PERSPEKTIF AL-QUR’AN
SKRIPSI
Oleh:
HUSNUL KHOTIMAH
NIM : UT. 160081
2020
i
ii
iii
MOTTO
“Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya)”. (Q.S Hūd:61)
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil „alamin
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan
sehingga saya dapat menyelesaikan skipsi ini guna memperoleh Gelar Sarjana
Strata 1 (S1) shalawat besertakan salam tidak lupa pula kudoakan kepada Allah
semoga disampaikan-Nya kepada nabi Muhammad SAW
Akhirnya sebuah perjalanan berhasil kutempuh Walau terkadang aku tersandung
dan terjatuh Namun keyakinan tak pernah rapuh berkat doa dan usaha
Ayahanda (Agusri.A)..
Kini study ku telah selesai berkat doa dan restumu dalam hidupku besar harapan
anakmu ini mentjadi kebanggaanmu semogah ananda dapat mewujudkan segerah
mungkin apa yang diinginkan..aamiin.
Ibunda (Sur Iriyani )..
Lelah menanti keberhasilku, doamu membuat aku semangat kasih sayangmu
menjadikan aku tegar hingga mendapatkan Hidup dengan penuh kesabaran,
Walaupun beragam cobaan yang menghalangi. Ibunda tiada lagi yang
kuinginkan didunia ini selain terus berdoa dan berusaha tuk selalu
membahagiakanmu.
Ku Persembahkan karya kecil ku ini
sebagai bukti cinta dan hormat dan kasih sayang kepada ayahanda dan ibunda
tercinta yang telah bersusah payah demi tercapainya cita-cita dan keberhasilan
Kakak dan Adikku Yang Ku Sayangi
Egi surtinawati dan Aminatu Zuhriah, Darul Hikmah, Muhammad Sohibul Fajri,
Darul Sakinah, Muhammad Irsal Musoddik terima kasih atas segala motivasi,
doa dan dukungan yang diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi diantara
kita merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, serta menjadi sesuatu yang indah
untuk selama-lamanya.
Teman-teman Seperjuangan
Saudara-saudaraku terbaik yang telah mengisi hari dengan canda tawa dan
senyum terindah yang pernah kumiliki, dan tanpamu teman aku tak akan pernah
berarti, tanpamu teman aku bukan siapa-siapa, terimakasih ku ucapkan kepada
teman-teman keluarga besar Ushuluddin terkususnya teman-teman di Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir, ,juga kepada semua-semua orang yang telah menyemangati
saya yang banyak membantu dalam segi materil dan moril.
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
الش ِدٍْن
َّ الشدْ َو ِي
َّ ِّللا
ّ تِس ِْن
الصالج ّالسالم على خٍش األًام ّعلى الَ ّأصذاتَ اّلى, الذوذ هلل الزي علن تالقلن علن اإلًساى هالن ٌعلن
"الكشام "اها تعذ
Puji syukur kehadirat Allah swt. berkat rahmat hidayah serta inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabatnya dan
para pengikut setianya.
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi persyaratan
penyelesaian pendidikan pada program strata satu jurusan Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Tahun
2019/2020. Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak
yang telah ikut berpartisipasi secara aktif maupun pasif dalam membantu proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis merasa sangat perlu
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu, baik yang
telah membimbing, mengarahkan, memberikan petunjuk maupun yang senantiasa
memotivasi.
1. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ari, MA.,Ph.D selaku Rektor UIN STS
Jambi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba
ilmu di kampus ini.
2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati,SE.M.E.l, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.pd, Bapak
Bahrul Ulum, S.Ag.,MA, selaku Wakil Rektor 1, II, dan III Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. Halim, S.Ag., M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan M.Ag selaku Wakil dekan bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
5. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M.Fil.l. selaku Wakil dekan bidang Administrasi
Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
UIN STS Jambi.
6. Bapak Dr. M. Led Al-Munir, M.Ag selakuWakil dekan bidang
Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
7. Bapak Bambang Husni Nugroho,S.Th.l.,M.H.I Selaku ketua Prodi Ilmu
Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi.
8. Drs. H. Muhsin Ham,M.Fil.l, sebagai pembimbing 1 dan A.
Mustaniruddin, M.Ag sebagai pembimbing II yang telah sabra membantu
dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak Dr. H. Muhsin Ham, M.Fil.I selaku pembimbing akademi yang
senantiasa selalu memberi saran, semangat dan waktunya demi
terselesaikannya Skripsi ini.
10. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN
STS Jambi yang telah berjasa mengajar dan mendidik penulis selama
menjadi mahasiswa di UIN STS Jambi serta Staf Akademik yang dengan
vii
sabarnya melayani penulis dalam menyelesaikan prosedur akademik yang
harus dijalani hingga ke tahap penyelesaian.
11. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
12. Bapak dan ibu kepala perpustakaan UIN STS Jambi beserta staf-stafnya
yang telah menyediakan referensi yang dibutuhkan dalam penyelesaian
skripsi ini.
13. Ayah,Ibu, Kakak, keluarga, Besar, Saudara-saudara seperjuangan,
Mahasiswa Ilmu Al-Qur‟an dan Tafir Khusus teman-teman seangkatan
yang senantiasa memotivasi, memberikan kritik dan semangat kepada
penulis dan senantiasa menemani penulis baik dalam keadaan suka
maupun duka.
Husnul Khotima
HUSNUL KHOTIMAH
NIM.UT.160081
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
NOTA DINAS ..................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ORINALITAS SKRIPSI ....................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................ iii
MOTTO ............................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................10
C. Batasan Masalah ..........................................................................................10
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................10
E. Tinjauan Pustaka .........................................................................................11
F. Metode Penelitian ........................................................................................12
G. Sistematika Penulisan ..................................................................................14
BAB II GAMBARAN UMUM MANUSIA SEBAGAI PEMAKMUR DI
MUKA BUMI ......................................................................................................15
A. Pengertian Manusia ....................................................................................15
B. Pengertian Makmur ......................................................................................27
C. Indikator Negeri Makmur ........................................................................... 28
D. Hakikat Kemakmuran ..……. .....................................................................30
BAB III AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA DAN KEMAKMURAN ...37
A. Ayat-Ayat Tentang Kedudukan Manusia ..................................................37
1. Makkiyyah ...........................................................................................41
2. Madaniyah ...........................................................................................42
3. Munasabah Ayat ..................................................................................43
ix
3. Asbab An-Nuzul ..................................................................................46
4. Munasabah Ayat ..................................................................................47
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ا ‟ ط ṭ
ب B ظ ẓ
خ T ع „
ث Th غ Gh
ج J ف F
ح ḥ ق Q
ر Kh ك K
د D ل L
ر Dz م M
س R ى N
ص Z ٍ H
ط S ّ W
ش Sh ء ‟
ص ṣ ي Y
ض ḍ
C. Tā’ marbūṭah
Transliterasi untuk Tā‟ marbūṭah ini ada dua macam
1. Tā‟ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun maka
transliterasinya adalah h.
xi
Arab Indonesia
دكوح ḥilmah
جضٌح Jaziyah
2. Tā‟ marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah t.
Arab Indonesia
ّصاسج التشتٍح Wizārat al-Tarbiyah
هشاج الضهي Mir‟ātu al-zaman
D. Daftar Singkatan
Cet. = Cetakan
Vol = Volume
Jil + Jilid
H = Hijriah
M = Masehi
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tesis prof. Dr. Marsel A. Boisard bahwa ada tiga macam yang paling
efektif untuk mempelajari dan mengenali manusia. Pertama, penyelidikan
terhadap hakikat dan kualitas manusia, seperti yang dilakukan oleh para filosof.
Kedua, penyelidikan terhadap prinsip-prinsip idiologis dan spiritual yang
mengatur tindakan manusia dan segenap hal yang berpengaruh terhadap
pembentukan personalitasnya, seperti yang dilakukan oleh para Sosiolog dan ahli
Agama. Ketiga, penyelidikan terhadap pranata etik dan yuridis yang terbentuk
dari pengalaman-pengalaman sejarah dan kemasyarakatan.1
Di dalam Al-Qur‟an, terdapat 34 ayat yang menjelaskan tentang
penciptaan manusia dengan merujuk pada berbagai elemen-elemen natural
yang memberikan derajat kualitatif pada manusia. Untuk kebutuhan kajian ini,
dapatlah dikemukakan beberapa ayat yang menegaskan hal tersebut, antara lain:
Surah Al-Mukminūn ayat 12-14
طفَح فًِ قَ َش ٍاس ْ ًُ ٍُ) ث ُ َّن َجعَ ْلٌَا21( ٍي ٍ س َاللَ ٍح ِه ْي ِط ُ ساىَ ِه ْي ِ ْ َّلَ َق ْذ َخلَ ْقٌَا
َ ًْ اإل
َ ضغَحَ ِع
َ ظاها فَ َك
س ًَْْا ْ ضغَح فَ َخلَ ْقٌَا ْال ُو ْ علَقَح فَ َخلَ ْقٌَا ْالعَلَقَحَ ُه
َ َطفَح ْ ٌُّ) ث ُ َّن َخلَ ْقٌَا ال21( ٍي ٍ َه ِك
)21( َس ُي الخَا ِلقٍِيْ َ َّ َاسك
َ ّْللاُ أد ْ ْ َ ُ
َ َام لذْ وا ث َّن أ ًْشَأًَاٍُ خَلقا آخ ََش فَتَث َ َ ْال ِع
َ ظ
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus daging. Kemudian kami
jadikan dia sebagai makhluk (berbentuk) lain. Maha suci Allah sebagai
pencipta yang paling baik”.2
1
2
3
Ibid.,34.
3
berhubungan, yakni al-insan, al-basyar, dan bani Adam. Manusia disebut al-
insan, Karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlakukan teguran dan
peringatan. Manusia disebut dengan al-basyar, karena dia cenderung perasa dan
emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai
bani Adam, karena dia menunjukkan pada asal-usul manusia yang bermula dari
Nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya4.
Al-Qur‟an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan
mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Al-Qur‟an justru
memuliakan manusia sebagai makhluk sorgawi yang sedang dalam perjalanan
menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia
harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan
kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Al-Qur‟an turun membawa hukum-hukum dan syariʽat secara berangsur-
angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun waktu dua puluh
tahun lebih. Namun hukum-hukum dan syariʽat ini ada yang tidak dapat
melaksanakan sebelum arti, maksud, dan inti persoalannya betul-betul
dimengerti dan dipahami.
