Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN DAN KURIKULUM

HAKEKAT DAN KOMPONEN KURIKULUM

Disusun oleh

KRISTINA NAINGGOLAN : 201324001

MUHAMMAD RAMADHAN PUTRA : 201324003

NURHASTI : 201324005

Prodi : Pend.Ekonomi (3a)

Dosen Pengampu : Dra. Nurasya,M.pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASLIYAH

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai tempat pada waktunya, Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan kami . Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Pertama kaminucapkan kepada
ibu Dra.Nurasya,M.pd selaku dosen pengampu mata kuliah kurikulum dan pembelajaran .
Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang sudah mendukung kami sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini. Kami juga sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan yang tertuang didalamnya. Makalah ini jauh sekali dari kata sempurna, karena
kesempurnaan yang sebenar-benarnya hanyalah milik Allah SWT. Oleh sebab itu kami
membutuhkan masukan dan saran yang bersifat mendukung dari teman-teman
semuanya,untuk itu kami meminta maaf atas kekurangan tersebut, kami juga sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun pembaca demi terciptanya Makalah yang
lebih baik untuk kedepanya.

Medan 26/09/2021
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………

Daftar isi

BAB I PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum …………………………………………......

2.2 Peranan Kurikulum…………………………….

2.3 Fungsi Kurikulum………..

2.4 Sejarah Pengembangan dan Perubahan Kurikulum……………

BAB IIPENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………

Daftar Pustaka……………………………………………………
BAB I
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan peraturan maengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir dan currere yang
merupakan istilah bagi tempat berpacu dan berlari dari sebuah perlombaan yang telah
dibentuk semacam rute pacuan dan harus dilalui oleh para competitor. Dengan kata lain, rute
tersebut harus dipatuhi dan dilalui oleh para
kompetitor sebuah perlombaan.
Kurikulum dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Secara sempit kurikulum
diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus diikuti atau diambil siswauntuk dapat
menamatkan pendidikannya, Pada lembaga tertentu, sedangkan secara luas kurikulum
diartikan dengan semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa selama
mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu. Usaha-usaha untuk memberikan
pengalaman belajar kepada siswa dapat berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas baik
yang dirancang secara tertulis maupun tidak, asal ditujukan untuk membentuk lulusan yang
berkualitas. (Pd, Sri Astuti M : 2018)
Kurikulum merupakan suetu komponen yang sangat penting dan menentukan
penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum berfungsi sebai alat untuk pencapaian tujuan
pendidikan, Apabila tujuan pendidikan berubah maka maka secara otomatis kurikulum juga
harus dirubah. Bagi peserta didik, kurikulum berguna sebagai alat untuk mengembangkan
segenap potensi-potensi yang dimilikinya ke arah yang lebih baik di bawah bimbingan guru
di sekolah. Dan bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dan acuan dalam
penyelenggaraan pembelajaran di sekolah.
Kualitas proses pendidikan antara lain ditentukan oleh kurikulum dan efektifitas
pelaksanaannya.kurikulum itu harus sesuai dengan filsafat dan cita-cita bangsa,
perkembangan siswa, perkembangan ilmu dan teknologi, serta kemajuan dan tuntutan
masyarakat terhadap kualitas lulusan lembaga pendidikan itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat bahan pengalaman belajar siswa
dengan segala pedoman pelaksanaannya yang tersusun secara sistematik dan dipedomani oleh
sekolah dalam kegiatan mendidik siswa.
2.2 Peranan Kurikulum
Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan
kritis atau evluatif, dan peranan kreatif
1. Peranan Konservatif Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan
dan menafsirkan wariswan sosial bagi generasi muda. Dengan demikian, sekolah
sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa
sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan
peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial. Ini seiring dengan hakikat 7
pendidikan itu sendiri, yang berfungsi sebagai jembatan antara siswa selaku anak
didik dengan orang dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang semakin
berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam kerangka ini fungsi
kurikulum menjadi teramat penting, karena ikut membantu proses tersebut. Romine
mengatakan bahwa: “In sense the conservative role provides what may be
called‟social cement‟. It contributes to like mindedness and provides for behaviour
which is consistent with values already accepted. It deals with what is sometimes
