Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR PSIKOSOSIAL LINGKUNGAN KERJA (STUDI KASUS)

PADA KARYAWAN PABRIK SSP PT. X

Aliva Kemala
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
1
aliva_kemala@yahoo.com

Abstrak
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang melakukan pekerjaan. Banyak faktor
bahaya di lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan faktor
psikososial karyawan. Faktor bahaya tersebut bersumber dari kegiatan dimana proses
produksi berlangsung. Lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban
tambahan kerja bagi karyawan. Bahaya faktor psikososial di tempat kerja dapat berhubungan
dengan lingkungan sosial kerja, yang berpotensi menyebabkan gangguan pada psikologi dan
fisik-fisiologis karyawan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor psikososial dari
kondisi lingkungan kerja pabrik SSP PT. X. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus
kualitatif. Subjek informan berjumlah 2 orang karyawan yang bekerja pada pabrik SSP PT. X.
Teknink pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi dan
wawancara. Hasil yang didapat diketahui kondisi lingkungan kerja pada pabrik SSP PT. X
memiliki faktor psikososial. Sehingga mempengaruhi emosi karyawan antara lain, nada suara
menjadi tinggi dan keras seperti berteriak atau marah-marah terhadap orang lain, mudah
merasa jengkel atau merasakan perasaan tidak senang dan sulit tidur lelap. Hal ini disebabkan
karena kondisi lingkungan kerja yang bising, suhu yang panas serta berdebu sehingga dapat
menimbulkan faktor psikososial bagi karyawan.

Kata Kunci: faktor psikososial lingkungan kerja, karyawan

Abstract
Work environment is a place where someone does work. Many hazard factors in the work
environment can cause health problems and psychosocial factors of employees. The danger
factor comes from activities where the production process takes place. Unhealthy working
environments and conditions constitute an additional burden of work for employees. The danger
of psychosocial factors in the workplace can be related to the social work environment, which has
the potential to cause psychological and physical-physiological disturbances in employees. The
purpose of this study was to determine the psychosocial factors of the SSP factory working
environment in PT. X. This study uses a qualitative case study method. The subjects of the
informants were 2 employees working at the SSP factory of PT. X. Teknink data collection used in
this study, namely: Observation and Interview. The results obtained are known to work
environment conditions at the SSP factory of PT. X has psychosocial factors. So that it affects the
emotions of employees, among others, the tone of voice becomes high and loud such as shouting
or angry with others, easily irritated or feel feelings of displeasure and difficulty sleeping
soundly. This is due to noisy working conditions, hot and dusty temperatures that can cause
psychosocial factors for employees.

Keywords: factor psychososial working area, employee

95
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
PENDAHULUAN gangguan konsentrasi pada pekerja sehingga
Semua orang akan bekerja lebih baik apabila pekerja akan cenderung berbuat kesalahan dan
berada di lingkungan yang sesuai dengan pekerjaanya dan akhirnya menurunkan produktifitas kerja
juga peralatannya (Mills, 1991). Setiap individu dalam suatu (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan kerja yang
organisasi pasti akan berinteraksi dengan segala sesuatu bising menurut Burrows (dalam Munandar,
yang bersifat fisik disekitarnya seperti bangunan, peralatan, 1995) dapat menghambat dalam penyelesaian
dan barang-barang lainnya untuk dimanfaatkan atau tugas atau pekerjaan karyawan. Bising dalam
didayagunakan (Sule, 2005). lingkungan membuat seseorang mudah marah,
Karyawan sebagai salah satu unsur gelisah, tidak bisa tidur, bahkan dapat
yang langsung berhadapan dengan segala membuat orang menjadi tuna rungu.
macam sebab dan akibat dari usaha Bekerja di ruangan bersuhu tinggi dapat
pembangunan, khususnya dibidang industri. mengakibatkan kelelahan, kram, atau gatal karena suhu
Objek yang selayaknya dilindungi sedini panas. Selain itu menyebabkan ketidak nyamanan dan
mungkin dari segala akibat yang tidak dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius jika
diinginkan yang timbul dari lingkungan kerja. tidak dilakukan langkah-langkah perlindungan. Suhu panas
Bagaimanapun majunya teknologi industri unsur manusia dapat menumbulkan efek berkeringat, mengantuk, malas,
selalu dan akan tetap merupakan unsur utama perindustrian dan perasaan subjektif dari ketidaknyamanan (Pulat, 1992).
(Sahab, 1997). Ratusan juta tenaga kerja diseluruh
Kondisi kerja yang telah berubah, dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak
dampak pada faktor risiko psikososial telah nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan
meningkat maka kinerja karyawan akan kesehatan. Menurut ILO (2018) setiap tahun
semakin rendah. Psikologis tuntutan pekerjaan terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
adalah salah satu risiko psikososial utama penyakit atau yang disebabkan oleh pekerja.
dalam pekerjaan dan mengacu pada aspek Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta
pekerjaan yang akan membutuhkan usaha kecelakaan dan sisanya adalah kematian
mental atau emosional. Meskipun tidak selalu karena penyakit akibat kerja dimana
negatif, tuntutan pekerjaan psikologis dapat diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat
memicu reaksi ketegangan dan stres ketika hubungan pekerjaan baru setiap tahun.
mereka membutuhkan terlalu banyak usaha. Penyakit Akibat Kerja yang selanjutnya disingkat
Jika berkelanjutan, psikologis tuntutan PAK (Occupational Disease) yaitu penyakit yang
pekerjaan dapat mengakibatkan sakit disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
(Niedhammer, Chastang, Sultan-Taieb, kerja yang dalam (Keputusan Presiden Nomor
Vermeylen, & Parent-Thirion, 2012). Kondisi 22 Tahun 1993) disebut penyakit yang timbul
kerja yang bising dapat mengakibatkan karena hubungan kerja. Sebanyak 48% PAK