Telah diketahui bahwa Al-Qur‟an sebagai sumber hukum umat Islam
yang komprohensif, banyak menyinggung masalah problematika Umat, yang
dimana ia menjadi rujukan utama seperti yang telah disinggung diatas. Dalam hal
ini ada keterkaitan penulis tentang ayat–ayat yang berkaitan dengan penafsiran
manusia sebagai pemakmur di alam semesta, yang sangat menarik pada zaman
sekarang untuk dibahas.
Tuhan benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya, kemudian Tuhan kembalikan manusia tersebut ketempat yang
serendah-rendahnya, kecuali orang yang beriman dan beramal ṣaleh.5 Bentuk yang
sebaik-baiknya dalam diri manusia, baik dalam wujud jasmaniah maupun
rohaniah berbeda di banding dengan makhluk lain. Penampilan dan kemampuan
4
Ibid., 10-11.
5
Qs.Al-Tin(95):4-6.
4
6
M. Quraish Shihab, Dia dimana-mana, tangan Tuhan di balik setiapFenomena, (
Ciputat Tangerang : Lentera Hati, 2007), 273. minsalnya Qs.Al-Syamsi(91):8.
7
Kaitan (Munasabah ) dalam Klausa” Rabb al-alamin “ dan al-Rahman al-Rahim
yakni Allah memelihara ala mini dengan sifat al-Rahman –al-Rahim yakni dengan Rahmat dan
kasih sayang
5
8
Melalui tugas kekhalifahan, Allah Swt. memerintahkan manusia membangun alam
ini sesuai dengan tujuan yang dikendakinya. Qurash Shihab, secercah cahaya ilahi, hidup
bersama al-quran (Bandung : Mizan, 2000), 273.
6
manusia mempunyai potensi yang luar biasa, yaitu mempunyai akal pikiran.
Dengan akal pikirannya manusia mampu memanfaatkan potensi sumber daya
alam dan bisa menciptakan peradaban. Allah sangat tahu akan potensi manusia
maka Allah mengangkatnya sebagai khalīfah di bumi.
Dalam kaitan pemanfaatan alam, penguasaan, pengembangan serta
pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) amat perlu, namun
IPTEK tersebut harus senantiasa berada di dalam jalur nilai -nilai kemanusiaan
dan keAgamaan yang luhur.9
Bagi umat Islam kesadaran akan Iman dan Taqwa (IMTQ) dan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) itu berkait erat dengan keyakinan terhadap
Al-Qur‟an yang diwahyukan dan pemahaman mengenai kehidupan dan alam
semesta yang diciptakan. Didalam kedunya terkadang ketentuan-ketentuan Allah
yang bersifat absolut, yang satu disebut kebenaran Qur‟ani dan yang lain
10
disebutnya kebenaran kauni.
Kehidupan manusia yang dinamis dan semakin berkembang akan terus
menerus memerlukan sumber daya alam, sumber daya manusia (SDM) dan
sumber daya alam (SDA) akan terus saling berkaitan dalam tempo yang tak
terbatas.
Dengan demikian berarti tugas hidup manusia di bumi ini adalah
sebagai khalīfah Allah.11 Q.S Al-Anʽām ayat 165
Sebagai khalīfah Allah dibumi ini manusia mempunyai dua kewajiban
pokok:
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah swt “ yang mengangkat manusia
sebagai khalīfah (pengelola) dimuka bumi, dan Allah yang mengangkat derajat
manusia itu satu sama lain tidaklah sama, ada yang ditinggikan dan ada pula
yang direndahkan. Tujuannya sebagai serana uji coba bagi manusia dalam
menyikapi semua pemberian allah swt, karena hal demikian merupakan perkara
yang sangat mudah bagi Allah dan bisa terjadi dalam waktu yang sangat cepat.
9
Wapres RI Sambutan seminar Internasional IV, Mukjizat al-quran dan As-Sunnah
tentang IPTEK (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), VI
10
Bj. Habibi (Menristek RI), Sambutan Seminar Internasional IV
11
Syahminan Zaini , Isi pokok Ajaran AL-Quran, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2005), 130.
7
13
Ibid., 212.
9
14
Ahsin Sakho Muhammad , keberkahan al-quran ,( Jakarta: Qaf,2017), 55.
10
15
Ibid.,55.
11
17
Ahsin Sakho , Keberkahan Al-Quran, ( Jakarta: Qaf , 2017), 18.
13
18
Abdul Al-Hayy Al-Farmawi , metode Tafsir Maudhu‟i,( Jakarta : Raja Grafindo
Persada , 1994), 45.
14
19
Moh .Arifullah, et, al , Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin UIN STS Jambi, Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016, 58.
BAB II
A. Pengertian Manusia
Manusia secara etimologi berarti makhluk yang berakal budi dan mampu
menguasai makhluk lain. Makhluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti
berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Secara kodrati,
manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai makhluk
individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur
jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisahkan. Jiwa dan raga inilah
yang membentuk individu.
20
Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat Dan Islam Tentang Manusia Dan Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), 1.
15
16
Bahwa badan dan jiwa adalah dua perkara yang sangat berbeda satu sama
lain, sebab kalau yang pertama (badan), maka yang kedua (jiwa) sifatnya yang
khas satu-satunya ialah berpikir. Karena itu perasaan dan pengenalan terhadap
jiwa bersifat langsung, karena pikiran tidak memerlukan perantara dalam
mengenal dirinya sendiri. Selama jiwa itu berpikir, maka artinya ia ada, karena
pemikirannya sama benar dengan wujudnya. Seseorang bisa melepaskan diri dari
badanya, dan dari alam luar dengan segala peristiwa-peristiwanya, serta
mengingkari segala macam kebenaran, dan meragukan segala sesuatu. Namun
seseorang tidak bisa melepaskan diri sama sekali dari jiwanya yang menjadi
sumber keraguan dan pemikirannya itu.
21
Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: PT, Raja Wali,
1988), 68.
17
c. Al-Ghazali
Dalam al-Qur‟an, kata al-Basyar, baik dalam bentuk mufrad atau tasniyah
berulang sebanyak 37 kali dan tersebar dalam 26 surat. Satu kali dalam bentuk
tasniyah dan 36 dalam bentuk mufrad. Dari 37 kali kata al-basyar berulang dalam
Al-Qur‟an, hanya 4 kali disebut dalam surah-surah Madaniyah, yaitu pada Q.S Ali
„Imran /3: 47,79, Q.S Al-Maidah/5: 18 dan Q.S al- Tgabun/64: 6. Sedangkan 33
kali disebutkan dalam surah-surah Madaniyah.22
22
Ghaffar Abdur. “Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Jurnal, Vol. 4, Nol. 2 (2016),
233.
18
Dari penafsiran para ahli tentang istilah Basyar, Al-Insan, dan Dzuruyyah
Adam dapat diperoleh beberapa pelajaran penting yaitu:
23
H.G Sarwar, Filsafat Al-Quran, (Jakarta: Raja Wali, 1991), 129.
19
24
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pt, Pustaka
Pelajar, 2015), 36.
20
“Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari
golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi
peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? mereka berkata:
"Kami menjadi saksi atas diri Kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu
mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafir”.
Secara etimologi, kata al-ins berasal dari kata a-na-sa yang artinya sesuatu
yang tampak dan setiap sesuatu yang menyalahi cara liar. Namun, jika
diperhatikan bahwa Al-Qur‟an senantiasa menandemkan dengan kata al-jin yang
berarti tertutup, maka makna yang paling ideal untuk makna al-ins adalah sesuatu
yang tampak. Sementara pembahasan tentang al-ins terkait dengan perintah Allah
terhadap mereka untuk melaksanakan ibadah kepada Allah. dalam Q.S. Al-
Zariyat/51:56.25
4. Al-Nas, Kata Al-Nas dinyatakan dalam Al-Qur‟an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 surat. kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia
sebagai makhluk hidup sosial. secara keseluruhan, tanpa melihat status
keimanan atau kekafiran. Kata al-nas dipakai al-Qur‟an untuk menyatakan
adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai
kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya. Dalam menunjuk makna
manusia, kata al-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata
al-insan. Keumumannya tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang
dikandungnya. Kata al-nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial dan
kebanyakan digambarkankan sebagai kelompok manusia tertentu yang
sering melakukan mafsadah dan pengisi neraka bersama iblis. Hal ini
terlihat dalam surah Al-Baqarah /2:24.
25
Ibid., 239-241.
21
26
Ibid., 37.
22
Dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56, M. Quraish Shihab, (2003, 13: 356-57)
dalam menafsirkan kata “liya‟ buduun” pada ayat diatas menjelaskan, bahwa
bukan berarti agar supaya mereka itu beribadah, atau agar Allah disembah.
27
Ibid., 37.
23
berbuat dosa. Kecenderungan para rasul untuk tidak patuh pada dosa dan
kesalahan bukan sifat-sifat biologis, tapi sifat-sifat psikologis (atau spiritual).28
Istilah ketiga untuk manusia ialah al-nas, yaitu konsep yang mengacu pada
manusia sebagai makhluk sosial. Banyak ayat yang menunjukkan manusia sebagai
kelompok dengan karakteristiknya yang khas. Misalnya, ayat yang menggunakan
ungkapan “waminannas” (dan diantara sebagian manusia)
28
Ibid., 128.
29
Abbas Mahmud Ai-Aqqad , Manusia di ungkap Al-Quran, (Jakarta: PT, Pustaka
Firdaus, 1991), 45-46.
24
“ Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian, pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman”. (Q.S Al-Baqarah: 8).
Ada lagi ungkapan “aktsaran nas” (kebanyakan manusia). Dapat
disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk biologis, psikologis, dan sosial.
Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya
secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku.
(sunnatullah).
3. Kedudukan Manusia
Kedudukan manusia yang dimaksudkan di sini adalah konsep yang
menunjukkan hubungan manusia dengan Allah dan dengan lingkungannya.
kata khalīfah dalam grametika bahasa arab merupakan bentuk kata benda
verbal yang mensyaratkan adanya subjek atau pelaku yang aktif yang disebut
khalīfah. Kata khīlafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalīfah. Oleh
karena itu tidak aka nada sesuatu khīlafah tanpa adanya seorang khalīfah.
