Anda di halaman 1dari 12

2

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

2.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Bandung Tahun 2005-2025, visi
pembangunan Kota Bandung yang ditetapkan adalah sebagai ‘Kota BERMARTABAT’.
Bermartabat di sini merupakan makna secara harfiah, yang berarti harkat atau harga diri,
yang menunjukkan eksistensi masyarakat kota yang dapat dijadikan teladan karena
ketakwaannya, kemakmuran, kebersihan, ketertiban, ketaatan, keamanan, dan
keadilannya. Dengan demikian, Kota Bandung yang bermartabat diharapkan menjadi kota
yang memiliki harga diri, kehormatan, keadilan dan harkat kemanusiaan.

Untuk mewujudkan visi di atas, ditetapkan misi Kota Bandung adalah:


a. meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan religius;
b. mengembangkan perekonomian kota yang berdaya saing;
c. mengembangkan kehidupan sosial budaya kota yang kreatif, berkesadaran tinggi serta
berhati nurani;
d. meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota; dan
e. meningkatkan kinerja pemerintah kota yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan
f. mengembangkan sistem pembiayaan kota terpadu (melalui pembiayaan pembangunan
yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat).

Misi yang berkaitan langsung dengan penataan ruang adalah misi keempat yaitu,
meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota yang lebih baik. Misi ini merupakan upaya
pemerintah kota untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk mulai dari penyediaan air
bersih baik secara kuantitas maupun kualitas, menyediakan sarana dan prasarana
lingkungan yang memenuhi standar teknis/standar pelayanan minimum (SPM),
meningkatkan kualitas udara, meningkatkan kualitas penataan ruang kota, serta
mengembangkan sistem transportasi yang dapat menjamin keselamatan, efisien, nyaman
dan ramah lingkungan. Kualitas penataan ruang kota yang baik akan menunjang
pemerintah kota dalam menyelenggarakan misi-misi yang lain, seperti perekonomian,
kehidupan sosial, kinerja pelayanan dan pembiayaan pembangunan kota.

Arah pembangunan dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup Kota Bandung


mencakup:
a. kualitas udara dan air sesuai baku mutu;
b. kuantitas dan kualitas air (air permukaan, air tanah dangkal dan air tanah dalam) yang
memadai;
c. pengelolaan limbah yang efektif dan bernilai ekonomi;
d. ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan;
e. sistem transportasi yang selamat, efisien, nyaman, terjangkau dan ramah lingkungan;
f. sarana dan prasarana lingkungan yang memenuhi standar teknis/standar pelayanan
minimal; dan
g. mitigasi bencana yang handal.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-1


Dengan mempertimbangkan visi, misi dan arah pembangunan kota serta isu strategis di
atas maka tujuan penataan ruang wilayah Kota Bandung adalah mewujudkan tata
ruang kota yang aman, nyaman, produktif, efektif, efisien, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, berbasis perdagangan, jasa dan industri kreatif yang
bertaraf nasional. Penjabaran dari tujuan tersebut dituangkan ke dalam sasaran
penataan ruang yang harus dicapai sebagai berikut:
a. terwujudnya fungsi dan peran Kota Bandung yang dapat memberikan pelayanan
kepada masyarakat di wilayah Cekungan Bandung, Provinsi dan Nasional;
b. tersedianya sistem transportasi serta pelayanan prasarana dan sarana Kota Bandung
yang merata dan berkualitas;
c. terwujudnya keserasian kawasan lindung dan budidaya yang seimbang dan
berkelanjutan;
d. terwujudnya kelestarian kawasan dan bangunan yang menjadi identitas Kota Bandung;
e. tersedianya ruang publik dan ruang terbuka hijau yang aman, nyaman dan efektif;
f. terwujudnya pemanfaatan ruang yang tertib dan terkendali; dan
g. terwujudnya ruang evakuasi bencana (mitigasi) yang aman.

Meskipun fungsi kota yang sekarang ditekankan adalah jasa, tetapi Bandung memiliki
berbagai potensi kegiatan perekonomian yang mulai dan sudah berkembang. Fungsi kota
yang potensial dikembangkan di Kota Bandung selain berbagai jenis jasa (pendidikan,
kesehatan, keuangan, transportasi, dan lain-lain) adalah wisata kota (urban tourism),
industri kreatif, dan lain-lain. Dengan fungsi kota yang kuat dan terarah diharapkan peran
Kota Bandung sebagai kota metropolitan akan semakin kuat di dalam konteks wilayah
yang lebih luas. Namun demikian, pengembangan fungsi kota ini tetap harus
mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan ketersediaan prasarana kota dan
wilayah.

