EVALUASI KURIKULUM
FAKULTAS EKONOMI
T.A.2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Evaluasi Kurikulum ”. Dan juga kami berterima
kasih pada ibu Dra. Effi Aswita Lubis, M.Pd, M.Si dan Bapak Choms Gary GT Sibarani, SE,
M.Si, Ak.CA. Selaku dosen mata kuliah telaah kurikulum yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUHAN
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH...................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………..16
B. SARAN…………………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan
tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi menjadi
bagian integral dari kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari
tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi.
Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan bisa mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut
dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya evaluasi, kita dapat
menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back ) dalam memperbaiki dan
menyempurnakan kurikulum.
4
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
merupakan seperangkat rencana yang menjadi pedoman dan pegangan dalam proses
pembelajaran.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah penerapan prosedur ilmiah
untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang
sedang berjalan atau telah dijalankan. Atau, evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan
pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan
kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan
keefektifan kurikulum. Pada dasarnya, evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang
memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum.
B. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan
lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau
dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau
hubuungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “...a
racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm.7). Banyak orang tua
bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar
bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai
isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi
lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku
mereka yang terkenal Curicculum Development (1935), kurikulum... to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers (kurikulum terdiri dari semua
pengalaman anak di bawah bimbingan guru). Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih
jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm.22):
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of
study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under
the auspices or direction of the school.. (Definisi yang diterima secara umum kurikulum telah
berubah dari isi program studi dan daftar mata pelajaran dan kursus untuk semua pengalaman
yang ditawarkan kepada peserta didik di bawah naungan atau arah sekolah).
Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada
proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit
kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau
menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut
dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru,
berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai
upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang
mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967, hlm.130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum
yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman
7
hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti
itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkanatau mengantisipasi
hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran.
Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaa isi, kegiatan
belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan
hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ...a
structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, hlm.130).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, bebrapa ahli
memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara
mereka adalah Mac Donald (1965, hlm.3). Menurut dia sistem persekolahan terbentuk atas
empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching)
merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learnig)
merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh siswa sebagai respons terhadap kegiatan
mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan
berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction).
Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam
proses kegiatan belajar-mengajar.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau
pendidikan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan atau
penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan
pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau
bidang studi kurikulum.[8]
Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu: kurikulum
sebagai bidang studi, kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran), dan kurikulum sebagai
suatu sistem.
1. Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Kurikulum disini berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti
perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan
ilmu kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari
tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan kegiatan penelitian dan percobaan guna
menemukan hal-hal baru yang dapat memperkuat dan memperkaya bidang studi kurikulum.
2. Kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran)
Kurikulum sebagai substansi disini maksudnya adalah kurikulum berisi tujuan yang ingin
dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu
pengajaran. Suatu kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah disepakati dan di
setujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.
3. Kurikulum sebagai suatu sistem
Kurikulum sebagai suatu sistem maksudnya adalah kurikulum merupakan bagian atau
subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Hasil dari sistem
8
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi
bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.
9
efisien pada setiap program kegiatan pendidikan. Peranan evaluasi kurikulum khususnya dalam
penentuan kebijaksanaan pendidikan itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu:
1. Evaluasi sebagai moral judgment (penilaian) Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah
nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
berikutnya.
1. Evaluasi dan penentuan keputusan Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau
kurikulum itu sangatlah banyak, misalnya: guru, siswa, orang tua, kepala sekolah, para
pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu di atas membuat
keputusan sesuai posisinya. Besar kecilnya peranan keputusan yang diambil itu sesuai dengan
lingkup tanggungjawabnya, serta lingkup masalah yang dihadapinya. Misalnya siswa
mengambil keputusan sesuai dengan kepentingannya, apabila seorang siswa mendapat nilai
kurang baik, maka keputusan yang diambil adalah meningkatkan kualitas belajarnya.
