Anda di halaman 1dari 17

BANK INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Lembaga Ekonomi Umat”
Dosen Pengampu : Dr. Nandang Ihwanudin, M.E.Sy

Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Andhika Ryzalfi
Email : dikzarsenal11@gmail.com
Telp : 087715205046
Afiliasi : -

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SILIWANGI
BANDUNG
2019
ABSTRAK
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang
sangat vital dalam kehidupan perekonomian nasional karena kebijakan-
kebijakan yang ditempuh oleh BI akan memiliki dampak yang langsung
dirasakan oleh masyarakat. BI, yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1953,
telah lebih dari setengah abad melayani kepentingan bangsa. Namun,
masih banyak masyarakat yang tidak mengenal BI, apalagi memahami
kebijakan-kebijakan yang pernah diambilnya, sehingga seringkali terjadi
salah persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat sering memberikan
penilaian negatif terhadap BI karena tidak cukup tersedianya data atau
informasi yang lengkap dan akurat yang dapat diakses dan dipahami
dengan mudah oleh masyarakat.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan


dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan
dalam undang-undang. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban
untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari
pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank


Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas
moneter secara lebih efektif dan efisien.

Kata kunci : BI, Sejarah, Fungsi, Tugas


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik


Indonesia sesuai Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia[2]. Sebelum dinasionalisasi sesuai Undang-Undang Pokok
Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, bank ini bernama De Javasche Bank
(DJB) yang didirikan berdasarkan Oktroi pada masa pemerintahan Hindia
Belanda.[3] Sebagai bank sentral, BI mempunyai tujuan tunggal, yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah
ini mengandung dua dimensi, yaitu kestabilan nilaimata uang terhadap
barang dan jasa domestik (inflasi), serta kestabilan terhadap mata uang
negara lain (kurs).[4]

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang


merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga tugas ini adalah:

1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta

3. mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. [5][6]

Ketiga tugas tersebut dijalankan secara terintegrasi agar tujuan


mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi perbankan
dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan
mengawasi perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada
aspek makroprudensial sistem perbankan[6].

BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk


mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang diketuai oleh
seorang Gubernur Bank Indonesia. Sejak 24 Mei 2018, Perry
Warjiyo menjabat sebagai Gubernur BI menggantikan Agus Martowardojo

B. Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


hukum normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-
undangan, jurnal-jurnal ilmiah, dan literatur. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pada tahun 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah
Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan
mengedarkan uang. Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank
Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan
fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di
bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran.1 Di samping itu,
Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan
Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh
DJB sebelumnya. Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank
Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank
sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial.
Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas
membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran
produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna
meningkatkan taraf hidup rakyat. Tahun 1999 merupakan Babak baru
dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang
menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2004, Undang-Undang
Bank Indonesia diamendemen dengan fokus pada aspek penting yang
terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk
penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
Amendemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan
nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses
perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank
Indonesia.
B. Dasar Hukum Pendirian
Pendirian Bank Indonesia didahului oleh proses nasionalisasi De
Javasche Bank NV (DJB) yang dilakukan pada Desember 1951
berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1951 Tentang
Nasionalisasi De Javasche Bank NV.[7][8] Setelah DJB dinasionalisasi,
Republik Indonesia mendirikan Bank Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-Undang
Pokok Bank Indonesia yang disahkan pada 19 Mei 1953, diumumkan 2
Juni 1953, dan mulai berlaku pada 1 Juli 1953. [8]Tanggal berlakunya UU
tersebut diperingati juga sebagai hari lahir Bank Indonesia. Selain itu, di
dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Bank Indonesia didirikan untuk
bertindak sebagai bank sentral Indonesia.[8] Dalam perjalanannya, peran
bank Indonesia mengalami perubahan sesuai dengan dinamika ekonomi,
1
Wikipedia, “Bank Indonesia” (https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia, Diakses pada 09
Oktober, 2019)
sosial dan politik baik nasional maupun global. Sejalan dengan itu, UU
yang menjadi dasar hukum eksistensi Bank Indonesia mengalami
pergantian dan penyempurnaan. UU saat ini yang menjadi dasar hukum
Bank Indonesia adalah UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia (yang telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir
dengan UU No. 6 Tahun 1999). Tidak hanya pada tataran UU, perubahan
mendasar juga terjadi pada tataran konstitusional. Amandemen Keempat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), menyisipkan satu pasal baru, 23D, yang berbunyi, " Negara
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab dan independensinya diatur dengan Undang-Undang."

