Anda di halaman 1dari 13

Nama: Dian Santika Chandra

NIM: G0017223

1. Imunologi Saluran Cerna dan Hepar

Imunologi Saluran Cerna

Kondisi kesehatan saat ini sangat terikat dengan kondisi saluran cerna pada awal
kehidupan, sehingga banyak ahli mencoba menggali lebih dalam keunikan saluran cerna untuk
mendapatkan saluran cerna yang sehat pada awal kehidupan. Saluran cerna yang sehat berarti
memiliki kemampuan mencerna dan menyerap makanan, motilitas, fungsi imun, dan
keseimbangan mikrobiota yang sesuai.

Saluran cerna perlu dukungan oleh lingkungan yang tepat, terutama saat organ tersebut
belum matang dan sedang berkembang pesat, yaitu pada seribu hari pertama kehidupan. Ini
merupakan peluang untuk melakukan aksi yang tepat agar mendapatkan hasil meksimal. Disisi
lain pada seribu hari pertama kehidupan merupakan peiode yang rentan, bayi dengan sistem
pencernaan dan sistem imun imatur akan kontak terus menerus dengan ribuan mikroba. Sela
epitel mukosa saluran cerna bayi masih terbuka sehingga bakteri patogen atau makanan yang
bersifat alergen dapat mudah melewati dan masuk ke aliran darah.

Saluran cerna dengan luas permukaan ratusan m2 dibangun oleh 40% jaringan limfoid
atau GALT yang menghasilkan 80% antibodi dan ratusan juta sel saraf. Hal ini menjadikan
saluran cerna sebagai organ kompleks yang berperan pada sistem pertahanan tubuh. Kolonisasi
mikrobiota di saluran cern abayi sangat penting untuk pertumbuhan anak karena mempengaruhi
pematangan saluran cerna, metabolisme, imunitas, dan perkembangan otak. Meskipun demikian
belum diketahui secara pasti kolonisasi mikrobiota saluran cerna optimal yang diperlukan untuk
kesehatan bayi dan anak.

1
Perlindungan saluran cerna

Saluran cerna mempunyai perlindungan secara mekanis dengan membentuk lapisan


mukus sebagai fungsi barier, imunologi dengan membentuk secretory imunglobulin A (SigA),
biologi dengan keberadaan bifidobacteria dan lactobacillus, dan kimia melalui pembentukan
asam lemak rantai pendek sebagai hasil fermentasi mikrobiota di usus besar. Saluran cerna
mengeliminasi mikrobiota patogen melalaui respons memori terhadap antigen dan mampu
membedakan antigen asing dengan antigen dari dalam tubuhnya yang dimenifestasikan sebagai
kebal terhadap penyakit dan tolerens terhadap makanan.

Imunologi Hepar

Hati atau liver merupakan organ padat terbesar dan kelenjer terbesar dalam tubuh
manusia, terletak tepat dibawah diafragma disisi kanan atas tubuh dan mempunyai sejumlah
peran penting. Digolongkan sebagai bagian dari sistem pencernaan, peran hati meliputi
detoksifikasi, sistesis protein dan produksi bahan kimia yang diperlukan untuk pencernaan.

Fungsi hati

- Fungsi imunologi: hati adalah bagian dari sistem fagosit mononuklear yang berisi
sejumlah besar sel sel aktif imunologis bernama sel kupffer sel ini menghancurkan
patogen yang bisa masuk ke hati melalui usus.
- Menyaring darah: hati menyaring dan menghilangkan senyawa-senyawa dari dalam
tubuh termasuk hrormon seperti estrogen dan aldosteron dan senyawa dari luar tubuh
seperti alkohol maupun obat-obatan.
- Metabolisme karbohidrat: karbohidrat disimpan dalam hati dimana nanti akan dipecah
menjadi glukosa dan tersedot ke aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa
nomal.
- Menyimpan vitamin dan mineral: hati menyimpan vitaman A,D,E,K dan B12. Hati
menjaga sejumlah vitamin-vitamin tersebut tetap tersimpan. Zat besi dari hemoglobin
dalam bentuk feritin disimpan dalam hati dan siap untuk membuat sel-sel darah merah
baru. Hati juga menyimpan tembaga dan melepaskannya saat dibutuhkan.

