Anda di halaman 1dari 91

FAKTOR RESIKO KEJADIAN GASTRITIS PADA

PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS


POASIA KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

OLEH :

WAWAN ADI SAPUTRA


NIM. P00320014099

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
MOTTO

SETIAP KALI AKU MALAS BELAJAR, AKU SELALU

INGAT ADA KEDUA ORANG TUA YANG BEKERJA KERAS

MENYEKOLAHKANKU.

ADA KEDUA ORANG TUA YANG SELALU MENYEBUT

NAMAKU DALAM SETIAP DOANYA MENDOAKAN

ANAKNYA.

ADA KEDUA ORANG TUA YANG SELALU

MEMBANGGAKANKU AGAR AKU TERUS BEKERJA

KERAS UNTUK MENJADI TERBAIK.

DAN ADA MIMPI YANG HARUS MENJADI NYATA.

AKU DISINI UNTUK MEREKA.

KARYA TULIS INI KUPERSEMSEMBAHKAN UNTUK KEDUA ORANG


TUAKU, BANGSAKU, ALMAMATERKU, DAN SAHABAT-SAHABATKU.
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

1. Nama : Wawan Adi Saputra

2. Tempat Tanggal Lahir : Buke, 24 April 1996

3. Suku/Bangsa : Tolaki/Indonesia

4. Jenis Kelamin : Laki – Laki

5. Agama : Islam

B. Pendidikan

1. SDN 1 Buke Tamat Tahun 2008

2. SMPN 13 Konawe Selatan Tamat Tahun 2011

3. SMAN 06 Konawe Selatan Tamat Tahun 2014

4. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan Sejak Tahun 2014 –

2017.
ABSTRAK
Wawan Adi Saputra Nim P00320014099 Faktor Resiko Kejadian Gastritis Pada
Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 di bimbing
oleh Hj. Sitti Rachmi Misbah.,S.Kp,.M.Kes dan Akhmad,.SST,.M,.Kes.
Jumlah penderita gastritis setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Hal ini
dapat disebabkan karena penderita tidak menghindari faktor resiko kejadian
gastritis. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “’Apa Saja Faktor Resiko
Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017?. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui faktor resiko
kejadian gastritis pada pasien rawat jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari
tahun 2017. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau iritan lain. Jenis
penelitian ini adalah deskriftif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
yang terdiagnosa gastritis di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Pengamlilan data
awal pada bulan Februari adalah 105 penderita dan jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 31 orang yang diambil secara Accidental Sampling.
Instrument dalam penelitian ini adalah koesioner. Berdasarkan hasil penelitian
menggambarkan bahwa faktor resiko kejadian gastritis di Puskesmas Poasia Kota
Kendari tahun 2017 berdasarkan kebiasaan makan faktor resiko berjumlah 24
responden (77%) dan bukan faktor resiko berjumlah 7 responden (23%).
Kebiasaan merokok faktor resiko berjumlah 3 responden (9%) dan bukan faktor
resiko berjumlah 28 responden (91%). kebiasaan mengkonsumsi alkohol faktor
resiko berjumlah 1 responden (3%) dan bukan faktor resiko berjumlah 30
responden (97%). kebiasaan minum kopi faktor resiko berjumlah 9 responden
(29%) dan yang bukan faktor resiko berjumlah 22 responden (71%). Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor resiko kejadian gastritis pada pasien
rawat jalan di puskesmas poasia kota kendari tahun 2017 adalah kebiasaan makan
77%, kebiasaan merokok 23%, kebiasaan mengkonsumsi alkohol 3%, kebiasaan
minum kopi 29. Untuk itu peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya agar
lebih mengembangkan variabel penelitian yang diteliti selanjutnya.
Daftar Pustaka : 30 Literatur (2003-2014)

Kata kunci : Faktor Resiko Kejadian Gastritis, Kebiasaan Makan,


Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol,
Kebiasaan Minum Kopi.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT, karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada
penulis berupa kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma-III Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari dengan judul “Faktor Resiko
Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2017’’.
Selama persiapan, pelaksanaan dan penyusunan sampai penyelesaian
karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Hj. Sitti Rachmi Misbah, S.Kp,
M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Akhmad, S.ST, M.Kes selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
dan arahan dalam proses penyusunan proposal ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak baik
lembaga maupun pribadi sebagaimana penulis sebutkan dibawah ini:
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kendari
2. Bapak Muslimin L, A.Kep, S.Pd, M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kendari.
3. Bapak Muslimin L, A.Kep, S.Pd, M.Si selaku penguji I, ibu Dali, S.KM,
M.Kes selaku penguji II, dan ibu Azminarsih ZP, S.Kep, M.Kep, Sp.Kom
selaku penguji III.
4. Para dosen dan seluruh staf tata usaha di lingkungan Politeknik Kesehatan
Kendari Jurusan Keperawatan.
5. Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Poltekkes Kemenkes
Kendari.
6. Kepada Dr. H. Juriadi Paddo, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Poasia Kota
Kendari yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di
Puskesmas Poasia Kota Kendari.
7. Kepada kedua orang tua saya bapak Sumarno dan ibu Kindi beserta ke
empat saudara saya Bahrun, Beni, Nabila dan Doni dan keluarga yang telah
mendukung saya selama perkuliahan, terima kasih semuanya.
8. Kepada kerabat seperjuanganku angkatan 2014 di Poltekkes Kendari
utamanya kelas B (Nervus Cran14l) yang telah sama-sama berjuang kurang
lebih 3 tahun berjuang bersama.
9. Kepada Teman-Temanku Abdul Rahman, Akif Nandhy, Andi Akbar,
Adelia Apriana, Desi Saputri, Dimas Prasetyo, Fingki Advis, Ekapri
Tosepu, Harmalena, Nyoman Juliana, Iskandar Harun Pratama, Mercy
Emmelia Bellastasya, Muh. Sulfikar, Ni Nyoman Widani, Rahmawati
Habsa, Revi Kartika, Trivita Putri Solo, Kiky Riski Yolanda, dan Sahir
Sidhin.
10. Terkhusus untuk Riskie Septiani dan Tri Yulia yang memberi semangat
selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat
kekeliruan, kesalahan dan kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan waktu,
kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu saran, pendapat dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata semoga Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini dapat diterima dan layak untuk dilanjukan.

Kendari, Juli 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
MOTTO ............................................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Gastritis .................................................. 7
B. Tinjauan Umum Tentang Faktor Resiko Gastritis........................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Teori Kerangka Konsep................................................................... 34
B. Skema Variabel Penelitian............................................................... 35
C. Variabel Penelitian .......................................................................... 35
D. .Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ..................................... 36
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 38
C. .Populasi dan Sampel........................................................................ 38
D. Jenis Data......................................................................................... 39
E...Pengelolaan Data dan Analisa Data................................................. 39
F. Penyajian Data ................................................................................. 40
G. Etika Penelitian................................................................................ 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 46
B. Hasil Peneltian ................................................................................ 47
C. Pembahasan..................................................................................... 53
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Responden di Puskesmas


Poasia Kota Kendari Tahun 2017........................................................ 47
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin Responden Di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017.................................... 48
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan Responden di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017......................................................... 48
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan Responden di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017..................................................... 49
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di
Tinjau Dari Kebiasaan Makan Responden di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2017......................................................................... 50
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di
Tinjau Dari Kebiasaan Merokok Responden di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2017……………………………………………….... 51
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Gastritis di
Tinjau Dari Kebiasaan Mengomsumsi Alkohol Responden di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017………............................................. 51
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Gastritis di
Tinjau Dari Kebiasaan Minum Kopi Responden di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017.................................................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permintaan Menjadi Responden


2. Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden
3. Lembar Kuisioner Penelitian
4. Tabulasi Data Penelitian
5. Master tabel Penelitian
6. Bebas pustaka
7. Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kenadari
8. Surat Izin Penelitian dari badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Sulawesi Tenggara
9. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
10. Dokumentasi Penelitian
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan peradangan

(pembengkakan) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan

infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika dibiakan terus menerus akan merusak

fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung

hingga menyebabkan kematian. Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa

keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari

gastritis fungsional, yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus. Gastritis

fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pola organ

lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai,

faktor psikis dan kecemasan (Saydam,2001)

World Health Organization (WHO) insiden gastritis di dunia sekitar 1,8-

2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%), China (31%),

Jepang (14,5%), Kanada (35%), Perancis (29,5%). Di Asia Tenggara sekitar

583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Gastritis biasanya di anggap

sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari penyakit

yang dapat menyusahkan seseorang (WHO,2014).

Presentasi dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah

40,8% dari angka kejadian gastritis di beberapa daerah cukup tinggi dalam

prevelansi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Kurnia,2011).


Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010, gastritis

termasuk salah satu penyakit dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah

sakit dengan jumlah 30.154 kasus (Kemenkes RI,2010).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari penderita gastritis menempati

urutan ke 7 dari 20 penyakit terbesar dengan jumlah penderita sebesar 6.321

orang (Dinkes kota kendari,2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Andi Megawati tahun 2014 berjudul

beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis pada pasien rawat

jalan dikota Labuang Baji-Makassar, gastritis terjadi bila terlalu banyak

mengomsumsi makanan yang bersifat meningkatan asam lambung, seperti

makanan pedas dan asam, selain makanan yang bersifat asam lambung seperti

memasak daging yang tidak matang sempurna, kari dan makanan ini sangat

sukar di cerna oleh lambung sehingga kerja lambung lebih tinggi dan

mengakibatkan peningkatan asam lambung, jika ini terjadi terlalu lama maka

akan menyebabkan gastritis (Iskandar,2009).

Asam lambung juga disebabkan oleh aktivitas yang padat, stress tinggi,

infeksi kuman, serta alkohol. Faktor resiko kejadian gastritis adalah iritasi ,

infeksi, dan atropi mukosa lambung yang berawal dari stress, mengomsumsi

alcohol, minum minuman yang mengandung kafein (Kopi). Makan yang tidak

teratur, infeksi Helicobacter Pylori dan Mycobacteria Spesies, serta obat-

obatan seperti NSAID (nonstreoid anti inflamantory drugs) yang dapat

mengiritasi mukosa lambung (Purnomo,2009).


Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu rasa tidak nyaman pada perut,

perut kembung, sakit kepala dan mual muntah, keluhan lain seperti merasa

tidak nyaman pada epigastrium, sakit seperti terbakar pada perut bagian atas

yang dapat berakibat lebih buruk ketika makan, nafsu makan hilang,

bersendawa dan kembung, bisa juga disertai demam, menggigil (Kedinginan)

hal ini dapat mengganggu aktifitas sehari-hari (Puspadewi,2012).

Penyakit yang muncul secara langsung akibat pola makan yang tida teratur

adalah penyakit yang berhubungan dengan lambung seperti penyakit

maag/gastritis karena salah satu penyebab utama peningkatan asam lambung

adalah pola makan yang tidak teratur. Makanan dan minuman yang

dikomsumsi dan masuk ke dalam lambung yang berfungsi untuk mengurangi

kepekatan asam lambung sehingga tidak sampai merusak dinding lambung.

Secara umum pola makan terkait dengan metabolisme tubuh, ada jam-jam

yang sebaiknya dipatuhi. Bila makan secara teratur, maka asam lambung akan

mencerna makanan dengan baik, tetapi bila tidak ada makanan, maka asam

lambung yang seharusnya berfungsi untuk mencerna makanan akan merusak

dinding lambung (Rafiudin,2012).

Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia Kota Kendari penderita

gastritis terus meningkat dari tahun 2014 jumlah penderita gastritis setiap

bulan mencapai 181 orang, tahun 2015 penderita gastritis berjumlah 208 orang

setiap bulan, serta pada tahun 2016 penderita gastrtitis mencapai 237 orang

setiap bulan. Sedangkan pada tahun 2017 antara bulan Februari penderita

gastritis berjumlah 105 orang. Penderita gastritis berjenis kelamin pria


berjumlah 95 orang (45.23%) dan penderita gastritis berjenis kelamin wanita

berjumlah 115 orang (54.76%).

Mengingat pentingnya hidup sehat maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ’’Faktor Resiko Kejadian Gastritis pada Pasien Rawat

Jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dirumuskan

masalah ‘’Apa Saja Faktor Resiko Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan

di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017?’’.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat jalan

di Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat

jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari berdasarkan kebiasaan

makan.

b. Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat

jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari berdasarkan kebiasaan

merokok.

c. Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat

jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari berdasarkan kebiasaan minum

alkohol.
d. Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat

jalan di Puskesmas Poasia Kota Kendari berdasarkan kebiasaan minum

kopi.

D. Manfaat Peneliian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat dan menambah

wawasan bagi mahasiswa/mahasiswi Poltekkes Kemenkes Kendari

Jurusan Keperawatn untuk penelitian selanjutnya tentang penyakit

gastritis.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi petugas dan

seluruh masyarakat di Puskesmas Poasia tentang bahaya gastritis serta

diharapkan pada pihak dari Puskesmas Poasia untuk selalu menyampaikan

pada semua pasien tentang bahaya dari gastritis.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Bagi penulis sendiri untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan

terutama mata kuliah metodologi penelitiaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gastritis

1. Definisi Gastritis

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang

berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah peradangan pada mukosa

lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi

dengan bakteri atau iritan lain (Suyono,2006).

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan

mukosa lambung yang dapat besifat akut, kronis, difus, atau local. Dua

jenis gastritis yang sringkali terjadi adalah gastrtitis Suferficial akut dan

gastritis Atrofik kronik. (Price & Wilson,2006).

Gastritis adalah radang jaringan di dinding lambung yang timbul akibat

infeksi virus atau bakteri pathogen yang masuk ke dalam saluran cerna

(Endang,2001).

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa

lambung atau peradangan pada lapisan lambung secara hispatologi dapat

dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut

(Herlan,2009).

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung gambaran klinis yang

ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Berdasarkan endoskopi

ditemukan edema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan

iregularitas mukosa (Doenges,2000).


Secara garis besar gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam

berdasarkan manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distriusi

anatomi, dan kemungkinan pathogenesis gastritis. Didasarkan pada

manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus

diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik,

tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik merupakan

kelanjutan dari gastritis akut (Suyono,2006).

2. Tipe-tipe Gastritis

1. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan perdarahan pada mukosa lambung yang

menyebabkan erosi dan erdarahan mukosa lambung akibat terpapat zat

iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Gastritis akut suatu

nyaakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan sembuh

sempurna (Suratum,2010).

Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus

penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah

makanan yang bersifat asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan

mukosa menjadi gangrene atau perforasi. Pembentukan parut dapat

terjadi akibat Obstruksi Pylorus (Brunner,2006).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat

berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosive atau gastritis

hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan

dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan


terjadi erosive yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung

tersebut (Suyono,2006).

1) Gastritis Akut Erosive

Gastritis akut erosive adalah suatu peradangan permukaan

mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.

Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam

pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai

efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-

penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Perjalanan

penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang

dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran

cerna bagian atas. Pendeita gastritis akut erosive yang tidak

mengalami perdarahan sering di diagnosis tidak tercapai.untuk

menegakkan diagnosis yang diperlukan pemerksaan khusus yang

sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan

saja. Diagnosis gastritis akut erosive ditegakkan dengan

pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan

hispatologi biopsy mukosa lambung (Suyono,2006).

Penderita gastritis akut erosive yang disebabkan oleh bahan

toksik atau korosif dengan etiologi yang dilakukanpaa bahan kimia

dan bahan korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3, Alkali,

NaOH,KOH dan pemeriksaan klini ditemukan antara ain mulut

lidah Nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga


ditemukan tanda yaitu mual, muntah, hepetsalivasi, dan diare

sampai dehidrasi. Penatalaksaan secara umum di perhatikan tanda-

tanda vutal, resirasi, turgor kulit, dan produksi urine serta tentukan

jenis racun untuk mencari anakdote (Misnadiarly,2009).

2) Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama

diperkirakan karena minum alcohol attau obat lain yang

menimbulkan iritasi pada mukosa gastric secara berlebihan

(Aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun perdarahan mungkin

cukup berat, tapi perdarahan pada kebanyakan pasien akan

berhemti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah.

Kedua adalah stress yang dialami pasien gastritis di rumah sakit,

stress gastritis dialami pasien mengalami trauma berat

berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya

(Suyono,2006).

Erosi stress merupakan lesi hemoragik majemuk pada lambung

proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologis parah dan

tidak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang biasa

pada traktus gastrotestinalis atas, jarang menembs profunda

kedalam mukosa dan tidak disertai dengan infiltrasi sel radang

menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan

bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang


menyebabkan perdarahan gastrotestinalis atas, yang bisa

menyebabkan keparahan dan mengancam nyawa.

2. Gatritis Kronik

Gastritis kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung

yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus

peptic dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara

keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada

orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan.

Awalnya sudah mencapai penyakit gastritis yang tidak dapat

disembuhkan, maka penyakit gastritis kronik dan susah untuk

disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada

lamina propia dan daerah intra epitel terutama terdiri sel-sel radang

kronik yaitu limfosit dan sel plasma.

Gastritis kronik didefinisikan secara hispaologis sebagai

peningkatan jumlah lomfosit dan sel plasma pada mukosa lambung.

Derajat ringan pada gastritis kronis adalaah gastritis superficial kronis.

Yang mengenai bagian sel eitel disekitar cekungan lambung. Kasus

yang lebih pariah juga mengenai kelenjar –kelenjar pada mukosa yang

lebih dalam. Hal ini biasanya berhubungan dengan atropi kelenjar

(Gastritis Atropi Kronis) dan metaplasia intestinal. Sebagian besar

kasus gastrtitis kronik merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A

yang merupakan gastritis autoimun adanya antibody terhadap sel

parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa


lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien

gastritis atrofik kronik. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi

terjadinya Ca lambung pada fundus dan korpus dan tipe B merupakan

gastritis yang terjadi akibat Helycobacter Pylori terdapat inflamasi

yang difusi pada lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering

menyebabkan perdarahan dan erosi. Gastritis kronik dapat dibagi

dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan hystologi, topografi,

dan etiologi yang menjadi dasar fikir pembagian tersebut

(Suratum,2010).

1) Gastritis kronik superficial

Gastritis kronik superficial merupakan suatu inflamasi yang

kronis pada permukaan mukosa lambung. Pada pemeriksaan

hispatologis terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga

terjadi penebalan mukosa sehingga terjadi perubahan yang timbul

yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma dilamina propia juga

ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina profia. Gastritis

kronik superficialis ini merupakan permulaan terjadinya gastritis

kronik.

2) Gastritis kronik atrofik

Gastritis kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang

menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel

kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik di anggap sebagai

kelanjutan gastritis kronik superficial. Seseorang menderita atrofi


gastritis setelah mnjalani PA dan diketahui antara lain, mukosa

tipis, muskularis atropi, kelenjar-kelenjar menurun dan adanya

kelenjar lomfosit (Misnadiarly,2009).

3) Metaplasia intestinal

Suatu perubahan histology kelenjar-kelenjar mukosa

lambung menjadi mukosa usus halus yang mengandung sel gablet.

Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh

pada hamper seluruh segmen lambung tetapi dapat pula hanya

merupakan brcak-bercak pada beberapa bagian lambung. Menurut

distribusinya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a) Gastritis kronik korpus

Perubahan-perubahan histology terjadi terutama pada korpus

dan fundus lambung. Bentuk ini jarang di jumpai dan di

hubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia

pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjar

mengalami kerusakan sehingga sekresi asam lamung

menurun. Pada manusia sel parietal juga berfungsi

menghasilkan faktor intrinsic oleh karena itu sering terjadi

gangguan absorpsi vitamin B12 yang menimbulkan anemia

pernisiosa.

b) Gastritis kronik antrum (Gatritis Tipe B)

Gastritis tipe ini merupakan gastritis yang paling sering di

jumpai dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan


kuman Helicobacter Pylori sehingga dengan meningkatnya

keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri yang

berlebihan. Selanjutnya, terjadi metaplasia akibat langsung

dari trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan di perparah

oleh meningkattnya produksi kompleks nitrat dan nitroso

(Surya,2009).

c) Gastritis organic dan gastritis fungsional

Sakit gastritis ini dikelompokkan menjadi penyakit gastritis

yang organic dan gastritis fungsional. Pembagian ini

dilakukan setelah melalui pemeriksaan utama pemeriksaan

endoskopi atau teropong saluran cerna. Dyspepsia

gungsional di tetapkan jika dengan pememriksaan baik

secara endoskopi, pemeriksaan ultrasonografi dan

pemeriksaan laboratorium tidak dikemukakan penyebab lain

dari sakit gastritis tersebut.