Sedangkan secara teknis khīlafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang
berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Khīlafah merupakan medium untuk
menegakkan Agama dan mewujudkan Syariʽah. Dari pandangan yang demikian
muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi di wa ad-daulah
(Agama dan Negara)30
kata khīlafah seakar dengan kata khalīfah (mufrad) , khalaf, (jama‟).
Semua padanan kata tersebut berasal dari kata dasar (fi‟il madi) khalafa. Kata
khalīfah dengan segala padanannya telah mengalami perkembangan arti, baik arti
khusus maupun umum, dalam firs Encylopedia of Islam , khalīfah berarti wakil,
pengganti, penguasa gelar bagi pemimpin tertinggi dalam komunitas Muslim dan
bermakna pengganti Rasulullah. Makna terakhir senada dengan al-Maududi
30
Muhammad Al-Khudhari Bek, Itsmam al-wafaa‟fi sirat Al-Khulafaa‟ (Beirut;Daar
AlFikr), 795.
25
bahwa khalīfah adalah pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai
pengganti Rasul.
Kata kerja yang menjadi kata kunci di atas berpola istaf ʽala, pola yang
telah dikenal dalam urain terdahulu. dengan pola ini, maka kata kerja istaʽmara
berarti “menjadikan sebagai penduduk dan mengolah bumi. Berdasarkan makna
ini, maka ayat di atas, Huwa ansya‟akum min al-ardh wa „staʽmarakum fiha,
menjelaskan siapa yang wajib disembah seperti yang diserukan Nabi Ṣalih itu. Dia
31
Ibid.,124.
26
adalah Tuhan yang telah menjadikan manusia dan memberinya kekuasaan untuk
menghuni dan mengolah bumi.
Eksistensi manusia sebagai abdi atau hamba Allah dapat dipahami dari
klausa liyaʽbuduni “ agar mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku” dalam Q.S
Al-Dzariyāt, 51/67: 56 yag telah di kutip. Klausa tersebut berasal dari
yaʽbudunani. Yakni sebuah kata kerja, subyek dan obyeknya. Kontraksi terjadi
karena kata kerja itu didahului oleh partikel lam yang berfungsi sebagai
penghubung dan bermakna “ tujuan atau kegunaan”. Pada sisi lain ayat itu juga
mengandung makna hashr (pembatasan) yang terdiri dari partikel ma illa ini
memberikan pengertian bahwa kejadian jin dan manusia semata-mata untuk
mengabdi kepada Tuhan. 33
Kata kerja yaʽbuduna adalah bentuk mudhariʽ dari kata kerja „abada yang
berakar kata dengan huruf-huruf „ain, ba, dan dal. Struktur ini bermakna pokok
“kelemahan dan kehinaan dan “kekerasan dan kekasaran”. Dari makna pertama
diperoleh kata „abd yang bermakna mamluk “yang dimiliki” dan mempunyai
bentuk jamak „abid dan „ibad. Bentuk pertama menunjukkan makna “budak-
budak” dan yang kedua untuk makna “hamba-hamba Tuhan”. Dari makna terakhir
32
Ibid., 126.
33
Ibid.,149.
27
B. Pengertian Makmur
Makmur diambil dari kata piʽil madi ‘Ammaro- Yuʽammiru yaitu artinya
memakmurkan.34 Pendapat lain di ambil dari kata ‘Umroonun artinya
kemakmuran, peradaban.35 Makmur dalam.36 Makmur dalam bahasa Indonesia
artinya banyak hasil, banyak penduduk, sejahtera.37 Pengertian lain bahasa
Indonesia memakmurkan. adalah membuat atau menjadikan makmur: bantuan
uang dan alat-alat pertanian itu diharapkan akan kehidupan petani,38
kemakmuran. Keadaan makmur Negara itu sudah terkenal di seluruh dunia, dan
makna lain menghuni, tinggal, hidup lama, membagun, mendirikan.
34
Asad M. Al- Kalam, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: cet, 9,PT, Bulan Bintang,
2010), 209.
35
Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Surabaya: Pt. Muti Karya
Grafika Podok pesantren Krapyak, 1996), 1770.
36
Munir Baalbaki, Rohi Baalbaki, Kamus Al-Maurid Arab, Inggris, Indonesia,
(Rembang: 2006 M), 287.
37
Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, cet, pertama 1992),
99.
38
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Kamus Al-Qur‟an, (Jawa Barat: Pt, Pustaka Khazanah,
2017), 485-486.
39
Munir Baalbaki, Rohi baalbaki,Kamus Al-Maurid, Arab, Inggris, Indonesia,(Surabaya :
Pt,Halim Jaya,2006), 287.
40
Ahmad Sunarto, Kamus Lengkap Al-Fikri, Indonesia, Arab,Inggris, (Surabaya :Halim
Jaya,2002), 143.
28
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.(Q.S. Adz-Dzariyāt:56).
Mengabdikan diri kepada Allah itu berarti mematuhi segala perintahNya
dan menghentikan segala laranganNya. sedangkan perintah dan larangan Allah itu
meliputi seluruh aspek kemanusiaan dan kehidupannya.41 Karena itu manusia
harus mematuhi perintah dan larangan Allah di dalam seluruh aspek kemanusiaan
dan kehidupannya itu. Apabila manusia telah berbuat demikian, barulah
keselamatan dan kebahagiaan hidup itu akan di perolehnya.
41
Ibid., 143.
42
Khaelany, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1996), 66.
29
43
Ibid. , 64.
30
D. Hakikat Kemakmuran
Adapun dari sudut pandang Islam, tepatnya pada ayat Al-Qur‟an
sebenarnya banyak sekali kata ayat Al-Qur‟an yang mengandung arti
memakmurkan seperti Al-falah, Bana, Ashlaha, Istaʽmar, „Umran, „Amar, Al-
Amanu.
1. Al-falah
Al-Qur‟an menggunakan kata yang terdiri dari akar kata F-L-H yang
berarti membelah. Petani dikatakan al-fallah karena pekerjaannya membelah
tanah agar bisa ditanami bibit. Dari pengertian ini kemudian muncul kata al-falah
yang artinnya keberuntungan. Jika dikaitkan dengan arti lughawi, mereka yang
44
BAB III Ayat dan Tafsirannya, 40.
45
Khaelany, Islam Kependudukan & Lingkungan Hidup, 69.
46
Khaelany, Islam Kependudukan & Lingkungan Hidup, 72.
31
mendapatkan keberuntungan adalah mereka yang telah rela bersusah payah demi
mendapatkan sesuatu yang diinginkan.47
Jika melihat kata yang berakar pada F-L-H, dan penggunaannya dalam Al-
Qur‟an, maka kita temukan bahwa mereka yang beruntung adalah orang yang
bertaqwa kepada Allah.
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil bahwa orang yang mendapat
keuntungan di dunia dan akhirat adalah mereka yang melakukan aktivitas positif
dalam kehidupan mereka. Baik ibadah ritual-murni maupun ibadah sosial
kemasyarakatan. Memberikan kemanfaatan kepada orang lain.
2. صيُ َخ
َ Kata: ْ ص
َل َح َ َ( ا َ ْىفkerusakan).
َ ( اىperbaikan) merupakan lawan dari سب َد
Dan seringnya kedua kata ini khusus digunakan untuk perbuatan. Adapun
di dalam al-Quran, kebalikan dari kata صَلَح
اى هini terkadang menggunakan
َ َاَىف, dan terkadang menggunakan kata
kata سبد ٌس ِيّئَت
ّ ( اىkesalahan,
keburukan).48
Contoh ayat: Q.S At-Taūbāh: 102
“ Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dan pada ayat-ayat lain yang jumlahnya cukup banyak. Kata صلُخ
ُ
(perdamaian) khusus digunakan untuk menunjukan hilangnya perselisihan
diantara manusia. Dari sinilah dikatakan طلَ ُذ ْْا
َ ص
ْ ِ اdan صالَ ُذ ْْا
َ َ( تmereka berdamai
َ ًْ صالَ ُح هللاِ تَ َعا َل ا َ ْ ِإل
). Sedangkan cara ساى ْ ِ( اAllah membuat seseorang menjadi baik)
adalah terkandung dengan menciptakannya sebagai seorang hamba yang shalih
47
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al- Mufradat Fi Gharibil Quran Kamus Al-Quran, jilid 3,
(Jawa Barat:Pustaka Khazanah, Fawa‟id, 2017), 88-89.
48
Ibid., 196.
32
(baik), terkadang dengan menghilangkan keburukan yang ada pada dirinya setelah
keberadaannya, dan terkadang, dengan menghukuminya sebagai seorang yang
shalih.
Q.S Muhammad: 2
“Dan orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang
diturunkan kepada Muhammad dan Itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah
menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki Keadaan
mereka”,
Kata ا َ ْىعَ َْ ُشatau ا َ ْىعُ َْ ُشyang berarti usia adalah sebuah nama masa
kemakmuran badan manusia melalui sebuah kehidupan, ia bukan kekekalan. Jika
ُ َطب َه
disebutkan dalam sebuah kalimat ُٓ ع َْ ُش maka maknanya adalah masa
kemakmuran badan ruhaninya panjang, namun jika disebutkan dalam kalimat َب ِق َي
ُٓ ع َُْ ُشitu bukan berarti kemakmuran badan dan ruhaninya kekal, karena kebalikan
dari kata ا َ ْى ْبقَب ُءadalah اَ ْىفَ َْبءyaitu kebinasaan. Kata ا َ ْىبَ َقب ُء
Memiliki makna yang lebih mendalam dari kalimat ا َ ْىعُ َْ ُشkarena itu Allah
disifati dengan kata ا َ ْىبَقَب ُء, dan jarang sekali Allah disifati dengan kata اَ ْىعُ َْش.
Kata اىخ ه ْع َِي ُْشartinya memberikan usia dalam bentuk doa, baik itu dengan
perbuatan ataupun dengan perkataan.49
Contoh Q.S Al-Fāṭir: 37
“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah
Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang
telah Kami kerjakan". dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam
masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah
49
Ibid., 97.
33
tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami)
dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun”.50
Kata يعَشdalam ayat tersebut bisa berasal dari kata اىعَبسةyang berarti
menjaga bangunan, atau berasal dari kata اىعَشة yang berarti berziatah, atau
50
Ibid., 97.
51
Ibid., 98.