96 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018


merupakan musculoskeletal disorder (MSDs), yang ditimbulkan dari debu-debu yang
10% dermatosis, 9% penurunan pendengaran, berterbangan di area pabrik, suara bising dari
10% sakit jiwa, dan sisanya 3% keracunan aktivitas mesin yang sedang beroperasi dan
pestisida. Penyebab PAK antara lain adalah juga dapat merusak pendengaran, serta udara
debu, kebisingan, bahan kimia beracun, yang panas dari pengolahan bahan-bahan
getaran, radiasi, virus, temperatur ekstrim, dan material pabrik. Lingkungan kerja yang
tekanan yang ekstrim Penyebab PAK ada yang berdebu dapat menyebabkan terganggunya
bersifat fisik, kimiawi, biologik, fisiologik, saluran pernapasan pada saat bekerja.
dan psikososial. Penyebab PAK fisik adalah Terganggunya saluran pernapasan ini akan menyebabkan
radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi, ketegangan pada otot-otot dada dan akan menimbulkan
dan penerangan. Penyebab yang bersifat keadaan yang menyakitkan (Budiono, 2016).
kimiawi adalah semua bahan kimia dalam Lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat
bentuk debu, uap, gas, larutan, dan kabut. merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau
Penyebab yang bersifat biologik diantaranya tenaga kerja (Notoatmodjo, 2003). Dalam
adalah bakteri, virus, dan jamur. Penyebab melaksanakan pekerjaannya seseorang akan
yang bersifat fisiologik adalah desain tempat membangun lingkungan kerja yang nyaman
kerja dan beban kerja. Penyebab yang bersifat dan juga menggunakan tekologi untuk
psikososial adalah stress psikis, monotoni membantunya bekerja agar lebih efektif,
kerja, dan tuntutan pekerjaan (World Health efisien dan produktif (Ndraha, 2005).
Organization dalam Yadi, 2015). Lingkungan kerja meliputi keselamatan
Lingkungan adalah keseluruhan atau lingkungan, ergonomis, hubungan yang baik dengan
aspek dari gejala fisik dan sosial kultural yang manajemen sehingga tercipta pemberdayaan
mempengaruhi individu. Kerja adalah aktifitas karyawan, komunikasi yang baik serta tempat
manusia baik fisik maupun mental yang kerja yang baik (Santoso, 2004). Lingkungan
didasarkan pada bawaan dan mempunyai kerja merupakan kesatuan ruang yang terdiri atas benda
tujuan untuk mendapatkan kepuasan (As’ad, hidup dan benda mati, keadaan yang mempengaruhi
1998). Lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2011) kegiatan pekerja dalam menjalankan pekerjaannya
adalah semua keadaan yang terdapat disekitar tempat keja (Sudrajat & Aipassa, 1998).
yang akan memengaruhi pegawai baik secara langsung Lingkungan kerja yang nyaman dan
maupun tidak langsung. manusiawi merupakan faktor pendorong
Lingkungan kerja pabrik yang penuh semangat dan efisiensi kerja karyawan. Bila
dengan resiko dan rawan dengan penyakit lingkungan kerja buruk akan menimbulkan
seperti sesak napas karena menghirup bahan- penyakit akibat kerja Kondisi kerja tertentu
bahan kimia, penyakit kulit dan paru-paru dapat menghasilkan prestasi kerja yang

