Anda di halaman 1dari 9

Diskusi Kelompok

Mata Kuliah Pancasila

Oleh :
Kelompok I
Anggota : 1) Dawam Mussurur Sipni (F1C221044)
2) Ezra Lidiana Gultom (F1C221032)
3) Puspa Hanaya Latifah Erjandsa (F1C221004)
4) Rahmawati (F1C221006)
5) Suci Anggraini (F1C221018)
Dosen Pembimbing : Aulia Farida, S.P., M.Si.

PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN


TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
2021/2022
1. Bagaimana dengan pelanggaran nilai-nilai pancasila pada masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudoyono dan Jokowi?
Jawab :

Pelanggaran-Pelanggaran Masa Pemerintahan SBY

1) Pemerintahan SBY tidak menggunakan kekuasaan politiknya untuk melindungi


kemerdekaan beragama dan hak menjalankan ibadah sesuai kepercayaan atau agama
masing-masing. Ini dibuktikan dengan meningkatnya kasus pelanggaran kebebasan
beragama di Indonesia, seperti kasus Ahmadiyah, Syiah, penyegelan gereja HKBP,
dan lain-lain.
 SBY tidak menggunakan kekuasannya sebagai Presiden untuk menghentikan
aksi kekerasan kelompok intoleran yang sudah mengarah pada penghilangan
nyawa, kekerasan, pengrusakan rumah ibadah, dan pembakaran rumah
kelompok jemaat minoritas. 
 SBY tidak mengambil langkah politik untuk menganulir atau melikuidasi
berbagai kebijakan bawahannya, baik Kementerian Agama maupun
Bupati/Walikota, yang terbukti menghalang-halangi pemeluk agama atau
kepercayaan tertentu melaksanakan ibadahanya.

2) Pemerintahan SBY tidak bisa melindungi kepentingan nasional bangsa Indonesia dari
praktek eksploitasi dari luar.
 Kebijakan ekonomi-politik SBY tidak mencerminkan negara berdaulat.
Banyak sekali kebijakan ekonomi dan politik pemerintahan SBY disetir oleh
pihak dari luar, terutama oleh negara-negara imperialis dan lembaga-lembaga
internasional (USAID, IMF, Bank Dunia, WTO, dll). 
 Pemerintahan SBY tidak bisa menegakkan kedaulatan ekonomi dan kontrol
negara terhadap aset-aset strategis nasional dan kekayaan alam Indonesia.

3) Pemerintahan SBY mendistorsikan prinsip kebangsaan Indonesia menjadi


chauvinistik (ajaran atau paham mengenai cinta tanah air dan bangsa yang
berlebihan) ketika menyelesaikan pertikaian antara pemerintahan nasional dan
daerah. Sebagai misal, SBY menggunakan pendekatan militeristik dalam menangani
persoalan Papua.

4) Pemerintahan SBY menerapkan sistem ekonomi, yakni kapitalisme yang


menempatkan keuntungan (profit) di atas kepentingan manusia dan alam. Akibatnya,
banyak sekali kebijakan penyelenggaraan ekonomi yang merendahkan martabat
kemanusiaan, seperti penerapan upah murah, berlakunya sistem outsourcing dalam
hubungan ketenagakerjaan, perampasan tanah petani, penggusuran PKL tanpa solusi,
dan berbagai kebijakan pembangunan yang meminggirkan rakyat.

