Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
E-1
E.1.2. Pemahaman Terhadap Maksud dan Tujuan Kegiatan
Maksud dari kegiatan ini adalah sebagai upaya pengelolaan sedimentasi waduk-
waduk yang terletak pada bagian hulu sistem DAS Brantas guna menunjang
kegiatan pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan.
Tujuan dari Kajian ini adalah mengetahui perkembangan volume tampungan
waduk dan pengelolaan sedimen hasil pengerukan guna menunjang kegiatan
pengelolaan sedimentasi waduk di bagian hulu sistem DAS Brantas.
E.1.4. Pemahaman terhadap Lokasi Kegiatan
E-2
j. Peraturan Perundangan lainnya yang berhubungan
E-3
spoilbank serta data spesifikasi dan kapasitas produksi kapal keruk.
7. Pengumpulan data sekunder berupa peta tata guna lahan pada lingkup /
sistem WS Brantas kurun waktu 2012 – 2020.
8. Pengumpulan data sekunder berupa curah hujan pada lingkup / sistem WS
Brantas kurun waktu 2012 - 2020.
9. Kegiatan Analisis meliputi:
- Pembuatan peta topografi dasar Waduk Sengguruh, Sutami, Lahor,
Wlingi dan Lodoyo;
- Analisis penentuan kapasitas tampungan Waduk Sengguruh, Sutami,
Lahor, Wlingi dan Lodoyo;
- Analisis laju sedimen di daerah tangkapan Waduk Sengguruh, Sutami,
Lahor, Wlingi dan Lodoyo;
- Analisis neraca keseimbangan sedimentasi eksisting dalam bentuk
permodelan di sistem sungai Kali Brantas dan anak-anak sungainya;
- Analisis prediksi usia guna Waduk Sengguruh, Sutami, Lahor, Wlingi
dan Lodoyo;
- Perbandingan dan evaluasi hasil pengukuran (topography dan
bathymetry) tahun 2021 terhadap hasil pengukuran elevasi dasar
waduk yang sudah ada mulai dari awal pembangunan sampai dengan
saat ini;
- Pemetaan (mapping) terkait kegiatan pengerukan sedimen pada alur
sungai dan waduk, baik berupa dredging maupun dry excavation,
dengan menyertakan Analisa data dan kebutuhan prasarana
pendukung;
- Pemetaan (mapping) usulan target profit sedimen tahunan di zona
pengerukan tahun 2022-2026 pada Waduk Sengguruh;
- Pemetaan (mapping) terkait penyediaan prasarana utama untuk
kegiatan penanganan sedimen pada disposal area (spoilbank), baik
berupa pembuatan prasarana baru maupun optimasi terhadap
prasarana lama, beserta metode yang efektif untuk digunakan;
- Pemetaan (mapping) terkait kebutuhan pembangunan melalui
bangunan sipil teknis meliputi check dam / sabo dam / consolidation
dam / dll
- Pemetaan (mapping) terkait kebutuhan pengendalian / pengerukan
sedimen pada bangunan sipil teknis meliputi check dam / sabo dam /
consolidation dam / dll eksisting;
E-4
- Review terhadap program kegiatan manajemen pengelolaan
sedimentasi Waduk
- Sengguruh, Sutami, Lahor, Wlingi dan Lodoyo sebagaimana hasil studi
Roadmap Pengelolaan Sedimentasi di DAS Brantas 2020-2024.
- Pemutakhiran program kegiatan manajemen pengelolaan spoilbank
Waduk Sengguruh, Sutami, Lahor, Wlingi dan Lodoyo dalam jangka
pendek (1 tahun).
10. Penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah kegiatan untuk mengatasi
permasalahan yang teijadi pada lingkup / sistem WS Brantas, baik secara
teknis maupun non teknis yang dibagi dalam rencana kegiatan tahunan;
11. Analisa dampak negatif apabila tidak dilakukan langkah antisipasi maupun
penanganan masalah pada hngkup / sistem WS Brantas
12. Menyusun laporan Kajian yang meliputi Laporan Pendahuluan, Laporan
Antara, Laporan Akhir, Laporan Ringkas dan Laporan Pendukung.
13. Pelaksanaan presentasi dan diskusi Laporan hasil kajian.
14. Melakukan penyempumaan dan penyampaian Laporan Akhir.
Secara umum, kajian ini akan menghasilkan keluaran sebagai berikut:
1. Kapasitas Tampungan Waduk;
2. Prediksi usia guna waduk berdasarkan kondisi sedimentasi;
3. Laju sedimentasi Waduk;
4. Hasil review program kegiatan manajemen pengelolaan sedimentasi
Waduk sampai dengan tahun 2024;
5. Usulan target profil sedimen tahunan di zona pengerukan tahun 2022-2026
pada Waduk Sengguruh;
6. Manajemen pengelolaan disposal area (spoilbank) waduk jangka pendek
(1 tahun);
7. Rekomendasi program penanganan sedimentasi waduk dan dampak
negatif apabila tidak dilakukan langkah antisipasi maupun penanganan.
E.1.14. Pemahaman terhadap Jangka Waktu Kegiatan
Rencana jangka waktu pelaksanaan kajian ini adalah selama 3,5 (tiga koma lima)
Bulan atau 105 (Seratus lima) Hari Kalender pada Tahun 2021.
E-5
berikut:
1. Ketua Tim :
- Berpendidikan minimal S2 Teknik Sipil / Teknik Pengairan / Teknik
Sumberdaya Air.
- Berpengalaman di bidang sipil / pengairan / sumberdaya air minimal 10
tahun.
- Memiliki sertifikasi keahlian terkait keairan atau bendungan dengan
kategori minimal Ahli Madya yang masih berlaku.
- Memiliki tugas untuk memimpin dan mengkoordinasikan tim dalam
pelaksanaan pekerjaan, baik teknis maupun non teknis, serta terlibat
dalam keseluruhan proses pekerjaan termasuk mempersiapkan rencana
kerja, metodologi, jadwal pelaksanaan, jadwal personil dan alokasi tugas
setiap personil.
- Wajib Mempunyai motivasi secara penuh, mampu memimpin dan
bekerjasama dengan disiplin ilmu lain.
- Wajib berpengalaman (pernah) melaksanakan kajian studi yang sejenis.
2. Tenaga Ahli Teknik Sipil / Pengairan
- Berpendidikan minimal Sarjana Teknik Sipil / Pengairan.
- Berpengalaman di bidang sipil / mekanika tanah minimal 5 tahun.
- Memiliki sertifikasi keahlian terkait keairan atau bendungan dengan
kategori minimal Ahli Muda yang masih berlaku.
3. Tenaga Ahli Geodesi / Pemetaan
- Berpendidikan minimal Sarjana Teknik Geodesi / Pemetaan.
- Berpengalaman di bidang pemetaan minimal 5 tahun.
4. Tenaga Ahli Bendungan / Waduk
- Berpendidikan minimal Sarjana Teknik Sipil/Teknik Pengairan.
- Berpengalaman di bidang bendungan besar minimal 5 tahun.
- Memiliki sertifikasi terkait bendungan (KNIBB) yang masih berlaku degan
kategori minimal Ahli Muda.
5. Asisten Tenaga Ahli Teknik Sipil Sipil / Pengairan
- Berpendidikan minimal Sarjana Teknik Sipil / Pengairan / Lingkungan
- Berpengalaman di bidangnya minimal selama 3 tahun.
6. Asisten Tenaga Ahli Geodesi / Pemetaan
- Berpendidikan minimal Sarjana Teknik Teknik Geodesi / Pemetaan.
- Berpengalaman di bidangnya minimal selama 3 tahun.
7. Tenaga Pendukung (Petugas Survei / Juru Gambar / Sekretaris)
E-6
- Berpendidikan minimal Diploma 3 atau sederajat.
- Berpengalaman di bidangnya minimal selama 3 tahun.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini, laporan akan disusun oleh Penyedia Jasa
dengan perincian sebagai berikut:
1. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan berisikan rencana kerja (time schedule) secara
keseluruhan, metode kerja, pelaksanaan pengumpulan data primer dan
dokumentasi, pelaksanaan pengumpulan data sekunder dan kurva S.
Laporan Pendahuluan tersebut dibuat pada saat tahap pelaksanaan
pekerjaan dan diserahkan paling lambat 1 (satu ) Bulan setelah kontrak dan
dibuat sejumlah 5 (lima) Rangkap.
2. Laporan Antara (Interim)
Laporan Antara berisikan data-data yang telah diperoleh, hasil investigasi
lapangan dengan berbagai permasalahannya, analisis dan elaborasi data-
data, metodologi pendekatan pemecahan masalah dengan berbagai metode,
serta rencana kerja berikutnya. Laporan Antara tersebut dibuat pada saat
tahap pelaksanaan pekerjaan dan diserahkan paling lambat 1 (satu) Bulan
setelah kontrak dan dibuat sejumlah 5 (lima) Rangkap.
3. Laporan Akhir
Laporan Akhir berisikan perbaikan/penyempumaan Draft Laporan Akhir,
seluruh datadata hasil analisis dan perhitungan yang telah dilaksanakan
secara lengkap serta kesimpulan dan saran-saran yang diusulkan, dengan
dilengkapi peta, grafik dan gambargambar. Laporan Akhir tersebut dibuat
pada saat tahap penyelesaian pekerjaan dan diserahkan paling lambat 2
(dua) Minggu sebelum kontrak kerja berakhir dan dibuat sejumlah 10
(sepuluh) Rangkap.
4. Ringkasan Laporan (Executive Summary)
Ringkasan Laporan berisikan intisari dari Laporan Akhir dan dicetak 10
(sepuluh) Rangkap.
5. Laporan Pendukung (Supporting Report)
Laporan Pendukung berisikan laporan tcrkait pekerjaan lapangan yang
memuat
perhitungan, analisa dan gambar-gambar yang merupakan lampiran dari
Laporan Akhir (masing-masing aspek kegiatan dalam buku tersendiri). ~
6. Gambar Pengukuran dan Pemetaan
E-7
Gambar Pengukuran dan Pemetaan dibuat dalam :
Bentuk Digital untuk format cetak ukuran A3
Cetak Gambar Kertas ukuran A3 berat 80 Gram yang dijilid dalam 1 Set
Kedua set gambar berisi :
- Peta situasi, skala 1 : 100.000, skala 1 : 20.000
- Peta potongan melintang, skala horisontal 1 : 100, skala vertikal 1 :
100
- Peta potongan memanjang, skala horisontal 1 : 2.000, skala vertikal 1 :
1.000.
7. Diskusi
Diskusi adalah merupakan kegiatan asistensi dari Pemberi Kerja kepada
Penyedia Jasa yang meliputi :
• Diskusi pembahasan konsep Laporan Akhir yang dilaksanakan paling
lambat 2 (dua) Minggu sebelum kontrak kerja berakhir.
• Presentasi Hasil Studi yang dilaksanakan paling lambat 1 (satu) Minggu
sebelum kontrak kerja berakhir.
8. Foto Album Kegiatan dalam bentuk hard copy dan soft copy
9. Hasil Pelaksanaan Pekerjaan dalam hard copy dan soft copy
E.3. PENDEKATAN
E.3.1. Pendekatan Umum
Setelah Konsultan memahami dengan baik latar belakang, maksud dan tujuan,
manfaat, lingkup kegiatan serta waktu pelaksanaan pekerjaan sebagaimana yang
dijelaskan di dalam KAK, Konsultan berpendapat bahwa tahapan pelaksanaan
pekerjaan berikut dipandang perlu untuk dilaksanakan secara efektif dan efisien :
1. Tahap persiapan dan pengumpulan data sekunder
2. Tahap survei pendahuluan
3. Tahap survei primer
4. Tahap analisa data dan penggambaran
5. Tahap pelaporan & diskusi/ presentasi.
E-8
E.3.2. Pendekatan Teknis
Standar dan peraturan teknis yang akan dipergunakan Tim Konsultan dalam
pelaksanaan pekerjaan ini pada dasarnya adalah menggunakan standar (SNI &
NSPM) terkait yang berlaku di Indonesia.
Selain mengacu ke standar dan peraturan teknis tersebut, maka dengan mengacu
juga kepada syarat-syarat administratif dan teknis sesuai yang ditetapkan dalam
Kerangka Acuan Kerja, disusunlah metodologi pelaksanaan pekerjaan dalam 5
(lima) rangkaian tahapan kegiatan.
Suatu bentuk ”Pendekatan” secara terpadu dan komprehensif dengan
mempertimbangkan aspek-aspek teknis maupun non-teknis serta
mempertimbangkan isu-isu ”krusial” dan ”relevan” dengan pekerjaan ini yang
berkembang di masyarakat, dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan
suatu konsep perencanaan secara menyeluruh.
Terdapat 2 (dua) konsep pendekatan yang akan diterapkan dalam
mengoptimalkan hasil akhir dari pekerjaan ini, yakni : 1) integrated water
resources management, dan 2) pendekatan “bottom up & top down planning”.
Pendekatan yang pertama mengacu pada pengelolaan sumber daya air yang
bersifat komprehensif dan berkelanjutan, sedangkan pendekatan yang kedua
menggambarkan keberpihakan kepada Masyarakat selaku pengguna.
1). Pendekatan Integrated Water Resources Management
E-9
sasaran pekerjaan, tentu pihak Pengguna Jasa atau instansi teknis terkait telah
mempunyai konsep perencanaan untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
E.4. METODOLOGI
Dalam penanganan pekerjaan untuk mencapai sasaran yang diinginkan, dapat
dipertanggungjawabkan secara teknis, tepat guna dan tepat waktu maka perlu
disusun suatu metode pelaksanaan pekerjaan berdasarkan tahapan kegiatan
yang sistematis supaya dapat berjalan dengan lancar, efesien dan terarah.
E.4.1. Pekerjaan Pendahuluan
1. Pekerjaan Persiapan
a. Persiapan Administrasi
b. Mobilisasi personil dan peralatan, mempersiapkan seluruh tenaga ahli dan
tenaga pendukung untuk segera memulai melaksanakan tugasnya sesuai
dengan personil man month yang telah ditentukan serta mempersiapkan
peralatan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan survey.
c. Rapat persiapan pelaksanaan kontrak untuk membahas jadwal
pelaksanaan kegiatan (time schedule), jadwal penugasan personil,
peralatan dan draft RMK
E-10
Pengumpulan data eksisting termasuk rencana pengembangan wilayah sungai
dan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang mencakup tetapi tidak
terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
E-11
15) Data primer hasil survei/tinjauan lapangan hasil pengukuran dan
investigasi/ penyelidikan.
Semua data tersebut diatas dikumpulkan dan dievaluasi oleh konsultan dan
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Finalisasi Rencana Mutu Kontrak
Rencana Mutu Kontrak (RMK) disusun oleh penyedia jasa yang disetujui oleh
Direksi yang dapat diterapkan sebagai sistem manajemen mutu selama
pelaksanaan pekerjaan. Form penyusunan RMK mengacu ke Permen PU No
04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM).
4. Penyusunan Laporan Pendahuluan
E-12
Pengukuran secara langsung dilakukan pada daerah perairan yang dangkal
(tidak bisa dilalui draft kapal) dengan menggunakan meteran yang diberi
pemberat atau Bak ukur.
Pengukuran kedalaman air skala besar dalam arti kedalaman air cukup besar,
permukaan yang diukur cukup luas, dan titik-titik pengukurannya banyak
dilakukan dengan cara bathymetric survey. Pelaksanaan bathymetric survey
dilakukan dengan mengacu bagan alir berikut.
E-13
Gambar E. 1 Konsep Single Beam Echosounder
E-14
1. Pasang alat-alat yang akan digunakan di perahu (echosounder dan
GPS map sounder serta perlengkapannya).
Siapkan kabel penghubung antara depth recorder dengan accu
dan transduser .
Pasang transduser pada pipa penyangga dan kencangkan
transduser pada pipa penyangga dengan baut.
Pasang dudukan pipa penyangga di lambung kapal dengan
kokoh supaya tegak dan tidak goyah oleh arus dan gelombang
laut.
Pasang antena GPS map sounder di atas tiang penyangga
transduser.
Tempatkan depth recorder pada tempat yang aman di perahu,
pastikan Power dalam keadaan Off.
Hubungkan kabel transduser dengan recorder di Transducer
dengan accu.
Atur alat dept recorder :
- Tekan tombol Power dan Enter untuk menghidupkan alat.
- Tekan tombol Date untuk mengatur waktu (tanggal dan jam).
- Tekan tombol Range 1x untuk mengatur tingkat kedalaman
dan atur pada posisi 0 – 40 m
- Tekan tombol Range 2x untuk mengatur fase dan atur pada
posisi 5 m
- Tekan tombol Offset untuk mengatur kedalaman tranduser
dan atur tranduser pada kedalaman 40 cm
- Tekan tombol Gain untuk mengatur tingkat kecerahan grafik
pada kertas fax (echogram) dan diatur pada skala 50
Buka tutup bagian depan dan putar stylus belt satu putaran
penuh sehingga stylus terlihat melintasi echogram dengan baik.
Setelah semua lancar tutup kembali penutup depan dan kunci.
Nyalakan recorder dengan menempatkan On pada saklar Power.
2. Wajib dilakukan pengukuran dengan bar-check untuk memastikan
bahwa data kedalaman yang terekam secara digital telah sesuai
dengan data kedalaman bar-check dan data kedalaman sudah
sesuai dengan bacaan yang tampil dalam echogram.
3. Siapkan posisi perahu pada jalur perum yang telah direncanakan.
4. Lakukan pemeruman dengan aba-aba dari salah satu orang di
E-15
perahu.
5. Pada setiap titik fix perum, akan diberikan aba-aba ”fix”, dan operator
akan menekan tombol marker pada echosounder serta mencatat
nomor titik pada kertas fax (echogram).
6. Pada GPS map sounder, ketika aba-aba ”fix” maka operator akan
menekan tombol Enter hingga muncul posisi perahu dalam lintang
dan bujur.
7. Lakukan prosedur yang sama pada semua titik fix perum hingga jalur
terakhir.
Penentuan Jalur
Jalur perum dibuat dengan panjang jalur 120,0 km dan lebar jalur
kurang lebih 200 m terhadap garis tepi danau.
Lajur perum utama kurang lebih tegak lurus garis pantai dengan
spasi 50 meter.
Total jumlah jalur adalah 30 jalur yang dibagi menjadi 3 zona.
Dimana masing-masing zona terdiri dari 10 jalur.
- Dikaitkan dengan penggunaan alat pengukur kedalaman yaitu
Echosounder yang menggunakan gelombang akustik, maka
Kecepatan kapal saat melakukan pemeruman tidak lebih dari 5
knot atau sekitar 9.26 km/jam.
- Data hasil pengukuran disimpan dalam format ASCII(*.dat)
untuk setiap lajur bersama tanggal dan waktu pengukuran,
nomor lajur, serta kode operator.
- Data kedalaman langsung direkam dan digabungkan dengan
data posisi dari hasil pengukuran titik fix perum.
E-16
Gambar E. 2 Penentuan Jalur Pemeruman
E-17
2. Pembagian slug selama proses pengukuran sipat datar
3. Mendirikan alat waterpass kemudian lakukan centering
4. Pembacaan rambu waterpass, kemudian pencatatan hasil
pembacaan
5. Proses pengukuran dilakukan sesuai dengan rute pulang-pergi
6. Lakukan pengukuran jarak antara titik berdiri alat dan rambu ukur
6. Pengamatan Benchmark Metode Radial
Pengamatan benchmark dilakukan untuk menghitung dan menentukan
koordinat-koordinat benchmark yang ada dengan menggunakan metode
rapid static (radial) dengan alat GPS Geodetik.
Adapun tahapan pengamatan BM adalah sebagai berikut.
1. Pertama-tama lakukan perencanaan titik-titik benchmark (BM).
2. Pasang BM sesuai dengan persebaran titik yang telah ditentukan.
Dalam hal ini pemasangan BM dilakukan secara permanen.
3. Pengamatan BM dilakukan dengan cara berdirikan alat diatas BM
dan lakukan centering.
4. Berdirikan alat GPS Geodetik di salah satu BM yang telah diketahui
koordinatnya.
5. Berdiriakan juga alat GPS pada titik yang akan dicari koordinatnya.
6. Nyalakan GPS dan lakukan setting GPS dengan interval pengamatan
selama 30 menit dengan spesifikasi perekaman data setiap 15 detik.
Setelah selasai, pindahkan GPS ke titik yang lain hingga semua titik
selasai dilakukan pengamatan.
Metode Perhitungan
Pada pekerjaan survey hidrografi mempunyai tujuan utama untuk
pembuatan peta bathimetry. Oleh karena itu data hasil dari pengukuran
diolah agar menghasilkan X, Y, Z dari titik fix kedalaman, dan posisi detil
dari daratan beserta garis pantai.
1. Metode Perhitungan Detil Topografi Pesisir Pantai. Umumnya
menggunakan metode tachimetry. Data yang diambil adalah :
Data sudut horizontal polygon
Data sudut horizontal detil
Data sudut vertikal detil
Data jarak vertikal
Data tinggi alat
E-18
Sketsa gambar detil
Dari data diatas dapat dihitung :
Besar sudut horizontal
Φ = Bacaan sudut horizontal detil – Bacaan sudut horizontal
backsight
Besar sudut vertikal dengan rumus
Σ = 90 – Bacaan sudut vertikal
Jarak miring dan jarak mendatar dengan rumus
Dm = 100(BA-BB)cos m atau Dm = 100(BA-BB)sin z
D = Dm cos m atau Dm sin z
Perhitungan beda tinggi dengan rumus
ΔHAB = Talat + Tpatok-alat + D.tan m – BT – Tpatok-objek
Koordinat titik detil dapat dihitung dengan rumus
Xd = Xa + D sin α
Yd = Ya + D cos α
Hd = Ha + Δhab
2. Metode Pengamatan Pasut. Data yang diperoleh :
Bacaan rambu pasut
Tinggi Alat
Waktu pengambilan data
Bacaan bak ukur (BA, BB, BT)
Dari data di atas dapat dihitung :
Tinggi muka air laut rata-rata dengan menjumlahkan semua data
dan dibagi jumlah data.
Beda tinggi dari rambu pasut ke BM dengan rumus
Δh = (BT rambu pasut – BT rambu) + (BT rambu – BT rambu
BM)
3. Metode Perhitungan Kedalaman Titik Fix dengan Tranduser. Data
yang diperlukan untuk perhitungan :
Pengamatan pasut.
Data sounding tranduser.
Tinggi BM terhadap MSL.
Beda tinggi dari rambu pasut ke BM.
Dari data di atas dapat dihitung
Interpolasi linier antara waktu dan ketinggian pasut.
E-19
Dtitik fix 1 = D1 + ((Wtitik fix – W1/W2-W1) x D2 – D1
Kedalaman titik dari rambu pasut
Drm 1 = data sounding tranduser + Dtitik fix 1
Kedalaman titik dari BM
Dbm 1 = Drm + Δh
Kedalaman titik dari MSL
Dmsl = Dbm + MSL
E-20
tersuspensi (suspended load) yang diangkut oleh gerakan air dan atau diakumulasi
sebagai material dasar (bed load).
Umumnya material angkutan sedimen berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
dari palung sungai itu sendiri.
Pada lokasi disekitar pos duga air dimana tidak ada perubahan profil melintang
yang menyolok, penambahan atau pengurangan debit aliran sungai.
Profil sungai tidak menunjukan indikasi dalam waktu dekat akan pindah atau
berubah
Distribusi garis aliran merata dan tidak ada aliran yang berputar, sebaiknya
aliran tidak terbagi-bagi karena ada batu-batu besar.
Aliran tidak terganggu akibat sampah atau tanaman air,
Tidak terletak pada lokasi dimana terjadi peninggian muka air akibat pengaruh
arus pasang surut air laut.
E-21
Tidak terletak pada atau dekat dengan lokasi pertemuan sungai atau disekitar
lokasi bangunan pengairan
Tidak terletak pada lokasi yang terpengaruh oleh adanya aliran lahar/air terjun.
Sebaiknya profil melintang sungai dapat menampung debit aliran sungai pada
saat banjir (tidak meluap keatas bantaran sungai).
Jumlah sampel sedimen suspensi yang harus dikumpulkan pada waktu tertentu
harus direncanakan dengan baik terutama persiapan yang perlu dilakukan
mengingat kondisi lapangan dan keselamatan kerja.
Sebaiknya pengambilan sampel sedimen suspensi dilakukan pada saat banjir atau
pada saat debit tinggi.
Sedimen sampler
1. Point Integrated
E-22
Pelaksanaan kegiatan dilapangan
2. Depth Intergreted
E-23
Hubungan antara lamanya waktu pengisian botol sampel dengan
kecepatan alairan rata-rata serta ukuran diameter
Dengan cara ini maka pada setiap vertikal/raai, sampel suspensi ditampung
dalam satu (1) botol.
W1 ¹ W2 ¹ W3 …… ¹ Wn
E-24
Q1 = Q2 = Q3 ………= Qn
V1 » V2 » V3 ……..» Vn
Keterangan:
W1 = W2 = W3 …… = Wn
Q1 ¹ Q2 ¹ Q3 ………¹ Qn
E-25
V1 » V2 » V3 ……..» Vn
Keterangan:
E-26
Data lapangan yang diperoleh adalah data debit sebagai hasil pengukuran
langsung dan data konsentrasi sedimen diperoleh dari berdasarkan hasil analisa
sedimen dilaboratorium.
Qs = k Cs Qw
Keterangan:
Qw : Debit (m3/dt)
Konsentrasi sedimen suspensi (Cs) umumnya ditulis dalam mg/l atau dalam satuan
part per million (ppm).
Untuk mendapatkan nilai konsentrasi dalam mg/l maka nilai konsentrasi dalam
satuan ppm sebagai hasil analisa dari laboratorium harus dikoreksi dengan nilai c.
E-27
Perhitungan kandungan sedimen yang diambil dengan cara point integrated
Pada setiap raai/vertikal dibuat grafik kecepatan aliran, konsentrasi sedimen dan
perhitungan unit kandungan sedimen seperti digambarkan pada gambar berikut.
Us = k x V x Cs (mg/dt/ m2)
Keterangan:
K : 1
As = Rs x d x b x 0.000864 (ton/hari)
Keterangan:
E-28
Kandungan sedimen total dari suatu penampang adalah penjumlahan dari nilai As
tersebut diatas.
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkaji analisa hidrologi yang ini meliputi :
E.4.3.1. Validasi Data Hujan
Ketersediaan data curah hujan disuatu daerah studi sangat terbatas serta
pencatatan data yang tidak continue maka dalam penentuan data yang akan
digunakan untuk perhitungan dapat dipilih dari stasiun yang terdekat dengan
tahun data yang continue dan data yang terbaru.
Sebelum digunakan untuk analisa hidrologi, data hujan dari ketiga stasiun tersebut
diatas haruslah diuji secara statistik untuk mendapatkan data hujan yang layak
untuk digunakan dalam analisa selanjutnya. Menurut CD Soemarto (1987) data
yang akan digunakan dalam analisa hidrologi harus bersifat acak, tidak
mempunyai trend dan homogen. Sedangkan menurut Soewarno (1995) data
hidrologi yang akan digunakan harus bersifat konsisten dan homogen. Analisa
statistik yang digunakan untuk memastikan bahwa data hujan tersebut layak
digunakan untuk analisa selanjutnya meliputi:
E-29
sebagai data yang tidak konsisten.
Uji konsistensi pada analisa ini akan menggunakan metode statistik RAPS
(Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand,1982). Pengujian konsistensi
dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan
komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif
rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya,
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n.
Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat,
jika lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten.
Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu
pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi
dengan akar komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya,
lebih jelas lagi bisa dilihat pada rumus dibawah:
S0 0
k
S ¿k =∑ ( Y i−Y )
i=1 dg k = 1,2,3,...,n
¿
Sk
S **
k =
Dy
n
∑ ( Y i −Y )2
D 2y = i=1
n
nilai statistik Q dan R
Q= maks
S **k
0 k n
R= maks S **
k - min S **
k
0kn 0kn
Dimana:
Sk* = Nilai Kumulatif Penyimpangan
Dy = Standar Deviasi
Q = Penguji Kepanggahan
R = Range
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n.
E-30
Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat,
jika lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten.
Tabel E. 1. Nilai Kritik Q dan r
n Q/n0.5 R/n0.5
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70
40 1.31 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85
Sumber: Sri Harto, Tabel 2.2 Hal 41; 2009
E-31
0.5
n−2
t=KP
[1−KP2 ]
dimana :
KP = koefisien korelasi peringkat Spearman
N = jumlah data
E-32
Sumber : Soewarno, Hidrologi-Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid II,Tabel I-
1Hal 77, 1995
C Uji Stationer
Apabila menunjukkan tidak ada garis trend maka uji stasioner dimaksudkan
untuk menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret berkala.
Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan Uji-F,
menggunakan persamaan dibawah. Data deret berkala dibagi menjadi dua
kelompok atau lebih, setiap dua kelompok atau lebih, setiap dua kelompok diuji
menggunakan Uji-F. Apabila hasil pengujian hipotesis nol ditolak, berarti nilai
varian tidak stabil atau tidak homogen berarti deret berkala yang nilai variannya
tidak homogen tersebut tidak stasioner, dan tidak perlu melakukan pengujian
lanjutan.
n1 S 1(n2−1)
F=
n2 S2 2 ¿¿
Akan tetapi bila hipotesis nol untuk nilai varian tersebut menunjukan stasioner,
maka pengujian selanjutnya adalah menguji kestabilan nilai rata-ratanya. Untuk
rata-rata deret berkala bila datanya dianggap sebuah populasi maka dapat
dilakukan pengujian menggunakan Uji-t. Seperti dalam pengujian kestabilan
nilai varian, maka dalam pengujian nilai rata-rata, data deret berkala dibagi
menjadi dua kelompok atau lebih. Setiap pasangan dua kelompok diuji. Apabila
dalam pengujian ternyata hipotesis nol ditolak, berarti nilai rata-rata dua
kelompok tidak homogen dan deret berkala tersebut tidak stasioner pada
derajat keperayaan tertentu.
D. Uji Persistensi
Anggapan bahwa data berasal dari sampel acak (random) haruslah diuji, yang
umumnya merupakan persyaratan dalam analisis distribusi peluang.
E-33
Persistensi (persistence) adalah ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam
deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus dihitung
besarnya koefisien korelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan
koefisien korelasi serial metode Spearman dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
6 ∑ (di )²
i=1
KS=1−
m³−m
n
6 ∑ dt 2
i=1
KP=1− 3
m −m
0.5
m−2
t=Ks
[ 1−Ks2 ]
Dimana:
n = jumlah data
m = n-1
i = selisih peringkat t
E. Uji Inlier-Outlier
Outlier adalah data yang menyimpang cukup jauh dari trend kelompoknya.
Keberadaan outlier biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi suatu
sampel data, sehingga outlier ini perlu dibuang. Untuk estimasi CMB, outlier
bawah dapat langsung dibuang namun outlier atas harus dipertimbangkan
masak-masak.
E-34
Sumber: Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Departemen Pekerjaan
Umum, Tabel 2.2 Hal. 8, 1999
X h=10(x́+( Kn∗S ) )
X l =10(x́−(Kn∗S ))
Dimana:
x = Nilai Rata-rata
S = Simpangan Baku
E-35
A. Penentuan Parameter Statistik
Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis agihan yang akan
digunakan dalam analisis frekuensi.
Dimana :
x = Nilai Rata-rata
E-36
S = Standar Deviasi
n = Jumlah data
Dari parameter statistik yang ada, apabila tidak dapat memenuhi kondisi untuk
kelima jenis agihan atau sebaran seperti tersebut di atas maka selanjutnya
dipilih yang paling mendekati.
Analisa curah hujan rancangan atau distribusi frekuensi ini dimaksudkan untuk
mendapatkan besaran curah hujan rancangan yang ditetapkan berdasarkan
patokan perancangan tertentu. Untuk keperluan analisa ditetapkan curah hujan
dengan periode ulang 5, 10, 20, 25, 50, 100, 200, 500 dan 1000 tahun.
X= Xr + K.Sx
n
1
Xr= ∑ Xi
n 1
n n
2
∑ Xi – Xr ∑ X ii
1 1
Sx=
n−1
YT −Yn
K=
Sn
dengan :
E-37
X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan ran-
cangan untuk periode ulang pada T tahun.
Sx = Standart deviasi
= - Ln [ - Ln (T - 1)/T]
( YT−Yn)
XT =X + . Sx
Sn
Jika :
(1/a) = (Sx/Sn)
b = X - (Sx/Sn)Yn
XT = b + (1/a). YT
Dengan :
YT = Reduced variate
Nilai rerata :
Standar Deviasi :
E-38
dimana :
= rerata Log X
K = faktor frekuensi
Sumber: Hidrologi, Sri Harto BR, Tabel 9.4 Hal. 276, 2009.
E-39
E.4.3.3. Uji Kesesuaian Distribusi
Uji kesesuaian Smirnov Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non
parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu. (Soewarno, 1995 : 198).
Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan juga besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut
Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov Kolmogorov Test, bisa ditentukan harga
Do
Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila D lebih besar dari Do
maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima.
a
N
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
N>50 1,07/ 1,22/ 1,36/ 1,63/
E-40
(N0,5) (N0,5) (N0,5) (N0,5)
Sumber: Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 1, Soewarno, Tabel 3.42,
Hal. 199, 1995
B. Metode Chi-Kuadrat
( Ef−Of )2
X 2 =∑
Ef
Dimana :
X2 = harga Chi-Kuadrat
Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (dari tabel).
DK = K – (h + 1)
Dimana :
DK = derajat kebebasan
K = banyaknya kelas
E-41
a derajat kepercayaan
dk
0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005
1 0.0000393 0.000157 0.000982 0.00393 3.841 5.024 6.635 7.879
2 0.0100 0.0201 0.0506 0.103 5.991 7.378 9.210 10.597
3 0.0717 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.345 12.838
4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.143 13.277 14.860
5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.070 12.832 15.086 16.750
Sumber: Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 1, Soewarno, Tabel III-7,
Hal. 222, 1995
E-42
tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan berdasarkan hasil analisis
frekunsi dan frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman
tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total pada
distribusi hujan ditetapkan.
Pada pekerjaan ini distribusi curah hujan akan di analisa menggunakan metode
PSA 007.
Metode PSA 007
Hubungan antara tinggi-durasi hujan untuk durasi 1 hingga 24 jam pada curah
hujan CMB/PMP disajikan pada Tabel E.8. Sedangkan distribusi hujan untuk
durasi 1 hingga 12 jam dan 1 hingga 24 jam ditabelkan pada PSA-007. Kutipan
kedua tabel tersebut ditunjukkan pada Tabel E.9. dan Tabel E.10.. Bentuk
hubungan tinggi-durasi hujan yang dihasilkan adalah intensitas hujan yang tinggi
pada awal hujan dan berangsur-angsur mengecil selama berlangsungnya hujan.
Di Inggris, agihan hujannya merupakan pola agihan yang lebih rata dan kurang
ekstrim di bagian awal hujannya. Secara normal profil hujan yang digunakan di
Inggris adalah profil yang simetris “berbentuk genta (bell shaped)”.
Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 8 12 16 20 24
(jam)
Persentase
curah hujan 34 45 52 60 65 68 75 88 92 96 100
(%)
Sumber : Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Departemen Pekerjaan Umum, Tabel 3.12
Hal. 38, 1999
Tabel E. 8. Distribusi Hujan Untuk Durasi 12 Jam
Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
(jam)
Durasi hujan 10
8 16 25 33 41 50 58 66 75 83 91
(%) 0
Persentase
10
curah hujan 44 60 68 75 82 88 90 92 94 96 98
0
(%)
Sumber : Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Departemen Pekerjaan Umum, Tabel 3.13
Hal. 39, 1999
E-43
inggris. Diperkirakan hubungan yang ada dalam PSA-007 lebih sesuai untuk
Indonesia, dimana curah hujan paling lebat terjadi di awal hujan. Akan tetapi
agihan Inggris, jika intensitas puncaknya ditempatkan di tengah-tengah
periode hujan dengan profil simetris, akan sedikit memperbesar kenaikan
muka air bendungan.
Agihan PSA-007 (Intensitas tertinggi di awal)
Profil curah hujan menurut PSA-007 ditunjukkan pada Tabel E.8, Tabel E.9
dan Tabel E.10. Untuk memformulasikan agihan menurut PSA-007 untuk
curah hujan 12 jam dengan interval waktu satu jam, maka setiap jam akan
setara dengan 8,33% durasi hujannya. Dengan menggunakan tabel
hubungan (Tabel E.10.) maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
Setelah satu jam (8,33% durasi), jumlah curah hujan 44% dari totalnya jadi
selama jam ke 1 curah hujan yang terdistribusi adalah 44%. Setelah dua jam
(16,67% durasi), jumlah curah hujan 60% dari totalnya, jadi selama jam ke 2
curah hujan yang terdistribusi adalah 16%. Setelah tiga jam (25% durasi),
jumlah curah hujan 68% dari totalnya jadi pada jam ke 3 curah hujan yang
terdistribusi adalah 8% dan seterusnya seperti yang disajikan pada Tabel
E.10.
Profil curah hujan ini ditunjukkan pada Gambar E.33. Pemilihan durasi hujan
kritis (Critical Storm Duration), pada prinsipnya tergantung pada luas DPS
dan pengaruh-pengaruh lain seperti luas genangan embung dan konfigurasi
bangunan pelimpah, sehingga untuk setiap embung walaupun memiliki luas
DPS yang sama belum pasti durasi hujan kritisnya sama.
Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat berpengaruh pada
hasil banjir desain yang diperhitungkan. Curah hujan yang sama yang
terdistribusi dengan dengan curah hujan yang panjang akan menghasilkan
puncak banjir yang lebih rendah dibanding dengan yang terdistribusi dengan
durasi yang pendek.
Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan data distribusi hujan
jam-jaman dari stasiun hujan otomatis tidak tersedia, pola distribusi hujan
dapat ditetapkan dengan mengacu pada Tabel E.10 yang diambil dari PSA
007.
E-44
P e r s e n t a s e T in g g i C u r a h H u ja n ( % )
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Durasi (jam)
Kala
Durasi Hujan
Ulang
Tahun ½ jam ¾ jam 1 jam 2 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
5 32 41 48 59 66 78 88 100
10 30 38 45 57 64 76 88 100
25 28 36 43 55 63 75 88 100
50 27 35 42 53 61 73 88 100
100 26 34 41 52 60 72 88 100
1000 25 32 39 49 57 69 88 100
CMB 20 27 34 45 52 64 88 100
Sumber : Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Departemen Pekerjaan Umum, Tabel 3.11
Hal. 38, 1999
Untuk mendapatkan curah hujan kritis selanjutnya sesuai dengan PSA 005,
distribusi hujan disusun dalam bentuk genta, dimana hujan tertinggi
ditempatkan di tengah, tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di
sebelah kanan dan seterusnya.
Gambar E.34 memperlihatkan distribusi hujan dengan durasi 12 jam yang
telah disusun dalam bentuk genta. Tabel E.11 memperlihatkan total CMB
dalam % untuk durasi 24, 48 dan 72 jam.
44
Curah hujan dalam (%)
40
30
20 16
10 6 7 8 7
2 2 2 2 2 2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Distribusi hujan dalam jam
Tabel E. 10. Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi Dalam % Untuk Durasi
24, 48 dan 72 Jam
E-45
Durasi hujan (jam) 24 48 72
Curah hujan % 100 150 175
Sumber : Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Departemen Pekerjaan Umum, Tabel
3.14 Hal. 39, 1999
E-46
1 High ( sandy soil ) 0.50 – 1.00 12.50 – 25.00
2 Intermediate ( loam, clay, silt) 0.10 – 0.50 2.50 – 12.50
3 Low ( clay, clay loam ) 0.01 – 0.10 0.25 – 2.50
Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.
Tabel E. 12. Cover Faktor ( k )
Tabel E. 13. Nilai Nilai Yang Mewakili Harga K, fc Dan fo Untuk Jenis Tanah
Yang Berbeda
Type tanah Fo fc k
Pertanian gundul 280 6 - 22 1,6
Standar berumput 900 20 - 29 0,8
Tanah gemuk/gambut 325 2 - 20 1,8
Lempung gundul berpasir 210 2 - 25 2,0
Halus berumput 670 10 - 30 1,4
Sumber : PSA 007, Kementerian Pekerjaan Umum
Contoh hasil perhitungan distribusi hujan jam-jaman menggunakan metode
PSA 007 dengan durasi hujan 12 jam adalah sebagai berikut:
Tabel E. 14. Pola Distribusi Hujan Jam-jaman PSA
Rasio Kumulatif
No Jam ke
[%] [%]
1 1.0 2.0 2.0
2 2.0 2.0 4.0
E-47
3 3.0 6.0 10.0
4 4.0 7.0 17.0
5 5.0 16.0 33.0
6 6.0 44.0 77.0
7 7.0 8.0 85.0
8 8.0 7.0 92.0
9 9.0 2.0 94.0
10 10.0 2.0 96.0
11 11.0 2.0 98.0
12 12.0 2.0 100.0
Sumber : PSA 007, Kementerian Pekerjaan Umum
Distribusi Hujan
50
44.0
45
Prosentase Hujan (%)
40
35
30
25
20 16.0
15
10 7.0 8.0 7.0
6.0
5 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
waktu ( jam )
C = koefisien limpasan
E-48
A. Metode Rasional
Q = C. I . A
Qp = 0.278 . C . I . A
Dimana :
C = koefisien limpasan
Merupakan suatu harga rasio antara aliran permukaan dengan intensitas hujan
untuk suatu daerah tangkapan tertentu. Pada kenyataannya, koefisien ini
dihitung dari besarnya hambatan atau kehilangan dari curah hujan sehingga
menjadi aliran permukaan. Besarnya kehilangan ini tergantung pada kondisi
vegetasi, infiltrasi, kolam–kolam permukaan dan evapotranspirasi. Harga
koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada tabel.
E-49
Yang dimaksud dengan waktu konsentrasi ialah waktu perjalanan yang
diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik
pengamatan aliran air (Outlet) (Imam Subarkah, 1978).
Dimana :
Intensitas Hujan ( I )
Yang dimaksud dengan Intensitas Hujan adalah tinggi curah hujan dalam
periode tertentu yang dinyatakan dalam mm/jam. Untuk menentukan besar
intensitas hujan dipergunakan rumus Mononobe (Joesron Loebis,1992) yaitu:
Dimana :
1. Waktu konsentrasi untuk mengetahui waktu mulai hujan dari pusat hujan
pada hietograf hingga mulai kenaikan air bankir,
2. Waktu untuk mencapai puncak hidrograf,
3. Waktu dasar (time base) hidrograf yaitu waktu yang diperlukan dari mulai
banjir hingga akhir waktu banjir,
4. Panjang sungai utama,
5. Kemiringan daerah aliran sungai,
6. Luas daerah aliran sungai,
E-50
7. Koefisien aliran dan sebagainya.
ARo
Qp=
3.60(0.30 T p+ T 0.3 )
dimana:
T0.3 = waktu yang diperlukan penurunan debit, dari debit puncak sampai
30% dari debit puncak (jam)
Nilai tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir Tp, dihitung
dengan persamaan:
Tp = tg + 0.8 tr
Dimana:
T0.3 = α x tg
E-51
Namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengambil harga yang bervariasi
guna mendapatkan hidrograf yang sesuai dengan hasil pengamatan.
Tp ≤ t ≤ Tp ≤ T0.3
t−t p
Q t =Q p .0 .3 ( ) T 0.3
)
t ≥ Tp + T0.3 + 1.5 T0.3
)
Berdasarkan persamaan tersebut diatas maka segmen hidrograf satuan
sintetik Nakayasu dapat dilihat pada gambar dibawah:
E-52
tersebut juga merupakan bagian notasi pada rumus hidrograf satuan sintetik
Snyder’s,
T P= ( t2 +t )
r
p
Apabila ditetapkan rasio debit dengan debit puncak (q/qp) = 1.0 dan rasio
waktu dengan waktu puncak (t/tp) = 1.0 maka koordinat hidrograf satuan
sintetik SCS tidak berdimensi dapat diberikan seperti pada tabel 4.50, dimana
tabel tersebut juga dapat digunakan untuk pengembangan ordinat dan absis
pada hidrograf satuan sintesis Snyder’s.
CA
qP=
TP
Dimana:
tp = 0,6 Tc
dimana:
tp = waktu kelambatan yaitu waktu antara titik berat curah hujan hingga
puncak hidrograf (jam)
E-53
Tc = waktu konsentrasi (menit)
tr
T p= +t p
2
Langkah perhitungan:
Hidrograf Satuan sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu
waktu naik (TR), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (TB) dengan uraian
sebagai berikut.
1. Waktu Naik
3
L
TR = 0,43
( 100SF ) + 1,0665 SIM + 1,2775
dengan
E-54
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang
sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar
(WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur
dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang di-
ukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran
2. Debit Puncak
Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381TR-0,4008
dengan
Dengan,
E-55
Gambar E. 9. Hidrograf Satuan Sintetik Metode Gamma I
Hujan efektif didapat dengan cara metode indeks yang dipengaruhi fungsi
luas DAS dan frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut.
Dengan:
= indeks (mm/jam)
A = luas DAS (km2)
SN = frekuensi sumber
Waktu konsentrasi atau lama hujan terpusat dirumuskan sebagai berikut.
dengan:
E-56
permukaan tanah (run off). Air yang mengalir pada permukaan kulit bumi ini
mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel yang telah
hancur, baik oleh air hujan maupun oleh adanya limpasan permukaan itu sendiri.
Selanjutnya jika tenaga aliran permukaan sudah tidak mampu lagi untuk
mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan yang terangkut akan
diendapkan. Dengan demikian didalam proses erosi akan ada 3 proses yang
bekerja secara berurutan, yaitu penghancuran, pengangkutan dan pengendapan.
Untuk menduga laju erosi dapat digunakan rumus yang umum, yaitu Persamaan
Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam istilah aslinya dikenal dengan
Universal Soil Loss Equation (USLE).).
PUKT ini dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dimana pengukuran
atau pengamatan dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi erosi,
kemudian erosi dihitung dari faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju erosi adalah :
a). Erosivitas Hujan
E-57
A = Banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang
dinyatakan sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam
praktek dipakai satuan ton/ha/thn.
R = Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan
K = Faktor erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
C = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman
P = Faktor tindakan konservasi praktis
Hasil akhir laju erosi (A) dalam studi ini selain dalam satuan ton/ha/thn, juga akan
ditampilkan dalam mm per tahun, dengan catatan:
ton/ha/th
=mm/tahun
berat volume tanah x 10
Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada
umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0
sampai 1,2 gr/cc (diambil berat volume tanah 1,2 gr/cc).
Penentuan Indeks Erosivitas Hujan
Dengan :
EI30 = 6.119 (CH)1.21 . (HH)-0.47 . (H24Max)0.53
R = Indeks Erosivitas Bols (mm)
CH = Curah Hujan Bulanan Rata-rata (mm)
HH = Hari Hujan
H24Max = Hujan Harian Maksimum Pada Bulan Tersebut (mm)
Erodibilitas Tanah (K)
E-58
dibandingkan pada saat terjadi hujan.
Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat, bila
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah. Erodibilitas
tanah merupakan ukuran kepekaan tanah terhadap erosi, dan hal ini sangat
ditentukan oleh sifat tanah itu sendiri, khususnya sifat fisik dan kandungan mineral
liatnya.
Faktor kepekaan tanah juga dipengaruhi oleh struktur dan teksturnya, dan
semakin kuat bentuk agregasi tanah dan semakin halus butir tanah, maka
tanahnya tidak mudah lepas satu sama lain sehingga menjadi lebih tahan
terhadap pukulan air hujan.
Erodibilitas tanah dapat dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik tanah sebagai berikut :
Tekstur tanah yang meliputi :
K = 2,713 M 1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)
100
E-59
dimana :
E-60
Kode Tipe Tanah Nilai K
32 Latosol merah kekuningan 0,054
33 Kompleks latosol cokelat dan regosol abu-abu 0,186
34 Kompleks latosol cokelat dan kekuningan 0,091
35 Kompleks latosol cokelat kemerahan dan latosol cokelat 0,067
36 Kompleks latosol merah dan latosol cokelat kemerahan dan 0,062
litosol
37 Kompleks latosol merah dan latosol cokelat kemerahan 0,061
38 Kompleks latosol merah kekuningan , latosol cokelat 0,064
kemerahan dan latosol
39 Kompleks latosol cokelat kemerahan dan litosol 0,075
40 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat podzolik 0,116
merah kekuningan dan litosol
41 Tanah podzolik kuning 0,167
42 Tanah Podzolik merah kekuningan 0,166
43 Tanah podzolik merah 0,158
44 Komplek podsilik kuning dan tanah hydromorphic abu-abu 0,249
45 Komplek tanah podsolik kuning dan regosol 0,158
46 Komplek tanah podsolik kuning, podsolik merah kekuningan 0,175
dan regosol
47 Komplek lateritik merah kekuningan dan tanah podsolik 0,175
merah kekuningan
Sumber : Puslitbang Pengairan Bandung dalam Hendrawan (2004)
Dari penelitian-penelitian yang telah ada, dapat diketahui bahwa proses erosi dapat
terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 2%. Derajat kemiringan
lereng sangat penting, karena kecepatan air dan kemampuan untuk
memecah/melepas dan mengangkut partikel-partikel tanah tersebut akan
bertambah besar secara eksponensial dari sudut kemiringan lereng.
Kehilangan tanah = c . Sk
dengan :
c = konstanta
k = konstanta
Pada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami, eksponen K berkisar
antara 1,1 sampai dengan 1,2.
E-61
LS = L / 100 ( 0,76 + 0,53 + 0,076 S2 )
L S
LS = ( ----------- ) 0,6 x ( ------- ) 1,4
22,1 9
dimana :
Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan lereng
9%.
Panjang lereng dapat diukur pada peta topografi, tetapi untuk menentukan batas
awal dan ujung dari lereng tersebut mengalami kesukaran. Atas dasar pengertian
bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow) maka panjang
lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng overland flow.
Faktor pengelolaan tanaman dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada
suatu jenis tanah dengan vegetasi penutup tertentu, yang meliputi :
3. Faktor Indeks Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah (Faktor CP). Jika
faktor C dan P tidak bisa dicari tersendiri, maka faktor indeks C dan P digabung
menjadi faktor CP.
E-62
Tabel E. 17. Petunjuk Menentukan Beberapa Nilai Penutupan Lahan C
Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan dan Vegetasi
Nilai
No Penggunaan Lahan / Tanaman
Faktor C
Tanah kosong, tanpa diusahakan 1,000
1.
Sawah irigasi 0.010
2.
Sawah tadah hujan 0.050
3.
Tegalan tanpa tanaman khusus 0.700
4.
Singkong 0.800
5.
Kacang buncis 0.600
6.
Kentang 0.400
7.
Padi 0.500
8.
Tebu 0.200
9.
Pisang 0.600
10.
Kopi dengan penutup lahan 0.200
11.
Rempah-rempah (cabe, jahe) 0.900
12.
Kebun campuran dengan macam-macam penutup
13.
tanah 0.100
kerapatan tinggi 0.300
kerapatan sedang 0.500
kerapatan rendah
14.
Perkebuanan dengan penutup tanah sedikit
karet 0.800
teh 0.500
kelapa sawit 0.500
kelapa 0.800
15.
Hutan alami dengan pertumbuhan yang baik:
banyak seresah / rerumputan 0.001
sedikit seresah / rerumputan 0.005
16.
Hutan produksi
memotong dengan merobohkan 0.500
tebang pilih 0.200
17.
Kolam ikan 0.001
18.
Semak belukar 0.300
19.
Acniara sp. (untuk ternak)
tahun pertama 0.300
tahun berikutnya 0.020
20.
Kacang tanah 0.170
21.
Campuran ubi kayu kedelai 0.180
22.
Padi, jagung 0.450
23.
Tembakau 0.570
24.
Serewangi 0.560
25.
Jagung 0.660
26.
Jagung, tembakau 0.610
27.
Kedelai 0.890
28.
Alang-alang (imperata cylindrical) 0.020
29.
Alang-alang yang dibakar setiap tahun 0.060
30.
Rumput bede tahun kedua 0.002
Sumber : Sub Balai RLKT Brantas, Th. 1988
E-63
Faktor Pengelolaan Lahan (P)
Faktor pengelolaan tanah adalah rasio antara tanah yang tererosi pada suatu lahan
dengan konservasi tanah terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama
tanpa praktek konservasi tanah apapun. Tindakan konservsi tanah pada suatu
wilayah ditentukan berdasarkan peta penggunaan lahan dan pengamatan langsung
di lapangan. Konservasi hasil pengamatan dengan indeks konservasi tanah
sebagaimana yang disajikan pada Tabel E.19.
Perhitungan sedimentasi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara teoritis dengan
menggunakan persamaan empiris Ratio Pelepasan Sedimen (SDR) yang
dikembangkan oleh “Wischmeier dan Smith” dan perhitungan sesuai sampel
sedimen yang diambil langsung dari lapangan dengan menggunakan metode
MPM dan Einstein.
Perhitungan Sedimentasi dengan Rumus Empiris Ratio Pelepasan Sedimen
(SDR)
E-64
tergantung dari ratio antara volume sedimen dari hasil erosi aktual dengan volume
sedimen yang bisa diendapkan di tempat studi/waduk (SDR = sedimen delivery
ratio) . Nilai SDR tergantung dari luas DAS, yang dirumuskan :
S ( 1 − 0 , 8683 A −0 ,2018 )
SDR = + 0 , 08683 A −0, 2018
2 ( S + 50 n )
Dengan :
SDR = Ratio pelepasan sedimen, nilainya antara 0 < SDR < 1
Luas DPS
SDR (%)
(km2)
0,1 53
0,5 39
1,0 35
5,0 27
10,0 24
50,0 15
100,0 13
200,0 11
500,0 8,5
26000,0 4,
Sumber : DPMA, 1982.
Perkiraan Laju Sedimen Potensial
Perkiraan laju sedimen potensial (SPOT) oleh “Wischmeier dan Smith”,
dinyatakan dengan persamaan :
SPOT = AAKT x SDR
Dimana:
SPOT = Sedementasi Potensial (mm/tahun)
AAKT = Erosi Aktual (mm/tahun)
SDR = Rasio Pelepasan Sedimen (Sedimen Delivery Ratio)
E-65
Perhitungan Sedimentasi sesuai Sampel di Lapangan
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu
penampang sungai tetap, atau dengan kata lain debit sedimen (sediment
discharge) yang masuk sama dengan debit yang keluar didalam satu satuan
waktu. Keadaan dimana jumlah debit sedimen yang masuk sama dengan yang
keluar didalam satu
Laju sedimentasi sesuai sampel di lapangan dapat dihitung dengan beberapa
metode diantaranya metode MPM (Meyer Petter Muller) dan metode Einstein.
Perhitungan sedimentasi sesuai sampling di lapangan secara lebih jelas dapat
dilihat pada uraian berikut.
A. METODE SAMPLING MEYER PETTER MULLER (MPM)
1. Beban Layang
Qs = 0,0864 x c x Qw
dimana,
2. Beban Alas
E-66
3/2 3/2
D
G = 1,606 B x
[ 3 . 306×
QB
( )(
Q
×
ns
90 1/6
) . d . S−0. 627Dm
]
dimana,
Q
3/2
2 d nw
=
1+
B ns ( )
Q = debit sungai (m3/det)
2/3
3/2
= nm
[ {1+
2d
B
1−
nw
nm ( ) }]
nm = koefisien Manning untuk seluruh bagian sungai
S = kemiringan sungai
E-67
1
2
S=φ( Δ gD )
35 3
P
φ=
A ¿−PA ¿
dengan
1
ψB¿ −
ηo
∫ √1π e−t dt
2
P=1−
1
−ψB −
¿
ηo
1
A ¿=
0 ,023
¿
B =0,143
ηo=0,5
γ s −γ w D 35
Ψ=
γ w IR
γ S −γ W
Δ=
γW
Keterangan :
D = Diameter butiran
ψ’ = ψ efektif
R = jari-jari hidrolis
Tingkat bahaya erosi merupakan suatu perkiraan jumlah tanah hilang maksimum
yang akan terjadi pada sebidang lahan, bila pengelolaan dan konservasi tanah
tidak mengalami perubahan dalam jangka panjang. Untuk menentukan TBE,
Dirjen RLKT (Departemen Kehutanan) menggunakan pendekatan tebal solum
tanah yang sudah ada dan besarnya erosi sebagai dasar. Makin dangkal solum
E-68
tanahnya, berarti makin sedikit tanahnya yang tererosi, sehingga TBEnya sudah
cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar (Hardjowigeno,
2003: 203). Pada tabel E.20. disajikan penilaian TBE berdasarkan atas tebal
solum tanah dan besarnya laju erosi.
Tabel E. 20. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Kedalaman Solum
Kelas Bahaya Erosi (ton/ha/thn)
Tanah
(cm) I II III IV V
<15 15 – 60 60 -180 180 - 480 > 480
a. Dalam (> 90) SR R S B SB
b. Sedang (60-90) R S B SB SB
c. Dangkal (30-60) S B SB SB SB
d. Sangat dangkal (<30) B SB SB SB SB
Sumber : Utomo, 1994: 59
E-69
4. Pengendalian sedimen di dalam tampungan waduk dengan cara:
- Pengerukan waduk, dengan meletakkan material sedimen hasil
pengerukan di tanggul-tanggul waduk atau diletakkan diatas pelimpah
waduk, sehingga pada saat terjadi debit banjir sedimen dapat terangkut
dan kembali ke badan sungai.
E.4.6. Bangunan Penangkap Sedimen
Bangunan pengendali sedimen pada umumnya berupa sabo dam, check dam,
groundsil, dill. Bangunan ini memiliki fungsi antara lain untuk menahan dan
menampung sedimen, mengendalikan laju angkutan sedimen, memperlandai
kemiringan dasar sungai, mengurangi kecepatan aliran, mencegah erosi vertikal
dan lateral, dan sebagainya pada suatu alur sungai. Banyak faktor yang
berpengaruh terhadap pengendapan sedimen, tetapi intinya dipengaruhi oleh
kecepatan jatuh partikel sedimen dan kecepatan aliran air. Kecepatan endap
tergantung dari ukuran, bentuk, berat jenis partikel dan kekentalan cairan
(Soekarno, 1998), sedangkan kecepatan aliran tergantung dari penampang
geometri (panjang, lebar, kedalaman, bentuk) dan kemiringan saluran. Beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap pengendapan sedimen antara lain kecepatan
endap dan karakteristik aliran (Takamatsu dan Naito, 1967), dan turbulensi
(Simon dan Senturk, 1992). Bentuk Sabo dam sangat bervariasi tergantung
kondisi dan situasi setempat, antara lain konfigurasi palung sungai dan jenis
material sedimen serta fungsi sampingannya. Bentuk tipikal sabo dam yang
banyak dijumpai di Indonesia seperti pada gambar dibawah. Namun fakta yang
terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar sabo dam/check dam
tersebut telah kehilangan fungsi utamanya sebagai penahan, penangkap dan
pengendali sedimen. Hal ini disebabkan tidak optimalnya fungsi dari kantong pasir
sebagai penangkapsedimen/pasir. Hasil identifikasi lapangan menunjukkan
bahwa angkutan sedimen yang terendap di bangunan sabo dam dan check dam
akan penuh dalam waktu yang relatif singkat. Kegiatan pengosongan sedimen
menjadi sulit karena pengendapan terjadi di tengah alur sungai (on stream)
sehingga harus menggunakan alat berat, bisa juga menggunakan tenaga manusia
(man power) namun ada resiko yang cukup besar jika tiba-tiba terjadi banjir
bandang. Namun apabila tidak segera dilakukan pengosongan kantong pasir
tersebut, maka fungsi bangunan sebagai penahan sedimen akan hilang karena
angkutan sedimen pada alur sungai tersebut hanya akan melewati bangunan
tanpa bisa dikendalikan.
E-70
Gambar E. 10 Bangunan Sabo Dam
E-71
Untuk memecahkan persoalan di atas, maka dikembangkanlah prototipe
bangunan pengendali sedimen yang mengintegrasikan konsep check dam dan
sandtrap (penangkap pasir pada saluran irigasi) yang dinamakan Bangunan
Penangkap Sedimen (BPS). Bangunan didesain untuk dapat dibangun,
dioperasikan, dan dipelihara secara mudah dengan berbasis pada pemberdayaan
masyarakat lokal. Fungsi dari bangunan ini adalah untuk menahan, menampung
dan mengendalikan laju angkutan sedimen pada alur sungai. Bangunan
Penangkap Sedimen (BPS) ini terdiri dari komponen bendung sebagai penahan
laju angkutan sedimen, saluran intake untuk mengalirkan angkutan sedimen ke
dalam bak penangkap dan bak penangkap untuk mengendapkan sedimen.
Keistimewaan dari Bangunan Penangkap Sedimen (BPS) ini adalah adanya bak
penangkap sedimen yang terletak di luar-alur sungai sehingga memudahkan
proses pemeliharaan dan pengambilan sedimen yang terendapkan. Konsep
prototipe Bangunan Penangkap Sedimen (BPS) bisa dilihat pada gambar dibawah
ini.
E-72
Gambar E. 11 Ilustrasi Desain Bangunan Penangkap Sedimen (BPS)
E-73
d. Mampu mencegah eksploitasi penambangan pasir secara illegal oleh
masyarakat dengan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat
yang hendak memanfaatkan endapan sedimen/pasir yang berhasil ditangkap
oleh bangunan ini.
E-74
c. Pemahaman pekerjaan yang akan dilakukan hingga paling rinci untuk
memperoleh hasil pekerjaan yang teliti dan dapat mendukung kelancaran
pekerjaan. Tenaga-tenaga pelaksana pekerjaan harus memahami situasi
sebenarnya, kondisi, dan lokasi pekerjaan.
d. Perlu adanya organisasi pelaksanaan yang sederhana dan efisien agar
memudahkan koordinasi dan masukan dari setiap disiplin ilmu, dan hubungan
kerja personil.
e. Pengetahuan dan pengalaman yang mendalam dari setiap personil,
pemahaman tugas serta dedikasi yang tinggi akan sangat membantu
kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
f. Sistem pelaksanaan dalam melaksanakan pekerjaan ini diperlukan suatu
kerja yang sistematis, dan terarah agar kelancaran pelaksanaan pekerjaan
dapat terjamin.
Pendekatan-pendekatan yang telah diuraikan di atas dimaksudkan agar
pelaksanaan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu yang telah ditentukan
dengan kualitas dan ketelitian yang baik serta dapat digunakan sebagai dasar
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
E.4.1. Rencana Kerja Konsultan
E-75
a. Persiapan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara teliti dan cermat sebelum
pekerjaan dilaksanakan, seperti halnya melengkapi persyaratan administrasi
kantor, lapangan, persiapan personil, peralatan, keuangan dan sebagainya.
b. Para petugas yang akan ditugaskan ke lapangan dibekali dengan pemahaman
tentang tugas dan tanggung jawab masing-masing selama melaksanakan
pekerjaan di lapangan.
c. Data-data yang akan digunakan untuk merumuskan suatu bahan/konsep
perencanaan yang terpadu dan menyeluruh bagi pengelolaan Jaringan Irigasi
sumber daya air adalah data yang merupakan hasil seleksi dan mewakili
kondisi daerah pekerjaan yang sebenarnya.
E.4.2. Tahapan Kegiatan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka diperlukan
adanya tahapan-tahapan kegiatan. Hal ini ditujukan untuk mengetahui secara
sistematis substansi dari pekerjaan ini. Adapun tahapan kegiatan tersebut adalah :
Adapun tahapan kegiatan tersebut adalah :
1. Kegiatan Persiapan
E-76
- Kegiatan survey pemetaan ini melakukan pengukuran dengan alat ukur
yang berupa echosounder yang menghasilkan data pengukuran, data
pengukuran ini dianalisa sehingga menghasilkan koordinat dan elevasi
titik-titik yang bisa menghasilkan gambar kontur dari daerah yang di
ukur pada lokasi rencana sitebeserta bangunan pelengkap.
- Hasil akhir dari pengukuran data lapangan ini adalah berupa data
kedalaman dan peta batimetri. Untuk menghitung data kedalaman,
maka diperlukan data-data lain sebagai data pendukung. Data-data
tersebut adalah data waktu, koordinat (x,y, depth ukuran), koreksi
barcheck, koreksi transducer, tinggi pasut, tinggi chart datum, dan
koreksi pasut. Dalam mengusulkan usulan teknis penyedia jasa
menyebutkan metode apa yang digunakan untuk kegiatan pemetaan ini.
E-77
E-78