97
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
optimal. Di samping dampaknya terhadap Sutjana (2015) menunjukkan aspek ergonomi
prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki juga merupakan faktor-faktor yang merupakan
dampak terhadap kesehatan mental dan atau bisa menimbulkan risiko psikososial. Hal
keselamatan kerja seorang tenaga kerja bisa dipahami karena disiplin psikologi juga
(Munandar, 1995). merupakan disiplin yang berkontribusi dalam
Menurut Saydam (2000) lingkungan pendekatan ergonomi yang merupakan pendekatan multi/
kerja sebagai keseluruhan sarana prasarana interdisiplin. Jadi masalah-masalah yang bisa menimbulkan
kerja yang ada disekitar karyawan yang risiko psikososial yang ada kaitannya dengan
sedang melaksanakan pekerjaan yang dapat task, organisasi dan lingkungan kerja merupakan aspek
mempengaruhi pekerjaan itu sendiri. Lingkungan kerja ergonomi.
didesain sedemikian rupa agar dapat tercipta Hasil penelitian Malik (2016) menunjukkan
hubungan kerja yang mengikat pekerja dengan bahwa gambaran kategori baik dari faktor psikososial di PT.
lingkungan (Lewa, 2005). Sandratex sebesar 46%. Faktor perilaku ofensif mempunyai
Menurut Sunyoto (2013) lingkungan kerja besar persentase kategori baik paling tinggi (76,4%).
adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang Sedangkan kondisi terburuk berada pada faktor
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas tuntutan di tempat kerja (39,1%). Untuk
yang dibebankan. Lingkungan kerja tidak langsung meminimalisir dampak buruk dari faktor psikososial di
melaksanakan proses produksi namun lingkungan kerja tempat kerja, sebaiknya perusahaan mengupayakan sistem
mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan reward baik berupa materi maupun apresiasi
yang melaksanakan proses produksi yang akan juga terhadap hasil kerja untuk meningkatkan motivasi bagi
berpengaruh terhadap barang atau jasa yang pekerja serta menciptkan komunikasi secara lebih aktif
dilaksanakannya. Lingkungan kerja fisik adalah antara manajemen dengan pekerja.
sesuatu yang berada di sekitar pekerjaan yang meliputi Hasil penilitian Purnama, Satrianegara, dan
cahaya, warna, udara, suara serta musik yang Mallapiang (2017) menunjukkan bahwa mayoritas petugas
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugasnya kesehatan puskesmas kassi-kassi kota Makassar mengalami
(Moekijat, 2002). stres berat sebanyak 50.9%, beban berat sebanyak
Faktor psikososial sering dinyatakan 65.5%, dan lelah ringan sebanyak 67.3%
dengan bagaimana pandangan pekerja maupun dengan kualitas kinerja baik secara optimal.
manajer terhadap organisasi kerja yang Hal tersebut menggambarkan bahwa petugas
dilaksanakan di tempat kerjanya. Organisasi kesehatan mengalami faktor psikososial yang
kerja dilaksanakan di tempat kerja adalah berdampak terhadap kinerja dalam bentuk
untuk melaksanakan proses produksi, yang positif, dan untuk menghasilkan kinerja yang
harus diikuti oleh para pekerja, pengawas, baik perlu diciptakan lingkungan psikososial
mandor maupun para manajer. Hasil penelitian agar individu merasa nyaman berada dalam