34
berasal dari ungkapan arab yang berbunyi عَشث بَنبُ مزاartinya aku telah menetap
disuatu tempat ini. Diartikan demikian karena kalimat ُ عَشث اىَنبyang berarti
aku memakmurkan tempat ini, sama seperti kalimat ُ عَشث بيَنبyang berarti aku
memakmurkan dengan tempat, dan itu maksudnya aku menepati tempat ini. Kata
اىعَبسةlebih khusus daripada kata اىقبييت- اىقبييتadalah kelompok yang menetapi
sebuah tempat dan memakmurkannya.52
Seorang penyair berkata:
ىنو أّبس ٍِ ٍعذ عَبسة
Setiap orang pasti mempunyai tempat yang harus ia jaga
Kata اىعَبسartinya adalah sesuatu yang diletakkan di atas kepala seorang
pemimpin sebagai tanda untuk menjaga kepemimpinannya, baik hal itu berupa
sorban ataupun sebuah kipas yang biasa digunakan untuk mengipasi. Jika kipas
tidak bisa disebut dengan kata اىعَبسmaka itu merupakan sebuah makna pinjaman
dan sebuah gambaran. Kata اىَعَشartinya adalah tempat tinggal yang masih
dimakmurkan oleh penduduknya. Kata اىعشٍشٍتartinya adalah teman yang selalu
menunjukkan untuk memakmurkan (membangun) sebuah tempat melalui teman-
temanya. Kata ٙ اىعَشyang biasa digunakan dalam pemberian adalah menjadikan
sesuatu sebagai pemberian baginya selama masanya hidupnya atau masa hidup
yang memberinya, dan ini sama seperti kata ٚ اىشقبyang berarti budak.
Dikhususkanya kata tersebut dalam penggunaan maknanya adalah sebagai
pengingat bahwa pemberian itu adalah hanyalah sebagai pinjaman. Kata اىعَش
artinya adalah daging yang ada diantara sela-sela gigi, jamak dari kata tersebut
adalah عَ٘س. kata أً عبٍشadalah bahasa kiasan untuk serigala, sedangkan kata ٘أب
عَشةadalah bahasa kiasan untuk orang yang bangkrut atau tidak punya harta.
3. ْٚب: artinya membangun dikatakan dalam sebuah kalimat بْيجartinya aku
telah membangun, atau kalimat ابْي بْبءartinya saya membangun sebuah
bangunan.53
Conto Allah berfirman: Q.S An-Nabā‟: 12.54
52
Ibid., 99.
53
Ibid.,
54
Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Mistha, Al-Wafi Hadist Arbain Imam Nawawi
pokok-pokok Ajaran Islam, 25-26.
35
“ Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu Senantiasa menjadi pangkal
keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Bana dalam kamus lengkap fikri di artikan dengan makna membangun.
Disebutkan Dalam Al-Qur‟an surah Al-An‟am,( 1 ayat), Qap, (1 ayat), An-Nabā‟,
(1 ayat) Makna Bani Adam Kata Bani ( ) تًىberasal dari kata ban ā ( ) تًىartinya
membina, membangun, mendirikan, menyusun55. Jadi Bani Adam artinya susunan
keturunan anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya. Dari permulaan
kehadiran anak cucu Adam (manusia) seperti halnya hewan di bumi ini, hanya
manusia yang mencapai tahapan Adam yang mampu memikul tanggung jawab.
“Beberapa pemikir mengatakan, manusia lah yang beradab, sedangkan jin adalah
makhluk yang tidak berada Namun manusia/insan ini pun ada tingkatan-
55
Ahmad Sunarto, Kamus AL-Fikri Arab-Indonesia- Inggris, (Pt, Halim Jaya, 2012),
143.
36
56
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Pespektif Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), 35.
37
38
1. Sebagai khalīfah:
a. Q.S Al-Anʽām ayat 165
.”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.57
Sebagai khalīfah di bumi,” yaitu berkesinambungan dari satu umat kepada
umat setelahnya, satu generasi kepada generasi setelahnya serta satu masyarakat
kepada masyarakat setelahnya. Seandainya Allah menghendaki niscaya Dia akan
menjadikan mereka seluruhnya dalam satu waktu, tidak menjadikan sebagian
mereka sebagai anak cucu dan bagian yang lain. Bahkan, seandainya Dia
menghendaki, niscaya Dia akan menciptakan mereka semua sekaligus,
sebagaimana Dia menciptakan Adam dari tanah. Seandainya Dia menghendaki
untuk menjadikan sebagian mereka sebagai keturunan dari sebagian yang lain, dan
Dia tid Dalam konteks makna khalīfah dalam Al-Qur‟an, para ulama‟berbeda
pendapat tentang siapa yang digantikan oleh manusia?
57
Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata, (Jakarta: Pt, Magfirah Pustaka,2009), 150.
39
2. Abdul Mu’abbid
Kedudukan manusia di alam ini yang sering diangkat oleh para pakar
adalah sebagai hamba yang harus beribadah kepada Allah Swt. Hal ini biasanya
didasarkan pada petunjuk ayat yang berbunyi:
a. Adz-dzāriyāt : 56
58
Ibid., 150.
59
Ibid., 150.
40
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diberi potensi untuk
mengembangkan diri dan kemanusiaannya. potensi-potensi tersebut merupakan
modal dasar bagi manusia dalam menjalankan berbagai fungsi dan
tanggungjawab kemanusiaannya. Agar potensipotensi itu menjadi aktual dalam
kehidupan perlu dikembangkan dan digiring pada penyempurnaan-
penyempurnaan melalui upaya pendidikan, karena itu diperlukan penciptaan arah
bangun pendidikan yang menjadikan manusia layak untuk mengembang misi
Ilahi. 60
60
Muhammad Abqari “Bentuk Bumi Dalam Pespektif Al-Qur‟an”. Skripsi. Semarang:
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Serjana Agama (S.1) UIN
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017, 11.
41
6. Makkiyyah
.”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
61
Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia, Q.S, 6, 150.
42
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka”.
2. Madaniyah
Pada pariode Madinah ini Al-Qur‟an turun dengan ayat-ayatnya untuk
memberikan berbagai pemecahan dan jawaban terhadap persoalan sekitar tugas
manusia sebagai pemakmur di muka bumi. Pada pariode Madinah ini, banyak ayat
yang turun untuk mengatur tata cara untuk memakmurkan bumi dan cara untuk
mengelolah dengan baik. Semua ajaran dan pesan- pesan yang banyak turun pada
pariode Madinah ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang berbudi
mulia dan saling mengasihi, tidak sepantasnya ada yang kuat menindas yang
lemah, dengan begitu maka tercipta lah kedamaian, aman, sejahtera dan makmur
sebagaimana firman Allah:62
62
Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I, (Jakarta: Pt, Raja Grafindo Persada,
1994), 65.
43
3. Munasabah Ayat
a. Q.S Al-An‟am: 165 berhungan dengan Surah An-Nmal Ayat 62 Allah
berfirman: wa Huwal ladzi ja‟alakum khalaa ifa fil ardli (“Dan Dialah
yang menjadikan kamu penguasa- penguasa di bumi,”) maksudnya,
Allah telah menjadikan kalian pemakmur bumi itu dari generasi ke
generasi, dari satu masa ke masa yang lain, generasi berikutnya setelah
generasi sebelumnya. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Zaid dan
ulama lainnya. Hal itu sama seperti firmanNya yang artinya: “Dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi”. (Qs. An-
Naml:62).63
FirmanNya selanjutnya: wa rafa‟a ba‟dlakum fauqa ba‟dlin darajaat
(“Dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagai yang lain
beberapa derajat.”) Artinya, Allah membedakan di antara kalian dalam
hal rizki, akhlak, kebaikan, keburukan, penampilan, bentuk, dan warna,
dan dalam hal itu semua Allah mempunyai hikmah.64
b. Q.S Adz-dzariyāt : 56 berkaitan dengan Surah Al-Baqarah 30“liya‟
buduun” pada ayat di atas menjelaskan, bahwa bukan berarti agar
supaya mereka itu beribadah, atau agar Allah di sembah. Pemaknaan
seperti ini dipandang mustahil sebab Allah tidak membutuhkan
sesuatu. Dari sini bisa dipahami, bahwa tujuan penciptaan manusia itu
bukan untuk Allah, tetapi untuk diri manusia itu sendiri. Jadi bila
dalam ayat tersebut dikatakan agar manusia beribadah, maka manfaat
ibadah yang dilakukan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk
manusia sendiri.
63
ibid., 150.
64
ibid., 150.
44
tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan amanah
sebagai khalīfah Allah di bumi dan sekaligus beribadah kepadaNya.
65
Dudung Abdullah. “Perspektif Al-Quran Tentang Posisi Manusia Dalam Memakmurkan
Alam Raya”. Jurnal, Vol. 5, No.1 (2016), 15-17.
45
amanah yang diberikan Allah kepada manusia, Allah akan meminta tanggung
jawab kepada seluruh manusia baik selaku individu maupun selaku pemimpin
masyarakat . Tugas-tugas kekhalīfahan bisa kita dapatkan dalam Al-Qur‟an dalam
berbagai macam trmnya.66
1. Makkiyyah
a. Q.S Al-Anʽām ayat 165
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.
2. Madaniyyah
a. Q.S An-Nur: 55
.4
“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
66
Ahsin Sakho Muhammad, keberkahan Al-Quran,(Jakarta: Qaf, 2017), 57.
46
b. Q.S Al-Ahzāb: 72
3. Asbabun Al-Nuzul
Q.S An-Nur: 55 Ubay bin Ka‟ab ra. Menuturkan, bahwa saat Rasulullah
Saw. Dan para sahabat datang ke madinah, kaum Anshar memberi mereka
tempat tinggal. Sementara di satu sisi, kaum kafir Arab di Madinah bersatu
memusuhi mereka. Akibatnya, kaum Muslim setiap saat selalu membawa
senjata di siang dan malam hari. Mereka berkata, “dapatkah kita hidup aman,
tidak takut kecuali kepada Allah? Maka itu, turunlah ayat ini. (Hadits sahih
riwayat Hakim dan Thabrani).69
67
Millati, kekuasaan dalam Tafsir Nusantara dan relevansinya terhadap persoalan
kebangsaan kajian terhadap ayat-ayat khalifah dalam tafsir An-Nur, Al-Azhar dan al-Mishbah,
jurnal of Islamic Studies and Humanities, vol, 1, No.2 (2016), 161.
68
Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia, Q.S, 33, 427.
69
Ibid., 150.
47
4. Munasabah Ayat
a. Q.S Al-Anʽām: 165, Mempunyai keterkaitan dengan Surah setelahnya
Q.S Al-A‟raf ayat: 11
70
Ibid., 150.