2
- Produksi empedu: empedu membantu usus kecil untuk memecah dan menyerap lemak,
kolesterol, dan beberapa vitamin. Empedu terdiri dari garam empedu, kolesterol,
bilirubin, elektrolit dan air.
2. Penyakit Penyakit Pada Saluran Cerna Bagian Atas

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal Reflux (GER) adalah kondisi mengalirnya secara involunter isi


lambung melalui gastroesophageal junction ke dalam esofagus. Sedangkan Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) merupakan kembalinya makanan atau cairan asam ke kerongkongan
(esofagus). GERD disebabkan oleh lemahnya katup esofagus, padahal katup ini berfungsi
mencegah makanan dan asam lambung kembali ke kerongkongan.

Gejala Klinis

- Rasa seperti terbakar di dada: berawal daru daerah lambung dan menjalar ke arah leher,
tenggoraokan dan kadang ke belakang. Terjadi setelah makan terutama makan dalam
jumlah banyak/ setelah konsumsi makanan pedas, asam, lemak, coklat dan alkohol.
- Disfagia: 30% individu yang menderita GERD
- Odinofagia, bersendawa, cegukan, mual dan muntah

Terapi GERD

perubahan gaya hidup

- Menghindari makanan atau minuman yang dapat mencetuskan rasa seperti terbakar di
dada
- Harus berhenti merokok, karena rokok dapat menghambat pembentukan air liur yang
merupakan buffer utama.
- Dianjurkan untuk tidak berbaring setidaknya 3 jam setelah makan dan tidak makan
setidaknya 2 jam sebelum tidur di malam hari.
- Pada saat penderita tidur posisi kepala harus dalam keadaan lebih tinggi.
- Untuk penderita yang terlalu gemuk juga disarankan untuk mengurangi berat badan.
- Menghindari obat yang dapat mencetuskan GERD pada pasien usia lanjut.

3
Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara
histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi selsel radang pada daerah tersebut.
Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada
umumnya.

Penyebab gastritis

Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih. asam
lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam keadaaan normal
lambung akan memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk.

Gejala klinis

Gejala sakit gastritis/mag tersebut tidak harus terasa perih, akan tetapi rasa tidak nyaman
pada lambung/ulu hati yang dibarengi dengan mual atau kembung dan sering sendawa atau cepat
merasa kenyang juga merupakan gejala sakit gastritis/mag. Serta Gejala lainya adalah rasa pahit
yang dirasakan di mulut.

Terapi Gastritis

Dokter akan meresepkan obat untuk membantu meringankan ketidaknyamanan.


Penghambat pompa proton (PPI) atau penghambat resepror H2. Dan juga mengusulkan untuk
melakukan perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan.

Kanker Perut

Kanker perut ( kanker lambung) adalah pertumbuhan jaringan abnormal di perut. Kanker
biasanya dimulai di sel-sel yang melapisi bagian dalam perut, kanker dapat membentuk tumor
atau tukak di dalam perut atau menyebar melalui dinding perut.

Gejala klinis

Kanker perut dini sering tidak memiliki gejala, ketika kanker berkembang gejala-gejala umum
yang timbul yaitu:

- Nyeri perut kronis

4
- Hilang selera makan
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Anemia, muntah, mengeluarkan feses hitam yang merupakan tanda perdarahan.

3. Penyakit- Penyakit Pada Saluran Cerna Bagian Bawah

Penyakit Divertikuler

Penyakit divertikuler terjadi ketika kantong kecil atau tonjolan (divertikula) tumbuh di
dalam lapisan usus besar (kolon). Divertikula biasanya dikaitkan dengan asupan serat yang
tidak memadai. Disebabkan oleh feses keras yang melewati usus besar.

Gejala klinis

- Nyeri perut
- Feses berdarah
- Mual , demam, sembelit, diare

Penanganan

Untuk kasus ringan dokter meresepkan antibiotik dan merekomendasikan perubahan gaya
hidup atau pola makan seperti diet tinggi serat atau probiotik sedangkan untuk kasus
divertikulus parah atau perdarahan divertikular akan di perlukan penanganan bedah.

Penyakit Chron (penyakit radang usus)

Penyakit chron merupakan penyakit radang kronis yang terutama menyerang usus kecil
dan besar. Orang denagan riwatyat keluarga atau gangguan pencernaan seperti sindrom iritasi
usus besar mungkin lebih rentan terhadap kondisi tersebut.

Gejala klinis

- Penurunan berat badan


- Nyeri perut

5
- Diare, kram

Penegakan Diagnosis

Dilakukan dengan Tes darah, rontgen barium, kolonoskopi, pemindaian CT, edoskopi.

Sindrom Iritasi Usus Besar (Irritable Bowel Syndrome)

Sindrom iritasi usus besar (IBS) adalah gangguan kronis yang mempengaruhi kolon (usus
besar). Mempengaruhi fungsi normal kolon dan menyebabkan ketidaknyamanan serta rasa nyeri,
perubahan kebiasaan buang air besar (sembelit atau diare), gas dan kembung.

Gejala klinis

- Perubahan pada feses (butir kecil keras atau feses lembek)


- Adanya lendir di feses
- Mengalami nyeri dan kram di perut
- Perubahan kebiasaa buang air besar (sembelit atau diare).

Hemoroid

Hemoroid atau yang dikenal sebagai wasir/ambeiyen merupakan kondisi peradangan dan
melebarnya pembuluh darah vena di sekitar anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis.
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan, atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh konstipasti dan mengedan berulang, serta pola makan rendah serat.

Gejala klinis

- Mengalamigatal atau iritasi, sakit, merah dan bengkak di sekitar anus


- Benjolan yang posisinya menggantung di luar anus, terasa nyeri dan sensitif bila terkena
sentuhan. Benjolan bisa masuk kembali ke dalam anus setelah BAB.
- Perdarahan setelah BAB tanpa rasa nyeri, yang ditandai dengan darah berwarna merah
terang yang menetes dari dubur.

6
Terapi Hemoroid

Terapi pada penderita hemoroid dapat berupa farmakologi dan non-Farmakologi sesuai
dengan keparahan derajat hemoroid.Pada hemorrhoid derajat I dan II terapi yang diberikan
berupa terapi lokal dan himbauan tentang perubahan pola makan.Selain itu dilakukan juga
skleroterapi, yaitu penyuntikan larutan kimia yang merangsang dengan menimbulkan peradangan
steril yang pada akhirnya menimbulkan jaringan parut. Untuk pasien derajat III dan IV, terapi
yang dipilih adalah terapi bedah yaitu dengan hemoroidektomi.

4. Penyakit kegawatan pada sistem pencernaan

Appendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing.
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Patofisiologi Apendisitis
kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh fses yang terlibat
atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan
dengan asupan makanan yang rendah serat. Pada stadium awal apendisitis, terlebih
dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan
melibatkan peritoneal.

Gejala klinis

Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam
beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda
rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney.

Tatalaksana

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi


harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.

Kolitis Ulseratif

7
Kolitis ulseratif adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang bersifat kronis dan
ditandai dengan ulserasi mukosa superfisial, perdarahan rektal, diare, dan nyeri perut. Berbeda
dengan penyakit Crohn, kolitis ulseratif terbatas pada kolon dan inflamasi terbatas pada lapisan
mukosa. Kolitis ulseratif mengenai kolon secara retrograd dimulai dari rektum dan meluas ke
proksimal.

Gejala klinis

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare, perdarahan rektal, tenesmus, adanya lendir,
dan nyeri perut. Walau kolitis ulseratif dapat muncul secara akut, gejala biasanya telah ada
selama beberapa minggu hingga tahun. Terkadang diare dan perdarahan jarang dan ringan
sehingga pasien tidak mencari pengobatan.

Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah suatu proses inflamasi pada pankreas yang dihubugkan dengan
beberapa kelainan yang secara kolektif biasa dianggap sebagai etiologi dari pankreatitis akut.
Pankeatitis akut merupakan penyakit gastroenterologi yang mengancam nyawa, dengan semikian
diagnosa awal dan penilaian beratnya kasus pankreatitis akut sangat diperlukan sehingga
penatalaksaannya lebih cepat diberikan.

Gejala klinis

- Gejala utama pankreatitis akut adalah sakit perut yang timbul secara tiba-tiba . Rasa sakit
ini cenderung muncul di perut bagian tengah, namun terkadang terasa di sisi kanan atau
kiri perut. Nyeri akibat pankreatitis akut sering kali memberat dan menjalar sampai ke
dada dan punggung.
- Demam, diare, mual muntah, kulit dan mata menguning, gangguan pencernaan, takikardi.

Terapi pankreatitis akut

8
- Nutrisi pendukung: Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan
saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya
malnutrisi.
- Intervensi radiologi dan ERCP: Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau
pembedahan biasanya dapat mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali.
Meskipun demikian pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan
pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi
dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
5. Penyakit Organ Billier

Hati merupakan organ yang berperan dalam metabolisme bilirubin. Sebanyak 75% dari
total bilirubin yang ada di dalam tubuh diperoleh dari destruksi sel darah, dan sisanya dihasilkan
dari katabolisme protein heme, serta inaktivasi eritopoesis pada sumsum tulang. Dilihat dari
pentingnya peran hati dalam pembentukan bilirubin, jika terjadi kerusakan pada sel hati secara
terus-menerus, maka semakin terganggu pula fungsi hati dalam pembentukan bilirubin dan akan
berpengaruh pada kadar bilirubin yang ada di dalam tubuh sehingga bilirubin tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya yang kemudian dapat menyebabkan icterus. Di dunia, angka
kejadian pada AB (Atresia Bilier) paling tinggi yaitu di Asia, dengan perbandingan bayi di China
lebih banyak dibandingkan dengan bayi di Jepang.