98 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018


kelompok dan organisasinya, menunjukkan, dari desain kerja, organisasi kerja dan
produktifitas tinggi serta peningkatan mutu manajemen kerja, serta segala aspek yang
pekerjaan. Dampak negatif dari psikososial berhubungan dengan lingkungan sosial kerja
merupakan salah satu jenis bahaya yang yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan
berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan pada psikologi dan fisik-fisiologis kerja (Cox
di tempat kerja (Jeyaratnam & Koh, 2009). & Griffiths, 2000).
Hasil penelitian Malard, Chastang, Masalah psikososial merupakan
dan Niedhammer (2015) menunjukkan stres masalah psikis atau kejiwaan yang timbul
kerja meningkat antara tahun 2006 dan 2010 sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.
serta paparan pekerjaan faktor psikososial Oleh karena itu, masalah atau bahaya
seperti beban kerja yang tinggi, kontrol psikososial dapat terjadi sebagai akibat atau
pekerjaan yang rendah, dukungan sebaya dampak negatif dari adanya proses interaksi
rendah, hubungan yang buruk, ketidakjelasan sosial seseorang yang buruk. Resiko kerja dan
peran dan konflik, dan kurangnya konsultasi gangguan kesehatan tersebut dapat merugikan
dan informasi tentang perubahan. para pekerja, yang dapat mengakibatkan
Menurut Kementerian Kesehatan (dalam Malik, pekerja meninggal, keracunan, cacat dan
2016), faktor psikososial dapat mengakibatkan mengidap penyakit kronis sehingga tidak
perubahan dalam kehidupan individu, baik mampu lagi untuk bekerja. Untuk
bersifat psikologis maupun sosial yang meminimalisasi terjadinya penyakit akibat
mempunyai pengaruh cukup besar sebagai kerja, maka perlu dilakukan identifikasi
faktor penyebab terjadiya gangguan fisik dan bahaya, dimana penyakit akibat kerja bisa
psikis pada diri individu tersebut. Faktor disebabkan oleh perilaku pekerja dan kondisi
psikososial sering tidak disadari kehadirannya tempat kerja yang kurang baik.
oleh para pekerja. Kajian mengenai faktor
METODE PENELITIAN
psikososial di tempat kerja juga masih belum
Pendekatan penelitian ini menggunakan
banyak dilakukan.
pendekatan studi kasus kelompok, maka sampel
Menurut Sidabutar, Dharmawan, dan
penelitian ini adalah kelompok, yaitu
Poerwandari (2003) definisi psikososial adalah
karyawan pabrik PT. X yang aktif bekerja, dan
hubungan yang dinamis antara kondisi
terdiri dari dua orang yang bertindak sebagai
psikologis dan sosial individu. Perilaku
informan dalam penelitian ini. Metode studi kasus
individu memiliki kaitan erat dengan keadaan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni agar
psikologisnya maupun keadaan sekitarnya atau
dapat memperoleh pemahaman menyeluruh dan
kondisi sosial. Bahaya psikososial di tempat
utuh tentang fenomena yang diteliti (Poerwandari 1998).
kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek

99
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
Sedangkan menurut Yin (dalam Salim, 2006) secara teknis peleburan untuk menghasilkan billet baja dan
studi kasus merupakan sebuah pemeriksaan empiris slab baja. Kondisi pabrik ini sangat rawan
yang menyelidiki suatu kehidupan nyata dan dengan bahaya. Lingkungan di sekitar pabrik
menggunakan berbagai sumber bukti. Menurut SSP sangat panas, bising, berbau zat-zat
Moleong (2004), studi kasus adalah studi yang kimia, dan debu. Dengan kondisi lingkungan
berusaha memahami isu-isu yang rumit atau yang penuh resiko bahaya, karyawan dan
objek dan dapat memperluas pengalaman atau tamu wajib menggunakan alat pelindung diri.
menambah kekuatan terhadap apa yang Potensi bahaya yang ada di pabrik ini antara
dikenal melalui hasil penelitian yang lalu. lain seperti terkena semburan baja cair panas,
Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang suara mesin peleburan yang sangat bising, bau
terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data bahan-bahan kimia untuk komposisi baja,
dalam penelitian kualitatif ini menggunakan debu yang berterbangan dari mesin
metode observasi dan wawancara untuk pengolahan baja, dan tertimpa kantong bahan
mendapat faktor psikososial lingkungan kerja. mentah dari mesin pengangkut yang berada di
Partisipan dalam penelitian ini telah bersedia langit-langit pabrik.
secara suka rela untuk diwawancarai dengan Berdasarkan aspek lingkungan kerja
data pendukung lainya. Data pendukung dapat dikatakan bahwa faktor fisik dan faktor
lainnya dalam penelitian ini menggunakan kimia di lingkungan kerja dapat menimbulkan
observasi. Data-data penelitian juga dijaga faktor psikososial bagi karyawan. Faktor fisik
kerahasiaan oleh peneliti sehingga etika tersebut antara lain noise (suara bising),
penelitian di dalam riset ini telah ditegakkan. temperature (suhu), clean lines (kebersihan
tempat kerja), faktor kimia dust (debu) dan gas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa permasalahan dalam lingkungan kerja fisik
P.T. X merupakan suatu industri yang mempengaruhi kesehatan karyawan sehingga
memproduksi baja dan memiliki beberapa memunculkan simptom-simtom gangguan
pabrik diantaranya adalah pabrik besi spon, kesehatan mulai dari yang ringan hingga berat
pabrik billet baja, pabrik slap baja, pabrik baja (Aronsson, Gustafsson, & Dallner, 2002).
lembaran panas, pabrik baja lembaran dingin, Sementara itu, permasalahan-permasalahan psikis yang
dan pabrik batang kawat. Salah satu dari dapat muncul karena kondisi ini antara lain adalah tekanan
pabrik slab baja adalah SSP. Pabrik ini dan stres kerja, kondisi emosional karyawan yang menjadi
merupakan sebuah pabrik yang bekerja pada mudah terprovokasi dan menciptakan konflik terbuka di
awal proses dari keseluruhan proses produksi lingkungan kerja (Piko, 2003). iLingkungan tempat
baja yang terdapat dalam P.T. X. Pabrik SSP kerja mempunyai andil yang sangat besar
merupakan bagian pengoperasian dari dalam mencapai tujuan terciptanya masyarakat

100 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018


tenaga kerja yang sehat, selamat dan produktif berdebu terkadang membuat pekerja batuk,
(Heryuni dalam Budiono, Jusuf, & Pusparini, hidung gatal, dan sesak nafas, tetapi tidak
2016). mengganggu aktivitas kerja, debu ini
Faktor psikososial lingkungan kerja dihasilkan dari mesin yang sedang beroperasi
pabrik dari faktor fisik yaitu nada suara dalam penghancuran bahan material. Sementara itu untuk
menjadi tinggi atau keras seperti orang gas yang ditimbulkan dari campuran bahan kimia
berteriak, suhu panas menimbulkan pekerja untuk meleburkan material, membuat para
merasa kurang nyaman dalam melaksanakan pekerja batuk-batuk dan mengganggu
pekerjaannya (berkeringat, badan menjadi pernafasan. Tetapi tidak bekerlanjutan, dan
panas). Tubuh saat bekerja lebih baik tidak mengganggu aktivitas kerja.
memiliki suhu inti yang mungkin dirasakan Untuk mengetahui perspektif psikologis yang
hangat ini adalah suhu internal (bukan suhu terdapat dalam diri subjek terlihat dari data lain yang
udara), suhu ini diperlukan organ vital untuk didapat penulis dari salah seorang karyawan
berfungsi secara nomal. Proses metabolism lain dimana keluarga salah satu subjek
tubuh menghasilkan jumlah yang tepat dari merasakan ada perubahan yang terjadi pada diri
panas yang dibutuhkan ketika mencerna subjek, keluarga subjek berkata bahwa nada
makanan dan ketika melakukan aktivitas fisik suara subjek menjadi tinggi seperti orang
(Kuswana, 2016). Kebersihan tempat kerja marah-marah bila ada dirumah. Padahal subjek
tampak pada kondisi tempat kerja secara merasa bicara biasa saja bila ada dirumah dan
umum berdebu, terkadang pekerja terganggu tidak merasa sedang marah. Hal ini dapat
kesehatannya walau tidak terlalu akut. terlihat pertentangan dari sisi psikologis
Sedangkan faktor psikososial lingkungan karyawan yang tidak mengakui adanya
kerja pabrik dari faktor kimia yaitu dust perubahan dalam dirinya dengan perubahan
(debu) seperti lingkungan tempat kerja yang yang dirasakan oleh keluarganya.