48
“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu
berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang
dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa
yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”72
(katakanlah! “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan jika
kalian berpaling) dari taat kepadanya. Lafaz Tawallau asalnya adalah Tatawallau:
maksudnya pembicaraan ini ditujukan kepada mereka (maka sesungguhnya
kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya) yaitu menyampai
risalah (dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan
kepada kalian yakni untuk taat kepadanya (dan jika kalian taat kepadanya, niscaya
71
Ahsin Sakho, Keberkahan Al-Qur‟an,(Jakarta: Qaf Media,2017), 58.
72
Ahsin Sakho, Membumikan Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Qaf Media,2019), 166-165.
49
kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan amanat Allah dengan terang) yaitu secara jelas dan gamblang.
Q.S An-Nūr: 55 Pendapat Al-Baqa`i dan Thahir Ibn `Asyur tentang kaitan
antara ayat ini dengan ayat sebelumnya, lalu menepisnya menandakan bukan itu
yang terpenting. Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini menyatakan. Dan Allah
telah menjanjikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan membuktikan
keimanannya dengan mengerjakan amal-amal yang shaleh yakni yang baik dan
bermanfaat sesuai tuntunan agama untuk menganugrahkan mereka kekuasaan, dan
Dia bersumpah bahwa Yang Maha Kuasa itu pasti akan menjadikan mereka
penguasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka penguasa, dan pasti Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
mereka anut yang telah dirhidai-Nya untuk mereka yakni agama Islam, dan Dia
benar-benar akan mengganti buat mereka sesudah ketakutan yang mencekam
mereka dengan rasa aman sentasa yang sangat mendalam.73
Hal ini bisa tercermin pada surah Shad ayat 26 ketika Allah mengangkat
Nabi Dawud menjadi khalīfah di tanah syam. Allah mewasiatkan kepadanya agar
Nabi Dawud menegakkan keadilan, memutuskan hukum dengan benar dan tidak
mengikuti hawa nafsu semata. Sebab, hal itu akan menyebabkan dia tersesat.
73
Ibid,. 165.
50
74
Ibid.,165.
51
Bumi atau wilayah tertentu adalah tempat atau sarana dalam melaksanakan
kekhalīfahan. Bumi merupakan tempat berbagai potensi yang dibutuhkan oleh
manusia untuk mendapatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, khalīfah
berkewajiban mengelolah ( ista‟mara /memakmurkan) bumi dan semua isinya atau
sumber-sumbernya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, seorang
khalīfah harus memiliki ilmu pengetahuan untuk mengelolah objek kekuasaan
itu.75
1. Makkiyah
a. Q.S Al-Anʽam: 141
75
Makmur. “Pandangan Al-Quran Dalam Politik”. Jurnal Penelitian dan penngabdian
Masyarakat, Vol 1, No. 1 (2019), 53.
52
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
b. Q.S Sabā‟: 15
.5
“ Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."77
76
Aflikasi Al-Qur‟an Indonesia Q.S Saba‟/ 15, 430.
77
Ibid., 228.
53
d. Q.S Al-Zukhrūf: 32
2. Madaniyah
a. Q.S Al-Baqarah: 267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.79
3. Asbab An-Nuzul
78
Ibid., 53.
79
Qurais Titis Rosowulan, Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam
Perspektif Al-Quran”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019), 27-28.
54
pada masa turunnya ayat, baik sebelum maupun sesudah turunnya, dimana
kandungan ayat tersebut berkaitan/ dapat dikaitkan dengan peristiwa itu.
Sebagaimana firman Allah: di sini terdapat empat ayat:80
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Al-Barra Ra. Berkata,” Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar, yang
merupakan para pemilik kebun kurma. Saat itu, tiap orang mengeluarkan sedekah
hasil perkebunannya disesuaikan dengan sedikit banyaknya kebun yang mereka
miliki. Ada seseorang yang mengeluarkan sedekahnya dengan satu atau dua
tandan kurma, dan menggantungkannya di masjid. Saat itu, Ahlu ash-Suffah
(orang yang tinggal di masjid) tidak mempunyai makanan, dan apabila salah
seorang dari mereka sedang lapar, maka dia akan mendatangi tandan kurma
tersebut, lalu memukulnya dengan tongkat hingga korma yang masih muda
berjatuhan, lalu mereka memakannya. Namun, ada beberapa orang yang tidak
suka dengan perintah bersedekah, apabila mengeluarkan sedekahnya, dia
mengeluarkan setandan kurma yang jelak dan tidak berkualitas, serta setandan
kurma yang tidak utuh, kemudian menggantungkannya di masjid. Atas hal
80
Shihab, Kaidah Tafsir, (Tenggerang: Lentera Hati, 2013), 235.
55
tersebut, Allah menurunkan ayat ini.(Hadis hasan Gharib, menurut Tirmidzi, dan
Hadits sahih menurut Hakim dan sesuai ketentuan Muslim.81
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.82
Ibnu Juraij ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Ṭsabit bin Qais bin Syammas yang memanen kurmanya. Setelah itu, ia
mengadakan pesta, sehingga di sore hari, semua hasil panennya habis sama sekali.
(HR. Ibnu Jarir. Lihat Ibnu Katsir:2/346
b. Q.S. Sabā‟:15
81
Ibid., 54.
82
Ibid., 54.
56
„Ali bin Rabah Ra. Meriwayatkan, bahwa ketiga ayat ini diturunkan
berkenaan dengan Farwah bin Masik al-Ghathifi ra. Yang suatu ketika menemui
Rasulullah Saw. Dan berkata, “Rasulullah, kaum saba‟ adalah kaum yang
terpandang di masa jahiliah. Aku khawatir manakala mereka menolak masuk
Islam. Boleh aku memerangi mereka? (HR. Ibn Abi Hatim. Lihat Ibn Katsir
4/316 dan Qurthubi: 8/5551).83
c. Q.S. al-Zukhrūf : 32
83
Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an Perkata, (Jakarta: Pt, Magfirah Pustaka, 2009), 150.
57
4. Munasabah ayat
84
Ibid., 150.
85
Ibid,. 243.
58
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bersedekah dengan harta
terbaik yang mereka dapatkan dan yang Allah berikan dari hasil bumi, seperti
pertanian, perkebunan, dan barang tambang. Dan Allah melarang mereka sengaja
berinfak dengan harta yang demikian, merekapun tidak mau menerimanya kecuali
dengan hati yang enggan. Maka bagaimana kalian berinfak dengan harta yang
demikian untuk melaksanakan kewajiban yang Allah berikan? Dan ketahuilah
Allah Maha Kaya dari sedekah kalian, dan Maha terpuji dalam segala perbuatan
dan firmanNya.86
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.87
c. Q.S Hūd: 61 berkaitan dengan surah Ali Imran ayat 133: Maksud surah
Al-Baqarah ayat 133 diatas adalah hendaknya kita sebagai umat manusia
yang telah diciptakan oleh Allah dari bahan bumi/ tanah untuk
bersegerahlah memohon ampun kepadaNya . kita diciptakan atas
kehendakNya maka kita pun harus kembali pasrah kepadaNya pula. 88
“Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
87
Ibid., 146.
88
Ibid., 228.
89
ibid., 228.
60
Kita telah dibekali Allah dengan akal dan pikiran, maka kita harus
memengoptimalkan akal pikiran untuk menggali potensi bumi dan alam semesta
untuk memakmurkan mereka semua yang ada di alam semesta ini bisa
dimanfaatkan seluas-luasnya oleh manusia, baik yang ada didaratan, lautan dan
bahkan di angkasa luar, jika kita mau.
tanah yang lapang dan subur, sungai-sungai yang membawa banyak kebaikan,
pepohonan yang menghasilkan buah terbaik, dan Tuhan yang Maha pengampun,
mengampuni banyak dosa dan memberi pahala yang besar atas amalan yang
sedikit.
91
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur‟an,
(Jakarta: Pt, Rineka Cipta, 1994), 89-91.
62
dengan alam sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah swt sebagaimana yang tertera
dalam wahyu-wahyu-Nya.
92
Titis Rosowulan, Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduannya dalam Perspektif
Al-Quran”. Jurnal Studi Islam, Vol, 14. No. 1 (2019), 33.
63
Tujuan diciptakan manusia ini bisa dilihat pada dialog Antara Allah Swt.
Dengan para malaikat ketika hendak menciptakan manusia, dialog itu diabadikan
dalam surah al-Baqarah (2) ayat 30 berikut:
Jadi esensi tujuan penciptaan manusia adalah Allah hendak memberi tugas
kepada manusia sebagai khalīfah Allah di bumi, yaitu melaksanakan amanah
93
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Quran, (Yogyakarta: Pt, Pustaka
Pelajar,2015), 36-37.
64
65
sesuai tuntunan Allah dan RasulNya dalam bidang keahlian dan atau kewenangan
sesuai yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Kalau kita kembali kepada ayat Al-Baqarah 30, yang menggunakan kata
khalīfah untuk Adam As, maka ditemukan persamaan-persamaan dengan ayat
yang membicarakan Daud As., baik persamaan dalam redaksi maupun dalam
makna dan konteks uraian.95
Di dalam Tafsir Nurul Al-Quran ayat 30, Manusia, wakil Allah di bumi
kita mengetahui dari ayat-ayat sebelumnya, Allah telah menciptakan segenap
94
Ibid., 36.
95
Ibid., 37.
66
karunia di bumi untuk manusia, sedangkan dalam ayat- ayat ini pemimpin dan
kekhalīfahan manusia dinyatakan dengan resmi. Dengan begitu, kedudukan
spiritual manusia dan nilai semua manfaat diandal kan.
Dalam ayat ini, yang dimulai dari ayat 30 dan berakhir pada ayat 39
penciptaaan Adam (manusia pertama) disinggung dan tiga persoalan yang
fundamental juga disampaikan: pertama Allah memberi tahu para malaikat
mengenai kekhalīfahan manusia di bumi dan pertanyaan mereka kepada Allah,
kedua para malaikat diperintahkan bersujud di hadapan manusia pertama, Adam.
Situasi ini disinggung dalam banyak ayat dalam Al-Qur‟an Al-Karim berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa yang berbeda-beda96
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khalīfah pada ayat
ini bukan hanya Nabi Adam As. Tetapi seluruh umat manusia, yang menjadi
khalīfah satu masa dengan masa yang lain, satu zaman dengan zaman yang lain.
