Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2

PENGGUNAAN OBAT SECARA BIJAK DALAM LAYANAN


KEFARMASIAN

Disusun oleh :
Ida Ayu Made Erma Ariningsih 218122104

Ignatia Erlita Pramujayanti 218122105

Maria Cyrilla Iglesia Adi N. 218122107

Veronika Susi Purwanti R. 218122108

Y.B. Arya Primantana 218122109

Sr. M. Karla Sumiyem 218122111

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan jumlah penduduk yang banyak dan memiliki latar belakang budaya,
agama, pendidikan, pekerjaan yang berbeda-beda. Latar belakang yang
berbeda ini bisa mempengaruhi penggunaan obat. Pengaruhnya dalam
penggunaan obat bisa mengarah ke hal yang positif seperti penggunaan obat
secara bijak, tetapi bisa juga ke arah yang negatif seperti ketidakpatuhan
pasien terhadap penggunaan obat yang benar.
Apoteker selaku tenaga kesehatan yang kompeten melaksanakan
pelayanan kefarmasian, diharapkan mampu memahami latar belakang dari
pasien sehingga mampu merencanakan penggunaan obat yang rasional bagi
pasien tersebut, serta memastikan pengawasan / pengawalan terhadap terapi
obat pasien, agar pasien bisa mendapatkan efek terapi maksimal dengan
sesedikit mungkin efek samping.
Selain itu Apoteker diharapkan mampu membangun komunikasi
dan hubungan / relasi yang baik dengan dokter selaku penulis resep, untuk
berkoordinasi menghadapi pasien dengan kondisi khusus. Semisal pasien
yang memerlukan terapi obat off label.
Informasi mengenai obat off label belum banyak diketahui dan
dipahami oleh tenaga kesehatan, baik dokter maupun apoteker. Peresepan
obat off label ini juga akan berdampak pada aturan etika peresepan obat
maupun biaya obat, apakah legal dan bisa ditanggung asuransi. Disamping
itu penggunaan obat secara off label untuk obat over the counter juga sering
terjadi. Oleh karena ini perlu adanya pemahaman mengenai obat off label
baik oleh dokter maupun apoteker.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah faktor yang mempengaruhi penggunaan obat, selain sistem
pelayanan kesehatan, peresepan, dispenser dan pasien, kemudian
bagaimana dampak kesehatan dan dampak sosio-ekonomi yang
ditimbulkan dari faktor yang mempengaruhi penggunaan obat terhadap
tersebut?
2. Bagaimana Penggunaan obat off label yang terjadi selama ini di
pelayanan kesehatan?
3. Apakah Strategi yang dapat dipilih untuk mengawal penggunaan obat off
label secara legal dan etis?
4. Apakah strategi yang dapat dipilih untuk mengatasi permasalahan yang
muncul akibat penggunaan obat off label?

C. Tujuan
1. Dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan
penggunaan obat
2. Dapat memaksimalkan pemilihan obat secara bijak dengan mengenali
faktor-faktor resiko sehingga pasien bisa memperoleh efek terapi
maksimal dengan seminimal mungkin efek samping yang muncul
3. Dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang obat-obat
off label terutama bagi Penulis Resep (Dokter) dan Apoteker
4. Dapat melaksanakan pengawasan / monitoring penggunaan obat off label
secara maksimal sehingga meminimalkan kemungkinan kemunculan
permasalahan baru
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan obat


Ada beberapa faktor sebuah obat digunakan atau dipilih dalam sebuah
terapi suatu penyakit. Faktor-faktor itu diantaranya adalah sistem pelayanan
kesehatan, peresepan, dispenser dan pasien. Tetapi ada juga faktor-faktor lain
selain keempat faktor tersebut. faktor lain itu diantaranya adalah faktor
ketersediaan dana/anggaran dan faktor psikologis dari penulis resep.
Faktor ketersediaan dana/anggaran untuk belanja obat. anggaran dana
yang terbatas bisa menimbulkan dampak kesehatan dan sosio-ekonomis.
Dampak kesehatan yang ditimbulkan dari faktor dana yang terbatas ini adalah
perencanaan pengadaan obat yang terbatas sehingga dapat menyebabkan
pengobatan menjadi tidak efektif dan efisien. Kemudian dampak sosio-
ekonomis dari faktor keterbatasan dana ini adalah pemasukan/pendapatan
rumah sakit menurun/berkurang.
Faktor psikologis penulis resep dikarenakan rasa gengsi dari penuilis
resep bila pasiennya tidak mengalami kesembuhan (sehingga membuat penulis
resep melakukan polifarmasi). Faktor ini secara kesehatan dapat merugikan
pasien karena interaksi antar obat dan efek samping obat yang ditimbulkannya.
Kemudian dampak sosio-ekonomisnya adalah biaya pengobatan yang harus
ditanggung pasien membengkak/tinggi.