Atresia bilier merupakan penyakit hati yang ditandai dengan obstruksi dan fibro-
obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat ini penyebab atresia bilier belum
diketahui. Atresia bilier merupakan penyebab penyakit hati terminal yang merupakan indikasi
utama transplantasi hati pada anak. Gejala awal atresia bilier seringkali sulit dibedakan dengan
ikterus neonatorum fisiologis, sehingga diagnosis dan tata laksana menjadi terlambat. Penyebab
lain keterlambatan diagnosis adalah adanya beberapa diagnosis banding sebagai penyebab
hiperbilirubinemia direk yang memerlukan waktu untuk penegakan diagnosis.

Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus segera
mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada kebanyakan bayi baru lahir. Jika tidak
segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi. Pasien dengan Atresia Bilier dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yakni, Atresia Bilier terisolasi (Tipe perinatal) dan pasien yang

9
mengalami situs inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital
lainnya (Tipe Janin).

Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap pasien. Namun
jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi
atresia yang sering ditemukan:(1) - Tipe 1 : terjadi atresia pada ductus choledocus - Tipe II :
terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan stuktur kistik ditemukan pada porta
hepatis - Type III : (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus hepaticus dextra
dan sinistra hingga setinggi porta hepatis. Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan
hipoplasia bilier intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan sekali
pun.

Atresia Bilier belum diketahui secara pasti, cukup banyak spekulasi mengenai hal
tersebut. Teori dasar yang berkembang adalah kesalahan embryogenik yang menetap pada oklusi
bilier cabang ekstrahepatik, namun terbantahkan dengan tidak adanya penyakit kuning pada
kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang semakin menghilang selama bulan-bulan
pertama kehidupan. Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah
lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya seperti pada hati, limpa, dan
usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu setelah kelahiran yang lebih khas
dan akan jelas terlihat pada minggu kedua sampai keempat pasca kelahiran. Atresia bilier
bukanlah penyakit keturunan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus bayi lahir kembar identik
dengan hanya satu anak yang memiliki penyakit ini. Atresia bilier paling mungkin disebabkan
oleh suatu peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu kelahiran. Kemungkinan
untuk "memicu" hal tersebut bisa saja salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor berikut:

- infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus

- masalah dengan sistem kekebalan tubuh

- komponen abnormal empedu

- kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu.

6. penyakit Hepar non infeksi

10
Sehat yang optimal merupakan kondisi yang diinginkan setiap orang. Dimana saat ini
makin berkembangnya penyakit tidak hanya pada penyakit menular tetapi juga penyakit tidak
menular. Dimana masih beberapa kasus penyakit-penyakit daerah tropis yang tinggi dinegara
berkembang. Beberapa penyakit tropis masih ada yang menjadi penyakit endemis dibeberapa
wilayah. Salah satunya adalah Penyakit Hepatitis. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan
salah satu dari masalah kesehatan di seluruh dunia termasuk di negara Indonesia.

Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang mengalami proses inflamasi atau
nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus, obat-obatan, toksin, gangguan
metabolik, maupun kelainan sistem antibodi. Hepatitis non infeksi terjadi adanya radang pada
hati yang diakibatkan oleh penyebab yang bukan sumber infeksi, seperti bahan kimia, minuman
alkohol, dan penyalahgunaan obat obatan. Hepatitis jenis non infeksi termasuk drug induced
Hepatitis, tidak tergolong dalam penyakit menular, karena penyebab terjadi Hepatitis karena
radang bukan oleh agen infeksi seperti jamur, bakteri, mikoorganisme dan virus. Penyakit ini
yang banyak ditemukan hampir seluruh negara di dunia. Penyakit Hepatitis bukan penyebab
kematian langsung, namun penyakit Hepatitis menimbulkan masalah pada usia produktif.
Penyakit Hepatitis yang berlangsung selama kurang lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis akut",
Penyakit Hepatitis yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis".
Penyebab penyakit hepatitis ada 2 yaitu virus dan non-virus. Penyebab non virus yang utama
seperti alkohol dan obat-obatan.