known as the core of „relevative universals‟. Dengan adanya peranan konservatif ini,
maka sesungguhnya kurikulum itu berorientasi pada masa lampau. Meskipun
demikian, peranan ini sangat mendasar sifatnya.
2. Peranan Kritis dan Evaluatif Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih
berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut
aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan memberi penekanan pada unsur berpikir
kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan di masa mendatang
dihilangkan, serta diadaka modifikasi dan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum 8
harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
3. Peranan Kreatif Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang. Untuk membantu setiap individu
dalam mengembangkan semua yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan
pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang
memberikan manfaat bagi masyarakat. Ketiaga peran kurikulum tersebut harus
berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara
ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan
dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.
2.3 Fungsi Kurikulum
Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mengemban berbagai fungsi tertentu.
Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education (1918), mengatakan
bahwa kurikulum berfungsi sebagai fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian , fungsi
diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
1. Fungsi Penyesuaian ( The Adjutive of Adaptive Function) Individu hidup dalam
lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
secara menyeluruh. Karena lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat
dinamis, maka masing-masing individupun harus memiliki kemampuan menyesuaika
diri secara dinamis pula. Di balik itu, lingkungan pun harus disesuaikan dengan
kondisi perorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan,
sehingga individu bersifat welladjusted.
2. Fungsi Integrasi (The Integrating Function) Kurikulum berfungsi mendidik pribadi –
pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu sendiri merupakan bagian dari
masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam
pembentukan atau pengintegrasian masyarkat.
3. Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function) Kurikulum perlu memberikan
pelayanan terhadap perbedaan diantara setiap orang di masyarkat. Pada dasarnya,
diferensiasi akan mendorong orang-orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan
mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak
berarti mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi, karena diferensiasi juga dapat
menghindarkan terjadinya stagnasi sosial.
4. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function) Kurikulum befungsi mempersiapkan
siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih
jau,misalnya melanjutkan studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar di
dalam masyarakat. Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut ini sangat
diperlukan,mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan
siswa atau pun yang menarik perhatian mereka.
5. Fungsi Pemilihan (The Selective Function) Perbedaan (diferensasi) dan pemilihan
(seleksi) adalah dua hal yang saling berkaitan. Pengakuan atas perbedaan berarti
memberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan
menarik minatnya.Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang
menganut sistem demokratis.Untuk mengembakanberbagai kemampuan
tersebut,maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel
6. Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function ) Salah satu segi pelayanan pendidikan
adalah membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima
dirinya, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.Hal ini
dapat dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang
dimilikinya melalui proses ekspolarasi. Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki
kelemahan tersebut dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini
merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat
berkembang secara optimal. Berbagai fungsi kurikulum di dilaksanakan oleh
kurikulum secara keseluruhan. Fungsi-fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap
terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa, sejalan dengan arah filsafat
pendidika dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh insitusi pendidikan yang
bersangkutan.
2.4 Sejarah Pengembangan dan Perubahan Kurikulum
Hakikatnya manusia membutuhkan pendidikan sesuai karakter dan latar sosial, juga
kultur budayanya. Dalam sejarah Yunani dan Romawi pendidikan sudah dikenal, bahkan
memiliki kurikulum tersendiri sesuai zaman itu. Sehingga peradaban Yunani dan Romawi
terkenal dan terkenang dalam sejarah umat manusia.
Dalam konteks Indonesia juga demikian. Sebelum masa kemerdekaan 1945, semangat
menempuh pendidikan sudah mulai menggeliat. Semangat tersebut semakin menggeliat
ketika proklamasi dikumandangkan dan penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi utama
negara. Di dalamnya tertera dengan jelas mengenai tujuan berbangsa dan bernegara, salah
satunya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang kemudian diperjelas dalam pasal dan
beberapa ayat tentang pendidikan, yang kemudian diperjelas dalam pasal 31 ayat 1-5 tentang
pendidikan dan kebudayaan.
Sebagai tindak lanjut dari konstitusi maka disusunlah Undang-undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), kemudian Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri
(Permen), dan sebagainya terkait dengan pendidikan juga kurikulum yang relevan dan sesuai
dengan kebutuhan zaman.
Perjalanan pendidikan di Indonesia memiliki keunikan dan sejarahnya sendiri.
Perkembangannya begitu dinamis seiring pergantian pengendali kekuasaan. Pada level
berikutnya, hal ini pun berpengaruh besar terhadap sistem dan proses pendidikan secara
nasional, termasuk perubahan kurikulum sebagai salah satu instrumen penentu.
Secara historikal, perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama Kurikulum 1947, Kedua Kurikulum 1952, Ketiga Kurikulum 1964,
Keempat Kurikulum 1968, Kelima Kurikulum 1975, Keenam Kurikulum 1984, Ketujuh
Kurikulum 1994, Kedelapan Kurikulum 2004, Kesembilan Kurikulum 2006, dan Kesepuluh
Kurikulum 2013.
1.1. Sejarah Perkembangan Kurikulum Zaman Klasik
Secara sederhana, sejarah kurikulum terbagi ke dalam beberapa zaman. Menurut Ahmad
(1998: 79), yaitu :
1. Kurikulum Zaman Zaman Yunani Kuno
2. Kurikulum Zama Romawi
3. Kurikulum Abad Tengah Modern
kurikulum Yunani Kuno. Pada zaman Yunani Kuno kurikulum masih sangat primitif dan
belum ada sekolah formal, sehingga kurikulumnya pun tidak tertulis. Pada masa nenek
moyang bangsa kita, proses pendidikan berjalan secara informal, yaitu para orangtua
memberikan pengalaman pada anak-anaknya, seperti cara-cara memburu binatang,
menangkap ikan, bertani, dan sebagainya.
Pada zaman kuno, kurikulum saat itu sangat sederhana dan masih berbentuk jadwal pelajaran
seperti:
1. Literatur secara tertulis tidak ada, hanya berupa dongeng dan pesan secara lisan.
2. Ilmu pengetahuan hanya terbatas pada kenyataan-kenyataan alam langsung, tanpa
ukuran buku.
3. Matamatika (ilmu hitung) hanya mengenal angka dan hanya terbatas pada
penjumlahan saja yang diperlukan.
4. Mengenal dan mengutamanakan pendidikan jasmani atau latihan-latihan fisik.
5. Mengenal dan mengutamakan pendidikan religius atau ritual (berupa kepercayaan)
[2]
Kurikulum zaman Romawi. Kurikulum saat ini hanya berisi pelajaran membaca, menulis
dan berhitung. Pendidikan saat itu sifatnya informal karena hanya dilakukan di rumah-rumah
dan pendidikan di sekolah-sekolah hampir tidak ada. Pendidikan tidak menjadi tugas negara,
tetapi diselenggarakan di rumah-rumah.
Tujuan pendidikan zaman Romawi lama, yaitu: membentuk warga negara yang berani
berkorban membela tanah airnya, dan diutamakan pembentukan warga negara yang cakap
sebagai tentara.
Kurikulum abad tengah dan pendidikan modern. Pada zaman pertengahan asimilasi
kebudayaan berjalan terus. Sejalan dengan itu, pendidikan saat itu hampir sebagian besar
berada di tangan kaum baru, agama Kristen yang tidak membeda-bedakan derajat manusia
atau warna kulit. Segenap manusia adalah makhluk Tuhan dan sama derajatnya. Bahan
kebudayaan pada saat itu diambil dari Romawi dan Yunani.
1.2. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian
Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan di Indonesia hingga kini masih dinilai belum
memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006[5], hingga kini yang masih berlaku
Kurikulum 2013.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis
sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat secara luas.
Menurut M. Ahmad (1998), perubahan kurikulum itu dapat terjadi karena dipengaruhi
juga oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor sistem warisan pendidikan yang sudah tidak cocok dengan kondisi lapangan.
2. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah maju cepat.
3. Faktor ledakan penduduk dimana generasi bertambah, hal ini membutuhkan
pendidikan.
Mengutip pendapat Nasution (2003), Moh. Yamin (2012) mengakui bahwa kurikulum
tidak pernah lepas dari cengkeraman kepentingan politik. Bahkan setiap peraturan dan pasal-
pasal kebijakan pendidikan, termasuk arahan dan perubahan kurikulum merupakan produk
dinamika politik dalam perjalanan bangsa dan negara.
Menurut Nasution (2003), apapun yang akan dicapai di sekolah harus ditentukan oleh
kurikulum. Jadi, barangsiapa yang menguasai kurikulum maka ia memegang peranan penting
dalam mengatur nasib bangsa dan negara ke depannya.
Walau begitu, semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan Undang-Undang 1945. Perbedaannya adalah pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1.3. Perkembangan Kurikulum Pada Masa Berlakunya Kurikulum
Secara historikal, perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang
ingin dicapai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama di masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutan lebih populer menggunakan Leer Plan (Rencana Pelajaran) ketimbang istilah
Curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau
lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi
pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.
Rencana Pelajaran 1947 ini lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan
masyarakat daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatiaan terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Pada masa itu juga
dibentuk kelas masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya, agar anak yang tak
mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
2. Kurikulum 1952
Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri
dari kurukulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya dan moral (pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan,
emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3. Kurikulum 1964
Kali ini beri nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang Sekolah Dasar (SD),
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan,
emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (management
by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum ini
juga menekankan pada pentingnya pelajaran matematika sebagai pedoman untuk melakukan
kegiatan sehari-hari.
Walau demikian, perubahan kurikulum selalu berpijak pada prinsip-prinsip tertentu.
Sekadar contoh, prinsip kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1975, diantaranya:
(1) prinsip fleksibilitas program
(2) prinsip efesiensi dan efektivitas
(3) prinsip berorientasi pada tujuan
(4) prinsip pendidikan seumur hidup
6. Kurikulum 1984
Dari evaluasi Kurikulum 1975 dan masukan-masukan lain yang relevan, ditemukan
masalah-masalah yang melatarbelakangi perbaikan Kurikulum 1975 dan ditetapkannya
Kurikulum 1984, yaitu sebagai berikut:
(1) Adanya beberapa unsur baru dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983
yang perlu ditampung dalam Kurikulum Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah).
(2) Masih terdapatnya kesenjangan baik antara program kurikulum dengan
pelaksanaannya di sekolah maupun antara program kurikulum dengan kebutuhan lapangan
kerja dan kebutuhan pendidikan pendidikan tinggi.
(3) Masih belum sesuainya materi kurikulum berbagai mata pelajaran dengan taraf
kemampuan anak didik.
(4) Adanya kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai mata pelajaran pada jenis
dan jenjang pendidikan, antara lain terlalu syaratnya materi kurikulum yang harus
dijalankan, termasuk pelajaran matematika.
(5) Adanya perbedaan kemajuan pendidikan antara suatu daerah dengan daerah lainnya,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan perkembangan dari pertumbuhan masyarakat,
lingkungan kehidupan masing-masing daerah, serta ilmu dan teknologi.
(6) Adanya kesenjangan antara jumlah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan
daya tampung Perguruan Tinggi (PT).
Sehingga dapat dipahami bahwa Kurikulum 1984 memiliki kekhususan yaitu mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang Disempurnakan”. Posisi
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Aktive Learning (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujtuan interaksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas
di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang petama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai
siswa.
Dalam kajian Karso dijelaskan bahwa, materi Kuirkulum 1984 pada dasarnya tidak
banyak berbeda dengan materi Kurikulum 1875, yang berbeda adalah organisasi pelaksanaan,
sehingga dengan demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan-
bahan dan buku-buku serta sarana yang sudah ada sebelumnya.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal ini berdampak
pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Tujuan pengajaran lebih menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8. Kurikulum 2004
Kurikulum ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan
berbasis kopetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang
mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum ini berorientasi pada hasil dan dampak dari proses pendidikan serta keberagaman
individu dalam menguasai semua kompetensi.
9. Kurikulum 2006
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Awal 2006 uji coba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih
diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan
kondisi sekolah berada.
Hal ini dapat disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional yang kini bernama
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan
pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan sepervisi pemerintah Kabupatena/Kota.[1
10. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013.[18] Kurikulum 2013
merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Sederhananya,
pengembangan Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan atas beberapa kurikulum yang
berlaku sebelumnya.
Selain itu, penataan kurikulum pada Kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Presiden
(Perpres) No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).
Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan dua
strategi utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan
penambahan waktu pembelajaran di sekolah.
Sedangkan efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:
1) Efektifitas interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi dan
budaya sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila kesinambungan manajemen dan
kepemimpinan pada satuan pendidikan.
2) Efektifitas pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas
pembelajaran. Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi, bertanya, menyimpulkan dan
mengkomunikasikan.
3) Efektivitas penyerapan, dapat tercipta manakala adanya kesinambungan pembelajaran
horizontal dan vertikal.
Penerapan Kurikulum 2013 diimplementasikan dengan adanya penambahan jam pelajaran.
Hal tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran yang semula dari
siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu. Selain itu, akan merubah pula proses
penilaian yang semula berbasis output menjadi berbasis proses dan output.
Menurut Sulaiman (2014), Kurikulum 2013 menekankan kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan secara terpadu.[19] Singkatnya, kurikulum 2013 berorientasi pada kondisi
terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara ketiga kompetensi tersebut.
Hal itu sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdknas) sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35, yaitu: kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati.
Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah
dirintis pada tahun 2004 dengan mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
kurikulum adalah seperangkat bahan pengalaman belajar siswa dengan segala pedoman
pelaksanaannya yang tersusun secara sistematik dan dipedomani oleh sekolah dalam kegiatan
mendidik siswa. Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni peranan konservatif,
peranan kritis atau evluatif, dan peranan kreatif
Peranan Konservatif Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan
menafsirkan wariswan sosial bagi generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu
lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai
nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu
proses sosial. Peranan Kritis dan Evaluatif Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah.
Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih
berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Peranan Kreatif Kurikulum berperan
dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan
menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang.
Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua yang ada padanya, maka
kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan keterampilan
yang baru, yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Ketiga peran kurikulum tersebut
harus berjalan secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara
ketiganya.
Disamping memiliki peranan, kurikulum juga mengemban berbagai fungsi tertentu,
kurikulum berfungsi sebagai fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian , fungsi diferensiasi,
fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Perjalanan pendidikan di Indonesia memiliki keunikan dan sejarahnya sendiri.
Perkembangannya begitu dinamis seiring pergantian pengendali kekuasaan. Pada level
berikutnya, hal ini pun berpengaruh besar terhadap sistem dan proses pendidikan secara
nasional, termasuk perubahan kurikulum sebagai salah satu instrumen penentu.
Secara historikal, perubahan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama Kurikulum 1947, Kedua Kurikulum 1952, Ketiga Kurikulum 1964,
Keempat Kurikulum 1968, Kelima Kurikulum 1975, Keenam Kurikulum 1984, Ketujuh
Kurikulum 1994, Kedelapan Kurikulum 2004, Kesembilan Kurikulum 2006, dan Kesepuluh
Kurikulum 2013. Setiap periode tersebut memiliki kurikulumnya masing-masing; yang tentu
saja memiliki karakter dan kekhasannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.portaluniversitasquality.ac.id:5388/ojssystem/index.php/CURERE/article/do
wnload/81/63
http://kumpulanidependidikan.blogspot.com/2016/12/sejarah-perkembangan-kurikulum-
di.html

Anda mungkin juga menyukai