C. Fungsi, Tugas dan Wewenang Bank Sentral


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Bank Indonesia (Undang-Undang Bank Indonesia) Pasal 4 bahwa
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Lebih lanjut
Pasal 7 UU tersebut menjelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.2 Kestabilan nilai
Rupiah itu terdiri atas dua aspek yaitu, pertama, kestabilan terhadap
barang dan jasa, kedua, kestabilan terhadap mata uang negara lain (kurs).
Kestabilan nilai Rupiah terhadap barang dan jasa tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sedangkan kestabilan nilai Rupiah terhadap
mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar (kurs)
Rupiah terhadap mata uang negara lain. Penetapan tujuan memelihara
stabilitas nilai Rupiah memberikan batas tanggung jawab yang jelas bagi
Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dan dalam menetapkan
sasaran yang harus dicapai. Untuk mewujudkan tujuan dalam mencapai
dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Undang-Undang Bank Indonesia
Pasal 8 menjelaskan bahwa Bank Indonesia mempunyai tiga tugas sebagai
berikut:
a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c) mengatur dan mengawasi bank.
Tugas pertama adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter. Tugas ini diarahkan dalam rangka mengendalikan jumlah uang
yang beredar dan /atau suku bunga agar dapat mendukung pencapaian
tujuan kestabilan nilai uang, sekaligus mendorong perekonomian nasional.
Dalam melaksanakan tugas kebijakan moneter, bank sentral senantiasa
memantau perkembangan dan kecenderungan berbagai variabel ekonomi
makro, moneter, dan keuangan. Bank sentral juga senantiasa melakukan
koordinasi dengan Pemerintah agar terjadi kerjasama yang padu antara
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal serta kebijakan ekonomi makro
lainnya. Hasil analisis dan pemantauan digunakan oleh bank sentral dalam
2
Herlan Firmansyah dan Wiji Purwanta, Buku Panduan Guru Ekonomi SMA\MA Muatan
Kebanksentralan, Jakarta : Bank Indonesia, 2014, hal. 60-62
melaksanakan kebijakan moneternya, baik melalui pengendalian jumlah
uang beredar maupun suku bunga. Tugas kedua adalah mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, yang mencakup sekumpulan
kesepakatan, aturan, standar, dan prosedur yang digunakan dalam
mengatur per edaran uang. Sistem pembayaran dapat berlangsung, baik
secara tunai maupun nontunai. Sistem pembayaran tunai menyangkut
pencetakan dan pengedaran uang agar jumlah, denominasi, kelayakan,
ataupun keamanan uang sebagai alat pembayaran yang sah dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan berbagai aktivitas
ekonomi. Adapun sistem pembayaran nontunai menyangkut peredaran
uang yang pada umumnya dalam bentuk giral dan produk-produk
perbankan lainnya, baik melalui proses kliring antarbank, kartu kredit,
ataupun anjungan tunai mandiri (ATM). Tugas ketiga adalah mengatur dan
mengawasi perbankan. Peran penting perbankan terutama terletak pada
fungsinya sebagai lembaga kepercayaan dalam memobilisasi dana
masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan alternatif
pembiayaan lainnya untuk dunia usaha. Perbankan mempunyai peran vital
dalam pelaksanaan kebijakan moneter karena sebagian besar peredaran
uang dalam perekonomian berlangsung melalui perbankan. Aktivitas
perbankan sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan sistem
pembayaran, karena peredaran uang ataupun pelaksanaan sistem
pembayaran nontunai pada umumnya melalui perbankan. 3 Dengan kata
lain, pelaksanaan tugas kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan
pengaturan perbankan saling terkait dan saling mendukung dalam
pencapaian tujuan kestabilan nilai Rupiah yang menjadi tujuan dan
tanggung jawab bank sentral. Dengan pertimbangan tersebut, wajar
apabila aktivitas perbankan pada umumnya diatur dan diawasi secara ketat
oleh bank sentral. Bentuk pengaturan dan pengawasan perbankan
mencakup perizinan, penerapan prinsip kehati-hatian, pengawasan, baik
secara langsung di perbankan maupun secara tidak langsung melalui
pemantaun laporan, dan pengenaan sanksi atas pelanggaran terhadap
ketentuan yang berlaku. Dengan cara itu, kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi untuk
mendukung perekonomian nasional dapat tetap terjaga dan terpelihara.
Pelaksanaan ketiga tugas di atas saling terkait dalam mencapai kestabilan
nilai Rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
andal. Sementara itu, untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien,
cepat, aman, dan andal tersebut diperlukan sistem perbankan yang sehat.
Sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter
sebab pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem
perbankan.
Adapun wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang dalam
rangka melaksanakan tiga tugas di atas adalah sebagai berikut.
3
Herlan Firmansyah dan Wiji Purwanta, Buku Panduan Guru Ekonomi SMA\MA Muatan
Kebanksentralan, Jakarta : Bank Indonesia, 2014, hal. 62-63
a. Wewenang terkait dengan tugas menetapkan dan me laksanakan
kebijakan moneter meliputi:
1) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju
inflasi,
2) melakukan pengendalian moneter dengan tidak terbatas pada operasi
pasar tebuka di pasar uang, baik Rupiah maupun valuta asing; dan
3) menetapkan tingkat diskonto, menetapkan cadangan minimum, dan
mengatur kredit atau pembiayaan.
b. Wewenang terkait dengan tugas mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran meliputi:
1) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
2) mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
menyampaikan laporan kegiatannya; dan
3) menetapkan penggunaan alat/instrumen pembayaran.
c. Wewenang terkait dengan tugas mengatur dan mengawasi bank,
meliputi:
1) menetapkan peraturan;
2) memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari bank;
3) mengawasi bank, baik secara individual maupun sebagai sistem
perbankan; dan
4) mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

