Anda di halaman 1dari 9

TELAAH ETIKA PENEGAK HUKUM DI ERA DISRUPSI

Yohana Erlyanti Pura


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
yohanaana576@gmail.com

Abstrak

Era disrupsi adalah era perubahan. Disrupsi merupakan fenomena perubahan yang sangat besar.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya, teknologi dan pandemi (darurat
kesehatan dalam suatu negara). Dengan analisis sosiologis, etika penegak hukum dapat diperiksa
kembali untuk mengukur kembali. Disrupsi teknologi berhasil menggeser semua aktivitas yang
biasa dilakukan didunia nyata beralih didunia maya. Kecerdasan buatan di Amerika Serikat
bernama Lawgeex mampu melakukan penyelesaikan hukum yang menggantikan peran advokat
manusia. Sama halnya pandemi, yang banyak melakukan perubahan dalam bidang hukum yang
syarat politis. Itu semua dapat diminimalisir dengan penguatan etika penegak hukum.

Kata kunci : Etika,Penegak Hukum, Disrupsi.

Abstract

The era of disruption is an era of change. Disruption is a phenomenon of enormous change. This
can be influenced by various factors, including technology and pandemics (health emergencies
within a country). With sociological analysis, law enforcement ethics can be re-examined for re-
measurement. Technological disruption has succeeded in shifting all activities that are usually
carried out in the real world to the virtual world. Artificial intelligence in the United States
called Lawgeex is able to solve laws that replace the role of human advocates. It's the same with
the pandemic, which has made many changes in the legal field with political requirements. This
can all be minimized by strengthening the ethics of law enforcement.

Keywords : Ethics, Law Enforcement, Disruption.


Pendahuluan.
Perubahan yang massif dan meluas seperti saat ini mampu membawa perubahan dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk perubahan nilai, sikap dan pola tingkah laku. Hal ini yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan bernegara pun dalam bidang hukum. Etika penegak
hukum menjadi sangat penting dalam Era disrupsi ini. karena banyak sekali perubahan-
perubahan dalam hukum yang bergeser. Baik itu dari segi aturan hukum, penegak hukum pun
budaya hukum dalam sebuah masyarakat. Dalam penegak hukum terdapat perilaku yang
mencerminkan etika, entah itu bermoral ataupun amoral. Maka penting kemudian untuk
melakukan penguatan etika pada penegak hukum, agar nilai moralitas dalam norma hukum dapat
dilahirkan sebagai anak dari dewi keadilan. Dalam kajian filsafat mengenai bagaimana kerangka
etika dan moral dalam tujuan hukum, memandang etika dan moral adalah nilai yang terdapat
dalam setiap diri manusia dan untuk mewujudkan keadilan maka keadilan harus dipandang
sebagai cita-cita, bukan tujuan.

Dalam berbagai literatur hukum, untuk menegakkan hukum haruslah kembali melihat tiga
unsur, yaitu, 1.) norma hukum, 2.) penegak hukum, dan 3.) kultur hukum. Dengan tiga unsur itu
kita bisa memeriksa ulang bagaimana sebuah hukum itu berlaku dalam sebuah negara, utamanya
di era disrupsi ini. Pergeseran yang disebabkan oleh disrupsi teknologi haruslah dianggap
sebagai sebuah tamparan terhadap profesi hukum. Karena kedepannya bukan tidak mungkin
semua perangkat penegak hukum(manusia) digantikan oleh kecerdasan buatan(artificial
intelegent). Memang perkembangan teknologi tak bisa di pungkiri, namun dalam bidang hukum
haruslah di telaah ulang. Karena hukum sangat erat kaitannya dengan etika dan moral.

Teori hukum progresif yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo yang berangkat dari
asumsi bahwa, “Ketika kita menerima hukum sebagai sebuah tatanan dalam masyarakat, maka
sejatinya hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.” 1 Dengan itu, ketika terjadi
permasalahan dalam maka hukumlah yang harus di periksa dan ditata ulang bukan manusia yang
masuk dalam sistem hukum tersebut. Selain itu juga hukum adalah intitusi yang final dan mutlak,
karena hukum selalu dalam proses menjadi (law as process, law in the making)2. Konsekuensi
dari asumsi tersebut, bahwa hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang
lebih luas dan lebih besar. Penting untuk memeriksa bagaimana etika dalam kecerdasan buatan
untuk mewujudkan tatanan hukum yang memiliki nilai-nilai etika dan moral. Bagaiamana
kecerdasan buatan tersebut mewujudkan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam norma-
norma hukum.

Dalam kondisi darurat sangat penting memeriksa kembali sistem hukum kita. Pandemic
jika di tinjau dari politik kekuasaan maka ia adalah kedaruratan yang sengaja dibuat. Giorgio
Agamben berasumsi bahwa siapa yang dapat menentukan kedaduratan bahwa ialah yang

1
Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),
2
Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (Yogyakarta : Kompas Media Nusantara, 2007)
berkuasa3. Berangkat dari asumsi itu perlu kita bersifat skeptis melihat situasi darurat saat ini,
apalagi dalam bidang hukum. Dalam situasi darurat ini, hukum sangat mudah untuk di intervensi
oleh kekuasaan ellit politik. Sudah jelas bahwa ada degradsi etika dalam tatanan hukum tersebut.

Peran penegak hukum pun harus mampu untuk dikoreksi kembali. Penegak hukum
sebelum darurat ini pun telah mengalami degradasi etika, ditambah saat ini keterbatasan untuk
bergerak sangat dimassifkan, berbagai tatanan banyak yang berubah, fungsi-fungsi pengawasan
terhadap lembaga penegak hukum pun ikut menurun. Hal ini pastilah sejalan lurus dengan etika
penegak hukumnya, maka dari itu pdi perlukan telaah yang bersifat sosiologis untuk
menjabarkan bagaimana etika penegak hukum dalam keadaan darurat.

Metode Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah empiris dengan kata lain adalah jenis
penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu yang
mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di
masyarakat. Dan penelitian perpustakaan merupakan penelitian yang mengkaji stadi dokumen,
yakni menggunakan berbagai data skunder seperti teori etika dan moral, teori hukum, dan jurnal
perkembangan teknologi dan hukum. Dan data lain yang diperoleh dilapangan untuk membantu
penulis menyelesaikan penelitian.

Pembahasan
Mengukur Efektivitas Kecerdasan Buatan (artificial intelegent) dalam Penyelesaian
Hukum dan Nilai Etikanya.

Dewasa ini perkembangan teknologi tak mampu untuk dibendung karena persaingan
internasional yang makin cepat. Negara-negara dunia mulai mengembangkan Artificial
Intelegent (AI) untuk memudahkan pekerjaan manusia dalam berbagai sektor, baik itu dalam
bidang hukum. Di Amerika Serikat salah satu perusahaan LawGeex, berhasil menciptakan AI
untuk membantu manusia dalam bidang hukum. Tentunya bukan hanya membantu namun juga
menggantikan peran manusia dalam bidang hukum. Misalnya dalam persoalan administrasi
dalam penyimpanan berkas di kepolisian, kejaksaan maupun hasil sidang dipengadilan,
semuanya telah berbasis virtual.

Efektivitas AI dalam proses administrasi sudah tidak di ragukan lagi dalam bidang hukum.
Adanya robot hukum dengan daya analisis tercanggih, tingkat akurasi tinggi hingga mampu

3
Sudibyo, Agus,Demokrasi dan Kedaruratan. Memahami filsafat politik giorgio agamben (Tanggerang,
Marjin Kiri, 2019)
menyelesaikan pekerjaan hanya dalam hitungan detik. LawGeex, startup penyedia platform AI
untuk menganalisis dokumen hukum asal Amerika Serikat, baru-baru ini mengadakan sebuah
studi. Studi yang melibatkan sejumlah profesor hukum dari Stanford University, Duke
University School of Law, dan University of Southern California ini dilakukan untuk menguji
kemampuan teknologi LawGeex dalam meninjau dokumen hukum. Dua puluh orang pengacara
berpengalaman berkompetisi melawan AI milik LawGeex yang berusia tiga tahun. Dalam waktu
empat jam, mereka harus menganalisis lima non-disclosure agreements serta 30 isu legal lainnya,
termasuk arbitrasi dan ganti rugi. Siapa yang jadi juaranya? Hasilnya, AI buatan LawGeex
menang tipis.