B. Identifikasi Kategori Obat Off Label


Obat off label adalah obat yang digunakan di luar indikasi yang telah
disetujui oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini adalah Badan POM,
dibutuhkan suatu proses pembuktian terkait efikasi serta resiko efek samping
yang ditimbulkan ketika obat tersebut digunakan untuk tujuan terapi tertentu.
Meskipun obat off label sudah terbukti secara klinis, tetapi indikasi obat ini
belum mendapatkan approval dari lembaga yang berwenang, oleh karena itu
apabila obat tersebut menimbulkan efek yang tidak diinginkan, produsen obat
tidak bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Berikut ini tiga contoh obat off
label yang sering digunakan.
1. Metformin
Metformin merupakan obat golongan biguanid yang banyak digunakan
sebagai terapi untuk pasien DM tipe 2. Saat ini metformin banyak digunakan
sebagai terapi off label Polycystic Ovarian Syndrome atau PCOS. Pada
wanita dengan PCOS terjadi ketidakseimbangan hormon, yang erat
kaitannya juga dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin perifer dan
obesitas. Salah satu mekanisme kerja metformin yang berhubungan dengan
penggunaannya dalam terapi infertilitas pada wanita adalah karena
metformin dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin,
sehingga berpotensi mengurangi resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
Selain itu, metformin secara signifikan dapat mengurangi indeks massa
tubuh pada wanita dengan PCOS (Dewi, P., 2020).
2. Domperidon
Domperidon merupakan antagonis reseptor dopamin D2 dengan
kegunaan klinis sebagai terapi refluksgastroesofageal, mual muntah,
maupun dispepsia kronis. Selain itu, saat ini domperidone juga sering
digunakan untuk meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Pada proses
laktasi, hipotalamus mensekresikan prolactin-inhibiting hormone (PIH)
yang dikenal sebagai neurotransmitter dopamin dan prolactin-releasing
hormone (PRH). Sekresi kedua hormon tersebut berpengaruh pada sekresi
hormon prolaktin. Domperidone bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamin. Hambatan neurotransmitter dopamin di otak mampu mensupresi
produksi PIH, sehingga sekresi PIH menurun dan produksi hormon
prolaktin meningkat. Hal tersebut memberikan dampak positif terhadap
peningkatan sekresi sel epitel alveolar, dan merangsang peningkatan sekresi
ASI.
3. Siproheptadin Hidroklorida
Siproheptadine merupakan antihistamin generasi pertama yang
memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis serotonin yang digunakan
sebagai pengobatan gejala alergi. Saat ini Siproheptadin banyak digunakan
untuk menstimulasi nafsu makan. Antagonisme serotonin pada pusat nafsu
makan hipotalamus dapat menjelaskan kemampuan siproheptadin untuk
merangsang nafsu makan.

C. Strategi Pengawalan Penggunaan Obat Off Label


Penggunaan obat off label di pelayanan kesehatan selama ini
merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Obat dengan indikasi yang tidak
disampaikan secara resmi oleh otoritas cukup banyak, sementara itu penelitian-
penelitian terhadap khasiat obat terus berkembang. Bersamaan dengan
kebutuhan prescriber untuk memberikan obat pada pasien sesuai dengan
penelitian terkini ataupun sesuai dengan informasi yang beredar di masyarakat
kesehatan walaupun indikasinya belum secara resmi dinyatakan oleh otoritas
yang berlaku. Melihat kondisi demikian, strategi apa yang dapat dilakukan
untuk mengawal penggunaan obat off label secara legal dan etis? Kita akan
lihat dari beberapa hal yang terkait dengan penggunaan obat off label kepada
pasien.
Ditinjau dari aspek legal, penggunaan obat off label ini perlu menjadi
perhatian serius dari berbagai stakeholder. Baik dari prescriber, dispenser,
pasien maupun manajemen dari fasilitas kesehatan. Salah satu regulasi yang
mengatur tentang penggunaan obat dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Dalam pembahasan tentang Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai maupun pada pembahasan tentang
Pelayanan Farmasi Klinik, penggunaan obat termasuk dalam Drug
Management Cycle. Walaupun belum ada pembahasan secara spesifik terkait
obat off label pada regulasi, namun secara umum dinyatakan bahwa dalam
pemilihan obat dan penggunaan obat, rumah sakit mempertimbangkan aspek
efektifitas dan keamanannya, dan mengacu pada pengobatan berbasis bukti
(evidence based medicine). Sehingga dalam implementasinya, penggunaan
obat off label menjadi salah satu obat yang menjadi pertimbangan untuk
diberikan oleh prescriber dalam upaya tercapainya luaran klinik pasien yang
lebih baik (kesembuhan atau mencegah perburukan kondisi pasien). Misalnya
untuk pasien Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), dokter memberikan
Metformin sebagai pertimbangan sesuai dengan cara kerja obatnya yang
relevan untuk penyakit tersebut.
Ditinjau dari aspek etis, terutama dari sisi pasien, penggunaan obat off
label perlu dikawal dengan informasi yang adekuat kepada pasien dari
prescriber maupun dispenser. Dalam hal ini peran apoteker sangat penting
pada penyampaian informasi tentang fungsi obat yang diberikan kepada
pasien. Pasien yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap akan mudah
mempertanyakan obat yang fungsinya diketahui secara umum memiliki
khasiat yang berbeda dengan penyakit yang dideritanya, mengingat saat ini
pasien sangat mudah mengakses informasi dari media sosial. Sehingga fungsi
obat secara spesifik untuk pasien harus diinformasikan dengan lengkap dan
jelas.

D. Strategi untuk Mengatasi Permasalahan yang Muncul Akibat


Penggunaan Obat Off Label
Penggunaan obat off label tidak dapat dipungkiri dapat terjadi dalam
layanan kesehatan pada pasien, jika dalam terapi obat tersebut memang
diperlukan. Permasalahan yang muncul akibat penggunaan obat off label dapat
diminimalkan dengan pemberian informasi yang lengkap dan jelas kepada
pasien. Mulai dari penyakit yang dialami sampai dengan tujuan pemberian obat
yang secara spesifik diberikan untuk kasus yang dialami. Komunikasi dua arah
akan mengoptimalkan pemahaman dari pasien dan diharapkan akan
meningkatkan kepatuhan dalam minum obat sesuai dengan regimen yang
diberikan untuk luaran klinik pasien yang akan dicapai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tantangan Apoteker dalam melaksanakan layanan kefarmasian semakin
banyak, baik dengan sesama tenaga kesehatan maupun dengan pasien. Kemajuan
teknologi dalam berbagai bidang, mendukung pelaksanaan penelitian dan
pengembangan obat-obatan sehingga fungsi obat dapat dimaksimalkan. Selain
itu kemajuan di bidang informasi membuat masyarakat diserbu berbagai macam
berita dan bisa mengakses informasi secara mudah, tetapi informasi yang
diperoleh bisa berupa hoax atau berita palsu. Oleh karena itu, Apoteker harus
terus menerus mengembangkan dan mempelajari ilmu kefarmasiam sesuai
bidang tugasnya supaya dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya
penggunaan obat yang rasional di masyarakat.
B. Saran
1. Adanya komunikasi yang terbuka antara Apoteker dan Dokter.
2. Adanya lebih banyak situs-situs atau website resmi yang menginformasikan
tentang obat yang bisa diakses gratis oleh masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Suharjo, S. Rahmadani, S., Arianto, C., dan Puspitasari, A., 2018. Peningkatan
Kompetensi dan Pengetahuan Apoteker terhadap Obat Off Label Melalui
Workshop dan Training. Jurnal Layanan Masyarakat Universitas Airlangga.
Surabaya. 2(2) 52-55
Dewi, P., 2020. Pendekatan Terapi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS).
Continuing Professional Development. Denpasar. 47(9). 703-705.
Carrey, M., dan William, V., 2016. Domperidone untuk Meningkatkan Produksi Air
Susu Ibu (ASI). Continuing Professional Development. Jakarta. 43(3). 225-227.
Embrey, M.,2012. Managing Drug Supply/ MDS 3 :Managing Access to Madecines
and Health Technology. Management Sciences For Health, Inc.
Mentri Kesehatan RI., 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai