6 Hadis Hasan Dan Hadis Dlaif
6 Hadis Hasan Dan Hadis Dlaif
Definisi Hadis hasan yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahîh, hanya
saja salah satu atau sebagian kualitas rawinya berada di bawah kualitas rawi hadis shahîh
dalam hal ketelitian (dlâbith), namun tidak sampai mengeluarkannya dari kategori hadis
yang dapat dijadikan hujjah.
Hadis hasan juga disebut hadis hasan li dzâtihi atau hasan dengan sendirinya.
Hadis hasan mempunyai persamaan dengan hadis shahîh di dalam syarat-syaratnya dari
segi:
1. Disandarkan kepada Nabi SAW
2. Sanadnya tersambung kepada Nabi SAW
3. Tidak ada syâdz
4. Tidak ada `illah.
Yang berbeda ialah syarat dlâbith (ketelitian). Syarat ini yang membedakan
kedudukan antara hadis hasan dan hadis shahîh. Rawi hadis hasan berada di bawah hadis
shahih dalam kualitas ketelitian. Yaitu rawi yang menadapat predikat : shadûq (tulus), lâ
ba’sa fîh (tidak ada masalah di dalam hadisnya), laysa bihi ba’s (tidak ada masalah di
dalam hadisnya), tsiqqah yukhthi’ (bisa dipercaya tetapi terkadang salah), shadûq lahu
awhâm (tulus tetapi ada kebimbangan di dalam hadisnya).
Contoh hadis hasan adalah hadis riwayat Ibn al-Qaththân di dalam kitab Ziyâdât
`alâ Sunan Ibn Mâjah, dari jalur Yahyâ ibn Sa`îd, dari `Amr ibn Syu`ayb dari ayahnya,
dari kakeknya, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
1
Ibn Hajar al-`Asqallâniy, Taqrîb al-Tahdzîb, vol 2, hal. 72
Hadis Shahîh li ghairih
Definisi hadis shahîh li ghayrih yaitu: hadis hasan li dzâtih yang diriwayatkan dari
jalur lain yang sepadan atau lebih kuat. Dinamakan shahih li ghairih karena ke-shahîh-an
hadis tidak terjadi dari sanadnya sendiri, tetapi karena dipadukannya dengan hadis lain
Hadits Dla`îf
Definisi hadis dla`îf, yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hadis yang
diterima (al-Maqbûl), karena hilangnya satu syarat dari beberapa syarat diterimanya
riwayat suatu hadis. Artinya, hadis tersebut tidak memenuhi beberapa syarat diterimanya
hadis, sebagamana disebutkan terdahulu, yakni:
1. Sanadnya sampai kepada Nabi SAW
2. Tersambung sanadnya
3. Adil dan ketelitian rawi-rawi yang meriwayatkannya,
4. Tidak syâdz di dalamnya.
5. Tidak ada `illah
Jika syarat pertama yang tidak ada, maka hadis tersebut tidak bisa dinisbatkan
kepada Nabi SAW. Ia hanya bisa dinisbatkan kepada salah satu sahabat Nabi atau tâbi’în
atau generasi dibawahnya.
Jika syarat yang kedua yang tidak ada, maka hadisnya menjadi hadis mursal. Jika
syarat adilnya rawi yang merupakan syarat yang ketiga tidak ada, maka hadisnya menjadi
matrûk (ditinggalkan) atau mawdlû` (palsu). Jika syarat ketelitian rawi yang tidak ada,
maka hadisnya menjadi dla`îf, matrûk atau mawdlû`. Tergantung dengan tingkat
kelemahan ketelitian rawi.
Jika syarat keempat yang tidak ada, maka hadisnya menjadi syâdz atau munkar.
Dan jika syarat kelima tidak ada, maka hadisnya menjadi mu`allal.
ِ َّ ْي ُء لِلنhhhُض
اس ِ اح ي ْ ان َك ْال ِمhhh
ِ َبhhhص َ َك، ْلhhhالِ ُم َولَ ْم يَ ْع َمhhh َعلِ َم ْال َعhإِ َذا
ُق نَ ْف َسهُ َوي ُْخ ِر
Artinya:“Ketika seorang alim itu tahu dan tidak mau mengamalkannya, maka
ia seperti lentera yang menerangi manusia, namun membakar dirinya”.
Dalam sanad ini terdapat Abû Dâwûd al-Nakha`iy yang nama lengkapnya
Sulaymân ibn `Amr. Kata Imam Ahmad mengenai Abû Dâwûd al-Nakha`iy: “Dia pernah
memalsukan hadis”. Kata Ibnu Ma`în: “Dia adalah manusia pendusta”. Kata Murrah: “Ia
dikenal sepagai pemalsu hadis”. Kata imam al-Bukhari: “Ia ditinggalkan (hadisnya).
Qutaybah dan Ishâq menuduhnya dusta”. Karena sebab lemahnya rawi dari sisi tidak
adanya sifat adil ini, maka hadis di atas dari jalur sanad Abû Dâwûd al-Nakha`iy
berstatus mawdlû` (palsu).
Contoh hadis yang sangat dla`îf, karena adanya rawi yang tidak teliti, yaitu hadis
yang dicantumkan oleh Abû Nu`aym dalam ktab Hulliyah al-Awliyâ’ dari jalur `Abdullâh
ibn khubayq, (ia berkata) Yûsuf ibn Asbâth memberi hadis kepada kami, dari `Ubaydillâh
al-‘Arzamiy, dari Shafwân ibn Salîm, dari Anas ibn Mâlik, ia berkata:
ِ hَ َعلَ ْي ُك ْم ِب ْالب: و ُلhْ hُي َوالطَّ َعا َم ْال َحا َّر َويَق
ار ِد فَإِنَّهُ ُذ ْوh َّ ان يَ ْك َرهُ ْال َك
َ َك
بَ َر َك ٍة أَالَ َوإِ َّن ْال َحا َّر الَ بَ َر َكةَ فِ ْي ِه
Artinya: Rasulullah SAW tidak menyukai al-kayy (pengobatan dengan besi
yang dipanaskan) dan makanan yang panas, beliau SAW bersabda:
“Hendaklah kalian makan makanan yang dingin, karena itu memiliki barakah,
ingatlah, sesungguhnya makanan yang panas tidak ada barakah di dalamnya.”
Di dalam sanad hadis ini terdapat Muhammad ibn `Ubaydullâh al-`Arzamiy. Dia
adalah orang yang ditinggalkan hadisnya dari sisi hafalannya. Dia termasuk orang saleh
tetapi catatan-catatan hadisnya hilang, sehingga ia meriwayatkan hadis dari hafalannya.
Ia telah meriwayatkan hadis yang tidak didukung oleh rawi-rawi yang terpercaya
(tsiqqah), maka para ahli ilmu meninggalkan hadisnya.