Artinya manusia akan menjadi pengelola bumi dan akan terus digantikan oleh
anak cucunya.
96
Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, (Jakarta: Al-Huda, 2004), 373-374.
67
perbuatan dan anak cucunya juga akan melakukan perbuatan, salah satunya adalah
saling menumpah darah.
Hal ini lah yang menjadi malaikat bertannya tentang perihal manusia. Jika
tidak maka malaikat tidak akan tahu. Ayat di atas menegaskan bahwa sebelum
manusia diciptakan, Allah Swt. Telah menjelaskan tugasnya sebagai khalīfah di
muka bumi. Dengan demikian ayat ini menunjukkan bahwa kekhalīfahan terdiri
dari wewenang yang dianugerahkan Allah Swt. Kepada manusia untuk
menegakkan kehendakNya dan menerapkan ketetapan- ketetapanNya.
Menurut para ulama‟ besar dan intelektual Islam, serta para pakar dalam
bidang tafsir, makna objektif “khalīfah”(wakil) adalah wakil Ilahi di muka bumi,
karena pertanyaan yang diajukan oleh para malaikat yang megatakan bahwa umat
manusia mungkin akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di
permukaan bumi sedangkan mereka (para malaikat) bertasbih kepadanya
menguatkan makna ini bahwasanya wakil Allah di muka bumi tidak bersesuaian
dengan perbuatan seperti ini.
97
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, jilid 1, cet, 2 (Jakarta: pt, Al-Huda,
2006), 375.
68
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Terjemahan Hadits Arbaʽin Hadits kedua puluh Sembilan amal yang
memasukkan ke Surga, Dari Mu‟adz bin Jabal R.A., ia berkata: “Aku berkata
kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang suatu amal,
yang dapat memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari Neraka. “Beliau
bersabda: “Sesungguhnya engkau telah bertanya tentang suatu perkara yang
agung, dan sesungguhnya hal itu ringan bagi orang yang dimudahkan Allah
untuk mengamalkannya, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan jangan
menyekutukannya sesuatu pun denganNya, dan engkau mendirikan shalat,
mengeluarkan Zakat, puaso di bulan Ramadhan dan mengerjakan Haji ke
Baitullah.” Kemudian beliau bersabda lagi: “ inginkah engkau kuberi petunjuk
jalan tentang pintu-pintu kebaikan? Yaitu puasa itu perisai, sedekah itu
menghapuskan kesalahan (dosa) bagaikan air memadamkan api, dan solat
seseorang di tengah malam.” Kemudia Rasulullah Saw. Membaca ayat:
Tatajaafa junuu buhum „alal madlaaji‟i‟ hingga sampai kata “Ya maluun”
kemudian beliau bersabda: “ maukah bila kuberitahukan kepadamu pokok-pokok
perkara (amal), tiang-tiang dan puncak-puncaknya? “saya menjawab: “Tentu
saja, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau bersabda: “ Perkara yang pokok ialah
Islam, dan tiangnya adalah Shalat, dan puncaknya ialah jihat.” Lalu sabdanya
lagi “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang maksud dari keseluruhan
(kuncinya) semua itu? Saya menjawab: “ tentu saja, wahai Rasulullah .” Maka
beliau memegang mulutnya dan bersabda: “jagalah ini (sambil mengisyaratkan
lidah).” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah sesungguhnya kita disiksa
karena pembicaraan kita? Maka menjawab beliau: Ibumu akan kehilangan
kamu, (semoga selamat engkau), bukankah manusia itu tidak menelungkupkan
muka-muka mereka ke dalam neraka kecuali lantaran karena ucapan mereka?”
(HR. Turmudzi).98
M. Quraish Shihab, (2003, 13: 356-57) dalam menafsirkan kata “liya‟
buduun” pada ayat di atas menjelaskan, bahwa bukan berarti agar supaya mereka
itu beribadah, atau agar Allah disembah. Pemaknaan seperti ini dipandang
mustahil sebab Allah tidak membutuhkan sesuatu. Dari sini bisa dipahami, bahwa
tujuan penciptaan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk diri manusia itu
sendiri. Jadi bila dalam ayat tersebut dikatakan agar manusia beribadah, maka
manfaat ibadah yang dilakukan manusia itu bukan untuk Allah, tetapi untuk
manusia sendiri.
98
Achmad Sunarto, Terjemahan Hadits Ar-Baʽin Annawawiyyah, (Jakarta: Pt, Pustaka
Amani), 7-8.
69
Di dalam Q.S Al-Anʽām Ayat 165 Tafsir Nurul Quran, Pada ayat ini,
yang merupakan ayat terakhir surat Al-Anʽām untuk melengkapkan pembahasan
sebelumnya tentang penguatan pondasi tauhid dan perjuangan melawan
kemusyrikin, Al-Qur‟an menunjukkan kedudukan manusia dan keadaan di dunia
ini. Manusia adalah wakil Allah di bumi dan semua sumber yang terdapat didunia
ini diatur untuk dimanfaatkannya. Allah swt telah memberikan perintah dan
kekuasaan pada manusia atas semua makhluk. Karena itu manusia, manusia
99
Ibid.,43
70
seperti ini mestinya tidak menjatuhkan dirinya begitu rendah sehingga menjadi
lemah.100
Di dalam Q.S Al-Anʽām Ayat 165 Tafsir Al-Muyassar, Dan Allah SWT
yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di muka bumi yang menggantikan
umat manusia sebelum kalian, setelah Allah memusnahkan mereka dan
menjadikan kalian pengganti mereka di bumi, untuk memakmurkannya
sepeninggal mereka dengan ketaatan kepada Tuhan mereka, dan dia meninggikan
sebagian dari kalian dalam soal rizki dan kekuatan di atas sebagian yang lain
beberapa derajat, untuk menguji kalian terkait karunia-karunia yang diberikan
100
Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, ( Jakarta: Al-Huda, 2004), 373-374.
71
kepada kalian, sehingga tanpak dalam pandangan manusia siapa orang yang
bersukur dan yang tidak.101
Q.S. Hūd 61
“ Dan kepada Ṭsamud (kami utus) saudara mereka Ṣhaleh. Ṣhaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
101
Ibid., 449.
72
102
Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzuul, (Bandung: Pt, Sinar Baru Algensindo, 1999), 918.
73
rahmat Rabbmu) yakni surga Rabbmu (lebih baik daripada apa yang mereka
kumpulkan) di dunia.
Q.S An-Nūr: 55
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)
itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”103
Quraish Shihab menuliskan pendapat Al-Baqa`i dan Thahir Ibn `Asyur
tentang kaitan antara ayat ini dengan ayat sebelumnya, lalu menepisnya
menandakan bukan itu yang terpenting. Apapun hubungannya, yang jelas ayat ini
menyatakan. Dan Allah telah menjanjikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan membuktikan keimanannya dengan mengerjakan amal-amal yang
shaleh yakni yang baik dan bermanfaat sesuai tuntunan agama untuk
menganugrahkan mereka kekuasaan, dan Dia bersumpah bahwa Yang Maha
Kuasa itu pasti akan menjadikan mereka penguasa di bumi sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka penguasa, dan pasti Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang mereka anut yang telah dirhidai-Nya untuk
mereka yakni agama Islam, dan Dia benar-benar akan mengganti buat mereka
103
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 651-653.
74
sesudah ketakutan yang mencekam mereka dengan rasa aman sentasa yang
sangat mendalam.104
Kata ( ٌ )ٍْنdipahami oleh sementara para ulama dalam arti sebagian dari
kamu. Ada juga yang memahaminya hanya tertuju kepada masyarakat Nabi dan
sahabat-sahabat beliau, yang hidup pada abad pertama hijriah, sehingga kata (
)اَلسضmereka pahami dalam arti kota Mekkah atau paling tinggi wilayah
kekuasaan Khulafa ar-Rashidin. Pendapat tersebut membatasi pengertian ayat ini,
padahal tidak ditemukan qarinah/indikator yang jelas untuk pembatasannya,
karena itu pendapat yang memahaminya dalam arti umum, bahkan memahaminya
sebagai salah satu hukum kemasyarakatan adalah pendapat yang lebih tepat.
Kata ( )عَوdipahami dalam arti penggunaan daya. Manusia memiliki
empat daya pokok. Daya fisik, daya pikir, daya kalbu dan daya hidup. Dalam fisik
melahirkan keterampilan, daya pikir melahirkan ilmu dan teknologi, daya kalbu
mengantar kepada keimanan dan akhlak yang luhur, berimajinasi serta mendorong
lahirnnya seni, sedang daya hidup menjadikan seseorang mampu menghadapi
aneka tantangan serta menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penggunaan salah
satu dari daya ini dinamai `amal.
Kata ( )صبىحبثterambil dari kata ( )صيخyang biasa dipahami dalam arti
baik atau bermanfaat. Sesuatu yang saleh adalah yang terpelihara nilai-nilainya
sehingga dapat tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat. seorang yang beramal
saleh dituntut untuk memelihara ciptaan Allah agar tetap berfungsi, juga dituntut
untuk melakukan kegiatan memulihkan nilai sesuatu yang berkurang atau hilang
sehingga menjadi baik dan bermanfaat lagi, bahkan jika dapat maka hendaknya ia
melakukan amal yang dapat melahirkan nilai tambah bagi sesuatu itu, sehingga
kualitas dan manfaatnya lebih tinggi dari semula.
Qurai Shihab menjelaskan maksud mengerjakan amal-amal shaleh pada
ayat ini tentu bukan semua amal saleh, tetapi sebagian besar dari amal-amal saleh
itu yang kadarnya cukup untuk menjadikan seseorang digelar sebagai orang saleh
dan kumpulan dari mereka dinamai masyarakat yang saleh. Memang amal-amal
saleh yang diamalkan oleh mayoritas anggota masyarakat akan memberi dampak
104
Ibid., 651-653.
75
bagi perkembangan positif masyarakat itu, menjadikan mereka kuat dan sejahtera
lahir dan batin serta mengantar terjalinnya hubungan harmonis antar semua pihak
sesuai dengan tuntunan agama.105
Qurai Shihab menambahkan Thahir Ibn `Asyur menggaris bawahi sekian
banyak tuntunan agama baik dari Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menjadi
syarat pokok bagi tercapainya janji ini. Antara lain firman-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu.” (QS. An-Nisa‟ 4: 29).107
…
105
Ibid, 186.
106
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, 277.
107
Ibid. , 83.
108
Ibid. , 32.
76
“Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan
di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad
47: 22).109
Di sisi lain Rasul ṣalallahu „alaihi wasallam telah menjelaskan pula
kebijaksanaan yang harus ditempuh oleh para penguasa terhadap rakyat dan
anggota masyarakat secara umum, juga terhadap musuh dalam peperangan,
perdamaian dan perjanjian serta menjelaskan pula prinsip-prinsip interaksi antar
anggota masyarakat. Nah, jika para penguasa dan masyarakat umum
mengindahkan tuntunan yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya di atas,
niscaya janji Allah ini pasti terlaksana.110
Kalau ada masyarakat non-Muslim yang melaksanakan tuntunan di atas dan
menerapkannya dalam masyarakat mereka walau tanpa iman kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka mereka juga akan meraih sukses serupa dengan yang dapat
diraih kaum muslimin karena tuntunan-tuntunan itu telah menjadi hukum-hukum
kemsyarakatan dan sunnatullah serta sebab-sebab yang menghasilkan janji itu.
Memang ketiadaan iman serta kedurhakaan mereka kepada Allah dalam bentuk
syirik, atau mengingkari kerasulan menjadikan mereka tidak memperoleh
dukungan Allah dalam menolak bencana, namun demikian mereka dapat berhasil
karena Allah subhana wata`ala, tidak menghalangi mereka mencapai sukses itu
melalui kesungguhan mereka berusaha. Inilah yang kita lihat dewasa ini pada
banyak negara di dunia Barat. Demikian lebih kurang uraian Ibn `Asyifa. 111
Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai isyarat tentang kekuasaan
yang diraih oleh masyarakat Nabi dan keempat khalīfah beliau. Kalaupun
pendapat ini diterima, namun redaksinya yang bersifat umum dapat mencakup
semua generasi sejak masa Nabi Saw hingga akhir zaman. Karena seperti
dikemukakan di atas, janji ini berkaitan dengan syarat-syaratnya yang telah
hukum-hukum kemasyarakatan, sehingga kapan dan dimanapun syarat-syarat itu
terpenuhi, janji ini akan terlaksana. Di sisi lain perlu dicatat bahwa tidak semua
masyarakat yang meraih kekuasaan, dapat dinilai sebagai telah diridhai Allah,
karena pemberian kekuasaan di samping sebagai anugerah dan ganjaran juga
109
Ibid. , 509.
110
Ibid., 509.
111
Ibid , 391.
77
sebagai ujian dna cobaan. Bukankah sebagian penguasa dan masyarakat bersifat
tirani dan durhaka kepada Allah Swt.?
Firman-Nya ( ٌْ ِٖ ف اىه ِزيَِ ٍِ ِْ َق ْب ِي
َ َسخ َ ْخي
ْ ) َم ََب اsebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka penguasa. Mencakup para penguasa yang taat
sebelum kehadiran Nabi Muhammad seperti Nabi Daud, Sulaiman, Yusuf As dan
lain-lain.
Kata ( )اَلسضpada ayat ini dapat dipahami dalam pengertian terbatas yakni
wilayah tertentu di pentas bumi ini.
Kata ( ) َٗىَيُ ََ ِ ّنَِْهterambil dari kata ( ِ )اىخَنيyang pada mulanya dari kata ( ٍُنب
) yakni tempat: at-tamkin adalah pemantapan disuatu tempat, dan ini mengandung
arti kehadirannya tanpa gangguan berarti. Agama bila dimantapkan pada satu
tempat maka, masyarakat di tempat itu memiliki kebebasan melaksanakan syariat
agama itu tanpa gangguan dari siapa pun. Pada awal masa Islam, kaum muslimin
belum memperoleh tamkin itu, sehingga mereka selalu dikejar-kejar, dan terpaksa
bersembunyi atau berhijrah guna menghindari dari ancaman lawan-lawan mereka.
Didahulukannya kata ( ٌٖ )ىbuat mereka pada penggalan ayat di atas untuk
memberi penekanan bahwa pemantapan itu dilakukan Allah untuk mereka.112
Firman-Nya ( ) َٗىَيُبَ ِ ّذىَْه ُٖ ٌْ ٍِ ِْ بَ ْع ِذ َخ ْ٘ ِف ِٖ ٌْ أَ ًٍْْبmengandung makna bahwa anggota
masyarakat mereka hidup dalam suasana penuh rasa aman tidak mengkhawatirkan
adanya serangan musuh dari dalam atau luar, bahkan hidup sejahtera terbutuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka, dalam kesehatan, pendidikan dan
perlindungan sosial secara umum, bertolak belakang dengan keadaan dan situasi
yang mereka alami sebelumnya.113
Firman-Nya ( )يَ ْعبُذَُِّْٗيmereka menyembah-Ku merupakan uraian tentang
keadaan mereka yang dijanjikan oleh ayat ini merupakan kesimpulan syarat-syarat
peroleh janji itu dan yang sebelum ini telah diuraikan oleh Ibn `Asyur
sebagaimana penulis sadur di atas. Penggunaan bentuk kata kerja masa kini dan
datang (mudhari`) pada kata tersebut menuntut kesinambungan ibadah itu, atau
112
Ibid., 509.
113
Ibid., 509.
78
“Bagi manusia ada para Malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka
bumi dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah”. Maksudnya,
setiap orang mempunyai malaikat yang bergiliran menjaganya, ada penjaga
pada siang hari dan ada penjaga pada malam hari, menjaga mereka dari
kejahatan dan kecelakaan. Selain itu juga ada malaikat yang mencatat
perbuatanya, baik dan buruk, ada malaikat yang bertugas malam dan ada yang
bertugas siang, ada dua malaikat di kanan dan kiri yang mencatat amal
perbuatan manusia. Yang di sebelah kanan bertugas mencatat perbuatan baik
dan disebelah kiri bertugas mencatat perbuatan buruk. 116
Masih ada dua malaikat lain yang menjaga, satu didepan dan satu lagi
dibelakang. Ada yang mengatakan, penjagaan mereka (para Malaikat) untuk
manusia itu dari perintah Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh „Ali bin Abi
Thalhah dan lain-lai, dari Ibnu „Abbas dan pendapat ini didukung leh mujahid,
sa‟id bin Jubair,Ibrahim an-Nakha‟i dan lain-lain. Sebagian lain mengatakan,
114
Ibid. , 391.
115
Ibid. , 392.
116
Muhammad Chirzin. “Etika Al-Quran Menuju Masyarakat Adil Dan Makmur”. Jurnal
Studi Al-Quran Dan Hadis Vol.1, No. 2 (2017), 173.
79
117
Ibid., 173.
118
Ibid., 174.
80
penuh bahwa makna dan tujuan keberadaan manusia ialah “perkenan” atau ridha
Allah swt.
Dalam literatur keislaman dikenal ada ibadat mahdah (ibadah dalam arti
khas), ta‟abbudi atau taalluh dan ada ibadah „ammah, lazim juga disebut sebagai
muamalah atau al- „adah . Yang pertama adalah yang dikenal sebagai ritus, dan
yang kedua adalah muamalah yakni aktivitas yang menuntut untuk kreatif dan
inovatif. Ibadah dalam arti luas juga dinamakan syariʽah. Kalau syariʽah diartikan
aturan agama tentang prinsipprinsip ibadat dan muamalat, maka fikih
pengembangan dari syariʽah untuk menjawab segala persoalan yang ditemukan
dalam kehidupan bermasyarakat dan belum ditemukan petunjuk yang jelas dan
tegas dalam al-Qur‟an dan hadits. Dengan demikian, syariʽah dan fikih adalah
aturan atau hukum Allah tentang segenap perilaku pribadi dan kelompok. Aturan
atau hukum itu ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan ada yang mubah,
boleh dilakukan boleh tidak.
Sesuatu yang amat penting untuk diingat mengenai ibadat atau ubudiyah
ini ialah bahwa dalam melakukan amal perbuatan itu seseorang harus hanya
mengikuti petunjuk agama dengan referensi kepada sumber-sumber suci (Kitab
dan Sunnah), tanpa sedikit pun hak bagi seseorang untuk menciptakan sendiri cara
dan pola mengerjakannya. Justru suatu kreasi, penambahan atau invasi di bidang
ibadat dalam pengertian khusus ini akan tergolong sebagai penyimpangan
keagamaan (bidʽah) yang terlarang keras. Sebaliknya ibadah kedua, yang dalam
pembicaraan sebelumnya yang disebut muamalah menuntut untuk kreatif dan
inovatif. Islam hanya memberikan petunjuk umum dan pengarahan saja. Islam
memerintahkan qitāl (memerangi) kaum yang Dzalim. Nabi mencontohkan
dengan pedang, panah, perisai, kuda, dan unta. Islam memberikan119
119
Watsiqotul,Leo, Agung, Sunardi,. “ Manusia Sebagai Khalifah Allah Di Muka Bumi
Perspektif Ekologis Dalam Ajaran Islam”. Tesis. Surakarta: Program Magister Pendidikan
sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2018, 360-361.
81
Dari jarir bin Samurah, dia bertutur Umar pernah berkhutbah di hadapan
khalayak manusia di daerah al-Jabiyah. Ia berkata: “Dahulu, Rasulullah saw
berdiri di tempat aku berdiri sekarang ini. Beliaupun bersabda: “ berbuat baiklah
kepada sahabatku, kemudian kepada generasi-generasi setelah mereka, setelah
itu kepada generasi sesudah generasi kedua! Kemudian akan muncul suatu kaum
yang salah seorang dari mereka mengumbar sumpah sebelum dimintak untuk
bersumpah, serta memberikan kesaksian sebelum dimintak untuk memberikan
kesaksian. Oleh sebab itu, barang siapa diantara kalian berhasrat memperoleh
surga terbaik, hendaklah ia menepati jamaah! Karena sesungguhnya, syaitan
bersama orang yang sendirian dan menjauh dari dua orang. Janganlah seorang
laki-laki berada ditempat sepi bersama seorang perempuan!sebab pihak yang
ketiga adalah sayaitan. Barang siapa dari kalian yang perbuatan baiknya
membuat jiwanya senan, serta perbuatan buruknya membuat jiwanya risau, maka
120
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah Hadits Shahih, (Jakarta: PT. Pustaka Imam
Asy-Syafi‟I, 2011), 69.