3. Penyebab Gastritis

Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pillory dan pada

awal infeksi mukosa lambung mewujudkan respons inflamasi akut jika

diabaikan akaan menjadi kronik (Sudoyo,2009).

1. Gastritis Akut

Gastritis akut berasal dari makan yang terlalu banyak atau terlalu

cepat, makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung

mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alcohol,


aspirin, NSAID, lisol, serta bahan korosi lain, refluks empedu, atau

cairan pancreas.

Penyebab lain adalah endotoksin bakteri yaitu setelah menelan

makanan yang terkontaminasi dengan helicobacter pillory. Kafein,

alcohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lasim

menyebabkan infeksi lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis

akut. Ogranisme terebut melekat pada epiel lambung dan

menghancurkan mukosa lambung pelindung, meninggalkan daerah

epitel yang gungul. Obat lain juga terlibat, misalnya NSAID misalnya,

indometrin, ibuprofen, nonfoksen, sulfonamina, steroid dan etanol juga

di ketahui mengganggu sawar mukosa lambung (Price&Wilson,2006).

2. Gastritis Kronik

Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronis yakni aspek

imunologi dan aspek mikrobiologis. Aspek imunologis yaitu hubungan

antara system imun dan gastritis kroik menjadi jelas dengan

ditemukannya auto antibody terhadap faktor intrinsic lambung

(intrinsic faktor antibody) dan sel parietal (parietal cell antibody) pada

pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody terhadap sel parietal lebih

dekat hubungannya dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai

gradasi. Pasien gastritis kronik predominasi korpus, dapat menyebar ke

atrium dan hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnose

hispatologis karena secara endoskopik amat sukar menentukannya

kecuali sudah amat lanjut.


Hipergatrinemia yang terjadi akan terus menerus hebat dan dapt

memicu timbulnya karsinoid gastritis, tipe ini sulit dijumpai. Aspek

bakteriologi agar dapat mengetahui keberaaan bakteri pada gastritis,

biopsy harus dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat mikroba

selama 4 minggu terakhir. Bakteri ini paling lebih sering di jumpai dan

biasanya merupakan gastritis tipe ini. Atropi mukosa lambung dapat

terjadi pada banyak kasus setelah bertahun-tahun meneteksi bakteri

helicobacter pillory lebih sering member hasil negative.

Kondisi imunologi (Autoimun) didasarkan pada kenyataan,

terdapat kira-kira 60% serum pasien gastritis kronik mempunyai

antibody tehadap sel parietalnya (Genta,1996). Selain itu, gastropati

akibat kimia, di hubungkan dengan kondisi refluks garam empedu

kronis dan kontak OAINS atau aspirin (Malbridge,2009). Gastropati

uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan uretum

terlalu banyak beredar pada mukosa lambung (Webba,2008).

4. Patofisiologi Gastritis

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya

bersifat jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai

iritan local. Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptic ialah

terdapat keidakseimangan faktor ofensif (Penyerang) dan faktor defensife

(Pertahanan) pada mukosa gatroduodenal, yakni peningkatan faktor

efensive dan penurunan kapasitas defensive mukosa. Faktor efensif

meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pancreas, infeksi


helicobacter pillory yang bersifat gram-negaive, OAINS,alcohol, dan

radikal bebas. Sedangkan system pertahanan atau faktor defensive mukosa

gatroduodenal terdiri dari 3 lapis elemen preepitel, ephitel, dan sub epiel

(Pangestu,2003).

Elemen preepitel sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa

lapisan Mucus Bicarbonate yang merupakan penghalang fisiko kimiawi

terhadap berbagai bahan kimia termasuk ion hydrogen (Kumar,2005).

Mucus tersusun dari lipid, glikoprotein, dan air sebanyak 95%. Fungsi

mucus ini yaitu mengahalangi difusi ion dan molekul, misalnya pepain

bikarbonat yang disekresi epitel permukaan gradasi pH dilapisan mucus.

Prostaglandin adalah metabolit asam arabikharbonat dan menduduki

peran sentral dalam pertahanan epitel yaitu mengatur sekresi mucus dan

bikarbonat, menghambat sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa

dan resusitasi (Kumar,2006).

Lapisan pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktivitas

pertahanannya meliputi produksi mucus, bikarbonat, transportasi ion untuk

mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel. Bila pertahanan

preepitel bisa dilewati maka akan segera terjadi resusitasi sel sekeliling

mukosa yang akan terjadi migrasi dan mengganti sels-sel rusak

(Kumar,2006).

Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dari leukosit. Komponen

terpenting lapis pertahanan ini adalah mikrosirkulasi subepitelial yang

adekuat. Sirkulasi darah ke epitel sangat diperlukan untuk memperahankan


keutuhan dan kelangsungan hidup sel epitel dengan memasok oksigen,

mikronutrien, dan membuang produk metabolisme yang toksik sehingga

sel epitel dapat berfungsi dengan baik untuk dapat berfungsi baik untuk

melindungi mukosa lambung (Pangestu,2003). Patofisiologi terjadinya

gastritis kronik masih belum jelas diketahui, tetapi ada beberapa yang

berhubungan dengan kondisi kerusakan permukaan mukosa lambung

secara menahun yaitu :

a) Sawar lambung dan penetrasinya pada gastritis

Absorpsi pada lambung normalnya sangat rendah. Derajat

absorpsi yang rendah ini disebabkan oleh dua gambaran yang spesifik

dari mukosa lambung yaitu lambung dilapisi oleh sel-sel mukosa yang

sangat resisten dan menyereksi mucus yang sangat kental dan lekat

pada mukosa lambung mempunyai sambungan yang sangat rapat

(Tight Junctions) antara sel-sel epitel yang berdekatan. Dua ini

kemudian bersama-sama ditambah dengan hambatan absorpsi lambung

yang lain disebut di sawar lambung. Secara normal sawar ini begitu

resisten terhadap difusi baik ion hydrogen cairan lambung memiliki

konsentransi tinggi kadar sekitar 100.0000 kali konsentrasi hydrogen

dalam plasma. Selain sawar ini juga jarang berdifusi bahkan melalui

lapisan yang paling tipis dalam epitel lambung. \

Pada gastritis, permeabilitas sangat meningkat. Ion hydrogen

kemudian berdifusi kedalam eptel lambung yang mengakibatkan

kerusakan tambahan dan menimbulkan suatu lingkaran kerusakan,


serta atropi mukosa lambung. Peristiwa ini juga mengakibatkan

mukosa lambung rentan terhadap pencernaan pepida sehingga sering

mengakibatkan ulkus lambung (Lewis,2000).

b) Atropi lambung

Pada banyak orang yang mengalami gastritis autoimun, mukosa

bertahap menjadi atropi sampai sedikit atau tidak ada aktivitas kelenjar

lambung dan ada juga anggapan bahwa beberapa orang yang

mempunyai autoimunitas terhadap mukosa. Kehilangan sekresi

lambung pada atropi lambung menimbulkan aklorhidia

(Achlorhyhidriai) dan terkadang anemia pada pernisiosa. Aklohidria

berarti lambung benar-benar gagal menyereksi asam hidroklorida dan

hgal ini di diagnosis pH sekresi lambung gagal turun di bawah 6,5

setelah adanya hasil maksimal.

Hipoklorhidria berarti sekresi asam berkurang, biasanya bila asam

tidak di sekresi, maka pepsin juga tiak di sekresi. Bahkan bila terjadi,

hilangnya asam akan menghambat fungsi pepsin karena pepsin

membutuhkan medium asam untuk bekerja. Meskipun aklorhidria

berhubungan dengan penurunan atau bahkan tidak adanya kemampuan

pencernaan oleh lambung, keseluruhan pencernaan makanan pada

asam traktus gasrotestinal tetap hamper normal. Hal ini sebenarnya

terjadi karena pepsin dan enzim-enzim lain yang disekresi pancreas

tetap mampu mncerna sebagian besar protein pada makanan

(Guyton,1996).
5. Manifestasi Klinis Gastritis

Tanda dan gejala penyakit ini sama antara sau dengan yang lainnya.

Gejala-gejala tersebut antara lain perih atau sakit seperti rasa terbakar pada

perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika

makan(Abnormal rampng and Pain), mual (Nausea), muntah (Vomiting),

kehilangan selera makan (Loss of Apoetide), kembung (Belching of

Bloating) dan perut terasa penuh bagian terasa setelah makan

(Saverance,2010).

Manifestasi klinis gastritis terbagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan

gastritis kronk (Manjoer,2010).

1) Gastritis akut

Sindrom dyspepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung,

muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.

Ditemukan pada perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan

melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda-tanda anemia pasca

perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat

riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertenu.

2) Gastritis kronik

Bagi sebagian orang gastritis kronik tidak menyebabkan gejala

apapun. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,

nausea dan pada pemeriksaan fisik tifak ditemui kelainan. Gastritis

kronis yang berkembang secara bertahap biasanya menimbukan gejala

seperti sakit yang tmpul atau ringan (Dull Pain) pada perut bagian atas
dan terasa penuh atau kehilangan selera makan setelah beberapa

gigitan (Jackson,2006).

6. Komplikasi Gastritis

1) Anemia pernisiosa

Anemia pernisiosa sering menyertai alhokohidria dan atropi

lamung. Sekresi lambung yang normal mengandung glikoprotein yang

di sebut faktor intrinsic harus ada untuk di absorpsi vitamin B12

(Kobalamin) yang adekuat dari ileum. Faktor instrinsik bergabung

dengan vitam B12 dan kemudian melindunginya dari pencernaan dan

penghancuran selama melewati traktus gastrotesinal. Kemudian, ketika

kompleks faktor intrinsic mencapai ileum terminalis, faktor intrinsic

berkaitan dengan reseptor pada permukaan epitel ileum. Hal ini

sebaliknya membuat vitamin B12 dapat di absorpsi. Oleh karena itu,

jumlah vitamin B12 tidak di peroleh adekuat dari makanan sehingga

terjadi kegagalan pematangan sum-sum tulang yang mengakibatkan

anemia pernisiosa (Price1995).