5) Pemerintahan SBY tidak punya itikad politik untuk mengusut tuntas berbagai
kejahatan Hak Azasi Manusia (HAM) di masa lalu, seperti peristiwa 1965/1966,
kasus Tanjung Priok, kasus Talang Sari, DOM di Aceh dan Papua, pelanggaran HAM
di Timor-Timur (sekarang Timor Leste), penculikan aktivis pro-demokrasi 1996-
1998, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi (I dan II), dan lain-lain. Di bawah
pemerintahan SBY sendiri, banyak sekali terjadi kasus pelanggaran HAM berat yang
dipicu oleh keberpihakan negara terhadap pemilik modal dalam berbagai kasus
konflik SDA. Untuk konflik agraria saja, sejak SBY berkuasa hingga sekarang, ada
44 orang petani yang gugur,  941 orang ditahan, dan 396 luka-luka.
6) SBY mempraktekkan sebuah sistem demokrasi, yakni demokrasi liberal, yang
mendegradasikan partisipasi politik rakyat menjadi ritual memberikan suara dalam
pemilu setiap lima tahun sekali atau “demokrasi lima menit” rakyat hanya punya
kekuasaan lima menit dalam bilik suara. Di dalam Pancasila, seperti di uraikan Bung
Karno dalam pidato 1 Juni 1945, tipe demokrasi yang kita kehendaki bukan
demokrasi yang menjamin badan perwakilan rakyat, tetapi demokrasi yang
mendatangkan kesejahteraan sosial. Sementara demokrasi liberal, seperti yang kita
alami dalam satu dekade terakhir, terbukti tidak mendatangkan kesejahteraan sosial
bagi rakyat. Sebaliknya, demokrasi liberal ini justru melahirnya banyak sekali produk
UU yang berpihak kepada kepentingan pemilik modal, khususnya modal asing.
7) Selama SBY memerintah dua periode, masih banyak terjadi praktek pelanggaran
terhadap hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. 
 SBY masih mengedepankan penggunaan cara-cara represif dalam menangani
aksi-aksi protes rakyat. 
 Masih diterapkannya praktek kriminalisasi terhadap aktivis yang
memperjuangkan hak-hak rakyat. 
 Adanya sejumlah RUU dan Inpres yang bertabraan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, seperti RUU Kamnas, RUU Intelijen, Impres Kamnas, RUU
Komponen Cadangan, dan lain-lain.
 Dan yang paling mencolok adalah dihidupkannya kembali  “Haatzai
Artikelen” atau “Lese Majeste”, yang notabene mengekang hak setiap warga
negara untuk menyampaikan kritik terhadap Presiden.

8) Kebijakan privatisasi di era SBY, yang mengkomoditaskan layanan dan barang-


barang publik (pendidikan, kesehatan, air bersih, tempat tinggal, listrik, transportasi
umum, dll) menyebabkan mayoritas rakyat tidak bisa mengakses layanan atau
kebutuhan dasarnya. Dengan demikian, pemerintahan SBY menjauhkan negara dari
tugas pokoknya menciptakan kesejahteraan sosial.
9) Kebijakan pembangunan SBY yang hanya mengejar pertumbuhan semata, dengan
mengandalkan kapital asing, hanya menyebabkan ketimpangan dan redistribusi
pendapatan yang sangat tidak berkeadilan.
 Ketimpangan pendapatan antar warga negara.  Ini bisa dilihat dari data: total
kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 800 triliun atau separuh
dari APBN kita. Ini juga bisa dilihat dari Gini Rasio, yang mengukur tingkat
ketimpangan pendapatan, terlihat meningkat dari 0,32 (2004) menjadi 0,41
(2011). 
 Ketimpangan pendapatan antar daerah/wilayah di Indonesia. Data
memperlihatkan: pembangunan antar daerah. Kawasan barat Indonesia (Jawa
dan Sumatera) menguasai 82 persen PDB nasional, sedangkan kawasan timur
(Kalimantan, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara dan Maluku) hanya menguasai
18 persen.

10) Pemerintahan SBY tidak berkomitmen memerangi korupsi yang tumbuh subur di
dalam pemerintahannya. Akibatnya, keuangan negara banyak dicoleng oleh negara,
bukan digunakan untuk membiayai pembangunan dan mensejahterakan rakyat.
Rendahnya komitmen SBY memberantas korupsi itu terlihat dari masih diberikannya
grasi bagi koruptor, ditolerirnya perlakuan khusus dan fasilitas khusus bagi koruptor
di dalam penjara, vonis ringan terhadap pelaku korupsi, dan tidak adanya komitmen
SBY mengusut kasus korupsi besar yang ditengarai melibatkan pejabat tinggi
pemerintahannya (kasus Bank Century).
11) Penegakan hukum di era pemerintahan SBY sangat jauh dari rasa keadilan.
Pemerintahan SBY tidak konsisten menerapkan azas “equality before the
law”.  Buktinya, para pejabat negara dan keluarganya dan kaum kaya bisa menikmati
perlakuan khusus di hadapan hukum. Contohnya: Rasyid Rajasa, anak Menko
Perekonomian Hatta Rajasa, hanya dihukum 6 bulan hukuman percobaan dengan
hukuman pidana 5 bulan. Padahal, kelalaiannya mengendarai mobil menyebabkan 2
orang meninggal dan 3 orang lainnya terluka.