2.2 Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota


Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota dikelompokkan ke dalam (1) Kebijakan
dan strategi perencanaan tata ruang; (2) Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang, dan
(3) Kebijakan dan strategi pengendalian pemanfaatan ruang.

2.2.1 Kebijakan dan Strategi Perencanan Ruang

Kebijakan dan strategi Perencanaan Ruang terbagi ke dalam kebijakan struktur ruang,
kebijakan pola ruang dan kebijakan kawasan strategis kota.

2.2.1.1 Kebijakan dan Strategi Struktur Ruang

Struktur ruang Kota Bandung saat ini masih monosentrik. Perkembangan kawasan
terbangun masih terkonsentrasi di pusat kota Alun-alun sehingga memberikan dampak
semakin padatnya pusat kota, semakin macetnya jalan-jalan utama kota dan
munculnya pemukiman kumuh di beberapa kawasan di pusat kota. Kegiatan komersial
berkembang di sepanjang jalan utama kota. Perkembangan linier/pita/pola ribbon
development ini sepanjang jalan utama kota di masa mendatang akan semakin
memberikan dampak kemacetan lalulintas dan tidak efisiennya pelayanan infrastruktur
kota.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-2


Konsep struktur ruang Kota Bandung di masa mendatang diarahkan pada pola
polisentrik atau pusat banyak. Kota Bandung akan dilayani oleh dua buah pusat
pelayanan kota di Alun-alun dan Gedebage dan delapan supusat pelayanan kota di
setiap subwilayah kota. Selain itu, setiap kegiatan primer akan dilayani oleh sistem
jaringan primer, setiap pusat pelayanan kota minimum akan dilayani oleh sistem
jaringan jalan arteri sekunder. Pengembangan polisentrik ini diharapkan akan
menumbuhkan perkembangan Kota Bandung menuju compact city atau kota yang
kompak dan teratur pertumbuhannya. Pertumbuhan dimulai dari pusat-pusat
subwilayah kota kemudian menyebar ke wilayah sekitarnya. Jaringan jalan berfungsi
sebagai jaringan penghubung pusat-pusat kegiatan dan bukan sebagai tumpuan
pertumbuhan wilayah.

Memperhatikan konsep di atas, maka kebijakan pengembangan struktur ruang Kota


Bandung adalah perwujudan struktur ruang yang efektif dan efisien dalam
menunjang perkembangan fungsi kota dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat di kawasan perkotaan Cekungan Bandung, Provinsi Jawa Barat dan
Nasional. Kebijakan umum tersebut diturunkan menjadi 3 (tiga) kebijakan khusus
yaitu:
1. Perwujudan pusat-pusat pelayanan daerah yang efektif dan efisien dalam
menunjang perkembangan fungsi kota sebagai kota perdagangan dan jasa yang
didukung industri kreatif dalam lingkup Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung,
Provinsi Jawa Barat dan Nasional;
2. pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana
transportasi berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali;
3. peningkatan kualitas, kuantitas, keefektifan dan efisiensi pelayanan prasarana
daerah yang terpadu dengan sistem regional.

Kebijakan mewujudkan pusat-pusat pelayanan daerah yang efektif dan efisien dalam
menunjang perkembangan fungsi daerah sebagai kota perdagangan dan jasa yang
didukung industri kreatif dalam lingkup Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung,
Provinsi Jawa Barat dan Nasional dilakukan melalui strategi:
1. mengembangkan dua PPK untuk wilayah Bandung Barat dan wilayah Bandung
Timur;
2. membagi daerah menjadi delapan SWK, masing-masing dilayani oleh satu SPK;
3. mengembangkan pusat-pusat pelayanan lingkungan secara merata;
4. menyediakan fasilitas yang memadai pada tiap pusat pelayanan sesuai skala
pelayanannya; dan
5. menyerasikan sebaran fungsi kegiatan pusat-pusat pelayanan dengan fungsi dan
kapasitas jaringan jalan