Beberapa hasil evaluasi akan menjadi pertimbangan bagi pengambil keputusan (dalam
Muhammad Zaini, 2009: 146)
Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan belajar. Dengan
evaluasidapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan
belajar siswa. Berdasarkan informasi itu, sehingga dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu
sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan.
Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika Serikat dan
negara-negara lain, pengukuran yang berbentuk umum (publik) tersebut merupakan salah satu
model evaluasi dalam pendidikan. Menguji adalah mengevaluasi kemampuan
individu.Dengan adanya ujian-ujian tersebut, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang
menunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik ( bakat dan minat)
umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi daripada penguasaan kemampuan
yang lainnya.
Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik selama bertahun-tahun
ditentukan oleh kemampuan yang mengingat fakta-fakta. Kecenderungan ini bukan saja didasari
oleh teori psikologi lama, yang memandang bahwa otak yang lebih baik mampu menguasai fakta
lebih banyak, tetapi juga oleh keadaan masyarakat dimana buku-buku sumber (teks)
pengetahuan secara relative tidak berubah selama dua abad. Westmister shoter catechism
umpamanya digunakan sebagai buku teks disekolah-sekolah di Scotlandia abad 17 sampai 19.
Karena adanya berbagai kemajuan dalam masyarakat, maka dalam perkembnagan selanjutnya
jenis kemampuan mempunyai nilai yang lebih tinggi.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial, tetapi
juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Dalam dua dekade pertama dari abad 20 sejumlah
ahli psikologi dikumpulkan dalam satu komisi untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan
10
untuk menyeleksi setiap anak-anak yang akan masuk sekolah menengah yang tidak mampu
membayar uang sekolah. Kemudian tes tersebut juga digunakan sebagai alat bagi penentuan
kenaikan kelas serta sebagai saringan masuk . Pelaksanaan ujian-ujian tersebut sejalan dengan
anggapan masyarakat pada waktu itu, bahwa hanya sebagian dari penduduk yang mempunyai
kemampuan untuk menguasai pengetahuan pada suatu jenis sekolah atau pada jenjang sekolah
tertentu.
Sistem ujian yang mempunyai nilai historis ini digunakan untuk mengontrol efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan sekolah. Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek bergantung pada
pandangan yang menggunakannya. Sistem ujian yang dilaksanakan di atas, lebih banyak
digunkakan untuk mengukur atau menguji kemampuan individu (siswa). Untuk menilai
gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum,
pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman sekolah, penyusunan rancangan dan
pemeliharaan sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau
untuk mengukur kemampuan siswa digunakan siswa digunakan istilah examinatio atau
assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat
digunakan istilah evaluation.
Pelaksanaan penilaian kurikulum dapat dilihat juga pada konteks mikro yaitu tingkat
pembelajaran, di mana seorang guru akan menilai kurikulum pada aspek tujuan yang aktual,
organisasi materi dan cara penyampaian materi, metode yang dikembangkan serta media yang
dipakai dalam membantu kelancaran belajar siswa, sistem penilaian pembelajaran itu sendiri.
Maka pada konteks ini betul-betul bahwa evaluasi kurikulum memang harus dilaksanakan. Di
mana ujung akhir dapat dijadikan bahan atau masukan dalam menentukan kenaikan kelas pada
siswa.
Pada dasarnya evaluasi kurikulum dapat dipandang dari konteks mikro dan makro serta
fungsinya. Dari sudut pandang makro berarti evaluasi kurikulum ditujukan pada program
kurikulum secara keseluruhan dalam suatu institusi atau kelembagaan. Di mana prosesnya akan
terukur dari setiap penyuelenggaraaan program kurikulum untuk setiap mata pelajaran yang
dikembangkan dalam pembelajaran. Sedangkan dalam konteks mikro berarti evaluasi kurikulum
ditujukan pada upaya perbaikan pembelajaran pada tingkat kelas, di mana hasilnya dapat berupa
kualitas pembelajaran dan kualitas output atau keluaran hasil pembelajaran berupa keterampilan
dan kecapakan siswa.