Pelanggaran-Pelanggaran Masa Pemerintahan Jokowi


1) Merosotnya Kebebasan Berpendapat.
Atas dasar melanggar Undang-Undang ITE, seseorang dapat dipidana. Apalagi,
kemudian terbit surat Kepala Polri tentang pemidanaan terhadap pelaku penghinaan
terhadap presiden dan pejabat negara. Data dari SAFEnet menyebutkan pemidanaan
terhadap jurnalis dan media menggunakan Undang-Undang ITE paling banyak terjadi
pada 2018 dan 2019. Sejumlah pasal yang dianggap "karet" dan multitafsir menjadi
"alat" bagi sebagian pihak untuk memidanakan jurnalis dan pegiat media sosial. Pasal-
pasal "karet" yang multitafsir tersebut dianggap sebagai kemunduran bagi demokrasi
dan bertolak belakang dengan semangat kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

2) Pelanggaran Kebebasan Beragama.


Sepanjang 2014-2018 mereka mencatatkan sedikitnya ada sekitar 488
peristiwa pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan yang dinilai tidak
sesuai dengan janjinya soal pemenuhan hak asasi manusia. Berikut adalah daftar
empat kasus pelanggaran kebebasan beragama di era Jokowi-JK.
 Penyerangan Gereja St. Lidwina, Yogyakarta
 Pembubaran Gafatar, Kalimantan
 Penyerangan, perusakan, dan pengusiran penganut Ahmadiyah, Lombok Timur
 Perusakan dua wihara dan lima kelenteng, Medan

3) Mundurnya Demokrasi Indonesia.


Salah satu penyebab kemunduran terbesar demokrasi Indonesia adalah
kepemimpinan Presiden Jokowi. Minggu lalu, Jokowi menyuarakan komitmennya
dalam menjaga demokrasi. Tapi pada kenyataannya, banyak kebijakan serta tindakan
pemerintah yang represif dan anti-demokrasi dihasilkan di bawah kepemimpinannya.
Diantaranya adalah keputusan Jokowi untuk mendukung pengesahan revisi Undang-
Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan Rancangan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (RKUHP) walau ditentang banyak pihak. Sikap aparat
keamanan dalam mengamankan aksi demonstrasi di berbagai kota yang menolak revisi
UU KPK dan RKUHP juga diwarnai tindakan represif anti-demokrasi. Dua mahasiswa
tewas setelah bentrok dengan polisi di Kendari, Sulawesi Tenggara; puluhan
mahasiswa ditangkapi; aktivis ditahan; dan bahkan pemerintah akan memberi sanksi
universitas yang mahasiswanya terlibat unjuk rasa. Ini adalah rentetan dari beberapa
kebijakan yang muncul pada era kepemimpinan Jokowi, yang telah mengikis
demokrasi di Indonesia.
Sinyal-sinyal anti-demokrasi dari Jokowi sebenarnya sudah muncul jauh sebelum
peristiwa di atas. Tanda-tanda ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak,
terlebih masyarakat sipil untuk mawas diri terus menjaga demokrasi.