Kebijakan membangun sarana dan prasarana transportasi berbasis transportasi publik


yang terpadu dan terkendali dilakukan melalui strategi membuka peluang investasi
dan kemitraan bagi sektor privat dan masyarakat dalam menyediakan prasarana dan
sarana transportasi. Kebijakan meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan
prasarana transportasi berbasis transportasi publik yang terpadu dan terkendali
dilakukan melalui strategi:
1. menjaga fungsi dan hirarki jalan;
2. meningkatkan kapasitas jaringan jalan melalui pembangunan dan pelebaran jalan,
pengelolaan lalu lintas serta menghilangkan gangguan sisi jalan;
3. memprioritaskan pengembangkan sistem angkutan umum massal yang terpadu;
4. menyediakan fasilitas parkir yang memadai dan terpadu dengan pusat-pusat
kegiatan;

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-3


5. mengembangkan sistem terminal dalam kota serta membangun terminal di batas
kota dengan menetapkan lokasi yang dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah
yang berbatasan;
6. mengoptimalkan pengendalian dan penyelenggaraan sistem transportasi kota.

Kebijakan meningkatkan kualitas, kuantitas, keefektifan dan efisiensi pelayanan


prasarana daerah yang terpadu dengan sistem regional dilakukan melalui strategi:
1. menjaga keseimbangan ketersediaan air baku;
2. mempertahankan kualitas air permukaan dan air tanah dangkal;
3. mewajibkan penyediaan sumur resapan dalam setiap kegiatan pembangunan;
4. mengupayakan ketersediaan sumber air baku melalui kerjasama antardaerah;
5. mengurangi tingkat kebocoran air minum;
6. memperluas jaringan prasarana air limbah;
7. mewajibkan penyediaan instalasi pengelolaan limbah khusus pada setiap kegiatan
yang menghasilkan limbah;
8. meningkatkan pelayanan prasarana drainase dalam rangka mengatasi
permasalahan banjir dan genangan;
9. mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPAS dengan cara pengolahan
setempat per-wilayah dengan teknik-teknik yang ramah lingkungan;
10. meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
11. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum di pusat-pusat pelayanan daerah
dan lingkungan sesuai dengan skala pelayanannya;
12. mempertahankan serta memelihara fasilitas sosial dan fasilitas umum yang ada;
13. mengarahkan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum baru skala daerah
dan wilayah ke wilayah Bandung Timur;
14. melengkapi fasilitas sosial dan fasilitas umum yang kurang di seluruh wilayah
daerah;
15. menyebarkan dan memeratakan fasilitas sosial dan fasilitas umum dan membatasi
fasilitas yang sudah jenuh;
16. mengendalikan dampak negatif dari berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum;
dan
17. mengembangkan dan meningkatkan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana
pemadam kebakaran

Konsep struktur ruang polisentrik ini akan didukung dengan sistem transportasi publik
massal, konsep Transit Oriented Development (TOD), konsep park & ride, dan
gedung parkir. Secara umum Transit Oriented Development (TOD) didefinisikan
sebagai sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan tinggi dengan tata gula lahan
campuran (mixed use) yang terdiri dari perumahan, tempat bekerja, perbelanjaan, dan
fasilitas sosial yang berlokasi ‘dekat’ atau mudah dijangkau dari pusat transit (terminal
bus dan/atau stasiun kereta api). Kawasan ini dirancang secara khusus dengan akses
penghubung antara tipe penggunaan lahan yang ada melalui fasilitas pejalan kaki,
sepeda dan sekecil mungkin akses dengan kendaraan bermotor.

Manfaat TOD antara lain dalam aspek sosial ekonomi, lingkungan, dan transportasi.
Dalam aspek ekonomi TOD bermanfaat untuk meningkatkan mobilitas dalam
kawasan; menciptakan kawasan yang lebih baik untuk tempat tinggal, bekerja dan
bermain; meningkatkan usia hidup; mengurangi stress; dan menghemat biaya
perjalanan. Manfaat TOD dalam aspek lingkungan antara lain mengurangi konsumsi
energi, karena sebagian pergerakan berada di dalam kawasan dan tidak
menggunakan kendaraan bermotor; mengurangi polusi udara; dan meningkatkan
kualitas udara. Dalam aspek transportasi pengembangan TOD akan mengurangi