D. Kedudukan Bank Indonesia


Bank Indonesia mempunyai kedudukan khusus dalam Undang-
Undang Dasar 1945, yang selamanya diatur dengan undang-undang
tersendiri. Undang-undang yang mengatur Bank Indoenesia (Bank Sentral)
yang masih berlaku sekarang adalah UU No. 13 \1968 tentang Bank
Sentral.
Kedudukan Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sebagai Lembaga Negara
Dalam penjelasan UU No. 13\1968 dinyatakan bahwa Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral diberikan status sebagai “Lembaga Negara” non
departemen dengan tugas membantu Presiden dalam melaksanakan
kebijaksanaan moneter. Ini berarti Bank Indonesia dalam menjalankan
tugas-tugasnya di bidang moneter harus berdasarkan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Sebagai Bank Sentral
Dalam pasal 1 UU No. 13\1968 telah ditetapkan bahwa Bank
Indonesia adalah sebagai Bank Sentral. Tugas pokoknya adalah
membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara nilai
rupiah (pasal 7). Di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia
mempunyai hak tunggal untuk menerbitkan dan mengedarkan uang
kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh
wilayah Indonesia (pasal 26). Dalam hubungan dengan keuangan
pemerintah dan memberikan jasa pelayanan perbankan kepada
pemerintah (pasal 34).
3. Sebagai Badan Hukum Publik
Dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 13\1968 dinyatakan bahwa Bank
Indonesia milik negara dan merupakan badan hukum yang berhak
melakukan tugas dan usaha berdasarkan undang-undang.

E. Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara yang Independen

Pengaturan independensi BI telah ditetapkan dalam Undang-


undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004.4 Sesuai Undang-undang, BI
adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain.
Tujuan BI difokuskan pada kestabilan nilai rupiah dengan tugas-tugas
kebijakan moneter, sistem pembayaran dan perbankan. Demikian pula,
kewenangan dan akuntabilitas BI telah diatur secara jelas dalam undang-
undang. Independensi kelembagaan ini bukan berarti bahwa BI adalah
suatu negara karena independensi dimaksud hanya terbatas pada tugas dan
wewenang yang ditetapkan dalam undang-undang. BI tetap tunduk pada
segala ketentuan hukum di Indonesia atas hal-hal yang bukan merupakan
cakupan tugas dan wewenang yang diatur dalam undang-undang BI.

Pengawasan yang dilaksanakan BI terhadap bank dapat berupa :

1. pengawasan langsung/pemeriksaan, yaitu berbentuk pemeriksaan yang


disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, dalam pe-ngawasan
langsung, otoritas pengawasan bank ingin meyakini kondisi bank secara
langsung berdasarkan data dan dokumen yang dipe-lihara oleh bank,
sekaligus menguji kebenaran dan konsistensi pembuatan laporan yang
disampaikan kepada otoritas pengawasan bank.