82
ia adalah seorang Mukmin. “ no. 430, (HR. Ibnu Majah, Ath-Thahawi, Ibnu
Hibban, ath-Thayalisi, Ahmad)121
2. 1550. Di riwayatkan dari Abi Hurairah RA. dia telah berkata: Nabi saw
telah bersabda :” Sesungguhnya Allah SWT telah mencatat nasip anak
Adam. Kecenderungan anak adam adalah senang senang terhadap
perbuatan zina. Keinginan itu tidak dapat dielakkan lagi, di mana dia
akan melalukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina mulut dalam
bentuk ucapan, zina perasaan yaitu bercita-cita dan berkeinginan
mendapatkannya. Kemaluan lah yang dapat menentukan jadi atau tidak
perbuatan zina.
3. Dalam Sanad lain diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
Artinya: berkata para malaikat kepada Allah, “Ya Tuhan kami, Engkau
telah menciptakan kami dan menciptakan anak-anak Adam, mereka dapat
makan makanan, minum minuman, mengenakan pakaian, kawin dan
menunggang binatang-binatang tidur dan beristirahat, sedang kami tidak
menikmati sedikitpun itu semua, maka jadikanlaj dunia bagi mereka dan
akhirat bagi kami”. Maka berfirmanlah Allah, “Aku tidak akan menjadikan
makhluk yang kuciptakan dengan tanganku serta meniupkan ruhKu
kepadanya seperti makhluk yang kuciptakan dengan ucapan “kun” lalu
terciptalah dia”.122
kepada anak-anak Adam”. Allah menjawab, “aku tidak akan menjadikan orang-
orang yang saleh dari anak cucu orang yang Ku ciptakan dengan tanganKu
seperti makhluk yang ku ciptakan dengan ucapan “kun” dan terciptalah ia”.
“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
124
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, jilid 4,
(Surabaya:Pt, Bina Ilmu, 2005,), 330.
85
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Menurut tafsir Ibnu Katsir (dan) sungguh kami telah mengutus (kepada
Ṭsamud) merekalah yang dahulu bertempat tinggal di kota-kota al-hajar antara
tabuk dan madinah. Mereka adalah generasi setelah Aad. Maka Allah mengutus
dari mereka saudara mereka saleh dia memerintahkan mereka agar beribadah
kepada Allah saja. Untuk itu ia berkata: (Allah telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah). Maksudnya, Allah memulai penciptaan kalian dari tanah,
dari itulah diciptakannya Adam, bapak kalian (dan menjadikan
telah lalu. (kemudian bertaubatlah kepadaNya) pada apa yang akan
manusia dan binatang. Sedangkan kata terambil dari kata ()عوش
„Amara yang berarti memakmurkan. Huruf Sin dan Ta‟ yang menyertai kata
ista‟mara ada yang memahaminya dalam Arti perintang sehingga kita tersebut
125
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, jilid 4,
(Surabaya:Pt, Bina Ilmu, 2005,), 331.
86
ista‟marakum Fil ard dalam arti mengolah bumi sehingga berlalih menjadi suatu
tempat dan kondisi yang memungkinkan manfaatnya dapat dipetik seperti
membangun pemukiman untuk di huni, masjid untuk tempat beribadah, tanah
untuk pertanian, taman untuk dipetik buahnya dan rekseasi. Dan dengan demikian,
tulis Thabthaba‟I lebih lanjut, panggalan ayat tersebut bermakna bahwa Allah
Swt telah mewujudkan melalui bahan bumi ini, manusia yang dia sempurnakan
menganugrahkannya Fitrah berupa potensi yang menjadikan ia mampu mengolah
bumi dengan mengalihkannya ke suatu kondisi di mana ia dapat
memanfaatkannya untuk kepentingan hidupnya. 127
Menurut Tafsir Quran Dan kepada kaum Ṭsamud kami mengutus saudara
mereka, Ṣhaleh. Dia berkata, “wahai kaumku! Sembahlah Allah saja! Kalian tidak
punya sesembahan lain yang berhak disembah selain Allah. Dia lah yang telah
menciptakan kalian dari tanah melalui penciptaan bapak kalian, Adam dari tanah
liat yang diambil dari bumi. Dan dia telah menjadikan kalian sebagian penghuni
bumi. Maka mohonlah ampunan kepadaNya, dan kembalilah kepadaNya dengan
menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Sesungguhnya Tuhanku
dekat dengan orang yang memurnikan ibadahnya kepadaNya. Dan dia senantiasa
mengabulkan doanya.
126
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta, pt, Lentera Hati, 2002), 277.
127
Ibid., 277.
87
1. Q.S Al-A‟rāf: 96
128
Syaikh Al-Allamah Shalih bin Muhammad Alu Asy-Syaikh, Tim penyusun Hikmar
Basyir, Mushthafa Muslim, Hazim Haidar, Abdul Aziz Isma‟il, Tafsir Muyassar, cet, 1,(Jakarta:
PT, Darul Haq, 2016), 688.
129
Abdurrahman bin Nashir As-Sa‟di, Tafsir Qur‟an, (Jakarta: Pt, Darul Haq, 2013),
494-495.
88
Ats- Tsaani, mari kita renungkan dalam-dalam janji tersebut sesuai dengan
dorongan keimanan yang ada dalam hati kita. Niscaya kita akan mendapatkan
jawaban atas janji-janji Allah itu.
Al-Qur‟an telah menjelaskan kepada kita kisah kaum saba‟ dan nikmat-
nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya.
Balasan bagi mereka adalah kehancuran dan dicabutnya kembali nikmat-nikmat
itu. Negeri yang subur makmur berubah menjadi hancur lebur karena mereka
kufur. Di firmankan oleh Allah dalam Surat Saba‟ ayat:15131
130
Ibid., 494.
131
Ibid., 495.
89
Menurut tafsir Al-Misbah kata toyyibah terambil dari kata (thaba) yaitu
sesuatu yang sesuai, baik dan menyenangkan bagi subyeknya. Negeri yang baik
antara lain adalah yang aman sentosa, melimpah rezekinya dapat diperoleh secara
mudah oleh penduduknya, serta terjalin pula hubungan harmonis kesatuan dan
persatuan antar anggota masyarakatnya. 133
132
Kamal Allamah, Fakih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, ( Jakarta: Al-Huda, 2004), 375.
133
Syaikh Al-Allamah Shalih bin Muhammad Alu Asy- Syaikh, Tim penyusun Hikmar
Basyir, Musthafa Muslim, Hazim Haidar, Abdul Aziz Ismaʽil Tafsir Muyassar, cet,1, (Jakarta:
Pt, Darul Haq, 2016), 687-688.
90
Firman Allah (baldatun thaiyibah wa rabbun ghafur/ negeri yang baik dan
tuhan maha pengampun, memberi isyarat bahwa satu masyarakat tidak dapat tidak
dapat luput dari dosa dan kedurhakaan. Seandainya tidak demikian, maka
tidaklah arti penyebutan kalimat rabbun ghafur / Tuhan maha pengampun. 134
Surah saba‟ ayat 15 tafsir Ibnu Katsir Allah Swt. Berfirman tentang kaum
saba‟ yang menguasai, pemerintah dan menjadi raja-raja Yaman, yang diantara
mereka adalah ratu Balqis yang hidup dan memerintah di zaman kenabian Nabi
Sulaiman As. Kerajaan saba‟ adalah suatu kerajaan yang besar daripada
zamannya, tanahnya subur, penduduknya santausa dan bahagia, rezeki dan pangan
berlimpah-limpah, di mana-mana terdapat ladang-ladang dan tanaman-tanaman
yang menghijau dan di kanan kiri, jalan negeri mereka Allah tumbuhkan dua buah
kebun yang luas dan indah dan lewat rasul-rasulnya di perintahkan untuk
bersenang-senang menikmati rezeki dan pemberian Allah karuniakan kepada
mereka dan negeri mereka seraya bersyukur drngan melakukan ibadah kepada
Allah yang Maha Esa. Akan tetapi mereka berpaling dari perintah dan tuntunan
Allah dan kebalikan daripada bersyukur kepadanya.135
134
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 277-278.
135
Salim Bahreisy,Said Bahreis, Terjemahan Singkat Tafsir Ibn Katsir, (Surabaya:Pt,
Bina Ilmu, 2005), 331.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
91
92
Dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khal fah seperti
dan larangan yang harus dipatuhi. Dalam pelaksanaan yang dilakukan sesuai
dengan aturan Allah itu dinilai sebagai ibadah . dari dua ayat ini biasa dipahami ,
bahwa tujuan penciptaan manusia adalah agar supaya manusia itu melaksanakan.
B. Saran-saran
Al-Qur’an
Buku
Ali Daud Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
1998.
94
95
Chandra Julius, Dan Dahler Franz, Asal Dan Tujuan Manusia, Yogyakarta:
Kanisius (Anggota Ikapi), 1971.
Daghfaq Abdullah Yusuf, Berbuat Adil jalan menuju bahagia, Jakarta: Gema
Insani press, 1995
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirnya, Jakarta, Lentera Abadi, 2010.
Mukham Munir Abdul, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammad Diyah,
Dalam perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.
Salim Muin Abd, Fiqih Siyasah (Konsepsi kekuasaan politik Dalam Al-Qur‟an,
Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995.
Nawawi Hadari,Demi Masa Di Bumi Di Sisi Allah SWT, Yogyarta: Gadjah Mada
University Press Anggota Ikapi, 1995.
Shihab Quraish, Sejarah „Ulumul Al- Qur‟an ,Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008
Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif, kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2018
Shihab Umar, Kontekstualitas Al-Qur‟an, Jakarta: Penamadani, 2003
Tafsir Jalalain, Diterjemahkan Dari Buku Asli yang berjudul “Terjemahan Tafsir
Jalalain Berikut As-Baabun Nuzul” Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Jalaluddin As-Syuthi, Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo, 1999.
Sarwar H.G, Filsafat Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Wali, 1991.
Salim Muin Abd, Fiqih Siyasah (Konsepsi kekuasaan politik Dalam Al-Qur‟an,
Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995
Tafsir Ibn Katsir, Diterjemahkan Dari Buku Asli yang Berjudul “ Terjemahan
Singkat Tafsir Ibnu Katsir”, Salim Bahreisy Dan Said Bahreisy, Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 2005.
97
Pulungan Suyuthi.J, Fiqh, Siyasah, Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994.
CURICULUM VITAE
A. Informasi Diri
Pekerjaan : Mahasiswi
Prov. Jambi
B. Riwayat Pendidikan