2) Ulkus peptikum

Ulkus peptikum merupakan keadaan dimana kontiniutas mukosa

lambung terputus dan meluas sampai ke bawah epitel yang disebut

erosi, walaupun seringkali dianggap sebagai ulkus. Menurut definisi,

ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung yaitu eshofagus, lambung, duodenum,

jejunum, dan seelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum di


klasifikasikan atas ulkus akut adan ulkus kronis, hal tersebut

menggambarkan tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlihat

(Aziz,2008).

Walaupun aktivias pencernaan peptic oleh getah lambung

merupakan etiologi yang penting terdapat bukti bahwa ini merupakan

salah satu dari banyak faktor yang berperan dalam konsep keperawatan

antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses

keperawatan ini akan dibahas bersamaan agar memudahkan dalam

melakukan asuhan keperawatan.

3) Perdarahan lambung

Perdarahahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat

sering terjadi, setidaknya ditemukan sekitar 25% kasus selama

perjalanan penyakit. Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat

mengalami perdarahan, karena padaa tempat ini dapat mengalami

perdarahan namun yang sering terjadi adalah di dinding posterior

bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi Arteria

Pankreatikoduodenalis atau Arteria Gastroduodenalis. Gejala-gejala

yang dihubungkan dengan perdarahan ulkus tergantung pada

kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik

dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positive darah

samar atau mungkin hitam dan seperti melena. Perdarahan massif

dapat menyebabkan Hematesis (muntah darah), menimbulkan syok,

dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.


7. Penatalaksanaan Gastritis

1) Gastritis akut

Gastritis akut biasanya mereda bila agen-agen penyebabnya dapat

dihilangkan. Intervensi medis yang dilakukan apabila keluhan tetap

tidak hilang dengan menghindari agen penyebab adalah dengan terapi

farmakologis meliputi terapi cairan dan terapi obat.

a. Terapi cairan. Hal ini diberikan pada fase akut untuk hidrasi paska

muntah yang berlebihan.

b. Terapi Obat

Prinsip-prinsip pemberian terapi adalah sebagai berikut :

a) Tidak ada obat spesifik untuk menyembuhkan kecuali pada

infeksi h. pylori (Santarcroce: 2008)

b) Pemberian terapi sesuai dengan factor penyebab yang

diketahui, seperti pada tuberculosis maka akan mendapatkan

OAT (Obat Andi Tuberkulosis) yang disesuaikan dengan

protocol pemberian dari Depkes RI.

c) Pemberian obat farmakologis disesuaikan dengan kondisi dan

tolerani pasien. Obat-obat farmakologis, antara lain :

1) Antasida. Digunakan untuk profilaksis secara umum.

Antasdia mengandung aluminum dan magnesium yang

dapat membantu penurunan keluhan gastritis dengan

menetralkan asam lambung.


2) Penghambat H2. Agen ini mempunyai mekanisme sebagai

penghambat reseptor histamine. Histamine di percaya

mempunyai peran penting dalam sekresi asam lambung.

Penghambat H2 secara efektif akan menekan pengeluaran

asam lambung dan stimulasi pengeluaran asam oleh

makanan dari system saraf. Beberapa obat dari agen ini

meliputi cimetidine, ranitidine, femotidine, dan nizatidin.

Cimetidine sangat efektif bila diberikan melalui intravena,

sedangkan ranitidine lebih efektif bila digunakan peroral

pada saat perut kosong dengan efek samping menurunkan

sekresi produksi asam.

3) Penghambat pompa proton. Agen ini menghambat proton

seperti enzim H+, K+ dan ATP-ase, yang berlokasi

didalam sekrotori membrane apical dari sel-sel sekresi

asam lambung (sel parietal). Agen ini mempunyai

kemampuan menghambat produksi asam dengan durasi

panjang. Jenis obat agen ini diantaranya adalah

Omeprasole (Kee: 1996)

4) Antibiotik. Agen ini digunakan pada gastritis dengan

infeksi bakteri seperti H. pylori. Beberapa agen antibiotik

yang dianjurkan adalah amoxilin oral, tetraksilin oral, atau

metronidazole oral.
2) Gastritis Kronis

Faktor utama ditandai dengan kondisi progresif epitel kelenjar

disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan

mukosa mempunyai permukaan yang rata, gastritis kroni ini

digolongkan menjadi dua kategori yaitu gastritis tipe A (altrofik atau

fundal) dan tipe B (antral).

Gastritis kronik tipe A disebut juga gastritis altrofik atau fundal,

karena gastritis terjadi pada bagian fundus lambung. Gastritis kronis

tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh

adanya autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan factor

instrinsik. Tidak adanya parietal chief cell dapat menurunkan sekresi

asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai antral karena umunya

mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi

dibandingkan dengan gastritis tipe A. Penyebab utama gastritis tipe B

adalah infeksi kronis oleh Helicibacter Pylori. Factor etiologi gastritis

kronis lainnya adalah asupan alcohol yang berlebihan, merokok, dan

reflex yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus peptikum dan

karsinoma.

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit

yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan

antibiotic Helicobacter Pylori. Namun demikian lesi tidak selalu

muncul dengan gastritis kronis. Alcohol dan obat yang diketahui


mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi

besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini

harus diobati. Pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan

vitamin B12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi dengan

memodifikasi dier dan meningkatkan istirahat serta memulai

farmakoterapi, Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotic

(seperti tetraksilin atau amoxilin) dan garam bismuth (Pepto Bismol).

Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorpsi

vitamin B12.

8. Pencegahan Gatritis

Adapun hal-hal yang harus kita lakukan agar terhindar dari bahaya

gastritis yaitu :

1) Kita harus menghindari minuman yang mengandung alcohol karena

dapat mengiritasi lambung sehingga terjadi inflamasi dan perdarahan.

2) Kita ahrus menghindari rokok karena dapat mengganggu lapisan

dinding lambung sehingga lambung lebih mudah mengalami gastritis

dan tukak atau ulkus. Dan rokok dapat meningkatkan asam lambung

dan memperlambat penyembuhan tukak.

3) Kita harus mengatasi stress sebaik-baiknya.


B. Tinjauan Tentang Faktor Resiko Gastritis

1. Kebiasaan Makan

a. Keteraturan Makan

Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu makan setiap hari.

Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui sistem pencernaan

mulai dari mulut sampai usus halus. Jika rata-rata lambung kosong antara

3-4 jam, maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya

lambung (Oktaviani, 2011).

Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi

ketidaksinambungan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan

dengan waktu makan, biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar

namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan

pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012)

Keteraturan makan tidak bermakna secara statistic atau dengan kata lain

keteraturan makan tidak berpengaruh terhadap kejadian gastritis, hal ini

disebabkan ingatan responden cukup terbatas terhadap waktu makan setiap

hari, melihat rata-rata responden berusia di atas lima puluh tahun dan

kemampuan daya ingat terhadap waktu makan juga sangat terbatas.

Beberapa orang responden mengatakan bahwa terkadang mereka teratur

dalam mengonsumsi makanan pokok/utama, hanya untuk makanan

selingan/snack yang terjadang tidak teratur.

Hal-hal yang harus ditinjau pada kebiasaan makan adalah :


a. Frekuensi Makan

Frekuensi makan merupakan intensitas makan dalam sehari yang

meliputi makanan lengkap (Full Meat) dan makan selingan (snack).

Bila frekuensi makan sehari-hari semakin kecil, tidak memenuhi

makanan lengkap dan makanan selingan maka akan rentan untuk

terkena penyakit maag. Hal ini disebabkan perut dibiarkan kosong

selama lebih dari tiga jam, sehingga lambung pun semakin banyak

diproduksi oleh lambung.

b. Jenis Makanan

Jenis makanan merupakan variasi dari beberapa komponen

makanan, jenis makanan yang dimaksudkan adalah jenis makanan

yang beresiko untuk penderita gastritis yang dikonsumsi selama ini.

Beberapa jenis makanan tersebut berupa makanan yang mengandung

gas (sawi, kol, kedondong), makanan yang bersantan, makanan yang

pedas, asam, dan lain-lain, mengonsumsi makanan beresiko, salah

satunya makanan yang pedas secara berlebihan akan merangsang

system pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi.

Bila kebiasaan mengonsumsi makanan tersebut lebih dari satu kali

dalam seminggu dan dibiarkan terus menerus akan menyebabkan

iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Oktavini,2011).

c. Pola makan

Dalam berbagai literature disebutkan bahwa pola makan tidak

teratur dengan frekuensi kurang dari 3 kali dalam sehari, dapat


menimbulkan gejala penyakit gastritis seperti perih dan mual. Hal ini

terjadi karena lambung memproduksi suatu asam yang disebut asam

lambung untuk mencerna makanan secara teratur. Makanan yang tidak

teratur karena kesibukan pekejaan kerap membuat lambung sulit

beradaptasi. Bila ini terus menerus kelebihan asam lambung, dan akan

mengiritasi dinding mukosa asam lambung sehingga rasa perih dan

mual pun akan muncul. Asam lambung dalam jumlah yang seimbang

memang diperlukan oleh tubuh, tetapi jika berlebihan akan

menimbulkan penyakit (Albert,2009).

d. Porsi makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun yang

dikomsumsi pada tiap kali makan. Tiap orang harus makan makanan

dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan

tubuh. Jika komsumsi makanan berlebihan, maka kelebihannya akan

didalam tubuh dan dapat menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain

itu, makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi

lambung, pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung

menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka

pada lambung (Baliwati,2004).

2. Kebiasaan Merokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam

sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang

berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat


kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbonmonoksida, nitrogen

oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein,

asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol,

nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan

hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut

bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan

(Budiyanto, 2010).

Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup

esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami

dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat

pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi

asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau

asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine

(obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam

menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut

memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada

mukosa lambung.

Asap rokok yang membara karena diisap, terdapat kurang lebih 3000

macam bahan kimia, diantaranya acrolein, tar, nikotin,

asap rokok, gas CO. Nikotin itulah yang menghalangi terjadinya rasa lapa.

Itulah sebabnya seseorang menjadi tidak lapar karena merokok, sehingga

akan meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan gastritis.

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang


mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis)

sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna

juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen

Kesehatan RI, 2001).

Rokok mengandung ±4000 bahan kimia, asap yang terkandung dalam

rokok mengandung berbagai macam zat yang sangat reaktif terhadap

lambung. Nikotin dari jadmium adalah dua zat yang sangat reaktif yang

dapat mengakibatkan luka pada lambung. Ketika seseorang merokok,

nikotin akan mengerutkan dan melukai pembuluh darah pada dinding

lambung. Iritasi ini memicu lambung memproduksi asam lebih banyak dan

lebih sering dari biasanya. Nikotin juga memperlambat mekanisme kerja

sel pelindung dalam mengeluarkan sekresi getah yang berguna untuk

melindungi dinding dari serangan asam lambung. Jika sel pelindung tidak

mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan timbul gejala

dari penyakit gastritis (Caldwell, 2009).

Dampak merokok sangat memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan

yang sangat cepat seperti halnya narkoba dan alcohol. Merokok 20-30

batang atau sekitar 1 bungkus perhari akan mengakibatkan resiko

menderita gastritis 40-50 kali lebih besar (Husaini, 2006).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Dempsey, 2006) bahwa

infeksi pada lambung banyak dialami oleh perokok aktif. Zat nikotin

bersifat adiktif yang membuat seseorang menjadi ketagihan untuk biasa

merokok. Zat ini sangat berbahaya untuk kesehatan manusia. Selain


nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal dan substansi

turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok bagi kesehatan

(Budiyanto, 2010).

3. Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Alkohol Adalah minuman yang mengandung alkohol yang bila

dikonsumsi secara berlebihan dan terus menerus dapat merugikan dan

membahayakan jasmani, rohani maupun bagi kepentingan perilaku dan

cara berpikir kejiwaan, sehingga akibat lebih lanjut akan mempengaruhi

kehidupan keluarga dan hubungan masyarakat sekitarnya

(Wresniwiro,1999).

Menurut catatan arkeologi, minuman beralkohol sudah dikenal

manusia kurang lebih 500 tahun yang lalu. Minuman beralkohol

merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari pada kebudayaan

tertentu, sehingga istilah drinking mempunyai arti minum minuman

beralkohol atau minuman keras. Di Indonesia dikenal beberapa minuman

lokal yang mengandung alkohol seperti brem cair, tuak, saguer, dan ciu

(Anonim, 2002).

Konsumsi alcohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi

asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang dan mual. Hal tersebut

merupakan gejala dari penyakit gastritis. Sedangkan dalam jumlah yang

banyak, alcohol dapat merusak mukosa lambung.

Organ yang berperan dalam metabolism alkohol adalah hati dan

lambung sehingga kebiasaan mengkonsumsi alcohol dalam jangka panjang


tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis tetapi juga kerusakan

lambung. Dalam jumlah sedikit, alcohol merangsang produksi asam

lambung berlebih mengakibatkan nafsu makan berkurang, mual sedangkan

dalam jumlah banyak, alcohol dapat merusak mukosa lambung

memperburuk gejala tukak peptik dan mengganggu penyembuhan tukak

peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan

menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pancreas dan perubahan

morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Bayer, 2004).

Seperti yang dikemukakan oleh Olfa (2004) yang menunjukkan

bahwa orang yang mengonsumsi alkohol lebih beresiko 2.647 kali

dibanding dengan yang tidak mengonsumsi alkohohol.

4. Kebiasaan Minum Kopi

Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan

senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati

yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui

merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga

menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa

lambung(Rahma M, 2013).

Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya asam

lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga

sering mengeluhkan sensasi kembung di perut. Responden yang sering

meminum kopi beresiko 3,57 kali menderita gastritis dibandingkan dengan

yang tidak sering meminum kopi (Pancardo DCT,2012).


Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari

autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi

difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran

HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi

pepsin.Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin

akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan

kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung (Mawey BK,

2014).

Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan,seperti kopi maka

inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi

oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan

terjadi atropi sel mukosa lambung (Angkow J, 2014).

Konsumsi kopi sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari

(Hardiansyah,2008). Para ahli menyarankan 200-300 mg konsumsi kopi

dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa. Tapi

mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan

individu tersebut tergantung pada kafein (Siswono,2008).

5. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Mengonsumsi obat-obat tertentu dapat menyebabkan gastritis, obat

anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan jenis obat yang memiliki

efek menyebabkan gastritis. Obat anti inflamasi non steroid bersifat

analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Sebagai analgesik, obat anti


inflamasi hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan

dengan penyakitnya secara simtomatik.

Pemberian aspirin dan obat anti inflmasi non steroid juga dapat

menurunkan sekresi bikarbonat dan mukosa oleh lambung sehingga

kemampuan factor defensive lambung akan terganggu. Jika pemakaian

obat-obattan tersebut hanya sesekali makan kemungkinan terjadi masalah

lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiaannya dilakukan secara terus

menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus

peptikum. Pemakaian setiap hari minimal 3 bulan dapat menyebabkan

gastritis (Rosniyanti, 2010).

6. Faktor Psikologi (Stress)

Dalam ilmu psikologi stress diartikan sebagai kondisi kebutuhan tidak

terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan ketidaksinambungan

(taylor 1995) mendeskripsikan stress sebagai pengalaman emosional

negative disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologi, kognitif, dan

prilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap

situasi yang menyebabkan stress. Teori stress bermula dari penelitian

Cannon (1929) yang kemudian diadopsi oleh Meyer (1951) yang melatih

para dokter untuk menggunakan riwayat hidup penderita sebagai sarana

diagnostik karena banyak dijumpai kejadian traumatic para penderita yang

menjadi penyebab penyakitnya.

Stress adalah suatu kondisi dinamis dengan rasa tenggang dan cemas

pada individu atau kumpulan individu dikarenakan adanya


ketidaksinambungan antara tuntutan dan kemampuan respon yang

diharapkan dengan kesempatan dengan pembatas yang diinginkan dengan

ditandai oleh ketegangan emosional yang berpengaruh terhadap kondisi

mental dan fisik (Kusnadi, 2003).

1) Penyebab Stress

Stress dapat disebabkan karena factor biologis, psikologis dan

mikrobiologis.

a. Faktor biologis disebabkan kehilangan atau kekurangan air,

oksigen, makanan, cacat, nyeri dll.

b. Faktor psikologis disebabkan kehilangan orang yang dicintai,

perpisahan.

c. Faktor psikologis disebabkan perubhan tempat tinggal, masalah

ekonomi, dikucilkan.

d. Faktor mikrobiologi disebabkan karena kuman penyakit

2) Macam-Macam Stress

a. Stress Fisik

Stress yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena

temperature yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang

bising, sinar matahari atau karena tegangan listrik.

b. Stress Kimiawi

Stress ini disebabkan karena kuman, obat-obattan, dan zat beracun.

c. Stress Mikrobiologi
Stress ini disebabkan karena zat dan kuman seperti adanya virus,

bakteri atau parasit.

d. Stress Fisiologi

Stress yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh

diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi, jaringan, organ

dan lain-lain.

e. Sress Proses Pertumbuhan dan Perkembangan

Stress disebabkan karena proses pertumbuhan perkembangan

seperti pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia

f. Stress Psikis atau Emosional

Stress yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau

ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri

seperti hubungan emosional, sosial budaya dan factor keagamaan.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut, kronis , difus, atau local. Dua jenis gastrtitis

yang sering terjadi adalah gastrtitis superficial akut dan atrofik kronis. (Price

& Wilson, 2006).

Gastritis adalah radang jaringan didinding lambung yang timbul akibat

infeksi virus atau bakteri pathogen yang masuk ke dalam saluran pencernaan

(Endang, 2001).

Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya gastritis

diantaranya yaitu kebiasan makan, kebiasaan mengomsumsi alcohol,

kebiasaan merokok, kebiasaan menggunakan obat-obatan, dan faktor

psikososial (Stres).
B. Skema Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan dua variable yang

digunakan sebagai bahan penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Faktor resiko :

Kebiasaan Makan

Kebiasaan Merokok
Kejadian
Kebiasaan Minum Gastritis
Alkohol

Kebiasaan Minum
Kopi
(Stress)

Obat-Obatan

Keterangan :

: Variabel bebas yang diteliti

: Variabel terikat diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas atau variable independent merupakan variabel yang

mempengaruhi variable terikat atau variable dependen. Variabel bebas

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan makan, kebiasaan

merokok, kebiasaan minum alkohol, kebiasaan minum kopi.

2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat atau variable dependent adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel terikat

yang dimaksud adalah kejadian gastritis.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kejadian Gastritis

Kejadian gastritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

terjadinya gastritis pada pasien rawat jalan Puskesmas Poasia Kota

Kendari yang sudah terdiagnosis oleh dokter menderita gastritis.

Pasien rawat jalan dalam penelitian ini adalah pasien gastritis yang

datang memeriksakan diri di Puskesmas Poasia Kota Kendari.

2. Faktor Resiko Kejadian Gastritis

1) Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kebiasaan makan pasien yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit

antara lain frekuensi makan, jenis makanan, pola makan, dan porsi makan

melalui panduan koesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang


kebiasaan makan. Jika menjawab ya diberi skor 1 dan jika menjawab tidak

diberi skor 0.

Kriteria Objektif :

Faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh ≥ 50% dari nilai total.

Bukan faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh < 50% dari nilai total.

2. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jika

responden mempunyai kebiasaan merokok, responden merokok ≥ 1

bungkus perhari, responden menghisap rokok produksi pabrik, jika

responden menghisap jenis rokok tembakau, dan jika responden sering

mengganti merek rokok. Pengukuran ini dillakukan dengan lembar

kousioner yang terdiri dari 5 pertanyaan tentang kebiasaan merokok. Jika

menjawab ya diberi skor 2 dan jika menjawab tidak diberi skor 0.

Kriteria objektif :

Faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh ≥ 50% dari nilai total.

Bukan faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh < 50% dari nilai total.

3. Kebiasaan Minum Alcohol

Kebiasaan mengomsumsi alcohol yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah jika responden terbiasa mengomsumsi alcohol, setelah

mengomsumsi alcohol responden merasa nyeri pada ulu hati, responden

merasa mual setelah mengomsumsi alcohol, responden merasa kembung

setelah mengomsumsi alcohol, dan setelah mengomsumsi alkohol maag

reponden kambuh. Pengukuran ini dilakukan dengan lembar kousioner


yang terdiri dari 5 pertanyaan tentang kebiasaan minum alkohol. Jika

menjawab ya diberi skor 2 dan jika menjawab tidak diberi skor 0.

Kriteria objektif :

Faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh ≥ 50% dari nilai total.

Bukan faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh < 50% dari nilai total.

5. Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan minum kopi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kebiasaan responden minum kopi, jika responden minum kopi ≥ 3 gelas

perhari, sakit maag responden timbul setelah minum kopi, respon merasaa

kembung setelah minum kopi, dan responden merasa mual setelah minum

kopi. Pengukuran ini dillakukan dengan lembar kousioner yang terdiri dari

5 pertanyaan tentang kebiasaan minum kopi . jika menjawab ya maka

diberi skor 1 dan jika menjawab tidak diberi skor 0.

Kriteria objektif :

Faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh ≥ 50% dari nilai total.

Bukan faktor resiko : Jika nilai yang diperoleh < 50% dari nilai total.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

dilakukan untuk mendeskripsikan nilai variabel mandiri baik satu variabel

atau lebih (Independent) tanpa membuat perbandingan atau mengubungkan

variabel.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian yaitu di Puskesmas Poasia Kota Kendari.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17 – 20 juni tahun 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto:2010).

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat

jalan yang menderita gastritis di Puskesmas Poasia Kota Kendari pada

tahun 2017 bulan Februari berjumlah 105 penderita.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto:2010). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan

yang datang memeriksakan diri dan terdiagnosis menderita gastritis di

Puskesmas Poasia Kota Kendari selama penelitian berlangsung dan telah


memenuhi criteria untuk dijadikan sampel penelitian yaitu sebanyak 31

orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Apabila jumlah populasi diatas adalah 100, maka sampel dapat

diambil sebanyak 10%-30% dari jumlah populasi sedangkan apabila

populasi < 100, maka sampel yang dapat diambil adalah 50%-100%

(Arikunto:2010).

Pemilihan sampel dilakukan secara Accidental Sampling dengan

jumlah sampel sebanyak 30% dari populasi 30/100x105 = 31 orang.

D. Jenis Data

Jenis-jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil observasi pada

semua responden yang terpilih yaitu pasien rawat jalan yang datang

memeriksakan diri dan terdiagnosis gastritis dengan menggunakan

koesioner yang telah disediakan oleh peneliti dengan membuat variabel

penelitian di Puskesmas Poasia Kota Kendari.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lokasi penelitian

tentang jumlah penderita gastritis dan gambaran lokasi penelitian di

Puskesmas Poasia.
E. Pengelolaan Data dan Analisa Data

1. Pengelolaan Data

a. Editing atau penyuntingan data dilakukan pada saat peneliti yaitu

memeriksa apakah semua llembaran koesioner yang telah diisi,

kelengkapan data, kesinambungan data dan keseragaman data.

b. Coding atau pengkodean data yaitu dilakukan dengan merubah data

berupa huruf menjadi angka.

c. Scoring yaitu dengan pemberian skor pada lembar koesioner dengan

bentuk angka-angka

d. Tabulating menyusun data dalam bentuk table di distribusi setelah

dilakukan penghitungan secara manual.

2. Analisa Data

Analisa data deskriptif yaitu bertujuan untuk mempresentasikan

variabel-variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi.

X= x K

keterangan : n : jumlah sampel penelitian

f : jumlah responden berdasarkan variabel

X : presentasi hasil yang dicapai

K : konstanta 100%
F. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diuraikan pula

dalam bentuk narasi dan presentatif.

G. Etika Penelitian

1. Informed Concent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan membuat

manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

memaksakan kehendaka dan tetap menghormati hak-hak subjek

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok tetrtentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Letak Geografis

Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota Kendari, sekitar 9 KM dari

ibukota Provinsi. Sebagian besar wilayah kerja merupakan dataran rendah

dan sebagian merupakan perbukitan sehingga sangat ideal untuk

permukiman. Di bagian utara berbatasan dengan Teluk Kendari yang

sebagian besar berupa hamparan empang. Pada bagian barat yang

mencakup 2 kelurahan (Kelurahan Anduonohu dan Kelurahan

Rahandouna) merupakan daerah dataran yang ideal untuk pemukiman

sehingga sebagian besar penduduk bermukim di kedua kelurahan ini. Pada

bagian timur merupakan daerah perbukitan.

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk kendari

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo

4) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan kambu

Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha atau 44,75

KM2 atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4 Kelurahan

dafinitif, Yaitu Anduonohu luas 1.200 Ha, Rahandouna luas 1.275 Ha,

Anggoeya luas 1.400 Ha dan Matabubu luas 300 Ha, dengan 82 RW/RK

dengan jumlah penduduk 28.932 jiwa tahun 2016 serta tingkat kepadatan
penduduk 49 orang/m2 atau 490 orang/Km2, dengan tingkat kepadatan

hunian rumah rumah rata-rata 5 orang/rumah.

2. Demogafis

Penduduk adalah orang atau sejumlah orang yang menempati suatu

wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Data tentang kependudukan

sangat penting artinya di dalam menghitung sebaran jumlah penduduk,

usia pendduk, pekerjaan, pendapatan dan pendiidikan. Data ini bisa

diperoleh dari laporan penduduk, sensus penduduk dan survey penduduk.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Poasia pada Tahun 2016

sebanyak 28.932 jiwa tersebar di 4 wilayah kelurahan.

1. Karakteristik Responden

a. Umur Responden

Selama penelitian ini berlangsung diperoleh gambaran

karakteristik umur responden sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Responden


di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017

No Umur F Persentase (%)


1 22-36 11 35%
2 43-54 9 29%
3 37–42 7 23%
4 14-21 4 13%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat dari 31 responden yang

berusia 22-36 tahun berjumlah 11 orang atau (35%), yang berusia

43-54 tahun berjumlah 9 orang atau (29%), yang berusia 37-42 tahun
berjumlah 7 orang atau (23%), sedangkan 14-21 berjumlah 4 orang

atau (13%).

b. Jenis Kelamin Responden

Selama penelitian ini berlangsung diperoleh gambaran

karakteristik jenis kelamin responden sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin


Responden Di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017

No Jenis kelamin F Persentase (%)


1 Perempuan 24 77%
2 Laki-laki 7 23%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian responden berjenis kelami Perempuan

berjumlah 24 orang atau (77%) sedangkan responden berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 7 orang atau (23%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan


Responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017

No Pendidikan F Persentase (%)


1 SMA 19 61%
2 PT 6 19%
3 SMP 4 13%
4 SD 2 6%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian berdasarkan pendidikan responden yaitu

SMA berjumlah 19 orang atau (61%), Perguruan tinggi (PT)

berjumlah 6 orang atau (19%), SMP berjumlah 4 orang atau (13%)

dan SD berjumlah 2 orang atau (6%).

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan


Responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017

No Pekerjaan F Persentasi(%)
1 IRT 16 52%
2 Wiraswasta 8 26%
3 PNS 3 10%
4 Pelajar 2 6%
5 Honorer 1 3%
6 Nelayan 1 3%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat dari 31 responden yang

dijadikan sampel penelitian berdasarkan pekerjaan yaitu ibu rumah

tangga (IRT) berjumlah 16 orang atau (52%), wiraswasta berjumlah

8 orang (26%) PNS berjumlah 3 orang atau (10%), pelajar berjumlah

2 orang atau (6%), honorer 1 orang atau (3%) dan nelayan 1 orang

atau (3%).
2. Variabel penelitian

Pada saat penelitian berlangsung diperoleh gambaran faktor

resiko kejadian gastritis sebagai berikut :

a. Kebiasaan Makan

Hasil penelitian diperoleh faktor resiko kejadian gastritis di

Puskesmas Poasia Kota Kendari sebagai berikut :

Tabel 5.5 Distribusi Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di Tinjau


Dari Kebiasaan Makan Responden di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017

No Kebiasaan Makan F Persentasi (%)


1 Faktor Resiko 24 77%
2 Bukan Faktor Resiko 7 23%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian di peroleh faktor resiko kejadian gastritis

di tinjau dari kebiasaan makan responden di Puskesmas Poasia

Kota Kendari frekuensi tertinggi berjumlah 24 responden atau

(77%) dan frekuensi terendah berjumlah 7 responden atau (23%).


b. Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian diperoleh faktor resiko kejadian gastritis di

Puskesmas Poasia Kota Kendari sebagai berikut :

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Kejadian


Gastritis Di Tinjau Dari Kebiasaan Merokok
Responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017

No Kebiasaan Merokok F Persentasi (%)


1 Bukan Faktor Resiko 28 91%
2 Faktor Resiko 3 9%
Jumlah 31 100%
Sumber : data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian di peroleh faktor resiko kejadian gastritis

di tinjau dari kebiasaan merokok responden di Puskesmas Poasia

Kota Kendari frekuensi tertinggi berjumlah 28 responden atau (91%)

dan frekuensi terendah adalah 3 responden atau (9%)..

c. Kebiasaan Mengomsumsi Alkohol

hasil penelitian diperoleh faktor resiko kejadian gastritis di

puskesmas poasia kota kendari sebagai berikut :


Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Kejadian Gastritis
di Tinjau Dari Kebiasaan Mengomsumsi Alkohol
Responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2017

No Kebiasaan Mengomsumsi Alkohol F Persentasi (%)


1 Bukan Faktor Resiko 30 97%
2 Faktor Resiko 1 3%
Jumlah 31 100
Sumber : data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian di peroleh faktor resiko kejadian gastritis

di tinjau dari kebiasaan merokok responden di Puskesmas Poasia

Kota Kendari frekuensi tertinggi berjumlah 30 responden atau

(97%), dan frekuensi terendah berjumlah 1 responden atau (3%).

d. Kebiasaan Minum Kopi

Hasil penelitian diperoleh faktor resiko kejadian gastritis di

Puskesmas Poasia Kota Kendari sebagai berikut :

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Kejadian


Gastritis di Tinjau Dari Kebiasaan Minum Kopi
Responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tahun 2017

No Kebiasaan Minum Kopi F Persentasi (%)


1 Bukan Faktor Resiko 22 71%
2 Faktor Resiko 9 29%
Jumlah 31 100%
Sumber : Data primer tahun 2017

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat dari 31 responden yang

menjadi sampel penelitian di peroleh faktor resiko kejadian gastritis


di tinjau dari kebiasaan minum kopi responden di Puskesmas

Poasia Kota Kendari frekuensi tertinggi berjumlah 22 responden

atau (71%), dan frekuensi terendah berjumlah 9 responden atau

(29%).

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor resiko kejadian gastritis di

Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2017 maka dapat dilakukan

pembahasan sebagai berikut :

1. Faktor Resiko Kejadian Gastritis Ditinjau Dari Kebiasaan Makan

Responden

Makanan adalah segala sesuatu yang kita makan, setiap bahan

makanan yang mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan yang

mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun

jumlahnya, baik secara sadar maupun tidak sadar manusia

mengomsumsi makanan untuk kebutuhan hidupnya dengan demikian

jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan

untuk memperoleh energy guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari

untuk memelihara proses tubuh untuk tumbuh dan berkembang .

berbagai zat gizi yang diperlukan antara lain karbohidrat, protein,

lemak, mineral dan air (Colemon,1999).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Puskesmas Poasia

dapat dilihat dari 31 responden di peroleh kejadian gastritis


berdasarkan kebiasaan makan adalah 24 responden atau (77%), dan

yang bukan faktor resiko adalah 7 responden atau (33%).

Data diatas menunjukan 24 atau (77%) responden memiliki

kebiasaan makan yang beresiko yang dimaksudkan yaitu dalam sehari

makan minimal 3 kali makanan pokok sehingga dapat mencegah

terjadinya kekambuhan penyakit gastritis. Frekuensi makan dikatakan

baik apabila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau

2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai

apabila kurang makan setiap harinya kurang dari 2 kali (Suhardjo,

2002).

Sedangkan 7 responden atau (23%) lainnya memiliki kebiasaan

makan yang beresiko yang berarti bahwa sebagian besar responden

makan kurang dari 3 kali sehari dan tidak mengomsumsi cemilan

untuk mengisi kekosongan lambung sebelum mengkonsumsi makanan

pokok. Terlebih responden yang makannya tidak begitu teratur sering

melupakan sarapan di pagi hari. Bila seseorang terlambat makan

sampai 2-3 jam makan asam lambung yang diproduksi semakin banyak

dan berlebih sehingga mengiritasi mukosa lambung. Hal ini dapat

menyebabkan rasa perih dan mual (Suparyanto,2012).

Hal ini sejalan dengan penelitian (Oktavini,2011) Frekuensi makan

adalah jumlah dalam sehari baik kualilitatif. Secara alamiah makanan

diolah oleh tubuh melalui sistem pencernaan mulai dari mulut sampai
usus halus. Jika rata-rata lambung kosong antara 3-4 jam, maka jadwal

makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang

sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal

ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai

dengan mual dan muntah. Gejala tersebut akan membuat penderita

semakin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi

makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6

bulan dan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi lambung

(Oktavini, 2011).

Porsi makan atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran

makanan yang dikonsumsi pada setiap kali makan. Setiap orang harus

makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan takar untuk semua

kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, maka

kelebihannyanakan disimpan didalam tubuh dab dapat menyebabkan

obesitas (kegemukan). Selain itu, makanan dalam porsi besar dapat

menyebabkan refluks isi lambung, yang ada akhirnya membuat

kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat

menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).

Dalam berbagai literature disebutkan bahwa pola makan tidak

teratur dengan frekuensi kurang dari 3 kali dalam sehari, dapat

menimbulkan gejala penyakit gastritis seperti perih dan mual. Hal ini

terjadi karena lambung memproduksi suatu asam yang disebut asam


lambung untuk mencerna makanan secara teratur. Makanan yang tidak

teratur karena kesibukan pekejaan kerap membuat lambung sulit

beradaptasi. Bila ini terus menerus kelebihan asam lambung, dan akan

mengiritasi dinding mukosa asam lambung sehingga rasa perih dan

mual pun akan muncul. Asam lambung dalam jumlah yang seimbang

memang diperlukan oleh tubuh, tetapi jika berlebihan akan

menimbulkan penyakit (Albert,2009).

2. Faktor Resiko Kejadian Gastritis Ditinjau Dari Kebiasaan

Merokok Responden

Dampak merokok sangat memberikan pengaruh buruk bagi

kesehatan yang sangat cepat seperti halnya narkoba dan alcohol.

Merokok 20-30 batang atau sekitar 1 bungkus perhari akan

mengakibatkan resiko menderita gastritis 40-50 kali lebih besar

(Husaini, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari Puskesmas

Poasia, kebiasaan merokok menjadi salah satu faktor resiko kejadian

gastritis ditemukan bahwa dari 31 responden, 29 responden (91%)

tidak mempunyai kebiasaan merokok sedangkan 3 responden (9%).

Data diatas menunjukan bahwa 3 responden atau (9%) memiliki

kebiasaan merokok dan beresiko menderita gastritis. Hal ini

disebabkan hal responden yang merokok berjenis kelamin laki-laki.

Kebiasaan merokok pada umumnya dimiliki oleh-laki dibandingkan

dengan perempuan (Depkes, 2014). Sedangkan 28 responden atau


(91%) tidak memiliki kebiasaan merokok yang tidak beresiko

menderita gastritis karena kebiasaan merokok hal ini sejalan dengan

teori diatas.

Kebiasaan merokok sangat mempengaruhi terhadap terjadinya

penyakit gastritis hal ini karena tar dalam asap rokok dapat

melemahkan katup Lower Eshopageal Spincter (LES). Katup antara

lambung dan tenggorokan, sehingga menyebabkan gas lambung naik

hingga di kerongkongan. Komponen-komponen kimia tersebut

mengandung tar dan nikotin. Bila seseorang menghisap rokok maka ia

akan sekaligus menghisap bahan-bahan kimia tersebut sehingga

merangsang sekresi asam lambung (Husaini, 2006).

Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan

katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi

alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas,

mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH

duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas

sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi

kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-

obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,

dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses

timbulnya peradangan pada mukosa lambung (Husaini, 2006).

Infeksi pada lambung banyak dialami oleh perokok aktif. Zat

nikotin bersifat adiktif yang membuat seseorang menjadi ketagihan


untuk biasa merokok. Zat ini sangat berbahaya untuk kesehatan

manusia. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen

radikal dan substansi turut bertanggung jawab pada berbagai dampak

rokok bagi kesehatan (Budiyanto, 2010).

Oleh karena itu, merokok dapat menyebabkan resiko terjadinya

gastritis baik perokok berat maupun perokok ringan. Seseorang

dikatakan perokok berat bila frekuensi merokok lebih dari 1 bungkus

perhari dan dikatakan perokok ringan jika merokok kurang dari 1

bungkus perhari (Soeparman,2000).

3. Faktor Resiko Kejadian Gastritis Ditinjau Dari Kebiasaan

Mengkonsumsi Alkohol Responden

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang

produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang dan mual.

Hal tersebut merupakan gejala dari penyakit gastritis. Sedangkan

dalam jumlah yang banyak, alcohol dapat merusak mukosa lambung.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari Puskesmas

Poasia, kebiasaan mengkonsumsi alkohol adalah salah satu factor

resiko kejadian gastritis. Dapat dilihat bahwa dari 31 responden, 1

responden (3%) memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan 30

responden (97%) tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

Responden mengakui bahwa setelah mengkonsumsi alkohol

nyeri pada ulu hati, merasa mual, merasa kembung, dan maag kambuh

setelah mengkonsumsi alkohol.


Data diatas menunjukan bahwa 1 responden (3%) memiliki

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan beresiko menderita gastritis.

Sedangkan 30 responden (97%) tidak memiliki kebiasaan

mengkonsumsi alkohol hal ini disebabkan karena responden yang tidak

beresiko berjenis kelamin wanita.

Kebiasaan mengkomsumsi alkohol menjadi salah sau faktor

resiko terjadinya gastritis. Organ yang berperan dalam metabolism

alkohol adalah hati dan lambung sehingga kebiasaan mengkonsumsi

alcohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau

sirosis tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alcohol

merangsang produksi asam lambung berlebih mengakibatkan nafsu

makan berkurang, mual sedangkan dalam jumlah banyak, alcohol

dapat merusak mukosa lambung memperburuk gejala tukak peptik dan

mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan

menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena

ketidakcukupan enzim pancreas dan perubahan morfologi serta

fisiologi mukosa gastrointestinal (Bayer, 2004).

Mengkonsumsi alkohol dapat merangsang sel parietal lambung

sehingga untuk mensekresi asam dan lambung berperan sebagai jejas

langsung yang dapat mengiritasi lambung. Alkohol merupakan contoh

yang baik dari gastritis eksogen akut yang simple sebagai akibat

minuman alcohol. Biasanya penderita mengeluh nyeri pada ulu hati


yabg hebat setelah mengkomsumsi alkohol. Selain itu, alcohol dapat

meningkatkan produksi asam lambung.

4. Faktor Resiko Kejadian Gastritis Ditinjau Dari Kebiasaan Minum

Kopi Responden

Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan

senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati

yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui

merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga

menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi

mukosa lambung(Rahma M, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Puskesmas

Poasia, kebiasaan minum kopi menjadi salah satu faktor resiko

kejadian gastritis. Dapat dilihat bahwa, dari 31 responden, 9 responden

(29%) memiliki kebiasaan minum kopi dan 22 responden (71%)

memiliki kebiasaan minum kopi.

Responden mengakui bahwa mereka minum kopi diatas 3 gelas,

sakit maag timbul setalah minum kopi, merasa kembung setelah

minum kopi, merasa kembung setelah minum kopi dan merasa mual

setelah minum kopi. Jika lambung sering terpapar dengan zat

iritan,seperti kopi maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan

yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa

lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung.


Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya

asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih

sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di perut. Responden

yang sering meminum kopi beresiko 3,57 kali menderita gastritis

dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi (Pancardo

DCT, 2012).
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasararkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik

kesimpulan bahwa faktor resiko kejadian gastritis pada pasien rawat jalan

di Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2017 adalah kebiasaan makan,

kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, dan kebiasaan

minum kopi.

1. Faktor resiko kejadian gastritis ditinjau dari kebiasaan makan

responden di Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun 2017 frekuensi

tertinggi adalah faktor resiko berjumlah 24 responden (77%) dan

frekuensi terendah adalah bukan faktor resiko berjumlah 7 responden

(23%).

2. Faktor resiko kejadian gastritis ditinjau dari kebiasaan merokok

responden di Puskesmas Poasia Kota kendari tahun 2017 frekuensi

tertinggi adalah bukan faktor resiko berjumlah 28 responden (91%)

dan frekuensi terendah adalah faktor resiko berjumlah 3 responden

(9%).

3. Faktor resiko kejadian gastritis ditinjau dari kebiasaan mengkonsumsi

alkohol responden frekuensi tertinggi bukan faktor resiko berjumlah 30

responden (97%) dan frekuensi terendah adalah faktor resiko

berjumlah 1 responden (3%).


4. Faktor resiko kejadian gastritis ditinjau dari kebiasaan minum kopi

frekuensi tertinggi adalah bukan faktor resiko berjumlah 22 responden

(71%) dan frekuensi terendah adalah faktor resiko berjumlah 9

responden (29%).

B. Saran

1. Kepada pihak Puskesmas Poasia Kota Kendari agar mengadakan

penyuluhan mengenai pentingnya hidup sehat dengan cara mengatur

kebiasan makan setiap hari, menghilangkan kebiasaan merokok,

menghilangkan kebiasaan mengkonsumsi alcohol, menghilangkan

kebiasan minum kopi agar masyarakat menjadi sehat dan dapat

menjalani aktivitas setiap hari.

2. Kepada pihak Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari agar hasil

penelitian ini dapat dijadikan sebagai baahan referensi mengenai factor

resiko kejadian gastritis.

3. Bagi masyarakat atau penderita gastritis, apabila mengalami nyeri ulu

hati, mual dan muntah harap memeriksakan diri ke dokter dan sarana

pemberian pelayanan kesehatan agar mendapatkan penanganan yang

tepat.

4. Bagi peneliti lain dilingkungan Poltekkes Kendari Jurusan

Keperawatan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi

dan dapat mengembangkan hasil penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Angkow J, 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis di


Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manado : Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Anonim, 2012. Hubungan Pengetahuan dengan Penyakit Gastritis.


http://respiratory.usu.ac.id. Diakses 22 Januari 2014

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).


Jakarta : Salemba Medika

Aziz, A.H. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika

Baliwati, Y. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadya

Bayer, 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract


Disorders. Philadelpia : Saunders

Brunner. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Depkes RI (2010). Profil Data Kesehatan Indonesia.


http://www.depkes.go.id/download/profil-data-kesehatan-indonesia-tahun
2011.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2013

Dinkes Sultra. 2014. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2014. Kendari:
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara

Doenges, Marlylin. Et. Al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG

Endang, Laniwai.dr. 2001. Penyakit Hipertensi. Yogyakarta. Kanisius

Gustin, Rahmi Kurnia. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Gastritis pada Pasien yang Berobat Jalan di Puskesmas Gulai Boncah Kota
Bukit Tinggi Tahun 2011. http://www.google.com/search?
q=jurnal+gastritis&ie=utf8&oe=t&rls=prg.mozilla:enUS:official&client=clie
nt=firefox-beta. Diakses tanggal 21 Juni 2014

Hadi. 2002, Gastroenterologi. Edisi 2. PT. Alumni : Bandung

Herlan, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Gastritis. Dalam : Sudoyo AW
Hidayah, 2012. Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Penyakit
Mematikan. Yogyakarta : Buku Biru
Iskandar, H. Yul. 2009. Saluran Cerna. Jakarta: Gramedia Kelly, Gregory. 2010

Jackson, S. 2006. Gastritis. http://www.gicare.com/pated/ecd9546.htm. Diakses


Juli 2011

Kusnadi, 2003. Prinsip Prosedur dan Metode Penelitian, Malang : Universitas


Briwijaya

Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid 1, FKUI, Jakarta

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna ; Gastritis (Dyspepsia atau


Maag). Jakarta : Pustaka Populer OBDA

Oktaviani. 2011. Pola Makan Gastritis. (Online) http://www.library.uupnvj.ac.id/-


pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf Diakses tanggal 28 Oktober 2012

Olfa. 2004. Beberapa Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian


Gastritis pada Pasien RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas
Kesehatan Masyarakat : Universitas Hasanuddin.

Pangestu, A. 2003. Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik,


http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm. Diakses 11 November 2011

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Jakarta: EGC

Puspadewi, V.A dan Endang L (2012). Penyakit Maag dan Gangguan


Pencernaan. Yogyakarta, Kanisus.

Rafiudin, 2010. Hubungan Pola Makan Mahasiswa dengan Kejadian Penyakit


Gastritis pada Mahasiswa Kedokteran Angkatan 2010 di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah. Skripsi : Program Studi Ilmu Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

Rahma M. 2013. Faktor Resiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas


Kampili Kabupaten Gowa Makassar : Bagian Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

Rosniyanti, 2010. Pengaruh Kebiasaan Merokok, Konsumsi Non Steroid Anti


Unflamatory Drugs (NSAID) dan Kopi Terhadap Kejadian Gastritis di
Puskesmas Mulyojero Surabaya. Diakses pada tanggal 10 November 2012

Saydam, Gouzali, 2001. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan


Gangguan Pencernaan). Bandung: Alfabeta
LAMPIRAN I

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,

Ibu /saudara (i) ……….

Di –

Tempat ………

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Politeknik Kesehatan

Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan, saya akan melakukan penelitian tentang

“ Faktor Resiko Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas

Poasia Kota Kendari Tahun 2017 “. Untuk keperluan tersebut saya mohon

kesediaan ibu/saudara (i) untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan dengan

kejujuran dan apa adanya.

Demikian permohonan ini, atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan

terima kasih.

Kendari,………..2017

Peneliti,

Wawan Adi Saputra


LAMPIRAN II

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan tidak keberatan untuk

menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Poltekkes

Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan dengan :

Nama : Wawan Adi Saputra

Nim : P00320014099

Judul : “ Faktor Resiko Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan

di Puskesmas Poasia”.

Kendari,……

…….2017

Respon

den ,
LAMPIRAN III

KUISIONER PENELITIAN

FAKTOR RESIKO KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN RAWAT


JALAN
DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI
TAHUN 2017

I. Identitas Responden
No. urut :
Hari / tanggal :
a. Nama (inisial) :
b. Jenis Kelamin :
c. Umur :
d. Pendidikan :
e. Pekerjaan :
f. Alamat :

II. Petunjuk Pengisian Koesioner


1. Poin beri tanda chek list () pada kolom yang sesuai.
2. Jika anda mempunyai perubahan jawaban, beri tanda (X) pada jawaban awal
kemudian beri tanda check list () pada jawaban yang anda pilih.

III. Variabel penelitian


No Pertanyaan Koesioner Jawab
A. Kebiasaan makan Ya Tidak
1. Apakah anda sering makan kurang dari 3 kali sehari ?
2. Apakah anda suka mengomsumsi makanan yang
mengandung asam?
3. Apakah ada makanan selingan (seperti gabing dan roti ?
4 Apakah anda suka mengomsumsi makanan yang pedas ?
5. Apakah anda suka mengomsumsi makanan yang bergas
seperti koll, ubi, dll ?
6. Apakah anda biasa makan berlebihan sehingga perut
anda terasa kembung setelah selesai makan ?
7. Apakah anda sering makan terburu-buru ?

8. Apakah anda sering mengomsumsi minuman yang


bersoda? Contohnya, sprite, fanta dan cocacola?
9. Apakan anda mengomsumsi makanan yang berbumbu,
seperti makanan yang berlebihan jahe, merica dan
lengkuas ?
10. Apakah anda suka makan makanan yang bersantan ?

Jumlah

B. Kebiasaan merokok Ya Tidak


1. Apakah anda memiliki kebiasaan merokok ?
2 Apakah anda merokok ≥ 1 bungkus perhari ?

3. Apakah anda menghisap jenis rokok yang diproduksi


oleh pabrik ?
4. Apakah anda juga menghisap rokok jenis rokok
tembakau (yang dibungkus sendiri oleh responden) ?
5. Apakah anda sering mengganti merek rokok?

Jumlah

C. Kebiasaan Mengomsumsi Alhohol Ya Tidak


1. Apakah anda mngomsumsi alkohol ?
2. Apakah setelah mengkonsumsi alkohol anda merasa
nyeri pada ulu hati ?
3. Apakah anda merasa mual setelah mengkonsumsi
alkohol ?
4. Apakah anda merasa kembung setelah mengkonsumsi
alkohol ?
5. Apakah setelah mengkonsumsi alkohol penyakit maag
anda kambuh ?
Jumlah

D. Kebiasaan Minum kopi Ya Tidak


1. Apakah anda minum kopi ?
2. Apakah anda minum kopi di atas 3 gelas perhari ?

3. Apakah sakit maag anda timbul setelah anda minum


kopi?
4. Apakah anda merasa kembung setelah anda minum
kopi?
5. Apakah anda merasa mual setelah anda minum kopi?

Jumlah
LAMPIRAN IV

DOKUMENTASI PENELITIAN

17 Juni 2017 : Proses Penelitian di Poli Umum Puskesmas Poasia Kota Kendari.

18 Juni 2017 : Pengisian Lembar Koesioner Penelitian Oleh Responden.

Anda mungkin juga menyukai