Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK

DENGAN DIAGNOSA MEDIS RABDOMIOSARKOMA

DI RUANGAN IRINA ESTELLA

OLEH

FAUZIAH INDAR PUSPITA MAAKU

NIM.711490121014

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO


PRODI POFESI NERS
2021
PEMBAHASAN

A. Definisi
Rabdomiosarkoma berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang artinya bentuk
lurik, dan myo yang artinya otot). Rabdomiosarkoma merupakan suatu tumor
ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak ( soft tissue ) tubuh, termasuk disini
adalah jaringan otot, tendon dan connective tissue. Rabdomiosarkoma adalah
tumor yang sangat agresif dan cenderung berinfiltrasi di permukaan dan dalam
jaringan di sekitarnya dan juga menyebar secara limfogen dan hematogen.
(Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005).
Tumor ini dapat ditemukan terutama di kepala, leher, kandung kemih, vagina,
tangan, kaki, dan batang tubuh. Rabdomiosarkoma juga dapat ditemukan pada
bagian tubuh yang memiliki sedikit atau tanpa otot serat lintang, seperti prostat,
telinga bagian tengah, dan saluran empedu.Umumnya terjadi pada anak-anak
usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan pada usia 15-19 tahun walaupun
insidennya sangat jarang. Rabdomiosarkoma relatif jarang terjadi. Dua bentuk
yang sering terjadi adalah embrional rabdomiosarkoma dan alveolar
rabdomiosarkoma.

B. Etiologi
Penyebab dari Rabdomiosarkoma sendiri sampai saat ini belum jelas.
Beberapa sindroma genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan dengan
peningkatan prevalensi dari RMS.
 Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian RMS :
 Neurofibromatosis (4-5% risk of any of a number of malignancies)
 Li-Fraumeni syndrome (germline mutation of the tumor suppressor gene
TP53)
 Rubinstein-Taybi syndrome
 Beckwith-Wiedemann syndrome
 Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi RMS :
 Penggunaan orang tua terhadap marijuana dan kokain
 Penyinaran sinar X
 Makanan dan pola makan
 Sering kontak dengan sinar matahari terutama pada anak-anak
 Penggunaan alkohol sebelumnya
 Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja khususnya
pada orang dewasa

C. Patofisiologi
Meskipun rabdomiosarkoma berasal dari sel otot skeletal, tumor ini bisa
menyerang bagian manapun dari tubuh kecuali tulang. Botrioid adalah
bentuk dari embrional rabdomiosarkoma yang berasal dari mukosa daerah
yang berongga, seperti kandung kencing, vagina, nasofaring dan telinga tengah.
Lesi pada ekstremitas lebih banyak merupakan alveolar rabdomiosarkoma.
Metastasis ditemukan terutama di paru, sumsum tulang, tulang, kelenjar limfe,
payudara dan otak.
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
etiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui. Rabdomiosarkoma diduga
timbul dari mesemkim embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas
dasar gambaran mikroskopik cahaya, rabdomiosarkoma termasuk kelompok
“tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma Ewing, neuroblastoma, tumor
neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin. Diagnosis pasti adalah
histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan imunohistokimia dengan
menggunakan antibody terhdap otot skelet (desmin, aktin khas otot) dan
mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas.
Patofisiologi
Genetik Lingkungan

Mutasi gen

Pertumbuhan sel tidak


terkendali pada jaringan lunak

RABDOMIOSARKOMA

Pembengkakan

Kepala Anggota
gerak
Mata Nasofaring
Terdapat
benjolan
Mata Sel mudah Terjadi
menonjol rapuh obstruksi Sulit
pernafasan bergerak
Paralisis otot- Mudah terjadi
otot mata pendarahan Sulit Gangguan
Bersihan
bernafas jalan nafas mobilitas fisik
Gangguan Epitaksis tidak
penglihatan Pola nafas efektif
tidak efektif
Resiko
Resiko cidera kekurangan Traktus
cairan Resiko ISK Genitourinaria
penyebaran
infeksi
kemoterapi Mual, muntah Obstruksi Pendarahan
uretra pd vagina
Sel darah
Rambut Nafsu makan Resiko HB
mati
rontok kurang penyebaran
eliminasi urin
Anemia Anemia
Gangguan Nutrisi
citra tubuh kurang dari
kelemahan kebutuhan Gangguan
perfusi jaringan
serebral
Ganggun Gangguan
pemenuhan integritas kulit
ADL

Eksisi Terjadi Barier Pothe


Resiko
jaringan luka tubuh entri
infeksi
tumor rusak kuman
Operasi

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinik sesuai dengan tempat di mana tumor tersebut tumbuh:
1. Kepala dan leher : jika mengenai mata atau alis mata, maka dapat
menyebabkan mata menonjol, bengkak pada palpebra, atau paralisis otot-
otot mata. Jika mengenai sinus, maka dapat menyebabkan hidung tersumbat,
terkadang sekret hidung berupa darah atau nanah. Bila mengenai
parameningeal, maka dapat terjadi kelumpuhan saraf kranial.
(William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005). Pada
lokasi lain kepala dan leher, gejala umum yang timbul adalah benjolan yang
tidak sakit atau bengkak yang cepat membesar. Rabdomiosarkoma yang
terdapat dekat dengan tulang tengkorak
2. Tractus genitourinaria : sulit berkemih, hematuria, kontipasi, benjolan pada
vagina, sekret vagina yang mengandung darah, atau pembesaran salah satu
scrotum namun tidak sakit.
3. Ekstremitas dan batang tubuh : berupa benjolan dengan atau tanpa rasa
sakit, lunak, dan berwarna kemerahan. (Rudolph. A. M., 2002.)

E. Pemeriksaan penunjang
CT-Scan digunaan untuk mengetahui adanya kanker yang telah
bermetastasis(menyebar kebagian organ lain) pemeriksaan ini dilakukan
sesuai standart penyembuhan penyakit kanker.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien masuk ke
dalam alat yang berbentuk tube(tabung) serta menganjurkan pasien untuk
diam tanpa adanya gerakan untuk memberikan hasil yang maksimal,
biasanya pasien dalam keadaan berbaring.
Hasil dari gambar jaringan lunak dan pembuluh darah terlihat lebih
jelas dan lebih detail serta menyediakan informasi yang lebih rinci
mengenai cedera, bahawa adanya daerah yang terinfeksi(metatase) pada
organ lain
Bone-scans digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi di
tulang yang diakibatkan kanker Rabdomiosarkoma(RMS)
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien untuk
mengambil posisi di depan alat dengan menganjurkan pasien diam dalam
posisi tegak dan tangan dalam keadaan terbuka (tidak boleh
menggenggamkan tangan)
Hasil dari pemeriksaan ini adalah gambar yang akurat mengenai
tulang yang terinfeksi, lebih akurat pada bagian tulang. Dengan adanya
lesi tulang akibat kanker ini.

X-rays pemeriksaan ini menggunakan penyinaran dengan sinar x yang


berfungsi untuk melihat organ dalam dan mendeteksi adanya gangguan
pada organ tersebut serta melihat apakah organ itu berfungsi atau tidak.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien dalam
posisi berdiri atau duduk dengan pandangan ke depan menghadap kearah
sinar x, dan berposisi yang tegak.
Hasilnya yaitu mengetahui organ-organ yang terserang pada
daerah sekita kanker ini, dan mengetahui seberapa parah akibat dari
keganasan kanker tersebut.

F. Penatalaksanaan
Farmakologi/obat-obatan

A. Golongan Alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan alkilator yaitu :

1. Siklofosfamid

Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200,


500 mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram untuk
pemberian per oral.

Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin,


 

Limfoma non Hodgkin, Mieloma multiple, Neuro Blastoma, Tumor


Payudara, ovarium, paru, Cerviks, Testis, Jaringan Lunak atau tumor
Rabdomiosarkoma.
Fungsinya yaitu menghentikan siklus hidup sel kanker yang
menyerang otot bagian tubuh manusia utamanya pada bagian otot
lurik.

2. Klorambusil

Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk


leukemia limfositik kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin
diberikan 1-3 mg/m2/hari sebgai dosis tunggal (pada penyakit
hodgkin mungkin diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan, sedangkan
pada limfoma lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).

Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan


limfoma non Hodgkin, Makroglonbulinemia primer dan kanker.
Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar
nitrogen yang kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik. Obat ini
berguna untuk pengobatan paliatif leukemia limfositik kronik dn
penyakin hodgkin (stadium III dan IV), limfoma non-hodgkin,
mieloma multipel makroglobulinemia primer (Waldenstrom), dan
dalam kombinasi dengan metotreksat atau daktinomisin pada
karsinoma testis dan ovarium.

Fungsi obat ini yaitu sebagai obat kanker yang sudah stadium lanjut,
bisa di kategorikan obat keras yaitu obat yang mematikan perjalanan
kanker ganas.

3. Prokarbazin

Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral pada


orang dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2 sehari
selama 3 minggu berikutnya, kemudian dikurangi menjadi 100 mg/m2
sehari sampai hitung leukosit dibawah 4000/m2 atau respons
maksimal dicapai. Dosis harus dikurangi pada pasien dengan
gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
Indikasi : Limfoma Hodgkin.

Mekanisme kerja : Mekanisme kerja belum diketahui, diduga


berdasarkan alkilasis asam nukleat. Prokarbazin bersifat non spesifik
terhadap siklus sel. Indikasi primernya ialah untuk pengobatan
penyakit hodgkin stadium IIIB dan IV, terutama dalam kombinasi
dengan mekloretamin, vinkristin dan prednison (regimen MOPP).

Fungsinya yaitu sebagai peluruh penyakit limfa yang berakibat


merusak pertahanan tubuh

B. Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit
yaitu:

1. Methotrexat

Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5


mg/ml, vial 50 mg/5ml.

Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker payudara,


leher dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
Mekanisme kerja : Metotreksat adalah antimetabolit folat yang
menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat
reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan timidilat
sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam timidilat.
Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel. Mekanisme
kerja metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi mungkin
mempengaruhi fungsi imun. Dalam psoriasis, metotreksat diduga
mempunyai kerja mempercepat proliferasi sel epitel kulit.

Fungsi obat ini yaitu sebagai pembentuk imun agar membantu


pertahanan sehingga kanker tidak merambat pada organ yang lain dan
tidak berreplika.
 Terapi Medikamentosa
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui obat-
obatan. Kemoterapi kanker adalah berdasarkan dari pemahaman terhadap
bagaimana sel tumor berreplikasi/bertumbuh, dan bagaimana obat-obatan
ini mempengaruhinya. Setelah sel membelah, sel memasuki periode
pertumbuhan (G1), diikuti oleh sintesis DNA (fase S). Fase berikutnya
adalah fase premiosis (G2) dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase
M). Obat-obat anti neoplasma bekerja dengan menghambat proses ini.
Beberapa obat spesifik pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang
tidak.

2.6.1 Non Farmakologi

 Radioterapi: digunakan untuk memperkecil ukuran tumor, terutama pada


kepala, leher, dan panggul.
 Transplantasi stem cell : digunakan untuk memperbaiki sistem pembuluh
darah yang telah dirusak oleh sel kanker.
 Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi dari
tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan tumor
tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor. Walaupun
terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer haruslah
dilakukan, jika hal itu memungkinkan.
G. Komplikasi
 Impetigo
Adalah infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lelupuhan kecil
berisi nanah
 Cellulitis
Adalah peradangan dari syaraf dibawah kulit. Biasanya akan terjadi
pembemkakan dan kemerahan dibagian kulit itu.
 Mastitis
Pada wanita-wanita yang menyusui, staph dapat berakibat
mastitis(peradangan payudara) atau bisul bernanah dari payudara.
Bisul-bisul bernanah staph dapat mengeluarkan bakteri-bakteri
kedalam susu ibu.
 Edocarditis
Adalah infeksi dari katup-katup jantung. Dapat menyebabkan gagal
jantung.
 Osteomyelitis
Adalah peradangan yang parah/berat dari tulang. Dapat menyebabkan
demam tinggi, kelelahan, dll.
 Mual, Muntah, Diare, dan Dehidrasi
Memakan makanan yang sudah terinfeksi bakteri staphylococcus
dapat menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi karena
memakan makanan beracun yang dikeluarkan oleh bakteri staph itu
sendiri.
Asuhan Keperawatan
Rabdomiosarkoma

A. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan leher
a. Kepala :
 Inspeksi: terdapat bengkak, penyebaran rambut tidak merata,
mudah rontok.
 Palpasi: terdapat benjolan, adanya nyeri tekan pada bagian
luka.
b. Muka :
 Inspeksi: Tidak simetris, warna kulit kemerahan karena adanya
inflamasi.
 Palpasi: ada nodul, dan nyeri pada muka.
c. Mata :
 Inspeksi: tidak simetris, pada muka tampak mata menonjol,
bengkak pada palpebra, bulu mata rontok.
 Palpasi: adanya nyeri tekan pada bola mata.
d. Hidung :
 Inspeksi: tidak simetris, hidung tersumbat, sekret hidung
berupa darah atau nanah.
 Palpasi: ada nodul yang lebih dari 1 cm yang berisi pust.
e. Leher:
 Inspeksi: tidak simetris, ada bengkak pada daerah kanker,
pemebsaran pada daerah kelenjar tiroid.
 Palpasi: Ada massa pada sekitar kelenjar tiroid. Tekstur kasar
pada kulit.

2. Dada dan thorax


 Inspeksi: Bengkak, adanya lesi kulit.
 Palpasi: ada massa pada dada.
(pada dada dan thorax jarang di temukannya penyakit kanker
Rabdomiosarkoma)
3. Ekstremitas
 Inspeksi:Lesi, dan berwarna kemerahan.
 Palpasi: Berupa benjolan dengan tanpa rasa sakit, lunak
4. Genetalia
 Inspeksi: Terdapat lesi pada vagina, sekret vagina yang
mengandung darah (pada wanita), pembesaran di salah satu
scrotum (pada laki-laki).
 Palpasi: ada benjolan pada sekitar kemaluan/pubis yg lunak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d terjadinya obstruksi
2. Pola nafas tidak efektif b.d sulit benafas
3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d pendaran pada vagina
4. Resiko kekurangan cairan b.d epitaksis
5. Gangguan mobilitas fisik b.d sulit bergerak
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria hasil
1. Bersihan jalan Tujan : 1. Auskultasi 1. Penurunan aliran
nafas tak Setelah dilakukan area paru, udara terjadi pada
efektif b.d tindakan catat area area konsolidasi
terjadinya keperawatan penurunan/tak dengan cairan, bunyi
obstruksi selama 1x5 menit, ada aliran nafas bronchial
masalah udara dan ( normal pada
ketidakefektifan bunyi nafas, bronchus ) dapat
jalan napas baik misalnya : juga terjadi pada
dan kembali krekels, area konsolidasi.
normal mengi. Krekels dan ronchi
Kriteria hasil : 2. Bantu pasien dan mengi terdengar
 Tidak ada suara latihan nafas pada inspirasi
nafas tambahan sering. 2. Nafas dalam
(rhonki, Tunjukkan / memudahkan
wheezing) Bantu pasien ekspansi maksimum
 Ekspansi dada mempelajari paru-paru/jalan
maksimal melakukan nafas lebih kecil.
(pernafasan batuk, missal Batuk adalah
dalam) dan menekan dada mekanisme
simetris dan batuk pembersihan jalan
 RR=12x20x/ efektif nafas alami,
menit sementara membantu silia
posisi duduk untuk
tinggi. mempertahankan
3. Pengisapan jalan nafas paten.
sesuai 3. Merangsang batuk
indikasi atau pembersihan
4. Bantu jalan nafas secara
mengawasi mekanik pada pasien
efek yang tak mampu
pengobatan melakukan karena
batuk tak efektif
atau penurunan
tingkat kesadaran.
4. Memudahkan
pengenceran dan
pembuangan sekret.
2. Pola nafas Tujuan : 1. Auskultrasi 1. Bunyi nafas
tidak efektif Setelah dilakukan bunyi napas menurun bila jalan
b.d sulit tindakan dan catat nafas obstruksi
benafas keperawatan adanya bunyi sekunder terhadap
selama 1x15 nafas perdarahan dan
menit, pasien adventisius bekuan
menunjukkan 2. Observasi 2. Kongesti alveolar
keefektifan pola pola batuk dan mengakibatkan
nafas karakter batuk kering
Kriteria hasil : sekret 3. Dapat
 Ekspansi dada 3. Dorong pasien meningkatkan
maksimal dalam nafas sputum dimana
 Tidak ada dalam dan gangguan ventilasi
perubahan latihan batuk dan ditambah
ekskursi dada 4. Berikan ketidak nyamanan
 RR=12- oksigen upaya bernafas
20x/menit tambahan 4. Memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja
nafas
3. Gangguan Tujuan : 1. Letakkan 1. Menurunkan
perfusi Setelah dilakukan kepala dengan tekanan arteri
jaringan tindakan posisi agak dengan
cerebral b.d keperawatan ditinggikan meningkatkan
pendaran pada selama 1x15 2. Pertahankan drainase dan
vagina menit, tirah baring meningkatkan
ketidakefektifan 3. Pantau tanda- sirkulasi/perfusi
perfusi jaringan tanda vital cerebral
cerebral teratasi 4. Kolaborasi 2. aktivitas/stimuli
Kriteria hasil : dalam yang kontinyu
 Adanya pemberian dapat
peningkatan oksigen meningkatkan TIK
kesadaran 3. hipertensi atau
biasanya hipotensi dapat
/membaik dan menjadi faktor
fungsi motorik/ pencetus.Hipotensi
sensorik dapat terjadi karena
 Tidak adanya/ syok (kolaps
menurunnya sirkulasi vaskuler).
sakit kepala 4. Menurunkan
 Mendemonstrasi hipoksia yang dapat
kan TTV stabil menyebabakan
TD:100/60 vasodilatasi
mmHg sd cerebral dan
120/80 mmHg, tekanan
N:60/90 meningkat/terbentu
x/menit, RR:12- knya edema
20x/menit.
T:36/37,5°C

4. Resiko Tujuan : 1. Kaji 1. Peningkatan suhu


kekurangan Setelah dilakukan perubahan demam
cairan b.d tindakan TTV meningkatkan laju
epitaksis keperawatan 2. Kaji turgor metabolic
selama 3x24 jam, kulit, 2. Indikator langsung
pasien kelembaban keadekuatan volume
menunjukkan membra cairan
perbaikan mukosa 3. Adanya gejala ini
keseimbangan 3. Catat laporan menurunkan
cairan mual/muntah masukan oral
Kriteria hasil : 4. Timbang berat 4. Perubahan cepat
 Perubaha status badan tiap menunjukkan
mental (-) hari gangguan dalam air
 TTV dalam tubuh total
batas normal
 Kelemahan (-)
5. Gangguan Tujuan : 1. Kaji tingkat 1. mengidentifikasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan kemampuan kekuatan/kelemahan
b.d sulit keperawatan pasien. dan dapat
bergerak selama 3x24 jam, 2. Ubah posisi memberikan
pasien mampu minimal 2 jam informasi mengenai
melakukan 3. Latih rentang pemulihan
mobilitas fisik gerak aktif 2. Menurunkan resiko
secara mandiri dan pasif. terjadinya
dengan bantuan 4. Tempatkan trauma/iskemik
minimal bantal jaringan.Daerah
Kriteria hasil : dibawah yang terkena
 Penurunan aksila untuk mengalami
waktu reaksi abduksi pada perburukan/sirkulasi
 Kesulitan tangan. yang lebih jelek dan
membolak balik menurunkan sensasi
posisi dan lebih besar
 Melakukan menimbulkan
aktivitas lain kerusakan pada
sebagai kulit/dekubitus
pengganti meminimalkan atrofi
pergerakan otot, meningkatkan
sirkulasi,
3. membantu
mencegah
kontraktur.
4. mencegah abduksi
bahu dan fleksi siku

D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas 1. BHSP
tak efektif b.d 2. Posisikan pasien dengan nyaman
terjadinya obstruksi 3. Mengajarkan tehnik relaksasi
4. Melakukan Auskultasi area paru, catat area
penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi nafas,
misalnya : krekels, mengi.
5. Membantu pasien latihan nafas sering.
Tunjukkan / Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, missal menekan dada dan
batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
6. Membantu Pengisapan sesuai indikasi
7. Membantu mengawasi efek pengobatan
2 Pola nafas tidak 1. BHSP
efektif b.d sulit 2. Melakukan Auskultrasi bunyi napas dan catat
benafas adanya bunyi nafas adventisius
3. Melakukan Observasi pola batuk dan karakter
sekret
4. Mengarahkan pasien dalam nafas dalam dan
latihan batuk
5. Memberikan oksigen tambahan
3 Gangguan perfusi 1. BHSP
jaringan cerebral 2. Meletakkan kepala dengan posisi agak
b.d pendaran pada ditinggikan
vagina 3. Mempertahankan tirah baring
4. Memantau tanda-tanda vital
5. Mengkolaborasikan dengan tenaga medis lain
dalam pemberian oksigen

4 Resiko kekurangan 1. BHSP


cairan b.d epitaksis 2. Mengkaji perubahan TTV
3. Mengkaji turgor kulit, kelembaban membra
mukosa
4. Mencatat laporan mual/muntah
5. Menimbang berat badan tiap hari
5 Gangguan mobilitas 1. BHSP
fisik b.d sulit 2. Mengkaji tingkat kemampuan pasien.
bergerak 3. Mengubah posisi minimal 2 jam
4. Melatih rentang gerak aktif dan pasif.
5. Menempatkan bantal dibawah aksila untuk
abduksi pada tangan.

E. Evaluasi
Dilakukan dengan pemeriksaan penunjang seluruh tubuh, dikombinasi
dengan pemeriksaan darah secara berkala pada 1-3 bulan pertama   
Evaluasi berkala sangat penting karena Kanker Rabdomiosarkoma yang
sudah dinyatakan berhasil ablasinya ternyata setelah 5-10 tahun proses
keganasan bisa timbul kembali.  Dianjurkan kontrol 1 tahun untuk 5 tahun
pertama setelah dinyatakan ablasi total berhasil, kemudian tiap 2 tahun
sekali.
DAFTAR FUSTAKA

1. Carola A.S. Arndt. 2001. Rhabdomyosarcama. In: Kliegman.R.M.,


Behrman.R.E., Jenson.H.B., Stanton.B.F., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 2144-2145.
2. Couturier J . Soft tissue tumors: Rhabdomyosarcoma. Atlas Genet
Cytogenet Oncol Haematol. March 1998 .
3. Crist WM. Sarkoma Jaringan Lunak. Dalam: Nelson WE(eds). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC, 2004.1786-1789.
4. Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005. Rabdomiosarkoma. Dalam: Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Editor: Bambdang Permono, d.k.k.Jakarta :
Badan Penerbit IDAI. Halaman 270-272.
5. Harry Raspati, Lalani Reniarati, Susi Susanah. 2005. Bab 9. Hemato-
Onkologi. Rabdomiosarkoma. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. edisi ke 3. Editor: Herry Garna dan Heda
Melinda.Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. RS. Dr. Hasan Sadikin. Halaman 504-506.
6. Robbins, Cotran, Kumar. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC, 1999.761-
762.
7. William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005.
Rahbdomyosarcoma. In: Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment.
17nd edition. USA: McGraw Hill Companies. p.934-935.
8. (http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/28/rabdomiosarkoma
/patofisiologi) Diakses pada 26-maret-2014. Jam 14.24 WIB

Anda mungkin juga menyukai