7. Infeksi Hepar

Penyakit Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peradangan pada hati. Infeksi Hepatitis yang disebabkan oleh virus merupakan penyebab paling
banyak dari penyakit Hepatitis. Ada beberapa jenis Penyakit Hepatitis seperti Hepatitis A, B, C,
D dan E bahkan kemungkinan dalam perkembangan kedepan akan bertambah. Penyakit Hepatitis
A dan E sering muncul sebagai penyakit yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa. penyakit ini
ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan hidup
sehat. Penyakit Hepatitis A bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik bila kondisi daya tahan
tubuh dan stamina baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang terjadi) ditularkan secara
parenteral dan dapat menjadi kronis serta dapat menimbulkan penyakit Cirrhosis Hepatis dan lalu
meningkat menjadi penyakit Kanker Hati.

11
Penyakit Hepatitis A kerap muncul menjadi penyakit yang menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB) seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dalam satu kejadian, Virus
Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang
diantaranya mengidap penyakit Hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita Hepatitis C di
dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap
tahunnya karena penyakit Hepatitis. Indonesia yang merupakan negara daerah tropis dengan
jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar
setelah Myanmar, dan diantara negara anggota WHO SEAR (South East Asian Region)
Berdasarkan hasil dari riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan uji darah donor di Palang
Merah Indonesia (PMI) maka diperkirakan di antara 100 orang penduduk Indonesia, 10 di
antaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta
penduduk indonesia yang Epidemiologi Penyakit Hepatitis 3 terinfeksi hapatitis B dan C, 14 juta
di antaranya berpotensi untuk menjadi kronis, dan dari yang kronis 1,4 juta orang berpotensi
untuk menderita Kanker hati. Masalah tersebut tentunya akan berdampak pada kesehatan
masyarakat secara umum, yang berdampak pada produktifitas, umur harapan hidup dan dampak
sosial ekonomi lainnya.

Secara epidemiologis, penyakit Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es,
dimana penderita yang tercatat di fasilitas kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita
sesungguhnya. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang menahun. Saat seseorang terinfeksi,
kondisi masih sehat dan belum menunjukkan tanda dan gejala yang khas serta munculnya
keluhan, tetapi proses penularan atau masa inkubasi terus berjalan hingga sampai pada tahap dini
dan lanjut.

Daftar Pustaka

Abd Samad, I. (2019). Pankreatitis Akut. Green Medical Journal, 1(1), 139-154.

Amatullah, A., & Miro, S. (2021). Pankolitis Akibat Kolitis Ulseratif. Health and Medical
Journal, 3(2), 43-50.

12
Awaluddin, A. (2020). Faktor Risiko Terjadinya Apendisitis Pada Penderita Apendisitis di
RSUD Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020. Jurnal Kesehatan Luwu
Raya, 7(1), 67-72.

Bondan, P. (2021). DIET PADA PENYAKIT DIVERTIKULITIS. JNH (Journal of Nutrition and


Health), 9(1), 39-43.

Chudri, J. (2020). Kanker lambung: kenali penyebab sampai pencegahannya. Jurnal Biomedika dan
Kesehatan, 3(3), 144-152.

Fajrian, F. M. (2020). Enzim Transferase dengan Bilirubin Total Penderita Ikterus


Obstruktif. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 176-182.

Jeanette I. Ch. Manoppo, (2019). Gangguan Sistem Gastrointestinal. Universitas Sam Ratulangi
Manado. Manado

KUSUMA, W. (2020). Kualitas Hidup Anak Dengan Penyakit Crohn (Doctoral dissertation,


Universitas Gadjah Mada).

Maulana, R. Y., & Wicaksono, D. S. (2020). Efek Antiinflamasi Ekstrak Tanaman Pagoda
terhadap Hemoroid. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(2), 131-138.

Rahman, A. A., Maulidina, W., & Kosasih, E. D. (2019). Terapi Awal Pada Pasien GERD
(Gastroesophageal Reflux Disease) Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Soekardjo
Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Poltekes Kemenkes Ri Pangkalpinang, 6(2), 69-75.

Selina, C., Darwis, I., & Graharti, R. (2019). Peppermint (Mentha piperita) sebagai Pengobatan
Alternatif pada Irritable Bowel Syndrome (IBS). Jurnal Majority, 8(1), 211-219.

Siswanto, S., & Octavianur, E. (2020). Epidemiologi Penyakit Hepatitis..

Zainurridha, Y. A., & AZARI, A. A. (2020). Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan


Gastritis: Literature Review. Medical Jurnal of Al Qodiri, 5(2), 108-114.

13

Anda mungkin juga menyukai