Dari segi akurasi, tim pengacara memiliki rata-rata sebesar 85 persen, sementara LawGeex
memiliki rata-rata akurasi sebesar 95 persen. Bahkan, dalam proses identifikasi salah satu
kontrak, tingkat akurasi LawGeex mencapai 100 persen, sementara akurasi yang didapatkan oleh
tim pengacara “hanya” sebesar 97 persen.Dari segi waktu, AI terbukti dapat menyelesaikan tugas
dalam waktu yang jauh lebih cepat. Tim pengacara rata-rata membutuhkan waktu sebanyak 92
menit. Sementara itu, LawGeex bisa menyelesaikannya hanya dalam hitungan 26 detik
saja.Untuk memiliki kemampuan yang bisa dibilang melebihi manusia, LawGeex melatih
algoritma mereka dengan intensif. Mereka melatih AI dengan puluhan ribu kontrak atau
perjanjian, dan memanfaatkan teknologi machine learning dan deep learning khusus. Walaupun
memiliki tingkat akurasi dan kecepatan yang sangat tinggi, bahkan bisa melampaui manusia,
namun AI tidak akan bisa sepenuhnya menggantikan manusia.

Jadi, keberadaan AI sebetulnya tidak perlu dianggap sebagai ancaman yang akan mencuri
karier manusia. Mendukung hal tersebut, laporan dari LawGeex mengklaim, Orang-orang akan
terkejut saat mengetahui bahwa AI dapat bekerja jauh lebih cepat dibandingkan pengacara dalam
beberapa tugas tertentu. Akan tetapi, secara umum, mesin tidak dapat menyaingi kemampuan
berpikir manusia dalam mengerjakan sejumlah aktivitas hukum yang bersifat fundamental,
khususnya dalam mengambil keputusan. Pun sifat dasar dari manusia sebagai penegak hukum
tidak bisa digantikan oleh AI yang tak lain adalah etika yang bermoral. AI tidak memiliki jiwa
seperti manusia tempat bersemayamnya sifat-sifat fundamental dari manusia, hati nurani, rasa
iba dan rasa saling mengasihi.

Dengan itu kemampuan AI sangat diperlukan dalam kerja-kerja administrasi namun dalam
proses penegakan hukum sangat tidak disarankan, karena AI tidak memiliki perasaan dan hati
nurani seperti manusia. Jadi sangat tidak mungkin kalau AI bisa menggantikan peran penegak
hukum dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan. Karena salah satu variabel dalam mewujudkan
keadilan adalah hati nurani yang dicerminkan oleh etika dan ditimbang oleh moral.

Tinjauan Sosiologis Etika Penegak Hukum (Hakim).


Indonesia adalah negara hukum, setiap aparat negara dalam bertindak harus berdasar
pada hukum serta setiap warga harus taat terhadap hukum yang berlaku. Negara Indonesia saat
ini sedang dilanda krisis hukum, artinya hukum yang berlaku belum menunjukkan keefektifan.
Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, terdapat strategi penanganan hukum yang berbeda.
Penegakan hukum dirasa kurang adil dan jauh dari harapan masyarakat. Problematika penegakan
hukum tentunya menimbulkan dampak bagi masyarakat.

Hukum yang berjalan sudah tidak sesuai dengan tujuan hukum yang ingin dicapai yaitu
menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Dalam kacamata sosiologi hukum
yang dilihat dari problematika penegakan hukum di Indonesia bukan dari substansi atau materi
hukum tetapi lebih mengarah daripada apa yang ditimbulkan dari dampak diberlakukannya
sebuah hukum. Hubungan sosial dalam kelompok atau masyarakat sangat berpengaruh dengan
penerapan hukum yang dijalankan. Sosiologi hukum menitikberatkan kepada hubungan sosial
yang terjadi dalam proses penegakan hukum dan hasil putusan hukum sehingga akan
menimbulkan dampak secara sosial. Dampak yang terjadi dari proses hukum adalah dari individu
yang bersangkutan dalam hukum, keluarga, kelompok/organisasi, masyarakat, dan media massa
juga berperan andil dalam kabar berita terhadap hukum yang ada.

Penegakan hukum dewasa ini semakin disorot orang. Bahkan tekanan gencar dilakukan
baik oleh pencari keadilan maupun dari kalangan intelektual karena adanya fenomena para
penegak hukum acap kali tidak lagi menjalankan misi mulianya. Sudah menjadi rahasia umum
jual beli perkara seolah menjadi tren. Berbagai perilaku kolektif sudah menjadi khas ketika orang
mulai masuk dan berurusan dengan aparat penegak hukum mulai tingkat penyelidikan,
penyidikan, penuntutan hingga peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Gambaran hitam
penegakan hukum dan peradilan pidana umumnya berkaitan dengan korupsi atau komodifikasi
peradilan dan pengadilan.

Pada dasarnya terjadinya peristiwa hukum tersebut sebagai akibat dari terjadinya gradiasi
moral, menurunnya etika dalam hidup bermasyarakat. Etika atau moral yang selama ini menjadi
dasar terbentuknya hukum, jika etika atau moral menjadi buruk, maka akan berakibat pada
perilaku-perilaku buruk, baik perilaku perorangan, kelompok maupun pejabat negara. Aspek
etika dan moralitas menjadi pembicaraan dalam masalah penegakan hukum dan sistem peradilan
pidana, karena banyaknya distorsi dan penyimpangan dalam penegakan hukum pidana. Apa yang
dinamakan Criminal Justice System “dipelesetkan" menjadi criminal injustice system sebab
praktek yang terjadi dalam proses penanganan perkara sering tidak sesuai dengan idealisme
keadilan. Sekelumit peristiwa itu adalah hasil dari degradasi etika dan moral oleh para penegak
hukum.

Belum lagi dalam kondisi darurat seperti ini etika penegak hukum perlu untuk dievaluasi
karena fungsi pengawasan pada penegak hukum kurang ketat di karenakan, keterbatasan dewan
pengawas dalam melaksanakan fungsinya. Berbagai kasus soal pelanggaran kode etik telah
terjadi. Salah satunya kasus yang menimpa Habib Rizieq Shihab dan kasus-kasus yang serupa,
dengan analisa yang lebih dalam banyak perilaku penegak hukum yang berpotensi melanggar
kode etik. Contohnya kode etik hakim dalam persidangan daring.

Kode Etik Perilaku Hakim

Banyak kalangan masih meragukan penegakan etika profesi hukum terhadap persidangan
daring ini. Hal ini terjadi mengingat terbukanya potensi kecurangan, dan ketidakpatuhan hakim
terhadap Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Hal ini masih banyak diragukan untuk
sebagian orang yang tahu akan bagaimana sifat manusia yang mudah tergoda dan terlena dengan
hal  yang bersifat duniawi. Seorang hakim wajib menjadi penegak keadilan yang dapat
membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Kehidupan hakim menjadi cerminan
bagi masyarakat di sekitarnya, sehingga hakim perlu memiliki perilaku sesuai dengan
KEPPH. Secara umum isi dari kode etik pedoman perilaku hakim itu sendiri adalah

1. Berperilaku adil
2. Berperilaku jujur
3. Berperilaku arif dan bijaksana
4. Berperilaku mandiri
5. Berintegritas tinggi
6. Bertanggung jawab
7. Menjunjung tinggi harga diri
8. Disiplin diri
9. Rendah hati
10. Professional

Kode etik di atas harus diterapkan oleh hakim dan amat sangat diperhatikan oleh semua
kalangan, terutama oleh masyarakat yang menjadi bagian dalam kegiatan penegakan hukum.
Banyak pelanggaran pelanggaran kode etik ini yang dilakukan para hakim yang kemudian dapat
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap seorang penegak hukum. Seperti halnya
pelanggaran kode etik hakim. Upaya KPK memproses seorang terdakwa dalam kasus dugaan
korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL
BLBI) kandas di Mahkamah Agung (MA). Melalui putusan kasasi, terdakwa bernama
Syafruddin Arsyad Temenggung, itu dilepaskan dari tuntutan pidana. "Melepaskan terdakwa
oleh karena itu dari segala tuntutan hukum," demikian petikan amar putusan kasasi yang
dibacakan Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, dalam konferensi pers di Gedung MA,
Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).4

