Bank Indonesia
Bank Indonesia
Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Andhika Ryzalfi
Email : dikzarsenal11@gmail.com
Telp : 087715205046
Afiliasi : -
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SILIWANGI
BANDUNG
2019
ABSTRAK
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang
sangat vital dalam kehidupan perekonomian nasional karena kebijakan-
kebijakan yang ditempuh oleh BI akan memiliki dampak yang langsung
dirasakan oleh masyarakat. BI, yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1953,
telah lebih dari setengah abad melayani kepentingan bangsa. Namun,
masih banyak masyarakat yang tidak mengenal BI, apalagi memahami
kebijakan-kebijakan yang pernah diambilnya, sehingga seringkali terjadi
salah persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat sering memberikan
penilaian negatif terhadap BI karena tidak cukup tersedianya data atau
informasi yang lengkap dan akurat yang dapat diakses dan dipahami
dengan mudah oleh masyarakat.
B. Metodologi
5
Dhian Indah, Dharu Triasih dan Agus Syaiful Adib, “Kewenangan Bank Indonesia Dalam
Melakukan Fungsi Pengawasan Pada Lembaga Keuangan Bank Pasca Lahirnya UU No 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”, 2015, hal : 224
Di dalam Penjelasan Pasal 69 ayat (1) huruf (a) UU OJK
menegaskan bahwa tugas BI dalam mengatur dan mengawasi bank yang
dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan
dengan microprudential. Sedangkan BI tetap memiliki tugas pengaturan
perbankan terkait macroprudential. Berkaitan dengan hal ini, jelas bahwa
tugas pengaturan perbankan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara
independen oleh OJK karena pengaturan microprudential dan
macroprudenti akan sangat berkaitan. Dalam pengaturan tersebut kita juga
dapat melihat bahwa OJK masih memiliki hubungan khusus dengan BI
terutama dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, bagaimanapun BI
sebagai bank sentral, dimana sebelum diterbitkannya UU OJK dan
pengalihan pada akhir Desember 2013, mengemban dan melaksanakan
tugas pengaturan dan pengawasan bank dan memiliki pengalaman lebih
lama dalam mengatur dan mengawasi perbankan sehingga masukan
pengaturan yang disampaikan oleh BI akan memiliki pengaruh yang besar
dalam pengaturan yang dilakukan oleh OJK. Selain itu hubungan khusus
antara OJK dengan BI lainnya dapat dilihat dari Pasal 41 ayat 2 UU OJK,
dimana OJK menginformasikan kepada BI untuk melakukan langkah-
langkah yang diperlukan terkait dengan kesulitan likuiditas atau
memburuknya kesehatan pada bank. Yang dimaksud dengan langkah-
langkah tersebut yaitu pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek
dalam menjalankan fungsi BI sebagai lender of resort. Berdasarkan hal
tersebut, maka bila bank mengalami kesulitan likuiditas atau
memburuknya kesehatan bank, maka BI dapat memberikan kredit kepada
bank dengan jaminan dan mudah dicairkan. Dengan demikian, tidak
dipungkiri bahwa keberadaan BI sebagai lender of resort masih sangat
diperlukan di sektor perbankan dan OJK nantinya masih akan bergantung
kepada BI khususnya yang terkait dengan penyelamatan bank.
6
Elvis F. Purba, Ridhon MB Simangunsong, “Uang dan Lembaga Keuangan”, Medan :
Universitas HKBP Nommansen, 2005, hal. 87-91
a. Operasi pasar terbuka
b. Cadangan wajib minimum
c. Fasilitas diskonto
d. Bujukan moral
1. Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka merupakan operasi moneter Bank
Sentral yang amat populer. Kebijakan ini dilakukan Bank Sentral
erat kaitannya dengan pengaturan jumalah uang yang beredar,
khususnya MI (jumlah uang kartal dan giral). Operasi ini
dilaksanakan dengan cara memperdagangkan surat-surat berharga
melalui bank-bank umum di pasar uang dengan harga yang
menarik. Operasi pasar terbuka dilaksanakan oleh Bank Sentral
dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga yang
diterbitkannya. Biasanya Bank Sentral bertindak sebagai pembeli
surat-surat berharga, misalnya obligasi negara dan surat pengakuan
hutang Bank Sentral di pasar, apabila jumlah uang yang beredar
ingin ditambah. Ini adalah kebijakan “easy money policy”.
Sebaliknya Bank Sentral bertindak sebagai penjual apabila
dikehendaki jumlah uang yang beredar perlu dikurangi. Dalam hal
ini pemerintah ingin melaksanakan “tight monetery policy” (TMP).
Kebijakan uang ketat antara lain dilakukan dengan menaikan COR
(cut off rate) Sertifikat Bank Indonesia. Melalui ini laju
pertumbuhan uang primer berkurang dan pada gilirannya
diharapkan memperlambat laju pertumbuhan uang beredar dan laju
inflasi. Dengan penjualan surat-surat berharga maka uang yang
beredar dalam masyarakat akan tersedot ke dalam bank dan
pembelian surat-surat berharga akan menyedot uang dari bank
kedalam masyarakat.
Dua instrumen operasi pasar terbuka yang cukup dikenal adalah
sertifikat Bank Indonesia (sejak 1 Februari 1984) dan surat
berharga pasar uang (sejak 1 februari 1985). Kedua surat berharga
itu diharapkan mampu merangsang dunia perbankan untuk lebih
nyata dengan dasar kemampuan untuk menghimpun dana
masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk investasi.
Operasi pasar terbuka dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
a. Depensif
Operasi pasar terbuka yang bersifat defensif dilaksanakan oleh
Bank Indonesia dengan tujuan untuk menjaga agar faktor-
faktor lain, seperti perubahan cadangan emas atau uang beredar
di luar bank, tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam
posisi cadangan bank-bank. Jadi dengan cara ini operasi pasar
terbuka tidak seluruhnya bertujuan menurunkan atau
menaikkan uang inti atau cadangan bank-bank.
b. Dinamis
Operasi pasar terbuka yang dinamis ialah tindakan yang dengan
sengaja merubah jumlah uang inti dan cadangan bank-bank
sehingga kebijakan moneter mempunyai dampak terhadap
sektor finansial dan seterusnya kepada ekonomi, dan inilah
dampak yang paling terpenting. Lazimnya, jika orang
membicarakan operasi pasar terbuka, dalam benak mereka akan
terbayang usaha yang sengaja untuk merubah cadangan bank-
bank.
Penjualan atau pembelian surat-surat berharga pemerintah
dalam operasi pasar terbuka dapat mencetuskan dampak :
a. Merubah jumlah uang yang dijadikan cadangan bank-bank
b. Mempunyai dampak terhadap harga dan imbalan surat-surat
berharga tertentu yang diperjualbelikan.
c. Dampak terhadap harapan masyarakat mengenai harga dan
imbalan surat-surat berharga di masa yang akan datang.
2. Pengambilan keputusan
2013-2018 Agus Martowardojo
2010-2013 Darmin Nasution
Oktober, 2019)
2008-2009 Boediono
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
1998-2003 Syahril Sabirin
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
1988-1993 Adrianus Mooy
1983-1988 Arifin Siregar
1973-1983 Rachmat Saleh
1966-1973 Radius Prawiro
1960-1963 Mr. Soemarno