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-4


kemacetan lalu lintas dan menurunkan waktu perjalanan. Konsep ini harus didukung
dengan park & ride dan pembangunan gedung-gedung parkir di pusat kegiatan kota.
Semua pusat pelayanan kota harus dilayani angkutan umum massal. Di setiap TOD
disediakan tempat parkir angkutan pribadi, baik mobil atau kendaraan roda dua.
Secara diagramatis konsep TOD dan park & ride dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1
Konsep Park & Ride

Sumber: http://www.mwcog.org/commuter2/images/commuter/transit/Rockville-Marc-and-Metro-St.jpg
http://www.fredonia.edu/maps/maps_2007/campusmap2007_park-n-ride.jpg

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-5


Gambar 2.2
Transit Oriented Development

Sumber: http://dailyheadlines.uark.edu/images/transit_oriented_development_Page_2crop.jpg
http://www.cooltownstudios.com/images/portland-pearldistrictsquare.jpg

Tantangan utama pengembangan kawasan dengan konsep TOD adalah:


 mahalnya biaya sosial dan finansial yang harus dikeluarkan pada saat melakukan
penataan kawasan-kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan TOD. Hal ini
disebabkan telah padatnya intensitas kegiatan di kawasan-kawasan yang potensial
dikembangkan menjadi kawasan TOD, misalnya disekitar stasiun kereta api, terminal
bis antar kota, terminal angkutan dalam kota, dan lain-lain; dan
 perlunya pengembangan sistem angkutan umum massal sebagai penopang utama
konsep TOD yang memiliki jalur khusus baik di daratan maupun yang beroperasi pada

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-6


infrastruktur berelevasi (fly over). Hal ini guna memisahkan antara pergerakan umum
dengan sistem angkutan bagi pergerakan bisnis yang handal dan efisien.

2.2.1.2 Kebijakan dan Strategi Pola Ruang

Kebijakan pola ruang Kota Bandung adalaha sebagai berikut:


a. perwujudan keseimbangan proporsi kawasan lindung
b. optimalisasi pembangunan wilayah terbangun

Kebijakan ini meliputi upaya mewujudkan keseimbangan proporsi kawasan lindung


khususnya di Bandung Utara dan kawasan budidaya dengan mengembangkan pola
ruang daerah yang kompak, intensif dan hijau, serta berorientasi pada pola jaringan
transportasi dan mengoptimalkan pembangunan wilayah terbangun.
Konsep pola ruang Kota Bandung di masa mendatang akan diarahkan menuju
compact city. Pengembangan compact city dilakukan dengan menekankan kota dan
lansekap, menambahkan pembangunan pada struktur yang sudah ada,
mengkombinasikan fungsi-fungsi dalam tingkat bagian wilayah kota, menyebarkan
fasilitas dalam rangka membatasi lalu lintas dan meningkatkan aksesibilitas bagi
penduduk pembangunan dengan kepadatan tinggi, dan menekankan pada
transportasi umum. Dengan demikian, konsep perancangan kota yang dapat
diterapkan antara lain meliputi green city, intensifikasi (infill dan vertical development,
redevelopment), transit oriented development dan mixed-use development. Badan air
yang ada di Kota Bandung juga potensial untuk dikembangkan dengan konsep
waterfront development.

Green City
Kota Bandung di masa mendatang diarahkan menjadi green city, dimana elemen
taman atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersedia secara proporsional. Diharapkan
hingga tahun 2020 peruntukannya lahannya dapat dicapai 30% berupa ruang terbuka
hijau yang terdiri atas 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. Upaya dalam
pemenuhan kebutuhan RTH dengan membangun taman rukun tetangga, taman rukun
warga, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota, jalur hijau,
permakaman, penghijauan sempadan sungai, dan penghijauan sempadan rel kereta
api yang tersebar merata di tiap-tiap unit lingkungan permukiman. RTH kota ini
berfungsi sebagai:
1. pemasok oksigen, resapan air dan iklim mikro (fungsi ekologis);
2. penyedia ruang publik dan tempat berkumpulnya warga kota (fungsi sosial
budaya);
3. penambah keindahan kawasan sehingga meningkatkan daya tarik investasi dan
nilai lahan (fungsi estetika dan ekonomi); dan
4. penyedia ruang evakuasi bencana (fungsi keselamatan).

Intensifikasi Lahan dengan Upaya dan Pembangunan Vertikal dan Penyisipan


(Vertical and Infill Development)
Upaya pengembangan RTH hingga 30% (20% RTH Publik dan 10% RTH privat)
hanya dapat dilakukan dengan melakukan intensifikasi lahan perkotaan dengan upaya

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-7


pengembangan secara vertikal di Kota Bandung dan mengisi ruang-ruang yang masih
kosong. Pengembangan vertikal dapat dilakukan dengan:
1. Pembangunan rumah susun di kawasan-kawasan pemukiman kumuh dan di
kawasan sekitar sempadan sungai.
2. Pengembangan permukiman-pemukiman apartemen
3. Pengembangan perkantoran secara vertikal
4. Pengembangan pusat-pusat perdagangan di pusat kota dan di pusat-pusat BWK
secara vertikal; dll.

Gambar 2.3
Intensifikasi Lahan / Vertical Development

Sumber: http://www.ar.itb.ac.id/pa/wp-content/uploads/2009/04/03-studio-kolaborasi-
2008.png

Transit Oriented Development dan Mixed-Use Development


Konsep pengembangan TOD menuntut pengembangan pola ruang campuran (mixed-
use) dalam jarak radius 600 m dari titik TOD. Kegiatan yang dikembangkan di sekitar
titik TOD paling sedikit meliputi komersial, hunian, pelayanan umum, ruang terbuka
hijau, dan lain-lain.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-8


Gambar 2.4
Transit Oriented Development & Mixed-Use Development

Waterfront Development (Pembangunan Tepi Air)


Pembangunan di sekitar badan air di Kota Bandung di masa mendatang
dikembangkan dengan konsep Waterfront development/Pembangunan Tepi Air. Kota
Tepian Air (Waterfront city) pada hakekatnya adalah permukiman yang menempatkan
perairan sebagai orientasi bangunan dan kegiatan untuk kepentingan publik yang
dikelola sebagai sumber dana pemeliharaan kebersihan, keteduhan, keindahan dan
keberfungsian untuk menjaga keberlanjutan. Pengembangan kota tepian air dilakukan
melalui pengamanan sempadan-sempadan sungai, pengembangan ruang terbuka
hijau di sepadan sungai, pengembangan embung/danau-danau buatan sebagai
pengendali banjir sekaligus sebagai RTH dan wisata kota, pembangunan jalan-jalan
inspeksi di kiri-kanan sungai dan pengaturan bangunan menghadap sungai.

Gambar 2.5
Waterfront Development

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-9


Sumber: http://www.asla.org
http://www.in.gov/tourism/images/Riverfront_Greenway_cover_shot.jpg

Pola ruang diwujudkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup adalah daya dukung
alam, daya tampung lingkungan binaan, dan daya tampung lingkungan sosial.
Kebijakan yang menyangkut tentang pola ruang meliputi kebijakan pola ruang
kawasan lindung, kawasan budidaya serta daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
Dengan melihat karakteristik geografis dan kebijakan pola ruang diatas maka strategi
pengembangan pola ruang Kota Bandung adalah sebagai berikut:
1. Strategi untuk perwujudan keseimbangan proporsi kawasan lindung, meliputi :
a) menjaga keseimbangan proporsi kawasan lindung khususnya di Kawasan
Bandung Utara;
b) mempertahankan dan menjaga hutan lindung sebagai kawasan hutan kota;
c) mempertahankan dan merevitalisasi kawasan-kawasan resapan air atau
kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya
air dan kesuburan tanah serta melindungi kawasan dari bahaya longsor dan
erosi;
d) mengembangkan kawasan jalur hijau pengaman prasarana dalam bentuk jalur
hijau sempadan sungai, jalur tegangan tinggi, dan jalur rel kereta api;
e) mempertahankan fungsi dan menata RTH yang ada dan tidak memberi izin alih
fungsi ke fungsi lain didalam mencapai penyediaan ruang terbuka hijau;
f) melestarikan dan melindungi kawasan dan bangunan cagar budaya yang telah
ditetapkan, terhadap perubahan dan kerusakan struktur, bentuk, dan wujud
arsitektural;
g) meminimalkan dampak resiko pada kawasan rawan bencana.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-10


2. Strategi pola ruang kota untuk optimalisasi pembangunan wilayah terbangun,
meliputi :
a) mengembangkan pola ruang kota yang kompak, intensif dan hijau, serta
berorientasi pada pola jaringan transportasi;
b) mendorong dan memprioritaskan pengembangan ke Bandung bagian timur
yang terdiri dari SWK Arcamanik, SWK Ujung Berung, SWK Kordon, dan SWK
Gedebage;
c) mengendalikan bagian barat kota yang telah berkembang pesat dengan
kepadatan relatif tinggi, yang terdiri atas SWK Bojonagara, SWK Cibeunying,
SWK Tegallega, dan SWK Karees;
d) membatasi pembangunan di Kawasan Bandung Utara yang berada di luar
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung bagi kawasan
bawahannya;
e) mempertahankan fungsi dan menata RTNH; dan
f) menata, mengendalikan dan mewajibkan penyediaan lahan dan fasilitas parkir
yang memadai bagi kegiatan pada kawasan peruntukan lainnya.

2.2.1.3 Kebijakan dan Strategi Kawasan Strategis Kota


Kebijakan Kawasan Strategis Kota meliputi pengembangan untuk KSK yang ditetapkan
berdasarkan sudut pandang ekonomi, sosial-budaya dan pelestarian untuk KSK yang
ditetapkan berdasarkan sudut pandang lingkungan hidup.

Kebijakan tersebut dijabarkan menjadi beberapa strategi yaitu:


a) menjalin kemitraan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dan menyediakan
insentif pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
b) memanfaatkan mekanisme perizinan, penilaian permohonan pembangunan, serta
insentif dan disinsentif untuk mengendalikan dan/atau membatasi pembangunan
yang berdampak negatif terhadap fungsi kawasan strategis.

2.2.2 Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang

Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan
pola tata ruang, yaitu pengembangan program perwujudan tata ruang yang dalam
pelaksanaannya dapat mendorong kemitraan dan kerjasama antara pemerintah,
swasta dan masyarakat.
Strategi penerapannya adalah:
a. menjabarkan dan menyusun tahapan dan prioritas program berdasarkan persoalan
mendesak yang harus ditangani, serta antisipasi dan arahan pengembangan masa
mendatang.
b. mendorong kemitraan dan kerjasama dengan swasta dan masyarakat dalam
penyediaan pelayanan kota dan pembangunan kota.

2.2.3 Kebijakan dan Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-11


Pengendalian pemanfaatan ruang mengacu kepada RTRWK, atau rencana yang lebih rinci
(RDTRK) dan peraturan zonasi (PZ) yang berlaku, dengan memperhatikan ketentuan,
standar teknis, kelengkapan prasarana, kualitas ruang, dan standar kinerja kegiatan yang
ditetapkan. Perizinan, insentif/disinsentif dan sanksi mengacu pada Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang
yaitu menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten,
dengan merujuk pada ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan umum mekanisme
perizinan pemanfaatan ruang, ketentuan umum insentif dan disinsentif; serta arahan
sanksi. Strategi yang diterapkan antara lain sebagai berikut:
a. menyusun peraturan zonasi, ketentuan teknis, standar teknis, kualitas ruang, dan
standar kinerja sebagai rujukan bagi penerbitan izin yang lebih efisien, efektif dan
akuntabel;
b. menyusun proses pengkajian rancangan dalam proses penerbitan perizinan bagi
permohonan perubahan pemanfaatan ruang dan kegiatan yang berdampak penting;
c. menyusun mekanisme dan perangkat insentif dan disinsentif untuk mendorong
pengembangan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang dan mencegah
terjadinya penyimpangan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. menyusun tata cara mengidentifikasi dan menghitung dampak penting;
e. menyusun tata cara pengenaan dan penghitungan denda dan dampak pembiayaan
pembangunan;
f. menyusun tata cara pengawasan dan pengendalian pembangunan yang melibatkan
semua pemangku kepentingan; dan
g. menyusun tata cara untuk pengajuan keberatan terhadap rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan perizinan yang diterbitkan pemerintah Kota Bandung.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2-12

Anda mungkin juga menyukai