Tabel 1. Observasi Psikososial Lingkungan Pabrik SSP


Faktor Psikososial
Aspek Lingkungan Yang Muncul Keterangan
Ada Tidak Ada
Faktor Fisik
a) Lighting (pencahayaan) √ Pencahayaan cukup memadai untuk semua
ruang kerja kontrol mesin dan tidak ada
keluhan mata menjadi sakit dari para
pekerja.

b) Noise (suara bising) √ Para pekerja tidak merasa terganggu


dengan suara bising yang ditimbulkan dari
mesin yang sedang beroperasi karena

101
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
sudah terbiasa. Hanya saja nada berbicara
mereka menjadi keras seperti orang
berteriak karena efek lingkungan kerja
yang bising.
c) Vibration (getaran) √ Getaran yang ditimbulkan dari mesin yang
beroperasi tidak mengganggu pekerjaan
mereka. Para pekerja sudah terbiasa
dengan kondisi tempat kerja tersebut.
d) Temperature (Suhu) √ Suhu panas yang ditimbulkan dari mesin
pengolahan baja cair cukup membuat para
pekerja merasa kurang nyaman karena
berkeringat dan badan menjadi panas.
Tetapi kondisi lingkungan tersebut tidak
terlalu dipermasalahkan para pekerja
karena sudah menurut mereka sudah biasa.
e) Clean Liness
Kebersihan di tempat kerja √ Kondisi tempat kerja secara umum
berdebu. Para pekerja terkadang terganggu
kese-hatannya walau tidak terlalu akut
akan tetapi mereka tetap focus
melaksanakan tugasnya.
Faktor Kimia
a) Dust (debu) √ Lingkungan tempat kerja yang berdebu
terkadang menimbulkan efek batuk,
hidung gatal, dan sesak nafas bagi pekerja,
tetapi tidak mengganggu aktivitas
pekerjaan mereka.
b) Gas √ Gas yang ditimbulkan dari campuran
bahan kimia membuat para pekerja batuk-
batuk, mata menjadi merah dan berair,
serta mengganggu pernafasan. Tetapi tidak
bekerlanjutan, dan tidak mengganggu
aktivitas kerja mereka.
Faktor Fisiologis
a) Machine Guards (Penjaga Sistem shift dibagi menjadi tiga untuk
Mesin) √ pergantian para pekerja dan para pekerja
Pembagian sistem shif tidak mengeluh kurang istirahat.

b) Working Time and Rest √ Aturan jam kerja shift sudah ada, para
 Pengaturan jam kerja pekerja tidak merasa kelelahan fisik yang
berat.
 Waktu untuk istirahat makan √ Tidak ada waktu khusus untuk istirahat
jam makan. Namun para pekerja tidak
mengeluh dengan keadaan ini karena pada
saat waktu kerja luang mereka dapat
beristirahat.
Faktor Psikologi
a) Communication Mempunyai peluang untuk berkomunikasi
Melakukan komunikasi de-ngan √ satu sama lain saat mereka sedang bekerja.
atasan, bawahan dan teman Para pekerja merasa pekerjaan mereka
sekerja merupakan tanggung jawab bersama.
Sehingga para pekerja merasa pekerjaanya
tidak menjadi beban yang berat.
b) Intensity and Stress Walau tidak terdapat bacaan para pekerja
Tersedianya bacaan atau √ tidak merasa stress saat bekerja.
majalah

102 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018


Faktor Ergonomi
a) Microclimate
Tersedianya ventilasi, kipas √ Sudah cukup baik dan cukup memadai
angin elektrik, atau alat untuk semua ruang kerja kontrol mesin
pendingin dan para pekerja merasa nyaman saat
mereka bekerja.
b) Lifting and Postures
Penggunaan jigs, pe-ngungkit, √ Peralatan sudah sesuai dan cukup
kerekan atau alat mekanik lain memadai untuk aktivitas pabrik. Para
untuk menghindari pekerjaan pekerja merasa nyaman saat melaksanakan
berat atau sikap badan yang tugasnya serta tidak mengeluh karena sakit
tidak wajar pinggang dan sakit punggung saat mereka
bekerja.

c) Chairs
Untuk meningkatkan ke- √ Sudah disediakan bangku atau kursi yang
nyamanan bagi para pekerja dapat disetel sesuai keinginan para
diruang kontrol mesin pekerja. Sehingga para pekerja merasa
nyaman saat menjalankan tugas mereka.

d) Hand Tools (perkakas tangan) √ Peralatan sudah sesuai untuk aktivitas


pabrik. Sehingga para pekerja merasa
nyaman menggunakannya.