2. Pengawasan tidak langsung, yaitu suatu bentuk pengawasan dini


melalui penelitian analitis, dan evaluasi laporan bank. Dalam pengawasan
tidak langsung, otoritas moneter mengawasi kondisi bank secara
individual, kelompok, maupun keseluruhan dengan menelaah berbagai
laporan yang disampaikan oleh perbankan. Pembentukkan lembaga baru
dalam bidang pengawasan tentu akan berdampak bagi Bank Indonesia
dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, sesuai
dengan ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 3
4
Elvis F. Purba, Ridhon MB Simangunsong, “Uang dan Lembaga Keuangan”, Medan :
Universitas HKBP Nommansen, 2005, hal. 83-84
Dhian Indah, Dharu Triasih dan Agus Syaiful Adib, “Kewenangan Bank Indonesia Dalam
Melakukan Fungsi Pengawasan Pada Lembaga Keuangan Bank Pasca Lahirnya UU No 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”, 2015, hal : 223
Tahun 2004, berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam melakukan
tugasnya, OJK melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BI sebagai
bank sentral yang akan diatur dalam Undang-undang dan OJK. OJK
mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pengawasan bank dan koordinasi dengan BI dan meminta penjelasan dari
BI keterangan dan data makro yang diperluan (penjelasan Pasal 34
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004). Tugas dan wewenang OJK dalam
hal pengawasan perbankan hanya berkaitan dengan aspek micoprudential
seperti kelembagaan, kegiat-an usaha, dan penilaian tingkat kesehatan.
Sementara itu aspek macro prudential berkaitan dengan kebijakan moneter
dan sistem pembayaran seperti ketentuan tentang Giro Wajib Minimum
(GWM), ketentuan devisa, Operasi Pasar Terbuka (OPT), dan laporan-
laporan serta pemeriksaan yang terkait dengan pelaksanaan tugas di bidang
moneter dan sistem pembayaran merupakan kewenangan dari otoritas
moneter BI. Tugas micro prudential banking regulation yang menjadi
kewenangan membuat dan menetap-kan pengaturan yang berkaitan dengan
pelaksana an pembinaan dan pengawasan bank serta ketentuan kehati-
hatian yang berkaitan dengan individual bank dalam rangka menjaga bank
tetap aman dan sehat.5 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang
dimaksud dengan ketentuan kehati-hatian yang dikenal sebagai micro
prudential banking regulation meliputi :

1) Pengaturan kelembagaan, antara lain mengenai perizinan untuk


pendirian bank, pembukaan kantor bank dalam negeri, kepemilikan dan
kepengurusan, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank,

2) Pengaturan kegiatan usaha dan pengelolaan bank, antara lain mengenai


sumber dana,

penyediaan dana, aktivitas di bidang jasa,

3) Pengaturan pembinaan dan pengawasan bank, antara lain mengenai


penilaian tingkat

kesehatan bank, dan

4) Pengaturan likuidasi bank, antara lain mengenai pencabutan izin usaha,


pembubaran, dan likuidasi bank.

5
Dhian Indah, Dharu Triasih dan Agus Syaiful Adib, “Kewenangan Bank Indonesia Dalam
Melakukan Fungsi Pengawasan Pada Lembaga Keuangan Bank Pasca Lahirnya UU No 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”, 2015, hal : 224
Di dalam Penjelasan Pasal 69 ayat (1) huruf (a) UU OJK
menegaskan bahwa tugas BI dalam mengatur dan mengawasi bank yang
dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan
dengan microprudential. Sedangkan BI tetap memiliki tugas pengaturan
perbankan terkait macroprudential. Berkaitan dengan hal ini, jelas bahwa
tugas pengaturan perbankan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara
independen oleh OJK karena pengaturan microprudential dan
macroprudenti akan sangat berkaitan. Dalam pengaturan tersebut kita juga
dapat melihat bahwa OJK masih memiliki hubungan khusus dengan BI
terutama dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, bagaimanapun BI
sebagai bank sentral, dimana sebelum diterbitkannya UU OJK dan
pengalihan pada akhir Desember 2013, mengemban dan melaksanakan
tugas pengaturan dan pengawasan bank dan memiliki pengalaman lebih
lama dalam mengatur dan mengawasi perbankan sehingga masukan
pengaturan yang disampaikan oleh BI akan memiliki pengaruh yang besar
dalam pengaturan yang dilakukan oleh OJK. Selain itu hubungan khusus
antara OJK dengan BI lainnya dapat dilihat dari Pasal 41 ayat 2 UU OJK,
dimana OJK menginformasikan kepada BI untuk melakukan langkah-
langkah yang diperlukan terkait dengan kesulitan likuiditas atau
memburuknya kesehatan pada bank. Yang dimaksud dengan langkah-
langkah tersebut yaitu pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek
dalam menjalankan fungsi BI sebagai lender of resort. Berdasarkan hal
tersebut, maka bila bank mengalami kesulitan likuiditas atau
memburuknya kesehatan bank, maka BI dapat memberikan kredit kepada
bank dengan jaminan dan mudah dicairkan. Dengan demikian, tidak
dipungkiri bahwa keberadaan BI sebagai lender of resort masih sangat
diperlukan di sektor perbankan dan OJK nantinya masih akan bergantung
kepada BI khususnya yang terkait dengan penyelamatan bank.

F. Bank Indonesia dan Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter adalah tindakan yang diambil dengan sengaja
oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk memengaruhi
jumlah uang yang beredar dan kredit yang dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi masyarakat.6 Tujuan kebijakan ini dalam arti luas adalah untuk
melakukan pengendalian jumlah uang yang beredar, pengendalian suku
bunga dan tingkat inflasi lain, kesempatam kerja kestabilan harga seta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Singkatnya, tujuan
kebijakan moneter adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi.
Kalau stabilitas ekonomi terganggu maka disamping kebijakan fiskal,
kebijakan moneter dapat digunakan untuk mempengaruhi keadaan
perekonomian ke arah yang lebih diinginkan.
Ada beberapa instrumen yang disebut instrumen moneter, yang
biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan moneter, yaitu :

6
Elvis F. Purba, Ridhon MB Simangunsong, “Uang dan Lembaga Keuangan”, Medan :
Universitas HKBP Nommansen, 2005, hal. 87-91
a. Operasi pasar terbuka
b. Cadangan wajib minimum
c. Fasilitas diskonto
d. Bujukan moral
1. Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka merupakan operasi moneter Bank
Sentral yang amat populer. Kebijakan ini dilakukan Bank Sentral
erat kaitannya dengan pengaturan jumalah uang yang beredar,
khususnya MI (jumlah uang kartal dan giral). Operasi ini
dilaksanakan dengan cara memperdagangkan surat-surat berharga
melalui bank-bank umum di pasar uang dengan harga yang
menarik. Operasi pasar terbuka dilaksanakan oleh Bank Sentral
dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga yang
diterbitkannya. Biasanya Bank Sentral bertindak sebagai pembeli
surat-surat berharga, misalnya obligasi negara dan surat pengakuan
hutang Bank Sentral di pasar, apabila jumlah uang yang beredar
ingin ditambah. Ini adalah kebijakan “easy money policy”.
Sebaliknya Bank Sentral bertindak sebagai penjual apabila
dikehendaki jumlah uang yang beredar perlu dikurangi. Dalam hal
ini pemerintah ingin melaksanakan “tight monetery policy” (TMP).
Kebijakan uang ketat antara lain dilakukan dengan menaikan COR
(cut off rate) Sertifikat Bank Indonesia. Melalui ini laju
pertumbuhan uang primer berkurang dan pada gilirannya
diharapkan memperlambat laju pertumbuhan uang beredar dan laju
inflasi. Dengan penjualan surat-surat berharga maka uang yang
beredar dalam masyarakat akan tersedot ke dalam bank dan
pembelian surat-surat berharga akan menyedot uang dari bank
kedalam masyarakat.
Dua instrumen operasi pasar terbuka yang cukup dikenal adalah
sertifikat Bank Indonesia (sejak 1 Februari 1984) dan surat
berharga pasar uang (sejak 1 februari 1985). Kedua surat berharga
itu diharapkan mampu merangsang dunia perbankan untuk lebih
nyata dengan dasar kemampuan untuk menghimpun dana
masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk investasi.
Operasi pasar terbuka dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
a. Depensif
Operasi pasar terbuka yang bersifat defensif dilaksanakan oleh
Bank Indonesia dengan tujuan untuk menjaga agar faktor-
faktor lain, seperti perubahan cadangan emas atau uang beredar
di luar bank, tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam
posisi cadangan bank-bank. Jadi dengan cara ini operasi pasar
terbuka tidak seluruhnya bertujuan menurunkan atau
menaikkan uang inti atau cadangan bank-bank.
b. Dinamis
Operasi pasar terbuka yang dinamis ialah tindakan yang dengan
sengaja merubah jumlah uang inti dan cadangan bank-bank
sehingga kebijakan moneter mempunyai dampak terhadap
sektor finansial dan seterusnya kepada ekonomi, dan inilah
dampak yang paling terpenting. Lazimnya, jika orang
membicarakan operasi pasar terbuka, dalam benak mereka akan
terbayang usaha yang sengaja untuk merubah cadangan bank-
bank.
Penjualan atau pembelian surat-surat berharga pemerintah
dalam operasi pasar terbuka dapat mencetuskan dampak :
a. Merubah jumlah uang yang dijadikan cadangan bank-bank
b. Mempunyai dampak terhadap harga dan imbalan surat-surat
berharga tertentu yang diperjualbelikan.
c. Dampak terhadap harapan masyarakat mengenai harga dan
imbalan surat-surat berharga di masa yang akan datang.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk


dalam denominasi mata uang rupiah, yang diterbitkan Bank
Indonesia dengan sistem diskonto. SBI adalah pengakuan hutang
jangka pendek (30 hari) atau jangka waktu agak panjang (180 hari)
SBI diterbitkan dengan pecahan Rp. 25 juta, Rp. 50 juta, Rp. 100
juta, Rp. 200 juta, Rp. 500 juta, Rp. 1 milyar, Rp. 2 milyar, Rp. 5
milyar, Rp. 10 milyar. Bank Indonesia melakukan penjualan atau
pembelian kembali (sejumlah jatuh tempo) SBI dengan sistem
lelang.

Surat berharga Pasar Uang (SBPU) adalah surat berharga jangka


pendek dengan denominasi mata uang rupiah dan dapat
diperjualbelikan di pasar uang. SBPU dapat berupa surat promes,
surat wesel, dan surat berharga lainnya yang ditentukan oleh Bank
Indonesia. Surat promes diterbitkan oleh nasabah bank dan
lembaga keuangan bukan bank dalam rangka penerimaan kredit
mereka dari bank atau lembaga keuangan bukan bank. Surat wesel
ditarik nasabah bank (dan diaksep oleh pihak lain), juga dalam
rangka penerimaan kredit dari bank atau lembaga keungan bank.
Surat promes dapat juga diterbitkan oleh bank atau lembaga
keuangan bukan bank dalam rangka pasar uang antar bank.
Pembelian dan penjualan SBPU dilakukan dengan sistem lelang

2. Cadangan Wajib Minimum


Dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah, bank-bank
harus memenuhi cadangan minimum yang ditetapkan Bank Sentral.
Besarnya cadangan minimum yang harus disimpan bank-bank umum
mempengaruhi kemampuan mereka menciptakan kredit. Makin besar
cadangan wajib minimum yang ditetapkan berarti semakin besar
kemampuan bank-bank umum menciptakan kredit. Perubahan cash
rasio bank-bank merupakan alat-alat yang ampuh bagi kebijakan
moneter. Semakin besar cash rasio semakin kecil pengaruhnya
terhadap penciptaan uang giral. Sebaliknya semakin kecil cash rasio
semakin besar dampaknya terhadap penciptaan uang giral. Dalam
pada itu otoritas moneter sudah pernah mengubah besarnya cash rasio
di Indonesia. Untuk menggairahkan perbankan, pada Desember 1997,
otoritas moneter mengeluarkan kebijakan mengenai penurunan cash
rasio dari 30% menjadi 15%. Kemudian dengan keluarnya paket
Oktober 1998, cash rasio diturunkan kembali dari 15% menjadi 2%
dan kemudian dinaikan menjadi 3%. Tujuannya adalah mendorong
perkembangan sektor moneter menjadi lebih sehat.
Penentuan cash rasio ditujukan untuk mencapai dua tujuan, yaitu :
a. Menyerap kelebihan cadangan atau memperkecil akibat
kemerosotan cadangan bank. Menaikkan cash rasio bank akan
mengurangi kelebihan cadangan bank dengan mana membatasi
penciptaan kredit. Sebaliknya, penurunan cash rasio sangat
berguna pada saat bank mengalami kemerosotan dalam cadangan
mereka.
b. Dampak pengumuman, biasanya perubahan cash rasio
diumumkan secara meluas kepada masyarakat. Pengumuman
tersebut langsung ditanggapi dan mudah dimengerti umum
sehingga langsung mempunyai dampak terhadap seluruh bank-
bank. Hal ini akan menyebabkan perubahan dalam posisi relatif
cadangan bank-bank dalam suatu periode yang relatif panjang.
3. Politik Diskonto
Politik diskonto berkaitan dengan pengaturan tingkat suku
bunga yang harus dibayar bank lain bilamana mereka meminjam dana
dari Bank Sentral dan kemudian dipinjamkan kepada nasabah
mereka. Setiap kali Bank Sentral menaikkan suku bunga kredit
likuiditas, berarti biaya pinjaman dana dari bank akan meningkat.
Melalui hal ini Bank Sentral mempengaruhi bank-bank lain tentang
kredit liquiditasnya. Apabila suku bunga tersebut cukup tinggi, hal
mana yang menyebabkan biaya dana kredit likuiditas meningkat,
bank-bank mungkin akan kurang bergairah meminjam Bank Sentral.
Dengan kata lain, mereka akan menyetop pinjamannya untuk
sementara waktu. Sebaliknya jika suku bunga diskonto mengalami
penurunan maka biaya dana pinjaman menjadi turun.
4. Bujukan Moral
Ini adalah himbauan dari Bank Sentral kepada bank-bank,
lembaga keuangan bukan bank dan individu yang bergerak dalam
bidang keuangan. Bank Sentral menghimbau mereka agar bertindak
sesuai dengan yang dikehendaki. Sebagai contoh, apabaila Bank
Sentral menganggap bahwa jumlah kredit yang disalurkan pada sektor
ekonomi tertentu telah mendekati titik jenuh, Bank Sentral akan
menghimbau bank atau lembaga keuangan bukan bank terkait untuk
mengurangi atau menghentikan penyaluran kredit ke sektor ekonomi
yang bersangkutan. Himbauan Bank Sentral dapat dilakukan melalui
pertemuan, penjelasan, atau melalui publikasi atau penemuan ilmiah.
G. Dewan Gubernur BI

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank


Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas
seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi
Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan
Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat
dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.

1. Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat


oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur
diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat
diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri,
berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.

2. Pengambilan keputusan

Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat


Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali
dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter,
serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan
evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan
lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan
dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah
demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan
keputusan akhir.

3. Para Gubernur Bank Indonesia

Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI,


sebagai berikut:7

 2018- Sekarang Perry Warjiyo

 2013-2018 Agus Martowardojo

 2010-2013 Darmin Nasution

 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)

 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)

Wikipedia, “Bank Indonesia” (https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia, Diakses pada 09


7

Oktober, 2019)
 2008-2009 Boediono

 2003-2008 Burhanuddin Abdullah

 1998-2003 Syahril Sabirin

 1993-1998 Sudrajad Djiwandono

 1988-1993 Adrianus Mooy

 1983-1988 Arifin Siregar

 1973-1983 Rachmat Saleh

 1966-1973 Radius Prawiro

 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam

 1960-1963 Mr. Soemarno

 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet

 1958-1959 Mr. Loekman Hakim

 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara


KESIMPULAN
Bank Indonesia dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi
bank, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang BI sebagai-mana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2004, berwenang untuk menetapkan peraturan,
memberikan, dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan
sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Mengacu pada ketentu-an tersebut jelas bahwa BI memiliki kewenangan,
tanggung jawab dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang
bersifat preventif maupun represif. Pengawasan yang dapat dilaksanakan
BI terhadap bank dapat berupa pengawasan langsung yang berbentuk
pemeriksaan dengan tindakan-tindakan perbaikan, dan pengawasan tidak
langsung melalui penelitian analitis dan evaluasilaporan bank. Pengaturan
independensi BI telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 Tahun 2004. Sesuai Undang-undang, BI adalah lembaga negara yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari
campur tangan pemerintah atau pihak lain. Tujuan BI difokuskan pada
kestabilan nilai rupiah dengan tugas-tugas kebijakan moneter, sistem
pembayaran dan perbankan. Kebijakan moneter adalah tindakan yang
diambil dengan sengaja oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral)
untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang dapat
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan ini dalam
arti luas adalah untuk melakukan pengendalian jumlah uang yang beredar,
pengendalian suku bunga dan tingkat inflasi lain, kesempatam kerja
kestabilan harga seta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin
oleh Dewan Gubernur.

Anda mungkin juga menyukai