Kebijakan anti-demokrasi
Beberapa kebijakan Jokowi yang menyumbang pelemahan demokrasi, bisa dilihat
sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) No. 2
Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) dan Peraturan Presiden
(perpres) No. 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara Nasional Indonesia
(TNI). Perppu tentang ormas yang digunakan pemerintah untuk membubarkan Hizbut
Tahrir Indonesia, walau benar secara substansi tapi cacat secara prosedur karena
mengeliminasi proses peradilan. Selain itu, perpres jabatan TNI juga dianggap
berbenturan dengan undang-undang (UU) dan semangat reformasi. Kekhawatiran
masyarakat sipil bukan tanpa sebab. Di masa Orde Baru, Dwifungsi ABRI menjadi
perangkat otoritarianisme yang memfasilitasi banyak pelanggaran HAM dan
melanggengkan kekuasaan.
Pada 2019, ditangkapnya beberapa pendukung Prabowo Subianto - lawan politik
Jokowi pada masa pemilihan umum - advokat Eggi Sudjana dan pensiunan jenderal
Kivlan Zen atas tuduhan makar juga menjadi isu anti-demokrasi. Tuduhan makar
seperti ini belum pernah dilakukan di masa pemerintahan pasca reformasi, kecuali
pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memenjarakan aktivis Filep
Karma karena mendukung kemerdekaan Papua Barat.
Pada era Jokowi, banyak tokoh-tokoh aktivis yang dikriminalisasi. Di antaranya
seperti Veronika Koman karena tuduhan provokasi insiden asrama mahasiswa Papua
di Surabaya, Jawa Timur; lalu Dandhy Dwi Laksono atas konten tentang Papua yang
dia unggah dalam akun Twitter miliknya. Aktivis Ananda Badudu juga sempat ditahan
karena mendukung demonstrasi mahasiswa minggu lalu.
4) Banyaknya Pelanggaran Terhadap UU
Beberapa UU yang dilanggar antara lain adalah sebagai berikut :
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.
 UU No. 4 tahun 2009 Tentang Minerba ; Pasal 170 Undang Undang Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba)
 Undang Undang No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
 Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan dan Putusan MK
hasil Judicial Review UU 30 Tahun 2009.
 Perpu No 1 Tahun 2017 Tentang. Akses Informasi Keuangan Untuk
Kepentingan Perpajakan
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan
Usaha Milik Negara
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara

2. Bagaimana Nilai-nilai Pancasila dalam dinamika sejarah perjuangan menuju


kermerdekaan NKRI?
Jawab :
Nilai–nilai Pancasila sudah melekat pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu
kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia
melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik
Indonesia.

Zaman Kutai
Pada zaman ini masyarakat Kutai yang memulai zaman sejarah Indonesia pertama
kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan.

Zaman Sriwijaya
Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam sesuatu negara telah tercermin
pada kerajaan Sriwijaya yang berbunyi yaitu "marvuat vanua criwijaya siddhayara
subhika" (suatu cita-cita negara yang adil & makmur).
 Nilai Sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai.
 Nilai Sila Kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti
Harsha).
 Nilai Sila Ketiga, sebagai negara martitim, Sriwijaya telah menerapkan konsep
negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.
 Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas,
meliputi (Indonesia sekarang) Siam, semenanjung Melayu.

Zaman Kerajaan-Kerajaan Sebelum Kerajaan Majapahit


Pada zaman ini diterapkan antara lain untuk Raja Airlangga sikap tolerensi
dalam beragama, nilai-nilai kemanusiaan (hubungan dagang & kerjasama dengan
Benggala, Chola, dan Chompa) serta perhatian kesejahteraan pertanian bagi rakyat
dengan membangun tanggul & waduk.

Zaman Kerajaan Majapahit


Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gadjah Mada berisi cita-cita mempersatukan
seluruh Nusantara.
 Sila 1: agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai, (" Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua").
 Sila 2: Persahabatan antar negara (Mitreka satata).
 Sila 5: Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat beberapa abad.

Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di
Indonesia. Bersama dengan itu maka berkembang pula kerajaan-karajaan Islam seperti
kerajaan Demak. Selain itu, berdatangan juga bangsa-bangsa Eropa di Nusantara. Bangsa
asing yang masuk ke Indonesia pada awalnya berdagang, namun kemudian berubah
menjadi praktek penjajahan. Adanya penjajahan membuat perlawanan dari rakyat
Indonesia di berbagai wilayah Nusantara, namun karena tidak adanya kesatuan &
persatuan di antara mereka maka perlawanan tersebut senantiasa sia-sia.