Permasalahan-permasalahan terkait kondisi fisik Faktor psikososial lingkungan kerja


kerja ini harus diperbaiki oleh perusahaan karena banyaknya yang ditimbulkan dapat mempengaruhi emosi
konsekuensi negatif yang muncul. Beberapa di antaranya seseorang antara lain nada suara menjadi
adalah penuruhan kualitas kerja karyawan karena penurunan tinggi atau keras seperti orang berteriak atau
kualitas kesehatan (Mignano, Faghri, Huedo-Medina, & marah-marah saat berbicara dengan orang lain,
Cherniack, 2016; Taylor, 2011; Tustin, 2010), hingga mudah merasa jengkel atau merasakan
komplain dan tuntuan dari pihak karyawan terhadap perasaan tidak senang dan sulit tidur lelap atau
perusahaan (Bernhard- Oettel, Sverke, & de Witte, 2005; gangguan tidur hal ini disebabkan karena
Tustin, 2010). kondisi lingkungan kerja yang bising.
Sedangkan suhu panas dan debu dapat
SIMPULAN DAN SARAN menimbulkan efek cepat merasa lelah atau
Kondisi lingkungan kerja pabrik SSP, letih.
memiliki faktor psikososial lingkungan kerja. Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan
Pada bagian atau unit pabrik ini terkait hasil studi ini. Berdasarkan kondisi lingkungan kerja
berhadapanlangsung dengan kondisi fisik yang bising, panas, berdebu dan dapat menghirup zat
lingkungan pabrik yang panas, suara bising kimia. Serta berpotensi mengalami gangguan kesehatan
dari mesin yang sedang produksi, menghirup saat melaksanakan pekerjaan. Pertama, karyawan dapat
zat kimia berbahaya dan debu yang ada memanfaatkan fasilitas yang diberikan perusahaan dalam
dimana-mana. hal asupan nilai gizi untuk kesehatan badan, kebersihan

103
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
makanan dan sarana tempat makan. Kedua, karyawan ergonomi, kesehatan kerja, keselamatan
dapat memanfaatkan fasilitas perawatan kesehatan dari kerja. Edisi revisi cetakan keenam.
dokter atau perawat yang telah disediakan oleh Semarang: Universitas Diponegoro.
perusahaan untuk pengecekan kesehatan tubuh Cox, T., & Griffith, A. G. (2000). Research on
secara kontinu. Ketiga, karyawan sebaiknya work related stress. European Agency for
mengenakan alat pelindung diri disesuaikan Safety and Health at Work: Belgium.
dengan kondisi lingkungan kerja. Keempat, ILO. (2018). Meningkatkan keselamatan dan
karyawan dapat memanfaatkan waktu istirahat yang kesehatan pekerja pemuda. Jakarta:
diberikan perusahaan dengan kegiatan yang menyehatkan Kantor Perburuhan Internasional.
baik untuk kesehatan kondisi psikologis dan kesehatan Jeyaratnam, J., & David, K. (2009). Buku ajar
tubuh. praktik kedokteran kerja. EGC: Jakarta.
Kuswana, S. W. (2016). Ergonomi dan K3.
DAFTAR PUSTAKA
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aronsson, G., Gustafsson, K., & Dallner, M.
Lewa, S. (2005). Perilaku dan budaya
(2002). “Work environment and health in
organisasi. Bandung: Refika Aditama.
different types of temporary jobs.”
Malik, R.A. (2016). Gambaran faktor
European Journal of Work and
psikososial di tempat kerja pada pekerja
Organizational Psychology, 11(2), 151–
tekstil PT. Sandratex Ciputat Tahun 2016.
175.
Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta:
As’ad, M. (1998). Psikologi industri. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Malard, L., Chastang, J. F., & Niedhammer, I.
UGM. (2015). “Changes in psychosocial work
Bernhard-Oettel, C., Sverke, M., & de factors in the French working population
Witte, H. (2005). “Comparing three between 2006 and 2010.” International

alternative types of employment with Archieves of Occupational and

permanent full-time work: How do Envirotmental Health, 88(2), 235-246.


doi: 10.1007/s00420-014-0953-6.
employment contract and perceived
Mignano, C., Faghri, P. D., Huedo-
job conditions relate to health
Medina, T., & Cherniack, M. C. (2016).
complaints?” Work & Stress, 19(4),
Psychological health, behavior, and
301–318.
bodyweight (PBBW) model: An
Budiono, S. M. A, Jusuf, S. M. R., &
evaluation of predictors of health
Pusparini, A. (2016). Bunga rampai
behaviors and body mass index (BMI).
hiperkes dan KK, higiene perusahaan,

104 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018


Journal of Workplace Behavioral Health, Purnama, A. D, Satrianegara, F. M &
31(1), 37–56. Mallapiang, F. (2017). “Gambaran
Mills, G. (1991). Manajemen perkantoran faktor psikososial terhadap kinerja pada
modern. Jakarta: Binarupa Aksara. petugas kesehatan di puskesmas kasi-
Moekijat. (2002). Manajemen kepegawaian. kasi kota Makasar.” Journal Higine,
Bandung: Alumni. 3(2), 106-113.
Moleong, L. J. (2004). Metodologi penelitian Sahab, S. (1997). Teknik manajemen
kualitatif. Bandung: Remaja keselamatan dan kesehatan kerja.
Rosdakarya. Jakarta: Bina Sumber Daya Manusia.
Munandar, A. S. (1995). Psikologi industri I. Salim, A. (2006). Teori dan paradigma
Jakarta: Karunika. penelitian sosial: Penelitian kualitatif.
Ndraha, T. (2005). Teori budaya organisasi. Edisi kedua. Jakarta: Tiara Wacana.
Jakarta: Rineka Cipta. Santoso, G. (2004). Manajemen keselamatan
Niedhammer I., Chastang, J. F., Sultan- dan kesehatan kerja. Jakarta: Prestasi
Taieb, H., Vermeylen, G., & Parent- Pustaka.
Thirion, A. (2012). “Psychosocial work Saydam, G. (2000). Manajemen sumber daya
factors and sicknessabsence in 31 manusia (human resources
countries in Europe.” European Journal management). Jakarta: Djambatan.
of PublicHealth, 23(4), 622–629. Sedarmayanti. (2017). Manajemen
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu kesehatan sumberdaya manusia. Jakarta: Bumi
masyarakat: Prinsip-prinsip dasar. Aksara.
Jakarta: Rineka Cipta. Sidabutar, D. I., & Poerwandari, E. K. (2003).
Piko, B. F. (2003). Psychosocial work Pemulihan psikososial berbasis
environment and psychosomatic health komunitas: pengalaman kerja di
of nurses in Hungary. Work & Stress, Indonesia. Jakarta: Pulih dan Kontras.
17(1), 93–100. Sudrajat, K. W., & Aipassa, I. M. (1998).
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan Manajemen lingkungan kerja. Jakarta:
kualitatif dalam penelitian psikologi. Departemen Pendidikan dan
Jakarta: LPSP 3 Fakultas Psikologi Kebudayaan..
Universitas Indonesia. Sutjana, I. D. P. (2015). “Aspek ergonomi dari
Pulat, M. B. (1992). Fundamentals of risiko psikososial ditempat kerja.” Jurnal
industrial ergonomics. Prentice Hall: ergonomi Indonesia, 1(1), 1-9.
New Jersey. Sule, E.T. (2005). Pengantar manajemen.
Jakarta: Prenada Media.

105
Kemala, Faktor Psikososial,...
https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2077
Sunyoto, D. (2013). Sumber daya manusia.
Yogyakarta: CAPS.
Taylor, W. C. (2011). “Booster breaks: An
easy-to-implement workplace policy
designed to improve employee health,
increase productivity, and lower health
care costs.” Journal of Workplace
Behavioral Health, 26(1), 70–84.
Tustin, N. (2010). “The cost of shift work on
employee health and performance: Can
organizations afford to ignore the
consequences?” India Review, 9(4), 425–
449.
Yadi, H. Y. (2015). “Konsep rancangan alat
ukur risiko ergonomi.” Journal Industrial
Services, 1(1), 1-4.

106 Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai