1. Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang
berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami.
Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, ampas perasan kelapa, dan potongan rumput
/daun/ ranting dari kebun, kotoran hewan. Bahan organik tidak dapat langsung dimanfaatkan
oleh tanaman karena C/N ratio bahan lebih tinggi dari ratio C/N tanah, sekitar 10-12 .Prinsip
komposting adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah ,
yaitu lebih kecil dari angka 20 . Makin tinggi C/N ratio bahan semakin lama waktu yang
diperlukan untuk proses pengomposan, tiap tiap bahan bahan organic mempunyai nilai C,N
yang bervariasi.
Misalkan kita tentukan dulu nilai C/N ratio, misalnya 25
Ambil bagian sampah dari kotoran sapi dan sampah misalkan sampah buah dan sampah daun misalkan
sampah buah 3 bagian, sampah daun 1 bagian . Selanjutnya menentukan kotoran sapi.
( 3 kadar C sampah buah ) + ( 1 kadar C sampah daun ) +(x kadar C darikotoran sapi)
25 =
( 3 kadar N sampahbuah ) + ( 1 kadar N sampah daun ) +(x kadar N dari kotoran sapi)
( 3 x 8 ) + ( 1 x 24 )+(x . 20)
25 =
( 3 x 0,2 ) + ( 1 x 0,4 )+(x . 1,7)
24+24 +20 x
25 =
0.6+0,4 +1,7 x
48+20 x
25 =
1+1,7 x
25 + 42,5x = 48 + 20x
42,5x-20x = 48-25
22,5x=23
23
x=
22,5
x= 1,02 kg
= 3 : 1 : 1,02
Bila sampah sisa makanan 3 kg, sampah daun 1 kg maka feaces sapi = 1,02 kg.
2. Timbang bahan seperti diatas tergantung keperluan, bila total sampah 15 kg, maka perbandingan
3
- bahan sampah makanan = x 15 kg = 8,96 kg = 9 kg
5,02
1
- Sampah daun = x 15 kg = 2,93 kg = 3 kg
5,02
1,02
- Feaces sapi = x 15 kg = 3 kg
5,02
3. Cincang bahan yang agak besar menjadi ukuran 2 – 3 cm 2.
15 kg
Sedangkan gula sebanya x 5 kg = 0,075 kg = 75 gram.
1000 kg
7. Letakan di atas lantai buat gundukan setinggi 20 Cm Ratakan bagian atasnya , supaya ada udara .
8. Tutup Dengan Karung Goni/ Keset sabut /Tikar. ( Agar oksigen masih bisa masuk melalui pori-pori
penutup tersebut. Sedangkan lantai bambu , diharapkan oksigen bisa masuk melalui celah dibagian
bawah .
10. Pembalikan. Secara teratur tumpukan dibalik 1 – 2 kali seminggu secara manual dengan
memindahkan tumpukan atau digulirkan. Catat waktu / tanggal pembalikan.
11. Penyiraman. Tumpukan perlu disiram secara rutin untuk menjaga kelembaban proses,
menggunakan selang spray agar perata. Hentikan penyiraman untuk tumpukan yang telah berumur 5
minggu atau dua minggu sebelum panen.
12. Pemantauan. Agar masalah yang timbul dapat diantisipasi sedini mungkin, pemantauan sangat
penting. Terutama terhadap suhu, pH, tekstur, warna, bau, dan populasi lalat. Gunakan alaat soil tester
untuk kontrol pH dan kelembaban dan termometer untuk kontrol suhu.Bila pH rendah taburi bubuk
kapur untuk menetralkan pH. Hasil pemantauan dicatat dengan rapi
13. Pemanenan dan pengayakan. Produk kompos matang perlu diayak agar berukuran halus
sesuai kemudahan penggunaan.
14. Pengemasan dan penyimpanan. Jika ingin dijual, kompos halus dapat dikemas sesuai volume
yang diinginkan dan diberi informasi tentang nama kompos, bahan baku, produsen kompos, dan
kegunaannya untuk tanaman. Setelah dilemas dapat disimpan dalam gudang yang terlindung
dari panas matahari dan hujan.
15. Pemantauan atau monitoring penting dilakukan untuk memastikan proses komposting
berjalan dengan baik, terutama pada 6 minggu pertama. Perlengkapan yang diperlukan
diantaranya termometer yang mampu mengukur hingga 100 derajat Celcius, sarung tangan
karet, dan sekop.
a. Suhu
- Proses komposting ditandai dengan peningkatan suhu yang mampu mencapai
70ºC. Untuk memastikannya, gunakan termometer dengan hati-hati untuk
mengukur suhu sampah organik dalam komposter. Pengukuran sebaiknya
dilakukan sejak minggu pertama, dan dilanjutkan paling tidak dua kali seminggu
hingga minggu ke-6. Jika suhu tidak lebih dari 30 ºC, kemungkinan besar proses
komposting tidak terjadi. Hal ini dapat disebabkan kelembaban yang berlebihan,
atau jumlah sampah organik yang terlalu sedikit.
b. Kelembaban
c. pH
- Perhatikan kondisi sampah organik yang sedang diproses, apakah terdapat larva
atau belatung yang disertai bau yang tidak enak atau tidak. Jika ya, maka mungkin
kondisi terlalu lembab atau sampah yang masuk sudah dihinggapi
lalat. Bau yang timbal mungkin disebabkan kurangnya aerasi atau pembalikan dan
pengadukan sehingga proses biologis yang terjadi menghasilkan gas yang berbau.
- Jangan lupa, setelah memantau kompos, cuci tangan pakai sabun! Untuk melihat
cara cuci tangan yang benar, serta waktu-waktu penting untuk cuci tangan pakai
sabun, lihatlah lampiran yang ada pada akhir buku ini.
- Pemantauan juga sebaiknya dilakukan terhadap kompos yang telah dihasilkan,
baik kualitasnya maupun kuantiítas atau jumlahnya. Kualitas kompos dari sampah
rumah tangga telah dibuat standard, yaitu Standar Nasional Indonesia atau SNI
No. 19-7030-2004. Untuk mengetahui kualitas kompos apakah sudah sesuai
standar atau belum, perlu dilakukan uji laboratorium.