Manajemen Keperawatan
Oleh :
SONYA ODISA AMRI, S. KEP
(2041312119)
KELOMPOK P
A. Deskripsi Kasus
Pasien beinisial Ny.U, usia 44 tahun dirawat di RSUP DR.M.DJAMIL Padang
pada tanggal 10 Agustus 2021 dengan diagnosa Ca Recti + post hotsman hari ke
4.Keluhan waktu masuk BAB tidak lancar sejak 3 bulan yang lalu, disertai nyeri saat
BAB ,BAB kecil kecil seperti kotoran kambig, disertai lendir darah , tidak ada mual
dan muntah. Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 15 agustus 2021ditemukan Hb 10,5 g/dl, leukosit 18.350 /mm3,
trombosit 387.000/mm3, hematokrit 32 %,. Terapi yang telah diberikan adalah IVFD
Tutofusin 20 gtt/menit, Ceftriaxon 2 x I gr (IV) ,Metronidazole
3x500gr(IV),Ranitidine 2x1 ampul (IV) ketorolak 3x30 mg (IV) ,Kalnex 3x500 mg
(IV) vitk K 3X10 G (iv).
Saat pengkajian, tanggal 16 agustus 2021 pasien masih mengeluh nyeri di
daerah bekas operasi (stoma) .Daerah luka stoma tampak kotor tidak ada kemerahan,
suami mengatakan belum mengerti dan merasa takut utk mengganti kantong stoma
nya. Sehingga cairan stoma merembes keluar.Ny U telah diberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan SOP. Pemeriksaan fisik tekanana darah 110/70 mmhg
nadi 90x/menit suhu 36,5 C, diagnosa keperawatan yang diangkat adalah Nyeri akut
B/D agen pencedera fisik, dan Resiko infeksi Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan adalah :
1. Memonitor tanda-tanda vital
2. Memonitor, karaksteristik,durasi, frekuensi dan insensitas nyeri,skala
nyeri,
3. Memonitor tanda tanda infeksi
4. Melakukan perawatan luka op.
5. Mengajarkan tekhnik nafas dalam untuk mengurangi nyeri
6. Mengajarkan keluarga cara mengganti kantong stoma..
B. Analisis
Pasien merupakan lansia yang telah mengalami banyak perubahan yang
berkaitan dengan kondisi fisiologis, peningkatan faktor risiko yang terkait dengan
penuaan dan peningkatan dalam penggunaan obat. Farmakokinetik dan
farmakodinamik ser
Hal menarik dari kasus pasien ini adalah setelah 2 hari dirawat, BAB pasien
masih berwarna coklat dan berdarah. Hb pasien saat masuk rumah sakit 9,8 g/dl. Pada
hari pertama rawatan
C. Evaluasi
Berdasarkan kasus tersebut, Sebagian perawat tidak mengetahui efek samping
dari obat dan perawat belum optimal memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak
mengkonsumsi obat tanpa resep dokter.
D. Kesimpulan
1. Obat sejenis aspilet seharusnya dikonsumsi sesudah makan dan perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan harus memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga tentang prinsip 6 benar dalam pemberian obat pada discharge planning.
2. Perawat dan dokter perlu melakukan pengkajian lebih mendalam tentang integrasi
antara penyakit melena yang diderita pasien dengan obat jantung sejenis aspilet.
3. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga
mengenai penyakitnya dengan bahasa yang sederhana dan mampu dimengerti oleh
pasien dan keluarga, agar keluargapun dapat memantau keadaan pasien terutama
saat pemberian obat pasien dirumah
E. Tindak lanjut
1. Perawat
LAPORAN PENDAHULUAN CA COLORECTAL
A. Anatomi Fisiologi
Kolon adalah bagian terbesar dari usus besar. Usus.besar atau Intestinum mayor
panjangnya ± 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Kolon memiliki.empat.bagian yaitu kolon
ascending, transverse, descending, dan sigmoid. Dindingnya.memiliki empat.lapisan
utama mukosa, submukosa, muskularis propia, dan serosa atau adventitia.
Banyak.bakteri.yang terdapat.di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu.penyerapan zat-zat gizi. Bakteri.ini juga penting. untuk fungsi.normal dari
usus. Fungsi usus besar, terdiri dari :Menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri
E.Coli, tempat feses. Usus besar (kolon), terdiri atas:
a. Sekum
Sekum (bahasa latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung
yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Di bawah sekum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya ± 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesentrium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
b. Kolon Asendens
Kolon assendens mempunyai panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah
sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati
melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
c. Kolon Transversum
Panjangnya ±38 cm membujur.dari kolon asendens.sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah
kiri.terdapaat fleksura lienalis.
d. Kolon Desendens
Panjangnya ±25 cm terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
E.Kolon Sigmoid
Kolon sigmoid merupakan.lanjutan dari kolon desendens.terletak miring dalam
rongga.pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai S, ujung bawahnya
berhubungan.dengan rectum
F.Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan,.mengatur") adalah sebuah ruangan
yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rectum.
ini kosong karena tinja.disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering
kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan.air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi.tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak.yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal dengan panjang sekitar 12-13 cm (Sloane, 2004). Secara fungsional dan
endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter
disebut juga annulus.hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus.levator ani dan fasia coli
dari fasia supra-ani. Sfingter anal internal otot polos (involunter) dan sfingter anal
eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus (Sloane, 2004). Bagian ampula
terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani.
Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa. Mukosa saluran.anal
tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan.vertikal yang masing-masing
berisi arteri dan vena (Sloane, 2004).
A. Landasan Teoritis Penyakit
1.Definisi
Ca Kolorectal.merupakan salah satu dari keganasan.pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang.bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel.yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Kanker kolorektal
merupakan suatu tumor malignant.yang muncul pada jaringan ephitelial dari
colon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma.yang
berkembang dari polip.adenoma (Wijaya dan Putri, 2013)
2 Etiologi
Adapun.beberapa.faktor.yang.menpengaruhi.kejadian.kanker.kolorektal
menurut (Soebachman, 2011) yaitu :
A .Usia
Risiko.terkena kanker kolon meningkat.dengan bertambahnya usia.
Kebanyakan.kasus terjadi pada.orang yang berusia 60 - 70 tahun. Jarang
sekali.ada penderita kanker.kolon yang usianya dibawah 50.
B,Polip
Adanya polip.pada kolon, khususnya polip jenis.adenomatosa. Jika polip
ini langsung.dihilangkan pada.saat ditemukan, tindakan penghilangan.tersebut
akan bisa.mengurangi risiko.terjadinya.kanker kolon di kemudian hari.
C.Riwayat kanker
Seseorang.yang pernah terdiagnosis.mengidap.kanker.kolon
( bahkan.pernah.dirawat.untuk.kanker.kolon) berisiko tinggi terkena kanker
kolon lagi dikemudian hari. Wanita,yang pernah mengidap kanker,ovarium
( indung telur), kanker uterus, dan kanker payudara juga memiliki risiko yang,
lebih besar untuk terkena kanker kolon.
D.Faktor keturunan / genetika
Sejarah,adanya kanker kolon,dalam keluarga, khususnya pada keluarga
dekat. Orang yang,keluarganya punya riwayat penyakit FAP ( Familial
Adenomatous Polyposis ) atau polip,adenomatosa familial memiliki risiko
100% untuk,terkena kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila FPA-nya tidak
diobati. Penyakit lain,dalam,keluarga adalah HNPCC
(Hereditary,Non,Polyposis Colorectal,Cancer), yakni,penyakit kanker
kolorektal non polip yang menurun,dalam keluarga, atau sindrom Lynch.
E.Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif atau crohn
Penyakit Crohn,juga sering disebut,colitis granulomatosis atau
colitis,transmural,,merupakan,peradangan,di,seluruh,dinding,granulomatois,
sedangkan colitis ulseratif secara primer adalah inflamasi yang terbatas di
selaput lendir kolon. Risiko terjadinya,kanker kolon pada Crohn;s lebih besar
F.Kebiasaan merokok.
Perokok memiliki,risiko,jauh lebih,besar untuk,terkena,kanker kolon
dibandingkan,dengan,yang bukan perokok.
G .Faktor makanan
Makanan yang dikomsumsi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang.
Seseorang yang mengkomsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat, dan
bahan makanan yang mengandung karsinogen (pemicu kanker) dapat
mempertinggi resiko terkena kanker kolorektal.
H Berat badan yang berlebihan ( obesitas ).
Obesitas,dapat meningkatkan risiko kanker,kolon yang lebih tinggi
karena.dapat berdampak,negative pada kesehatan,metabolic,yang merupakan
fungsi,utama dari semua proses,biokimia didalam tubuh.
Studi,terbaru,menunjukkan,bahwa kesehatan metabolic,yang,buruk memiliki
kaitan dengan kejadian,kanker kolorektal.
1.Klasifikasi Ca Rekti
Sejauh mana kanker kolorektal,telah menyebar dibagi menjadi,beberapa tingkatan.
Menurut (National Cancer Institute, 2016) klasifikasi,stadium kanker dibagi
sebagai berikut :
A.Stadium 0 (Carsinoma in Situ) : Kanker hanya pada lapisan terdalam dari kolon
dan rektum
B.Stadium I : sel kanker telah tumbuh pada,dinding dalam kolon atau rektum,
tetapi belum menebus ke luar dinding
C.Stadium II : sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot kolon atau rektum,
tetapi sel kanker belum menyebar kekelenjar getah bening
D.Stadium III : sel kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening
didaerah tersebut tetapi tidak kebagian tubuh yang lain.
E.Stadium IV : kanker telah menyebar ke bagian lain dari usus besar, seperti hati,
paru-paru atau tulang.
Adapun pembagian metode penahapan kanker yang digunakan adalah klasifikasi
duke sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):
a. Duke
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Kanker hanya pada lapisan terdalam dari kolon dan rektum
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rectum tetapi
belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding
usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada
kelenjar getah bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D). kanker telah
menyebar ke bagian lain dari usus besar, seperti hati, paru-paru atau tulang
a. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada
lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 :Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa
atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum
mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan
perforasi peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
N3 : telah terjadi mestasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
2.Manifestasi Klinis
Kanker,kolon seringkali,dapat dideteksi,dengan prosedur skrining karena
kanker kolorektal,dini tidak menunjukkan gejala. Adapun tanda dan gejala,kanker
kolorektal menurut (American Cancer Society, 2017 ) adalah :
A.Anemia
A.Perdarahan,pada rectum
B Nyeri abdomen
C.Perubahan,kebiasaan defekasi
D.Obstruksi usus atau perforasi.
1.WOC
Terlampir
B.Post operasi
1.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit.
2.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan
sekunder.
1.Intervensi keperawatan
Analgesic administration
a) Tentukan lokasi, karakteristik,kualitas,dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
b) Cek instruksi dokter tentang jenis
obat,dosis,dan frekuensi
c) Cek riwayat alergi
d) Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
e) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
f) Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian,dan dosis optimal
g) Pilih rute pemberian secara IV,IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik pertama kali
i) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
j) Evaluasi efektifitas analgesic,tanda dan
gejala (efek samping
3. Perubahan nutrisi kurang Nutritional status : food and fluid intake Nutrition Management
a) Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Kriteria Hasil: b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
mual/muntah
tujuan dibutuhkan pasien
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi fe
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi d) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Nutrition Monitoring
a) Monitor adanya penurunan berat badan
b) Monitor lingkungan selama makan
c) Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
d) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
e) Monitor mual muntah
f) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, Ht
g) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik,
papilla lidah dan cavitas oral
3. Kerusakan integritas Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Pressure Management
Kriteria Hasil : a) Anjurkan pasien untuk mengguanakan
jaringan berhubungan
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan pakaian yang longgar
dengan kerusakan lapisan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, b) Hindari kerutan pada tempat tidur
pimentasi) c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kulit.
b) Tidak ada luka atau lesi pada kulit kering
c) Perfusi jaringan baik d) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
d) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan 2 jam sekali
kulit dan perawatan diri e) Monitor kulit akan adanya kemerahan
f) Oleskan lotion atau baby oil pada daerah
yang tertekan
g) Monitor aktifitas dan mobilisasi pasien
h) Monitor status nutria pasien
4. Resiko infeksi a) Immune status Kontrol Infeksi
berhubungan dengan b) Knowledge: infection control
c) Risk control a) observasi kondisi luka
penurunan pertahanan
b) monitor tanda dan gejala infeksi
primer dan sekunder. Kriteria hasil: c) dorong pasien untuk meningkatkan intake
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi nutrisi
b) Mendeskripsikan proses penularan penyakit d) batasi jumlah pengunjung
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah e) kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit tinggi
timbulnya infeksi kalori tinggi protein
d) Jumlah leukosit dalam batas normal f) kolaborasi untuk pemberian antibiotic
e) Menunjukkan perilaku hidup sehat
1. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan. Mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Budiono & Budi, 2015).
2. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana pada tahap ini akan dilakukan evaluai berkaitan dengan
tindakan yang sudah dilakukan. Evaluasi dapat dituangkan dalam bentuk SOAP yaitu, Subjektif berisi hal yang dirasakan pasien setelah
tindakan dilakukan, Objektive yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan yang didapatkan melalui pengamatan oleh perawat, Analisis
merupakan sejauh mana masalah keperawtaan teratasi setelah dilakukan intervensi dan Planning merupakan rencana intervensi keperawatan
untuk pasien. (Budiono & Budi, 2015).
(WOC)
Tumor recti dan kolon asendens
- Adenomatus polyps ( adenomas)
- Hyperplastic polyps and
inflammatory polyps Ukuran massa dalam lumen
Bunyi usus
Anema
Defekasi cair
Ansietas
American Cancer Society.(2017). Colorectal Cancer. Facts & Figures 2017-2019. Atlanta:
American Cancer Society
Black, J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Budiono & Budi Pertami, Sumirah. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi
Medika.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.