penyaringan adalah menggunakan filter khusus bertekanan yaitu pressure
leaves filters atau banyak disebut sebagai Niagara Filter dalam dunia industri. Bleaching
dilakukan di bawah tekanan vakum dari 20-25 mmHg dan pada suhu 95- 110 °C
dengan waktu retensi 30-45 menit agar mampu menurunkan viskositas minyak dan agar
proses penyaringan berjalan sempurna.

II.3.1.3 Proses Deodorisasi


Deodorisasi merupakan teknik pengurangan komponen volatile dalam minyak
yang menyebabkan minyak berbau serta bermanfaat dalam menghilangkan material

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

pengotor minyak yang mampu dihilangkan dengan pemanasan suhu tinggi. Kondisi
proses deodorisasi biasanya menggunakan suhu 220-260 oC dalam kondisi vakum sekitar
2 milibar. Proses deodorisasi terjadi dalam double wall packed column. Umumnya suhu di
atas 270 °C harus dihindari untuk meminimalkan hilangnya netral minyak, tokoferol /
tocotrienol, dan juga kemungkinan isomerisasi dan reaksi termokimia yang tidak
diinginkan. Dalam kondisi seperti itu dan dengan bantuan stripping uap, asam lemak
bebas, yang masih ada dalam minyak yang sudah di pre-treatment, disuling bersama-sama
seperti aldehid dan keton, yang tidak akan memberi bau, warma dam rasa yang tidak
diinginkan untuk minyak. Minyak masuk melalui bagian atas deodorizer dan mengalami
kontak dengan beberapa tray deodorizer sehingga minyak terhambur dan bagian volatile
minyak menguap yang kemudian ditangkap oleh vapour scrubber. Material yang
menguap ini disebut juga sebagai PFAD (palm fatty acid distillate). Minyak dari
hasil deodorisasi ini merupakan RBD Palm Oil. RBD Palm Oil ini memiliki kandungan
utama stearin dan olein.

II.3.2 Fractination Process (Winterisasi)


Fraksinasi adalah metode fisik yang berfungsi untuk memisahkan campuran
menjadi fraksi yang memiliki titik lebur rendah (RBD Olein) dan fraksi yang
memiliki titik lebur hingga ( RBD Stearin). Proses fraksinasi terdiri dari proses
kristalisasi yang diikuti dengan proses filtrasi. Produk yang dihasilkan dari proses
fraksinasi RBDPO adalah RBD Olein dan RBD. Olein merupakan fase cair minyak
sawit dalam suhu ruang, sementara stearin berbentu padat dalam suhu ruang. Proses ini
disebut sebagai wet fractionation karena memisahkan komponen minyak dengan teknik
pendinginan. Proses winterisasi ini terjadi dalam filter press. Minyak dilewatkan dalam
filter press secara horizontal. Saat melewati filter ini, stearin akan terperangkap dalam
kantong-kantong filter karena bentuknya yang padat saat pendinginan, sementara olein
menembus kantong filter yang permeabel terhadap olein. Hasil dari pemurnian minyak
sawit ini dihasilkan dua material komponen yang sangat berguna di masyarakat. Olein dan
stearin banyak digunakan dalam berbagai industri. Olein merupakan komponen edible
yang disebut sebagai minyak goreng untuk kebutuhan memasak. Sementara stearin
banyak digunakan untuk pembuatan shortening dan margarin.

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

II.4 Parameter Analisa Kualitas Minyak Kelapa Sawit


➢ Iodine Value (IV)
Pengujian IV menunjukkan derajat ketidakjenuhan minyak dan lemak Semakin
tinggi nilai IV minyak maka ikatan rangkap pada minyak semakin banyak sehingga
minyak tersebut bentuknya semakin cair/jernih dan tidak mudah berkabut. Sebaliknya,
semakin rendah IV maka semakin jenuh pada minyak, sehingga minyak memiliki
karakteristik yang mudah padat. Dengan demikian nilai ini dapat menjadi parameter dari
jumlah ikatan jenuh dan tak jenuh yang juga menjadi permasalahan pada produk minyak
goreng.
Prinsip pengujian nilai IV ialah titrasi iodometri metode Wijs, menggunakan
larutan Wijs (ICl, Iodine chloride) untuk bereaksi dengan ikatan rangkap pada ikatan tak
jenuh minyak dengan sebelumnya diberi pelarut yang cocok, yaitu cyclohexane.
Prosedur :
1. Ditambahkan 20 ml larutan campuran sikloheksana dengan asam asetat glasial
(1:1)
2. Ditambahkan lagi 25 ml larutan wijs (Icl), dikocok sampai semua minyak terlarut
dan bercampur dengan baik,ditutup Kemudian didiamkan selama 30 menit di
dalam ruang gelap
3. Ditambahkan 20 ml KI 15% dan ditambahkan juga dengan perlahan-lahan
40 ml aquades
4. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1009 N sampai mendekati titik akhir titrasi yaitu hingga
warna kuning hampir hilang, lalu ditambahkan indikator amilum 1%
5. Dilanjutkan titrasi sampai larutan tidak berwarna kemudian dicatat volume
Na2S2O3 0,1009 N yang digunakan hingga warna biru tepat menghilang
6. Dilakukan perlakuan yang sama untuk Blanko
Perhitungan :
𝑁 𝑥 (𝐴−𝐵)𝑥 12,69
IV = 𝑊

Dimana :
N = Normalitas Na2S2O3
A = Volume Na2S2O3 0,1 N dalam titrasi blanko
B = Volume Na2S2O3 0,1 N dalam titrasi sampel
W= Berat sampel (gram)
(SNI, 2013).

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

➢ Free Fatty Acid (FFA)


Uji FFA bertujuan untuk mengetahui prosentase asam lemak bebas yang tidak
terikat oleh senyawa trigliserida yang terdapat dalam minyak. Asam lemak yang dominan
dalam minyak sawit ialah asam lemak palmiat, laurat, dan oleat. Prinsip pengujian ini
adalah sistem penetralan dengan cara titrasi asam dan basa.
Semakin tinggi nilai FFA maka semakin rendah kualitas minyak, dikarenakan
proses hidrolisis yang terjadi pada minyak. Hal ini menyebabkan asam lemak bebas yang
tinggi, sehingga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan dan dapat menyebabkan serik
pada konsumen yang mengonsumsi minyak tersebut. Kebalikannya, apabila semakin
rendah nilai FFA maka semakin bagus kualitas minyak.
Prosedur Analisa :
1. Minyak yang akan dianalisis ditimbang dalam erlemenyer, dengan ketentuan berat :
▪ Crude Oil ± 0,1 gram
▪ Refined Oil ± 0,1 gram
▪ Fatty Acid ± 0,01 gram
2. Tambahkan 50 ml isopropil alkohol yang telah dinetralkan dengan cara
menambahkan 2-3 tetes Phenolptaelin dan dinitrasi dengan NaOH 0,1 N untuk
sampel Crude Oil dan Fatty Acid dan NaOH 0,02 N sampel Refined Oil sampai
sampai warna merah muda
3. Panaskan diatas hot plate selama ± 5-10 detik untuk menghomogenkan sampel
dengan pelarut
4. Tambahkan indikator PP 1% dan titrasi dengan NaOH seperti konsentrasi diatas
untuk masing masing sampel sampai warna merah muda yang muncul tidak hilang
Perhitungan :
𝑁 𝑥 𝑉 𝑥 25,6
% FFA = ; dinyatakan sebagai asam palmitat
𝑊
𝑁 𝑥 𝑉 𝑥 20
% FFA = ; dinyatakan sebagai asam larutan
𝑊
𝑁 𝑥 𝑉 𝑥 28,2
% FFA = ; dinyatakan sebagai asam oleat
𝑊

Dimana N adalah normalitas NaOH, V adalah volume NaOH (mL) dan W adalah
berat sampel
(SNI, 2013).

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

➢ Moisture (M) and Impurities (I)


Air dalam minyak tidak seharusnya ada karena dapat merusak produk (hidrolisis).
Untuk itu, dibutuhkan pengujian kadar air. Prinsip pengujian kadar air adalah dengan
menggunakan alat bernama Nier Infrared yang secara otomatis mengeluarkan berapa
angka yang diperoleh setelah dimasukkan sample minyaknya. Untuk cara manualnya dapat
dilakukan dengan alat hot plate. Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kualitas
minyak dan resiko minyak mengalami reaksi hidrolisis semakin besar. Sefangkan
pengukuan impurities bertujuan untuk mengetahui kotoran yang terdapat dalam CPO yang
berasal dari lingkungan maupun minyak itu sendiri. Prinsip pengujian ini adalah
penguapan air dalam minyak dengan cara memanaskan CPO di atas hot plate pada suhu
tertentu kemudian penyaringan impurities dengan menggunakan kertas saring.
Prosedur :
1. Panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu (130 ± 1) °C selama
kurang lebih 30 menit dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai
dengan 30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);
2. Masukkan 5 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1);
3. Panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan
meletakkan tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (130
± 1) °C selama 30 menit setelah suhu oven (130 ± 1) °C;
4. Tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam
desikator dan dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit sehingga
suhunya sama dengan suhu ruang kemudian timbang (W2);
5. Lakukan pekerjaan 3 dan 4 hingga diperoleh bobot tetap;
6. Hitung kadar air dan bahan menguap dalam contoh.
Perhitungan :
𝑊1−𝑊2
% M & I = 𝑊1−𝑊0

W0= adalah bobot pinggan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
W1= adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam
gram (g);
W2= adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam
gram (g)
(SNI, 2013).

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

➢ Peroxide Value (PV)


Pengujian PV bertujuan untuk mengetahui oksidasi tingkat pertama dari minyak
dan lemak yang dinyatakan dalam bilangan peroksida. Asam lemak tidak jenuh mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida yang berujung
pada kerusakan minyak, yaitu ketengikan akibat oksidasi. Prinsip pengujian ini adalah
titrasi dengan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) dengan indikator Amilum dan KI 10 %
sebagai reagen. Semakin tinggi PV maka semakin rendah kualitas minyak karena akan
menimbulkan ketengikan akibat adanya oksidasi pada minyak. Sebaliknya, semakin rendah
PV maka semakin bagus kualitas minyak.
Prosedur :
1. Timbang dengan teliti (5 ± 0,05) g contoh (W) kedalam Erlenmeyer asah 250 mL
yang kering;
2. Tambahkan 50 mL larutan asam asetat glasial-isooktan, tutup erlenmeyer dan
aduk hingga larutan homogen
3. Tambahkan 0,5 mL larutan kalium iodida jenuh dengan menggunakan pipet
ukur, kemudian kocok selama 1 menit;
4. Tambahkan 30 mL air suling kemudian tutup Erlenmeyer dengan segera. Kocok
dan titar dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir
hilang,kemudian tambahkan indikator kanji 0,5 mL dan lanjutkan penitaran, kocok
kuat untuk melepaskan semua iod dari lapisan pelarut hingga warna biru hilang;
5. Lakukan penetapan duplo;
6. Lakukan penetapan blanko;dan
7. Hitung bilangan peroksida dalam contoh.
Perhitungan :
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O2 per kg lemak yang dihitung
menggunakan rumus :
1000 𝑥 𝑁 𝑥 (𝑉0−𝑉1)
Bilangan peroksida (mek O2 / kg ) = 𝑊

Keterangan:
N= adalah normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N, dinyatakan dalam
normalitas (N)
Vo= adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran
contoh dinyatakan dalam mililiter (mL);
V1= adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

blanko,dinyatakan dalam mililiter (mL);


W= adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
(SNI, 2013).

➢ DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)


DOBI Merupakan nilai yang menyatakan tingkat kemudahan pemucatan dari CPO.
Nilai ini merupakan nilai yang didapatkan dari nilai perbandingan antara jumlah karoten
terhadap nilai kerusakannya (nilai oksidasi). Nilai DOBI secara signifikan
mengindikasikan kesegaran dari CPO. Semakin tinggi nilai DOBI dari suatu CPO
menyatakan bahwa jumlah senyawa karoten yang terkandung semakin besar dan jumlah
senyawa yang sudah teroksidasi sedikit. Sehingga minyak akan semakin mudah untuk
dilakukan reduksi warnanya. Pengukuran nilai Dobi ini dilakukan dengan menggunkan
spektrofotometri pada panjang gelombang 446 nm dan 269 nm. Panjang gelombang 446
nm merupakan panjang gelombang dari senyawa karoten dimana senyawa ini akan
menyerap sinar pada panjang gelombang tersebut. Sedangkan senyawa hasil oksidasi akan
menyerap pada panjang elombang 269 nm (SNI, 2013).

➢ Warna / Color
Warna merupakan parameter minyak yang nampak secara visual oleh konsumen.
Pengujian warna bertujuan untuk menentukan skala warna red dan yellow dari minyak.
Skala tersebut dilihat untuk menentukan atau menyesuaikan warna dan spesifikasi kualitas
minyak goreng dan menentukan effisinsi BE yang digunakan.
Prosedur :

1. Sampel dipanaskan untuk menghilangkan air dan zat-zat pengotor yang ada.
2. Tuang sampel kedalam sel lovibond pada ukuran sel yang tepat. Sel 5¼ inchi
untuk sampel normal, sel 1 inchi untuk sampel yang sangat gelap, dimana
melebihi 20 satuan merah jika sel yang digunakan adalah 5¼ inchi.
3. Hidupkan sumber cahaya dan lihat dengan lensa mata atur warna pada rak untuk
mencocokan warna pada sampel.
Hasil :
Lovibond color, s” cell : ( rR ) / ( yY ) / ( bB ) / ( nN )
dimana s ialah ukuran sel yang digunakan saat pengukuran, r ialah nomor pembacaan
untuk merah, y ialah nomor pembacaan untuk kuning, b ialah nomor pembacaan untuk biru

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

(jika perlu), n ialah nomor pembacaan untuk natural (jika perlu) (SNI, 2013).

➢ β-karoten
β-karoten merupakan senyawa alami yang terdapat dalam CPO yang memberikan
warna merah dan merupakan prekusor dari vitamin A. namun intensitas pigmen β -karoten
akan berkurang akibat tahapan pemucatan selama proses pengolahan minyak goreng. Nilai
karoten penting untuk dilakukan analisis karena dengan mengetahui nilai ini maka
kematangan buah pada saat diolah juga diketahui. Pada dasarnya nilai ini selaras dengan
nilai DOBI. Semkin besar nilai karoten maka minyak semakin segar, yang artinya minyak
belum mengalami oksidasi, kalaupun sudah teroksidasi dalam jumlah yang sedikit.
Adapun perhitungan dari nilai karoten ini sendiri adalah sebagai berikut :
25 𝑥 𝐴446 𝑥 393
Karoten = 𝑊 𝑥 100

Keterangan : A446 = nilai absorbansi pada bil. Gelombang 446


W = massa sampel
Prinsi pengujian ini adalah penentuan konsentrasi β-karoten dengan menggunakan
spektrofotometri pada X sebesar 446 nm (SNI, 2013).
Adapun Standart yang ditentukan oleh Indonesia adalah :
Tabel II.3 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 3471 : 2013
Parameter Satuan Persyaratan
Warna - Muda jernih
Bau - Normal
Kadar air %(b/b) Max 0,3
Asam lemak bebas (FFA) %(b/b) Max 0,3
Bilangan peroksida Meq/kg 2
Bilangan iodine (IV) g I2/g 45–46

II.5 Produk Pabrik Pemurnian Minyak Kelapa Sawit


Menurut Kementerian Perdagangan (2015), produk dari pemurnian minyak kelapa
sawit dapat dibagi atas :
a. Produksi minyak sawit olein dan stearin
Minyak sawit RBD diproses melalui fraksinasi untuk menghasilkan minyak cair
yang disebut olein RBD dan minyak padat yang disebut stearin RBD. Dalam proses

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(PT. WILMAR NABATI - DEPT. REFINERY & FRACTINATION)

fraksinasi, minyak sawit RBD dikristalisasi. Minyak kristalisasi kemudian disaring


melalui sebuah lapisan membran untuk memisahkan olein RBD dari stearin RBD. Olein
RBD, yang biasa disebut olein kelapa sawit, adalah minyak cair. Olein kelapa sawit
dapat digunakan sebagai minyak yang dapat dimakan biasanya untuk minyak masak
untuk digunakan oleh pabrik makanan, restoran dan penggunaan di rumah tangga.
Stearin RBD, biasanya disebut stearin kelapa sawit, adalah minyak padat yang
digunakan untuk zat lemak khusus atau Specialty Fats dan produk oleochemicals.

b. Pemrosesan minyak laurat (laurics oil) RBD


Minyak inti sawit mentah, olein inti sawit mentah, dan stearin inti sawit mentah
dimurnikan untuk menghasilkan berbagai jenis minyak laurat RBD seperti minyak inti
sawit RBD, olein inti sawit RBD dan stearin inti sawit RBD. Minyak laurik RBD
diproses lebih lanjut untuk menghasilkan zat lemak khusus atau Specialty Fats.

c. Produksi Specialty Fats (SFs)


Minyak sawit dan minyak inti sawit (dan beberapa minyak lain seperti minyak
kedelai dan minyak kelapa) dapat diproses dengan metode fraksinasi dan interesterifikasi
untuk menghasilkan minyak dan lemak dengan kegunaan berbeda. Minyak dan lemak
ini dapat dicampur, dimurnikan dan/atau didinginkan untuk menghasilkan produk
dengan properti yang berbeda. Produk Speciality Fats banyak digunakan dalam industri
pembuat makanan. Contohnya adalah konfeksioneri dan coklat, produk roti, biskuit, es
krim, makanan camilan, makanan beku, minyak goreng, topping kocok, krimer non-
susu, susu bubuk bayi, dll. Speciality fats dapat juga digunakan untuk industri non-
makanan seperti baja, obat, kosmetik, lilin dan seterusnya.

d. Produksi oleochemicals
Oleokimia diproduksi dari minyak nabati, minyak hewani dan lemak seperti
minyak sawit, stearin sawit, minyak inti sawit, minyak kelapa dan lemak sapi/domba
atau tallow. Produk oleokimia yang utamanya dipakai untuk pengunaan industri
termasuk sabun, asam lemak, alkohol lemak dan produk sampingan alami gliserin
murni. Proses produksi dimulai dengan memasukkan tipe minyak atau lemak yang
dibutuhkan ke dalam splitter plant, tempat proses hidrolisis dilakukan dan campuran
mentah dari asam lemak dan gliserin didapat untuk proses lebih lanjut.

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


DEPARTEMEN S1 TEKNIK KIMIA FTI-ITS II-14

Anda mungkin juga menyukai