11
Menurut Zainal Arifin (2009), terdapat sepuluh model evalusi kurikulum :
Model ini memandang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antar
tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik,
12
yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan. Teknik
evaluasinya meliputi tes dan non-tes. Model ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku
sebelum dan setelah pembelajaran sehingga dengan model ini guru perlu melakukan pre and
post-tes. Langkah – langkah yang harus ditempuh yaitu :
b.Menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan
dievaluasi
` Model ini menekankan sistem sabagai suatu keseluruhan dan merupakan penggabungan
dari beberapa model, seperti model countenance dari Stake; model CIPP (Context, Input,
Process, Product) dan CDPP yaitu (context, design, process, product) dari Stufflebeam; model
Scriven yang meliputi instrumental evaluation and consequential evaluation; model Provus yang
meliputi design, operation program, interim products, dan terminal products; model EPIC
(Evaluation innovative curriculum); model CEMREL (central Midwestern regional educational
laboratory) dari Howard Rusell dan Louis Smith; dan model Atkinson. Model stake
menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok, yaitu description yang terdiri dari dua aspek yaitu
intens (goals) dan observation (effect) dan judgement yang terdiri dari standart dan
judgement, dimana setiap hal tersebut terdiri atas tiga dimensi yaitu antecedent (context),
transaction (process), dan outcomes (output). Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan.
Tujuannya adalah untuk membantu pengembang kurikulum dalam membuat keputusan. Terdapat
4 jenis evalusi menurut model ini yaitu :
a.Context evaluation to serve planning decision, yaitu konteks evaluasi untuk membantu
administrator merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan, dan merumuskan tujuan
program.
c.Proses evaluation, to serve implementing decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk
membantu melaksanakan keputusan.
d.Product evaluation, to serve recycling decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk
membantu keputusan selanjutnya. Model ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan sebagai
masukan untuk membuat keputusan dalam rangka penyempurnaan sistem kurikulum secara keseluruhan.
13
Pendekatan yang digunakan adalah penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan
(PAP).
7.Model Brinkerhoff
Robert O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen – elemen yang sama, yaitu :
a.F i x e d v s E m e r g e n t E v a l u a t i o n D e s i g n
Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur
sebelum program dilaksanakan.
b.F o r m a t i v e v s S u m m a t i v e E v l u a t i o n ( M i c h a e l S c r i v e n , 1 9 6 7 )
Untuk dapat memahami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi formatif
berfungsi untuk memperbaiki kurikulum, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat
kemanfaatan kurikulum secara menyeluruh.
c.Desain eksperimental dan desain quasi eksperimental vs n a t u r a l i n q u i r i
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling,
memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil
percobaan dari suatu kurikulum. Dalam praktiknya, desain evaluasi ini agak sulit
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan
tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi
kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum,
15
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang
kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Adanya perbedaan penekanan dalam kurikulum mengakibatkan perbedaan dalam pola
rancangan dan dalam pengembangannya. Perbedaan- perbedaan dalam rancangan tersebut
mempengaruhi langkah-langkah implementasi selanjutnya.
Adapun peranan evaluasi kurikulum khususnya dalam penentuan kebijaksanaan
pendidikan itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu: evaluasi sebagai moral judgment, evaluasi dan
penentuan keputusan, serta evaluasi dan konpansus nilai.
Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan belajar. Dengan
evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar siswa.
Menurut Zainal Arifin, terdapat sepuluh model evaluasi kurikulum, yaitu: model Tyler,
model yang berorientasi pada tujuan, model pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel), model
Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach), model Evaluasi Sitem Pendidikan
(Educational System Evaluation Model), Model Alkin, model Brinkerhoff, model Illuminatif,
Model Responsif, dan model Studi Kasus.
B. Saran
Makalah ini kami buat dengan semampu kami dan kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran guna menjadi pertimbangan kami dalam penyusunan makalah dimasa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
16
http://arahpembelajaranbiologi.blogspot.com/2010/09/peranan-evaluasi-kurikulum-dalam-
ujian.html,
http://mudrik678.blogspot.com/2017/02/konsep-kurikulum-dalam-pendidikan.html
17