Bagaimana Pengawasan Etika Hakim dalam Persidangan Daring

4
https://news.detik.com/berita/d-4617242/syafruddin-temenggung-di-kasus-blbi-dijerat-kpk-dilepas-ma
Apabila problematika seperti dalam hal pembuktian, rentannya sebuah peretasan, dan
jaringan yang kurang stabil belum dapat ditemukan solusinya, lalu bagaiman persidangan
daring? Dapatkah dilanjutkan? Setidaknya itulah pertanyaan-pertanyaan mendasar oleh
sekolompok orang yang sudah pesimis terhadap penegakan hukum.

Komisi Yudisial (KY) setidaknya telah menerima sebanyak 1.544 laporan masyarakat
tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh seorang hakim.5 Laporan tersebut
kemudian ditindak lanjuti oleh KY yang didalamnya terdapat kasus seperti korupsi, suap,
kecurangan pemilu dan lain-lain. Dalam persidangan biasa saja masih banyak pelanggaran yang
dilakukan oleh hakim.

Dengan diadakannya sebuah persidangan daring yang masih relatif baru dan kurang
detail dalam pelaksanaan hukum acaranya. Oleh karena itu, para penegak hukum dan pemerintah
harus mengambil tindakan lebih lanjut agar hukum di Indonesia dapat kembali ditegakkan
dengan benar sesuai hukum yang berlaku dan juga tidak ada lagi kasus-kasus yang menjerat
seorang hakim. Karena, etika dalam berprofesi amat sangat diperlukan dan hakim diperlukan
harus memiliki hal-hal yang menyangkut dengan etika yang baik.

Kesimpulan

5
komisiyudisial.go.id
Era disrupsi telah berhasil mendiskreditkan peran manusia dalam berbagai aspek. Tentu
baik dan buruk olehnya sejalan dan berbanding lurus. Manusia sebagai mahkluk yang dibekali
akal dan pikiran serta hati nurani haruslah lebih pandai menyikapi perubahan-perubahan tersebut
dangn instrument yang telah di anugerahkan kepadanya. Etika dan moral sangat penting dalam
untuk mengontrol segala kemungkinan sifat manusia yaitu Homo Homini Lupus (setiap manusia
adalah serigala untuk manusia lainnya). Maka dari itu etika dan moral adalah hal terakhir dan
terindah yang di miliki yang oleh setiap insan ciptaan tuhan itu. Itulah yang tidak di miliki oleh
kecerdasan buatan hasil ciptaan manusia. Namun hal baiknya adalah teknologi itu sanagat baik
untuk pekerjan administratif.

Judex Set Lex Laguens (hakim ialah undang-undang yang berbicara). Atau sering kita
dengar bahwa hakim adalah corong undang-undang, olehnya itu integritas dan kebijaksaan
hakim adalah hal yang paling fundamental dalam dirinya sebagai penegak hukum. Namun
sebelum bahkan sekarang ini (kedaruratan) wajah hakim telah kehilangan sifat fundamentalnya
tersebut. Sekarang ini kita perlu untuk merekonstruksi kembali dan memberikan pengajaran yang
baik soal etika dan moral penegak hukum.

Daftar Pustaka
Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),
Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (Yogyakarta : Kompas Media Nusantara, 2007),

Sudibyo, Agus,Demokrasi dan Kedaruratan. Memahami filsafat politik giorgio agamben (Tanggerang,
Marjin Kiri, 2019).

Jurnal

Edison H Manurung, (2019), Peran Hukum dan Tantangan Penegak Hukum Dalam Menghadapi Era
Revolusi Industri 4.0. Volume 1 Nomor 2 Oktober 2019 Hal 128-135.

Website
https://news.detik.com/berita/d-4617242/syafruddin-temenggung-di-kasus-blbi-dijerat-kpk-dilepas-ma
komisiyudisial.go.id

Anda mungkin juga menyukai