Zaman Merebut Kemerdekaan


Pada tanggal 7 September 1944 adalah janji politik Pemerintahan Balatentara
Jepang kepada Bangsa Indonesia, bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan besok
pada tanggal 24 Agustus 1945 karena mereka menderita kekalahan dan tekanan dari
tentara sekutu dan juga tuntutan serta desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia.
Lalu pada tanggal Tanggal 29 April 1945 pembentukan BPUPKI oleh Gunswikau
(Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) yang bertugas untuk menyelidiki
segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang
terdiri dari para Pemuka Bangsa Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman
Wedyodiningrat. Pada awal mula Perumusan (penyusunan) sila-sila Pancasila adalah
sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang
Mempersiapkan Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Pada tanggal 1 Juni
1945 Ir. Soekarno, berpidato dan mengusulkan tentang “Konsepsi Dasar Falsafah Negara
Indonesia Merdeka” yang diberi nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)
3. Mufakat Demokrasi
4. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Lalu mengacu pada Rumusan pada Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan setelah
melalui rapat dan diskusi, maka telah disepakati berdasarkan sejarah perumusan dan
pengesahannya, yang sah dan resmi menurut yuridis menjadi Dasar Negara Indonesia
adalah Pancasila seperti tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945.

3. Bagaimanakah dampaknya Pancasila menjadi alat legitimasi rejim politik dalam


kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara?
Jawab :
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, ideologi itu sendiri mencakup
cara hidup bangsa Indonesia dan sumber hukum tertinggi. Dua rezim sebelumnya, Orde
Lama dan Orde Baru telah jelas memakai Pancasila sebagai pandangan hidup. Orde Baru
di bawah Presiden Soeharto, tidak saja menekankan Pancasila sebagai pandangan hidup
masyarakat, tetapi juga memakai Pancasila sebagai legitimasi pemerintahan untuk
sebagian besar kepentingan. Demikian juga sekarang di masa reformasi, nilai-nilai
Pancasila mulai dikesampingkan oleh para elite politik yang menyebabkan mereka hanya
berorientasi pada kekuasaan semata.
Yang harus diperhatikan bahwa bagaimanapun juga ideologi (dalam hal ini
Pancasila) itu berada pada ranah politis. Ideologi adalah alat sekaligus nilai yang harus
dijalankan oleh pemegang pemerintahan. Dengan ideologi maka suatu negara akan
mempunyai persatuan dan kesatuan serta rasa mengikat bagi masyarakat.
Pancasila berada pada dunia politik dan setiap negara harus memiliki ideologi,
ideologi digunakan sebagai alat kekuasaan, namun apabila para tokoh politik yang
berkuasa tidak memahami secara benar makna serta nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi
bangsa maka kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menyimpang
dari norma-norma Pancasila, dalam hal ini mementingkan kelompok atau golongan saja.
Jadi tidak sadar Pancasila dijadikan alat legitimasi rejim politik dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Namun apabila para aparat Negara (dalam hal ini pemerintah/rezim politik yang
berkuasa) tidak memahami secara benar makna serta nilai-nilai Pancasila sebagai
ideologi bangsa maka kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan
menyimpang dari kaedah-kaedah Pancasila, bahkan banyak kebijakan yang hanya
mementingkan kelompok atau golongan tertentu.
Pada rejim Orde baru, penyalahgunaan Pancasila sebagai alat politik sangat ketal
dilihat dan bahkan sudah menjadi rahasia umum. Banyak terjadi persoalan dalam bidang
politik seperti, korupsi, kolusi, nepotisme dan anarkisme. Bahkan banyak kebijakan yang
hanya memementingkan kelompok atau golongan saja, hanya atasan yang mendapatkan
keuntungan, jadi tidak sadar Pancasila telah dijadikan alat legitimasi rejim politik dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara
dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan
dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan
tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila. Klimaks dari keadaan tersebut ditandai
dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang
dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik
yang menuntut adanya Reformasi di segala bidang terutama bidang hukum, politik,
ekonomi, dan pembangunan.
Asumsi bahwa pancasila sebagai alat legitimasi pada rejim orde baru yang mana
pada masa dipimpin oleh Presiden Soeharto, Beliau merupakan seorang presiden dengan
latar belakang militer yang tegas dan sangat tercermin dalam tingkah lakunya serta
pemerintahannya. Oleh karena itu, Mayjend. Soeharto sebagai presiden selanjutnya
setelah Ir. Soekarno merasa bahwa perilaku-perilaku pemerintah dan seluruh aspek yang
terkandung dalam sebuah negara yang bernama Indonesia ini harus sesuai dengan apa
yang diwacanakan oleh Pancasila. Sehingga dari pertama Soeharto naik menjadi Presiden
Republik Indonesia, beliau secara terang-terangan mengusung tema kembali ke Pancasila
dan sebagainya.
Namun yang perlu diperhatikan, pada perkembangannya, Soeharto sendiri
dianggap telah melakukan perilaku-perilaku pemerintahan yang tidak sesuai dengan
Pancasila. Hal ini kemudian dianggap sebagai bentuk-bentuk penyimpangan selanjutnya
terhadap Pancasila. Pada masa ini, Pancasila diredusir, disalahartikan, dan
disalahgunakan oleh rezim tersebut dengan Soeharto sebagai simbol kekuasaannya.
Pancasila digunakan untuk menguasai rakyat dan dijadikan sebagai alat yang dapat
melegitimasi kelanggengan pemerintahan Orde Baru.
Hal selanjutnya yang merupakan penyimpangan juga dalam praktik
pemerintahan Orde Baru adalah lahirnya rezim yang otoritarian. Suatu pemerintahan atau
rezim dapat dikatakan otoriter adalah jika penguasa rezim tersebut berhasil membuat
sebuah pemenrintahan yang memiliki garis keras sehingga rakyat umumnya akan
merasakan terkekang haknya dan tidak dapat melawan segala kebijakan pemerintah
tersebut karena kuat dan kerasnya sebuah pemerintahan atau rezim tersebut.
Jadi agar hal tersebut tidak terjadi seharusnya para apparat Negara atau pemerintah
politik yang sedang berkuasa memahami secara benar makna kebijakan – kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah agar tidak menyimpang ke kaidah - kaidah Pancasila, dan
tidak mementingkan kelompok atau golongan tertentu. Sehingga Pancasila tidak menjadi
alat legistimasi kekuasaan semata.

Kesimpulan:
Sebagai Falsafah Bangsa Indonesia, Pancasila cuma dijadikan alat legitimasi
sebuah rejim politik. Bahkan, di masyarakat Indonesia sendiri, keberadaan Pancasila juga
makin kurang peranannya sehingga muncul faham-faham baru di Indonesia, seperti
kapitalis dan liberal. Dampaknya Pancasila tidak tertanam pada diri dan jiwa anak-anak
bangsa. Sehingga tak heran jika saat ini kondisi bangsa sendiri sudah dalam keadaan
kritis dan diambang dekandensi penurunan nilai budaya. Sehingga muncul persoalan
dalam bidang politik seperti, korupsi, kolusi, nepotisme dan anarkisme, semua itu terjadi
karena kurangnya pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Hal ini terjadi karena, Pancasila berada pada dunia politik, dan setiap negara harus
memliki ideologi oleh karena itu ideologi digunakan sebagai alat pemegang
kekuasaan.namun apabila para tokoh politik yang berkuasa tidak memahami secar benar
makna serta nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa maka kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah akan menyimpang dari norma-norma pancasila, bahkan
banyak kebijakan yang hanya memementingkan kelompok atau golongan saja, hanya
atasan yang mendapatkan keuntungan. Jadi secara tidak sadar Pancasila telah dijadikan
alat legitimasi rejim politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai