Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BESERTA TEORI


DAN APLIKASINYA

DOSEN PENGAMPUH: PROF. DR. SARSON W DJ POMALATO, M.PD

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IV
MOHAMAD FAJRI DAMOGALAD (411420077)
SANDI NURALIM (411420045)
RISTI LAURESTABO (411420104)
ANANDA MARTYA (411420006)

JURUSAN MATEMATIKA
PROGTAM STUDI PENDIDIKAN MAEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha kuasa Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Belajar dan Pembelajaran Beserta Teori dan aplikasinya”. Guna unutk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan pada program studi Pendidikan Matematika.
Untuk itu, tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada “Prof. Dr. Sarson W Dj
Pomalato, M.Pd” selaku dosen pengampuh untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan, dan juga
untuk semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan serta motivasi dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa, dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu saya mengharapkan kritikan dan juga saran yang bersifat membangun dari
pembaca, terlebih utama bagi Bapak selaku dosen pengampuh dari mata kuliah ini. Guna untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam makalah ini.

Gorontalo, September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran...........................................................................................3

2.1.1 Belajar..................................................................................................................................3

2.1.2 Pemebelajaran....................................................................................................................11

2.2 Teori Belajar dan Pengaplikasiannya....................................................................................18

2.2.1 Teori Belajar Kognitif........................................................................................................18

2.2.2 Teori Belajar Behavioristik................................................................................................24

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................28

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................28

3.2 Saran..........................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam proses pembelajaran, keterlibatan peran antara guru dan siswa itu sendiri sangatlah
penting dalam mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan. Siswa berperan sebagai
subjek dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, sedangkan guru itu sendiri berperan sebagai
pengembang kurikulum dalam merancang proses pembelajaran yang dapat menciptakan
pembelajaran yang efektif, efisien, dan juga menarik bagi siswa itu sendiri. Ketiga komponen
tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi siswa yaitu dengan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagaimaan seorang pelajar.

Dalam sebuah aktivitas pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif membuktikan bahwa
suatu pembelajaran yang dilaksanakan berorientasi pada siswa. Selain itu, pemanfaatan media
yang tepat dan menarik dapat pula membantu dalam menciptakan situasi pembelajaran yang
bersifat interaktif dengan melibatkan aktivitas seluruh siswa didalam suatu pembelajaran.
Interaksi antara guru dengan siswa itu sendiri, atau antara instruktur dan siswa dengan materi
pelajaran akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian hasil belajar.

Untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, guru itu sendiri perlu untuk merencanakan suatu
kegiatan pembelajaran yang sistematis dengan memanfaatkan media dan juga teknologi untuk
menarik atau untuk merangsang minat siswa untuk lebih antusias lagi dan lebih berperan aktif
dalam proses pembelajaran

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka di dapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana Konsep Belajar dan Pembelajaran?
2) Bagaimana teori belajar dan pengaplikasian dalam pendidikan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai
berikut :
1) Untuk memenuhi tugas mata Psikologi Pendidikan.
2) Untuk mendeskripsikan konsep belajar dan pembelajaran.
3) Untuk mendeskripsikan macam-macam teori belajar dan pengaplikasiannya dalam
pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Belajar
a) Hakikat Belajar
Menurut Slameto (1995) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Santrock dan Yussen (1994) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang
relatif bersifat permanen karena adanya pengalaman. Reber (1988) mendefinisikan belajar
dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua,
belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relative. Dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud
perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap
karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar menurut Slameto (1995) adalah:

1. Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari
terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya misalnya menyadari pengetahuannya bertambah. Oleh karena
itu, perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar
tidak termasuk dalam pengertian belajar.
2. Perubahan bersifat kontinu dan fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan
berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak
belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi
dapat menulis. Perubahan ini akan berlangsung terus sampai kecakapan menulisnya
menjadi indah dan sempurna, dapat menulis dengan berbagai alat tulis, dan dapat menulis
untuk berbagai tujuan.

3
3. Perubahan bersifat positif dan aktif Dalam perilaku belajar, perubahan-perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan maka makin
baik dan makin banyak perubahan yang diperoleh. Perubahan dalam belajar bersifat aktif,
ini berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha
individu sendiri. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang
terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar.
4. Perubahan bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat
menetap atau permanen. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano
setelah belajar tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan
makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku
itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar
mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar
mengetik. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada
tingkah laku yang ditetapkannya.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang
setelah melalui proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara meyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Mega Elvianasti (2019:14) Dalam Skinner dalam Syamsudin (2000) berpendapat


bahwa proses belajar melibatkan tiga tahapan yaitu adanya rangsangan, lahirnya perilaku dan
adanya penguatan. Munsterberg dan Taylor dalam Nasution (2000:50) mengadakan
penelitian ilmiah tentang cara-cara belajar yang baik, dari 517 cara belajar yang baik, ada
beberapa point yang sangat penting, diantaranya :

a) Keadaan jasmani yang sehat


b) Keadaan sosial dan ekonomi yang stabil
c) Keadaan mental yang optimis

4
d) Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya
e) Membuat catatan.

Dalam menuju kesempurnaan hidup, belajar tidak lepas dari keseluruhan aspek pribadi
manusia. Ada beberapa macam-macam aktifitas dalam belajar yang perlu diperhatikan,
yaitu:

a) Menggunakan panca indra untuk mengindra dan mengamati yang merupakan kegiatan
belajar yang paling mendasar dan telah dilakukan sejak awal kehidupan manusia.
b) Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling penting dan utama dalam belajar
c) Mencatat dan menulis point-point penting dari yang telah diamati dan dibaca sangat
diperlukan untuk memperkuat ingatan dan mudah direproduksi kembali.
d) Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk menyimpan kesan-kesan dalam
memori.
e) Berfikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan banyak karya yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
f) Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang belum diketahui merupakan kegiatan
belajar yang harus dibiasakan.
g) Latihan dan mempraktekan sesuatu yang telah dipelajari akan mampu menciptakan
perubahan dalam dirinya.
h) Menghayati pengalaman, karena pengalaman adalah guru terbaik.

Pembelajaran sendiri dalam Sri Haryati (2017: 2-3) Muh. Sain Hanafy (2014: 69-71)
menjelaskan beberapa pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :

a) Romiszowski dalam Winataputra berpendapat bahwa pembelajaran/instruction adalah


sebagai proses pembelajaran yakni proses belajar sesuai dengan rancangan. Unsur
kesengajaan dari pihak di luar individu yang melakukan proses belajar merupakan ciri
utama dari konsep instruction. Proses pengajaran ini berpusat pada tujuan atau goal
directed teaching process yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya (pre-
planned). Karena sifat dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah
proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar
telah dirancang

5
b) Budimansyah berpendapat bahwa pembelajaran adalah sebagai perubahan dalam
kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat pengalaman
atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejab dan kemudian
kembali ke perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa pembelajaran,
walaupun mungkin terjadi pengajaran. Tugas seorang guru adalah membuat agar proses
pembelajaran pada siswa berlangsung secara efektif. Selain fokus pada siswa pola fikir
pembelajaran perlu diubah dari sekedar memahami konsep dan prinsip keilmuan, siswa
juga harus memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep
dan prinsip keilmuan yang telah dikuasai. Seperti dinyatakan dalam pilar-pilar
pendidikan/pembelajaran dari UNESCO, selain terjadi “learning to know” (pembelajaran
untuk tahu), juga harus terjadi “learning to do” (pembelajaran untuk berbuat) dan bahkan
dituntut sampai pada “learning to be” (pembelajaran untuk membangun jati diri yang
kokoh) dan “learning to live together” (pembelajaran untuk hidup bersama secara
harmonis).
c) Menurut UUSPN nomor 20 tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ada lima
konsep dalam pengertian tersebut yaitu: (1) interaksi, (2) peserta didik, (3) pendidik, (4)
sumber belajar, dan (5) lingkungan belajar. Ciri utama pembelajaran adalah inisiasi,
fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa.

Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi


kurikulum, tapi banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri
merupakan kurikulum sebagai aksi/kegiatan. Guru sebagai orang yang berkewajiban
merencanakan pembelajaran (instruction planning) selalu mengacu kepada
komponenkomponen kurikulum yang berlaku. Lebih lanjut Dimyati mengemukakan bahwa
hakekat kurikulum adalah: (1) kurikulum sebagai jalan memperoleh ijazah; (2) kurikulum
sebagai mata dan isi pembelajaran; (3) kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran;
(4) kurikulum sebagai hasil belajar; dan (5) kurikulum sebagai pengalaman belajar.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto (1995) ada 2 faktor yang
mempengaruhi belajar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor
yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedang faktor ekstern adalah faktor yang

6
ada di luar individu. Faktor intern meliputi : faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor
jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. aktor ekstern yang
berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga dapat meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latarbelakang
kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk
kehidupan dalam masyarakat, dan media massa. Muhibbinsyah (1997) membagi faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar menjadi 3 macam, yaitu: 1) faktor internal, yang
meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa, 2) faktor eksternal yang merupakan kondisi
lingkungan di sekitar siswa, dan 3) faktor pendekatan belajar yang merupakan jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

Ditinjau dari faktor pendekatan belajar, terdapat 3 bentuk dasar pendekatan belajar
siswa menurut hasil penelitian Biggs (1991), yaitu :

1. Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah). Yaitu kecenderungan belajar siswa


karena adanya dorongan dari luar (ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak
lulus ujian sehingga dimarahi orangtua. Oleh karena itu gaya belajarnya santai, asal hafal,
dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.
2. Pendekatan deep (mendalam). Yaitu kecenderungan belajar siswa karena adanya
dorongan dari dalam (intrinsik), misalnya mau belajar karena memang tertarik pada
materi dan merasa membutuhkannya.Oleh karena itu gaya belajarnya serius dan berusaha
memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi). Yaitu kecenderungan belajar siswa
karena adanya dorongan untuk mewujudkan ego enhancement yaitu ambisi pribadi yang
besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih prestasi setinggi-

7
tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa yang menggunakan
pendekatan belajar lainnya. Terdapat ketrampilan belajar yang baik dalam arti memiliki
kemampuan tinggi dalam mengatur ruang kerja, membagi waktu dan menggunakannya
secara efisien, serta memiliki ketrampilan tinggi dalam penelaahan silabus. Disamping itu
siswa dengan pendekatan ini juga sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki 36
perencanaan ke depan (plans ahead), dan memiliki dorongan berkompetisi tinggi secara
positif.

b) Tujuan Belajar
Tujuan belajar sangat penting dalam proses pembelajaran baik bagi guru maupun bagi
siswa. Siswa adalah subjek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan
tersebut siswa mengalami proses pembelajaran dan merespon dengan perilaku belajar. Pada
umumnya siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran
belajar atau tujuan belajar maka siswa mengetahui apa dan arti bahan belajar baginya.
Tujuan belajar yang ditetapkan oleh guru biasanya merupakan panduan bagi guru untuk
memilih, memberi tekanan atau melampaui materi pelajaran dan aktivitas dalam
mempersiapkan pelajaran dan pengajaran baik di kelas maupun di lapangan. Ralph Tyler
(dalam de Cecco dkk, 1977) memberikan 3 alasan penting tujuan belajar yang ditetapkan
dalam tujuan instruksional, yaitu :
1) Memberikan panduan dalam merencanakan pembelajaran, apa yang diharapkan akan
dicapai murid setelah pembelajaran selesai.
2) Berguna dalam pengukuran prestasi belajar.
3) Siswa mengetahui sebelumnya apa yang harus dipelajari dalam satu unit pelajaran,
sehingga selanjutnya ia dapat lebih mengarahkan perhatian dan usahanya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, diantaranya :

(a) Ingatan dan Lupa


Seringkali dalam belajar, apa yang kita pelajari dengan tekun justru sukar sekali diingat
kembali dan mudah terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang
kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan. Lupa atau forgetting ialah hilangnya
kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah

8
kita pelajari. Secara sederhana Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
Dengan demikian. Menurut Muhibinsyah (1997) lupa bukanlah peristiwa hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita. Ada beberapa faktor penyebab lupa yaitu:
1) Karena adanya gangguan item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem
memori siswa. Gangguan item informasi dapat terjadi karena 2 sebab :
 Materi pelajaran lama yang sudah tersimpan menganggu masuknya materi baru
(proactive interference). Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa mempelajari sebuah
materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang dikuasainya dalam
tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi pelajaran yang baru saja
dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali
 Materi pelajaran baru menganggu pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang
sudah tersimpan dalam memori (retroactive interference). Sehingga dengan
dipelajarinya materi baru siswa justru menjadi lupa terhadap materi-materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
2) Adanya tekanan terhadap item informasi yang telah ada, baik secara disengaja maupun
tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain :
 Karena item informasi yang diterima siswa kurang menyenangkan sehingga dengan
sengaja atau tidak sengaja siswa menekannya kembali ke alam ketidaksadaran.
 Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah
ada.
 Karena item informasi yang akan diingat kembali tertekan ke alam bawah sadar
dengan sendirinya karena tidak pernah dipergunakan.
3) Adanya perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat
kembali.
4) Adanya perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar.
5) Materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan (law of
disuse).
6) Adanya perubahan urat syaraf otak yang antara lain dapat disebabkan oleh : adanya
benturan, alkohol, obat-obatan, terserang penyakit tertentu dan sebagainya.

9
7) Item informasi yang masuk sudah rusak terlebih dahulu sebelum disimpan dalam
memori permanennya. Hal ini dapat terjadi karena adanya tenggang waktu antara saat
terserapnya informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori
jangka pendek siswa. Materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa, menurut ahli
psikologi kognitif tidak sepenuhnya hilang dalam ingatan seseorang. Materi pelajaran
tersebut sesungguhnya masih terdapat dalam subsistem memori seseorang akan tetapi
terlalu lemah untuk dipanggil atau diingat kembali. Setelah melakukan relearning
(belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching (pengajaran perbaikan) akhirnya akan
diperoleh kinerja akademik yang lebih memuaskan daripada sebelumnya.

(b) Motivasi Belajar


Motivasi belajar memegang peran yang sangat penting dalam pencapaian prestasi
belajar. Motivasi menurut Wlodkowsky (dalam Prasetya dkk, 1985) merupakan suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan
yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan
Biggs dan Telfer (dalam Dimyati dkk, 1994) menyatakan bahwa pada dasarnya siswa
memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar.
Macam- macam motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu :
1) motivasi instrumental, berarti bahwa siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah
atau menghindari hukuman.
2) motivasi sosial, berarti bahwa siswa belajar untuk penyelenggaraan tugas, dalam hal ini
keterlibatan siswa pada tugas menonjol.
3) motivasi berprestasi, berarti bahwa siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan
yang telah ditetapkannya.
4) motivasi intrinsic, Motivasi instrinsik berarti bahwa siswa belajar karena keinginannya
sendiri. Motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa.

Motivasi tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain :

a) Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.


b) Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar.

10
c) Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar senantiasa
memiliki motivasi belajar tinggi.

2.1.2 Pemebelajaran
a) Hakekat Pembelajaran
Dalam hal belajar peran guru adalah membelajarkan siswa untuk belajar. Dengan kata
lain guru adalah subjek pembelajar siswa. Belajar yang dilakukan oleh siswa berkaitan erat
dengan usaha pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Peran guru dalam kegiatan
pembelajaran sangat penting lebih-lebih bila para peserta didik kurang menyadari arti
pentingnya belajar bagi masa depannya. Pembelajaran merupakan salah satu faktor yang
sangat strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Guru bertugas
untuk menyusun program pembelajaran yang menguntungkan bagi proses belajar peserta
didik.

Dewasa ini dalam hal pembelajaran selalu dikaitkan dengan konstruktivisme.


Konstruktivisme menjadi kata kunci dalam hampir setiap pembicaraan mengenai
pembelajaran. Para ahli konstruktivisme menekankan pentingnya upaya-upaya untuk
mengaktifkan struktur kognitif siswa agar dapat membangun makna dari apa yang dipelajari.
Battencourt (Paulina Pannen dkk, 2001) menyatakan bahwa konstruktivisme meruapkan
salah satu akiran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi
kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (peserta didik).

Filsafat Konstruktivisme menjadi landasan bagi banyak strategi pembelajaran, terutama


yang dikenal dengan nama student-centered learning, belajar yang berorientasi pada peserta
didik, yang mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksikan pengetahuan
berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh dan atau difasilitasi
pendidik. Proses belajar yang merupakan proses internal peserta didik adalah sesuatu yang
tidak dapat diamati, namun dapat dipahami oleh guru. Perilaku belajar tersebut merupakan
respon peserta didik terhadap tindak pembelajaran guru. Kaitan antara belajar dan

11
pembelajaran sangat erat. Guru seyogyanya merancang acara pembelajaran sesuai dengan
fase-fase perkembangan siswa.

Di samping itu guru selalu berusaha untuk melakukan perbaikan pembelajaran secara
berkelanjutan, artinya bahwa proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya harus
selalu disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan atau perubahanperubahan yang terjadi. Cara-
cara yang diusulkan untuk terus menerus melakukan perbaikan proses pembelajaran untuk
guru adalah melalui penelitian tindakan kelas. Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal
yang terkait erat. Bila teori belajar menerangkan bagaimana terjadinya belajar maka teori
pembelajaran menerangkan bagaimana pembelajaran bisa mempermudah terjadinya belajar .
Lefrancois (1972:129) menyatakan bahwa pembelajaran atau instruction : as the
arrrangement of the learning situation in such a way that learning is facilitated. Selanjutnya
Gagne melihat dua hal penting tentang arrangement of the learning situation yaitu yang
melibatkan management of learning dan yang melibatkan condition of learning. Yang
pertama menjawab pertanyaan tentang motivasi, minat dan perhatian, evaluasi hasil belajar,
dan laporan tentang hasil. Pertanyaan ini secara relatif tidak tergantung dari isi yang
dipelajari atau syarat yang diperlukan untuk belajar. Pelaksanaan condition of learning
melibatkan prosedur yang erat berkaitan dengan isi (content) . Menurut Bettencourt (dalam
Paulina Pannen dkk, 2001) bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik melainkan suatu kegiatan
yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran
berarti partisipasi pendidik bersama peserta didik dalam membentuk pengetahuan, membuat
makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.

Jadi pembelajaran adalah bentuk belajar sendiri. Tugas pendidik adalah membantu 69
peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang
konkret. Pembelajaran pada dasarnya suatu proses kegiatan guru yang ditujukan kepada
siswa dalam menyampaikan pesan berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan serta
membimbing dan melatih agar siswa belajar. Dengan demikian guru harus menciptakan
suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Guru melakukan

12
kegiatan pembelajaran atau membelajarkan siswa sedangkan siswa melakukan kegiatan
belajar.

b) Prinsip Pembelajaran
(a) Prinsip-prinsip pembelajaran Menurut Piaget
Dalam Dimyati & Mudjiono, 1994, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
(1) Langkah satu : menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri.
Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut :
 Pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ?
 Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok?
 Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi fisik sebelum
secara verbal?
(2) Langkah dua : memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu.
Hal ini dibimbing dengan pertanyaan seperti :
 apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan metode
eksperimen ?
 dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa ?
 dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti
kegiatan di kelas ?
 apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas
dasar pengisyaratan perseptual?.
 apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?.
 Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari
(3) Langkah tiga: mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan
pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah ? Bimbingan prtanyaan
berupa :
 pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “bagaimana jika “ ?
 memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan
spontan ?

13
(4) Langkah empat : menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan
dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan seperti :
 segi kegiatan apakah yang mengahsilkan minat dan keterlibatan siswa yang
besar?
 segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya ?
 apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk
penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari ?
 apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal pembelajaran lebih lanjut ?.

Secara singkat Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah
yang berciri kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi. Dalam hal
pemebelajaran yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa bagaimana agar siswa
sebagai subjek dapat belajar. Guru tugasnya menyediakan kemudahan agar siswa
mudah belajar.

(b) Prinsip belajar Menurut Dimjati dan Mudjiono (1994: 56-60)


Menurut Dimjati dan Mudjiono, (1994: 56-60), terdapat 7 prinsip-prinsip belajar yang
kemudian berimplikasi pada prinsip-prinsip pembelajaran yaitu :
(1) Perhatian dan motivasi;
 Metode penyampaian yang bervariasi, tidak monoton
 Penggunaan media yang sesuai dengan tujuan belajar
 Penggunaan gaya bahasa yang segar
 Mengemukakan pertanyaan- pertanyaan.
(2) Untuk membangkitkan motivasi dapat dilakukan antara lain dengan :
 Memilih contoh-contoh yang relevan dengan siswa
 Menghargai pendapat siswa
 Menghindari komentar negatif kepada siswa
 Menempatkan siswa sebagai subjek yang memiliki potensi
 Memberikan hadiah kepada siswa yang menunjukkan prestasi
 Memberi tahukan hasil nilai ulangan kepada siswa sesegera mungkin.
(3) Keaktifan;

14
 Membuka kesempatan untuk bertanya kepada para siswa
 Merespon secara positif semua pertanyaan siswa
 Memberikan tugas-tugas secara individual maupun kelompok
 Mendiskusikan bersama hasil dari tugas-tugas tersebu
(4) Keterlibatan langsung (berpengalaman);
 melibatkan secara langsung siswa baik secara individual maupun kelompok
 menciptakan peluang yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen
 mengikutsertakan siswa atau memberi tugas kepada siswa untuk memperoleh
informasi dari sumber luar kelas atau sekolah.
 Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan pesan pembelajaran.
(5) Pengulangan;
 merancang pelaksanaan pengulangan
 mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan
 mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang
 mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan
 merancang kegiatan pengulangan yang bervariasi.
(6) Tantangan;
 merancang kegiatan eksperimen bagi siswa yang dilakukan baik secara
individual maupun kelompok
 memberikan tugas pemecahan masalah yang membutuhkan informasi yang
harus dicari sumbernya baik dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
 Mengembangkan bahan pembelajaran yang memancing siswa untuk melakukan
pengayaan dan penelusuran lebih lanjut.
 Menciptakan situasi yang merangsang siswa untuk menemukan fakta, konsep,
prinsip-prinsip generalisasi sendiri.
(7) Balikan dan Penguatan;
 Memberikan komentar positif dan mendiskusikan jawaban-jawaban siswa
 Mengembalikan hasil pekerjaan siswa dengan berbagai catatan penting
 Memberikan hadiah / respon positif kepada siswa yang menunjukkan prestasi
(8) Perbedaan Individual.

15
 Menggunakan berbagai metode pembelajaran guna melayani kebutuhan siswa
sesuai dengan karakternya
 Memanfaatkan berbagai media dalam menyajikan pembelajaran
 Mengenali karakteristik setiap siswa, sehingga dapat menentukan perlakuan
pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan
 Memberikan kesempatan remidiasi ataupun pengayaan kepada siswa yang
membutuhkan
c) Metode Pembelajaran
Menentukan bagaimana cara-cara pembelajaran yang baik bukanlah suatu hal yang
mudah. Banyak penelitian yang telah digunakan oleh para ahli psikologi untuk menentukan
cara-cara pembelajaran yang baik. Metode dan teknik pembelajaran adalah cara yang di
dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Operasionalisasi dari satu atau lebih metode-metode pembelajaran direalisasikan dalam
kegiatan pembelajaran berdasarkan strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam bab
ini dibicarakan beberapa metode yang dapat dipergunakan, yaitu :
(a) Metode Ceramah
Metode ini sudah banyak dan sering dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Ceramah merupakan penjelasan yang disampaikan secara verbal (Saputro, 2000). Dalam
menyampaikan informasi dengan melalui ceramah ini diperlukan ketrampilan untuk
menjangkau tujuan pembelajaran. Adapun empat ketrampilan yang diperlukan dalam
menggunakan metode ceramah ini menurut Saputro (2000) meliputi empat hal :
 Kejelasan Bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan informasi baik dari
segi kata-kata maupun volume suara hendaknya jelas dan disesuaikan dengan
perkermbangan serta kemampuan siswa.
 Penggunaan Contoh Pemahaman siswa tentang suatu hal perlu ditingkatkan
dengan pemberian contoh-contoh tentang situasi yang dapat dialami dalam
kehidupan sehari-hari.
 Penekanan 75 Selama memberikan penjelasan hendaknya memusatkan perhatian
siswa pada masalah yang penting dan mengurangi informasi yang tidak penting.

16
 Pemberian Umpan Balik Pemberian umpan balik ini dilakukan dengan memberi
kesempatan siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan untuk memberikan
pemahaman dan penjelasan dari hal-hal yang mungkin masih membingungkan.
(b) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan tersebut merupakan perangsang yang baik dalam pemahaman
suatu informasi. Dalam menguasai seni bertanya , diperlukan empat ketrampilan
bertanya, yaitu :
 Kemampuan berpikir cepat dan jelas
 Pengertian yang tajam tentang nilai relatif dalam menangani pertanyaan dan
tanggapan siswa.
 Ketrampilan membuat kalimat bertanya
 Percaya diri
(c) Metode Diskusi
Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang
bersifat interaktif. Ketika salah satu siswa menyampaikan informasi tertentu, maka yang
lain mendengarkan. Dalam diskusi ini diperlukan keaktifan siswa. Ada tiga tujuan
pembelajaran yang sesuai dengen penggunaan metode diskusi, yaitu :
 penguasaaan materi pembelajaran
 pembentukan dan modifikasi sikap
 pemecahan masalah
(d) Metode Kerja Kelompok
Metode pembelajaran dengan kerja kelompok merupakan pemecahan masalah dan
penyelesaian tugas dengan melalui proses kelompok. Metode ini seringkali didahului
degan diskusi, untuk itu diperlukan kerja sama dan komunikasi yang baik agar
penyelesain tugas dapat tercapai.
(e) Metode Simulasi
Simulasi adalah tiruan yang hanya pura-pura saja (Saputro, 2000). Metode simulasi
ini biasa dilakukan untuk melatih ketrampilan tertentu dan memperoleh pemahaman
tentang sesuatu konsep tertentu. Bentuk simulasi ini misalnya role playing, sosiodrama
dan permainan.

17
(f) Metode Demonstrasi
Metode demostrasi merupakan metode yang dilakukan untuk memperlihatkan cara
kerja dan proses terjadinya sesuatu. Metode ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik atas pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana cara
mengaturnya, bagaimana proses bekerjanya, bagaimana proses mengerjakannya dan lain-
lain.
(g) Metode Tugas
Dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang sesuatu hal, perlu dilakukan dengan
pemberian tugas atau pekerjaan tertentu. Pemberian tugas tersebut dilakukan dengan
maksud tertentu misalnya melatih analisa siswa tentang pelajaran tertentu, memecahkan
masalah, mengklasifikasi masalah dan sebagainya. Pendekatan Pembelajaran Pada
dasarnya belajar dapat dilakukan di mana saja. Saat ini informasi dapat diterima dengan
mudah melalui media-media tertentu sebagai sumbernya, misalnya radio, televisi, film,
surat kabar, majalah dan lain.lain. Pesan-pesan yang diperoleh melalui informasi yang
diterima tadi perlu pengetahuan dan ketarmpilan dalam mengelolanya. Untuk itu, perlu
pemahaman mengenai pendekatanpendekatan belajar dalam membelajarkan siswa.
Pendekatan pembelajaran ini merupakan suatu panutan yang berusaha meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa daklam pengolahan pesan, sehingga
ter capai sasaran belajar.

2.2 Teori Belajar dan Pengaplikasiannya


2.2.1 Teori Belajar Kognitif
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental
manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mental misalnya motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.
Dengan kata lain, tingkah laku termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu
tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi
belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk
pemecahan masalah. Dengan demikian tingkah laku seseorang bergantung kepada insight
terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari

18
bagian-bagiannya dengan penekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam
lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan (Soemanto, 1998).
Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya.
Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini,
proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi
(bersinambung) secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Jadi, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan sepotong-sepotong atau
terpisah-pisah, melainkan melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung dan
menyeluruh. Misalnya: ketika seseorang membaca suatu bahan bacaan, maka yang
dibacanya bukan huruf-huruf yang terpisah-pisah, melainkan kata, kalimat, atau paragraf
yang kesemuanya seolah menjadi satu, mengalir, dan menyerbu secara total bersamaan.
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar
teori gestalt adalah Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara
terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959)
yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian ini menumbuhkan
psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan
pemetaan dalam pengalaman. Konsep penting dalam psikologi gestalt adalah insight yaitu
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian di
dalam suatu situasi permasalahan. Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha.
Dalam prakteknya, teori ini antara lain terwujud dalam pandangan Piaget mengenai tahap-
tahap perkembangan, dalam pandangan Ausubel mengenai belajar bermakna, dan
pandangan Jerome Bruner mengenai belajar penemuan secara bebas (free discovery
learning). Secara ringkas, pandangan Piaget, Ausubel, dan Bruner adalah sebagai berikut.

1. Piaget
Menurut Jean Piaget, proses belajar sesungguhnya terdiri dari 3 tahapan, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau
pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak siswa.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang baru. Equilibrasi adalah
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Misalnya seorang siswa

19
telah memiliki pengetahuan tentang baik dan buruk. Kemudian gurunya memberi pelajaran
baru tentang perbuatan baik dan buruk menurut Pancasila. Maka proses penyesuaian materi
baru terhadap materi pengetahuan yang sudah dimiliki siswa itu disebut asimilasi. Jika
proses ini dibalik, yaitu pengetahuan si mahasiswa disesuaikan dengan materi baru, maka
proses ini disebut sebagai akomodasi. Selama proses asimilasi dan akomodasi berlangsung,
diyakini ada perubahan struktur kognitif dalam diri siswa. Proses perubahan ini suatu saat
berhenti. Untuk mencapai saat berhenti dibutuhkan proses equilibrasi (penyeimbangan). Jika
proses equilibrasi ini berhasil dengan baik, maka terbentuklah struktur kognitif yang baru
dalam diri siswa berupa penyatuan yang harmonis antara pengetahuan lama dengan
pengetahuan baru. Seseorang yang mempunyai kemampuan equilibrasi yang baik akan
mampu menata berbagai informasi ke dalam urutan yang baik, jernih, dan logis. Sedangkan
seseorang yang tidak memiliki kemampuan equilibrasi yang baik akan cenderung memiliki
alur fikir yang ruwet, tidak logis, dan berbelit-belit. Disamping itu, Piaget berpandangan
bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui
siswa. Dalam hal ini Piaget membagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1) Tahap sensori motor (0 tahun sampai 1,5 tahun atau 2 tahun) Pada tahap ini tingkah laku
inteligen individu dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak
belum mempunyai konsep tentang objek secara tetap, namun hanya mengetahui hal-hal
yang ditangkap melalui inderanya.
2) Tahap praoperasional (2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun) Pada tahap ini reaksi anak
terhadap stimulus sudah berupa aktivitas internal. Anak telah memiliki penguasaan
bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan dalam mental. Anak
sudah mampu menirukan tingkah laku yang dilihatnya sehari atau sehari sebelumnya,
serta dapat mengadakan antisipasi. Akan tetapi pada masa ini pola berfikir anak masih
egosentrik, cara berfikirnya memusat (hanya mampu memusatkan pikiran pada 1 dimensi
saja), dan berfikirnya tidak dapat dibalik.
3) Stadium Operasional Kongkrit (7 atau 8 tahun sampai 12 atau 14 tahun) Cara berfikir
egosentris semakin berkurang dan anak sudah mampu berfikir multi dimensi dalam
waktu seketika dan mampu menghubungkan beberapa dimensi itu. Di samping itu, anak
sudah mampu memperhatikan aspek dinamis dalam berfikir, dan mampu berfikir secara
reversible (dapat dibalik)

20
4) Stadium Operasional Formal Cara berfikir seseorang tidak terikat, sudah terlepas dari
tempat dan waktu. Bila dihadapkan pada masalah seseorang sudah mampu memikirkan
secara teoritik dan menganalisa dengan penyelesaian hipotetis yang mungkin ada.
Disamping itu, individu juga sudah mampu melakukan matriks kombinasi atas berbagai
kemungkinan pemecahan masalah dan kemudian melakukan pengujian hipotesis atas
kemungkinan-kemungkinan jawaban tersebut.

Implikasi pandangan Piaget dalam praktek pembelajaran adalah bahwa guru hendaknya
menyesuaikan proses pembelajaran yang dilakukan dengan tahapantahapan kognitif yang
dimiliki anak didik. Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan
kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan kesulitan dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Misalnya mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang
Pancasila kepada siswa 44 kelas dua SD, tanpa ada usaha untuk mengkongkretkan konsep-
konsep tersebut tidak hanya percuma, akan tetapi justru semakin membingungkan siswa
dalam memahami konsep yang diajarkan. Secara umum, pengaplikasian teori Piaget biasanya
mengikuti pola sebagai berikut :
a. menentukan tujuan-tujuan instruksional
b. memilih materi pelajaran
c. menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
d. menentukan dan merancang kegiatan kegiatan belajar yang cocok untuk topik-topik yang
akan dipelajari siswa.(Kegiatan belajar ini biasanya berbentuk eksperimentasi, problem
solving, role play, dan sebagainya)
e. mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk
berdiskusi maupun bertanya
f. mengevaluasi proses dan hasil belajar.

2. Ausubel,
Menurut Ausbel, siswa akan belajar dengan baik jika advance organizer (pengatur
kemajuan belajar) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi dan

21
mencakup semua inti pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Jadi proses belajar
berlangsung secara deduktif (dari umum ke khusus). Advance organizer dapat memberikan 3
macam manfaat, yaitu :
a. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari
siswa.
b. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang
dipelajari siswa dengan saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa
c. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Oleh karena itu guru dituntut memiliki pengetahuan terhadap isi mata pelajaran dengan
sangat baik serta dituntut pula untuk memiliki logika berfikir yang baik. Dimilikinya
pengetahuan terhadap isi mata pelajaran dengan sangat baik menjadikan guru mampu
menemukan informasi yang berciri sangat abstrak, umum, dan inklusif sehingga mampu
mewadahi apa yang akan diajarkan. Logika berfikir guru yang baik akan menjadikan guru
mampu untuk memilah-milah materi pelajaran dan merumuskannya dalam rumusan yang
singkat, padat, serta mengurutkan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis
dan mudah dipahami.

Secara umum, teori Ausubel dalam praktek adalah sebagai berikut :

1) Menentukan tujuan-tujuan instruksional.


2) mengukur kesiapan mahasiswa (minat, kemampuan, struktur kognitif) baik melalui tes
awal, interview, review, pertanyaan, dan lain-lain.
3) memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep
kunci
4) mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai siswa dari materi tersebut. e.
menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
5) membuat dan menggunakan advance organizer, paling tidak dengan cara membuat
rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi dengan uraian singkat
yang menunjukkan keterkaitan antara materi yang sudah diberikan dengan materi baru
yang akan diberikan.

22
6) mengajar kepada siswa untuk memahami konsep dan prinsip-prinsip yang sudah
ditentukan dengan memfokuskan pada hubungan yang terjalin antara konsep-konsep
yang ada.
7) mengevaluasi proses dan hasil belajar.

3. Bruner
Menurut Bruner proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran
xzdan bukan ditentukan oleh umur seseorang seperti yang telah dikemukakan oleh Piaget.
Adapun proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :
1) Enaktif, berupa aktivitas siswa untuk memahami lingkungan melalui pengalaman
langsung suatu realitas.
2) Ikonik, berupa upaya siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal
3) Simbolik, berupa pemahaman siswa terhadap gagasan-agasan abstrak berupa teori-teori,
penafsiran, analisis, dan sebagainya terhadap realitas yang telah diamati atau dialami.

Dalam aplikasi praktisnya teori belajar ini sangat membebaskan siswa untuk belajar
sendiri. Oleh karena itu teori belajar ini sering dianggap bersifat discovery (belajar dengan
cara menemukan). Di samping itu, karena teori ini banyak menuntut pengulangan-
pengulangan sehingga desain yang berulang-ulang tersebut disebut sebagai kurikulum spiral
Bruner. Kurikulum spiral ini menuntut guru untuk memberi materi perkuliahan setahap demi
setahap dari yang sederhana sampai yang kompleks di mana suatu materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi dalam suatu materi baru yang
lebih kompleks. Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga tak terasa mahasiswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Secara umum, teori Bruner ini bila
diaplikasikan biasanya mengikuti pola sebagai berikut :

1) menentukan tujuan-tujuan instruksional


2) memilih materi pelajaran
3) menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara induktif oleh siswa.
4) Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya yang dapat digunakan
mahasiswa untuk belajar.

23
5) Mengatur topik-topik pelajaran sedemikian rupa sehingga urutan topik itu bergerak dari
yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari tahapan-
tahapam enaktif, ikonik, sampai ke tahap simbolik dan seterusnya.
6) Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

2.2.2 Teori Belajar Behavioristik


Menurut Soekamto (1995) manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian di dalam
lingkungannya, yang akan memberikan pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R
(Stimulus – Respon). Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai
akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons. Adapun akibat adanya interaksi
antara stimulus dengan respons, siswa mempunyai pengalaman baru, yang menyebabkan
mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru. Menurut Sumadi Suryabrata
(1983), ciri-ciri teori belajar behavioristik, sebagai berikut :
a. mementingkan pengaruh lingkungan ( environmentalistik ),
b. mementingkan bagian-bagian ( elementalistik ),
c. mementingkan peranan reaksi,
d. mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar,
e. mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu,
f. mementingkan pembentukan kebiasaan, dan g. dalam pemecahan problem, ciri khasnya
trial and error.
Teori belajar yang dikelompokkan dalam teori belajar behavioristik, antara lain ialah :
 Teori belajar koneksionisme dengan tokoh Edward Lee Thorndike.
 Teori belajar classical conditioning dengan tokoh Pavlov.Teori belajar Descriptiv
 behaviorism atau operant conditioning dengan tokoh Skinner.

a) Teori belajar koneksionisme Thorndike,


sebagai tokoh dalam teori belajar koneksionisme, adalah pelopor yang mengakui
adanya hubungan antara stimulus dan respons. Eksperimen Thorndike yang menyebabkan

24
munculnya teori belajar koneksionisme adalah sebagai berikut : Kucing lapar dimasukkan
ke dalam sangkar ( puzzle box ) dan di luar diletakkan daging. Kucing lapar ini melakukan
berbagai tingkah laku untuk keluar dari sangkar. Pada saat tidak sengaja dia memijak
tombol, pintu sangkar terbuka dan kucing keluar dari sangkar untuk makan daging yang
telah disediakan. Setelah percobaan ini dilakukan berkali-kali ternyata tingkah laku kucing
keluar dari sangkar menjadi semakin efisien. Ini berarti selama eksperimen, kucing dapat
memilih atau menyeleksi respons yang berguna dan respons yang tidak berguna. Respons
yang berhasil membuka pintu, yaitu menginjak tombol akan diingat, sedangkan respon lain
yang tidak berguna dilupakan.
Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bila belajar dapat terjadi dengan dibentuknya
hubungan, atau ikatan, atau bond, atau asosiasi, atau koneksi neural yang kuat antara
stimulus dan respons. Dengan ini maka teori Thorndike disebut teori koneksionisme. Agar
tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Dengan ini Thorndike mengutarakan bila
bentuk paling dasar dari belajar adalah “Trial and error learning atau selecting and
connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Hukum-hukum Belajar dari Thorndike. Thorndike merumuskan hasil eksperimennya
ke dalam tiga hukum dasar (hukum primer) dan lima hukum tambahan. Adapun hukum
dasar dari Thorndike adalah sebagai berikut :
a) Bila seseorang telah siap melakukan sesuatu tingkah laku, dan pelaksanaan tingkah
laku tersebut memberi kepuasan baginya, maka ia tidak melakukan tingkah laku lain
karena tingkah laku tersebut telah memberi kepuasan baginya. Contoh : Seseorang
yang sudah benar-benar siap untuk menempuh ujian, maka dia sangat puas bila ujian
tersebut benar-benar dilakukan. Dia akan mantap dan tegang selama mengerjakan
ujian, dan tidak berusaha untuk menyontek.
b) Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi tidak dilakukan
tingkah laku tersebut, maka akan timbul kekecewaan baginya sehingga menyebabkan
dilakukannya tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaannya. Contoh :
Seseorang yang sudah belajar tekun sehingga benarbenar siap untuk ujian tetapi

25
jadwal ujian tiba-tiba diundur, maka dia sangat kecewa. Untuk mengurangi
kekecewaanya, dia membuat gaduh di dalam kelas, atau protes.
c) Bila seseorang belum siap melakukan tingkah laku tetapi ia harus melakukannya,
maka dilaksanakannya tingkah laku tersebut akan menimbulkan ketidak puasan,
sehingga ia melakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah
laku tersebut. Contoh : peserta didik yang tiba-tiba diberi tes atau ulangan tanpa
diberi tahu terlebih dahulu, maka mereka protes supaya tes dibatalkan, karena mereka
belum siap.
d) Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku maka tidak dilakukannya
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan. Contoh : Peserta didik menjadi
sangat puas dan lega setelah ada pengumuman bila ulangan diundur satu minggu,
karena dia belum merasa belajar sehingga belum siap untuk menempuh ulangan.
b) Teori belajar koneksionisme
Dalam proses pembelajaran Teori belajar koneksionisme dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1) Guru dalam proses pembelajaran, jangan hanya mengharapkan siswanya tahu apa
yang telah diberikan, tetapi yang terutama, guru harus tahu apa yang hendak
diberikan kepada siswa. Kalau guru tidak tahu, berarti guru tidak tahu materi apa
yang akan diberikan, respons apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah,
yang berarti pula guru tidak memahami tujuan yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran.
2) Dalam proses pembelajaran, tujuan yang akan dicapai harus dirumuskan dengan
jelas, dan harus masih dalam jangkauan kemampuan siswa atau peserta didik.
Tujuan tersebut harus terbagi bagi menurut unit-unit, sehingga guru dapat
menerapkannya menurut bermacam-macam situasi.
3) Dalam proses pembelajaran, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta
didik terutama ditentukan oleh external rewards, bukan oleh instrinsic motivation.
Yang lebih penting ialah adanya respon-respons yang benar terhadap stimuli.
Apabila peserta didik melakukan respons yang salah terhadap stimulus, harus
segera diperbaiki, sebelum kesalahan tersebut sempat diulang-ulang.

26
4) Ulangan yang teratur perlu, sebagai umpan balik bagi guru, apakah proses
pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum.
5) Peserta didik yang sudah dapat belajar dengan baik, segera diarahkan.
6) Situasi belajar dibuat mirip dengan kehidupan nyata dalam masyarakat sebanyak
mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari dalam kelas ke lingkungan di luar
kelas.
7) Materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik harus dapat
digunakannya di luar sekolah, dalam kehidupan sehari-hari.
8) Apabila guru memberi masalah yang sulit, melebihi kemampuan peserta didik,
tidak akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan
permasalahannya.

c) Teori conditioning dalam belajar


Kalau mata pelajaran termasuk CS, sikap guru termasuk US, dan respon siswa
termasuk UR atau CR, maka akan terjadi hal sebagai berikut :
siswa1. Mata pelajaran Matematika ( CS ) + guru yang baik ( US ) mempunyai
respon positif ( UR ), yang berarti siswa senang pada cara guru mengajar matematika
dengan baik. Kalau hal ini dilakukan berkali-kali, maka siswa mempunyai
responakan terjadi : mata pelajaran Matematika (CS) positif terhadap mata pelajaran
Matematika (CR). respons siswa negatif (UR). Kalau2. Matematika (CS) + guru
otoriter (US) hal ini dilakukan berkali-kali, maka akan terjadi hal sebagai berikut : mata
respons siswa terhadap mata pelajaranpelajaran matematika (CS) matematika
negatif (CR).

27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap pembelajaran yang berhasil tentu saja membutuhkan proses atau perjuangan yang
tidak mudah, untuk menuju suatu keberhasilan seseorang tersebut harus berusaha lebih keras
lagi, seperti halnya yang mendapatkan tugas untuk melakukan pembelajaran disekolah-sekolah,
untuk itu, apabila kita mengharapkan proses belajar dan juga pembelajaran akan berjalan sesuai
dengan rencana dan juga sesuai dengan apa yang kita inginkan maka diperlukannya metode-
metode pembelajaran dan juga strategi-strategi pembelajaran itu sendiri, yang nantinya metode-
metode tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi terhadap siswa yang ada.

3.2 Saran
Bagi mahasiswa, khususnya yang nantinya akan menjadi calon tenaga pendidik, persiapkan
dengan matang dan sempurna apa saja yang perlu disiapkan, agar nantinya jika dihadapkan pada
situasi belajar dan pembelajaran dalam kondisi, apapun dapat diatasi karena memang pada
dasarnya sudah terbentuk pondasi ataupun sudah mempersiapkan diri/mental dalam menghadapi
berbagai macam situasi dan kondisi tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

Elvinasti, Mega. 2019. Belajar dan Pembelajaran. Universitas Muhammadiyah Prof.


D.R Hamka.
Abdurakhman, Omon dan Rusli, Radif Khotamir. 2017. Teori belajar dan
Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 17(1).
Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses
Pembelajaran. Nusantara, 1(1).
Hanafy, Muh. Sain. 2014. Konsep Belajar dan Pembelajaran. Lentera Pendidikan, 17
(1).
Hayati, Sri. 2017. Belajar dan Pembelajaran berbasis Cooperative Learning.
Magelang: Graha Cendekia.
Biggs, JB. 1985. The Role of Metalearning Study Process. British Journal of Educational
Psychology.55.185-212.
Muhibbinsyah. 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Irawan, P. Suciati, dan Wardani.1997. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan
Mengajar, Jakarta : Depdikbud.
Tuti Sukamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1995. Teori Belajar dan Modelmodel
Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Proyek Pembinaan dan
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan.
Gredler, Margareth E. Bell.1991. Belajar dan Pembelajaran. Penerjemah : Munandir.,
Jakarta.: CV Rajawali

29

Anda mungkin juga menyukai