Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep psikososial

1.1.1 Definisi psikososial

Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis
dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor
psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri
berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu
(pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu
dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti
menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011).

Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu :


a. Berduka
b. Keputusasaan
c. Ansietas
d. Ketidakberdayaan
e. Risiko penyimpangan perilaku sehat
f. Gangguan citra tubuh
g. Koping tidak efektif
h. Koping keluarga tidak efektif
i. Sindroma post trauma
j. Penampilan peran tidak efektif
k. HDR situasional

1.2 Kecemasan
1.2.1 Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa
takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut yang penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa
takut mempunyai penyebab yang jelas dan dapat dipahami (Stuart, 2007).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa
cemas, individu merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki
firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam
tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Ansietas
merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Viedebeck,
2008).
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai respon
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman (Nurarif & Kusuma, 2013).
1.2.2 Teori Psikososial Tentang Kecemasan
a) Teori Psikodinamika
Freud (1936) memandang ansietas seseorang sebagai sumber stimulus untuk perilaku. Ia
menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan
kesadaran terhadap ansietas. Misal jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang
tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresi pikiran dan perasaan tersebut.
Represi adalah proses menyimpan impuls yang tidak tepat.
b) Teori Interpesonal
Hubungan interpersonal dini secara langsung mempengaruhi perkembangan konsep diri
dan harga diri. Individu dengan konsep diri yang buruk dan harga diri yang rendah lebih
rentan terhadap kecemasan dan gangguan yang terkait dengan kecemasan.
c) Teori Perilaku
Kecemasan adalah respons terkondisi terhadap stressor internal dan eksternal.
d) Teori Kognitif
Perasaan subyektif terhadap kecemasan secara langsung berkaitan dengan pikiran
individu tersebut tentang dirinya sendiri, masa depannya dan dunia. Pola kognitif yang
salah dapat 8 menyebabkan kesalahan persepsi tentang makna berbagai hal yang terjadi
(dan karenanya menimbulkan kecemasan)
e) Teori Humanistik
Kecemasan berkaitan dengan hilangnya arti dalam kehidupan seseorang (Issacs, 2005).
1.2.3 Penyebab
Penyebab kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) yaitu :
1. Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran,
status peran)
2. Pemajanan toksin
3. Terkait keluarga
4. Herediter
5. Infeksi/kontaminan interpersonal
6. Penularan penyakit interpersonal
7. Krisis maturasi, krisis situasional
8. Stres, ancaman kematian
9. Penyalahgunaan zat
10. Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran,
status peran, konsep diri)
11. Konflik tidak disadari mengenai tujuan penting hidup
12. Konflik tidak disadari menenai nilai yang esensial/penting
13. Kebutuhan tidak dipenuhi

1.2.4 Tanda dan gejala


Gejala-gejala kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma,2013) yaitu :
1. Gejala perilaku dari kecemasan yaitu : penurunan produktivitas, gerakan yang ireleven,
gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan
kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai dan tampak
waspada.
2. Gejala afektif dari kecemasan yaitu : gelisah, distres, kesedihan yang mendalam,
ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, peningkatan kewaspadaan,
iritabilitas, gugup senang berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan,
peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal, ragu/tidak
percaya diri dan khawatir.
3. Gejala fisiologis dari kecemasan yaitu : wajah tenang, tremor tangan, peningkatan
keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, tremor, suara bergetar.
4. Gejala simpatik dari kecemasan yaitu : anoreksia, eksitasi kardiovaskular, diare, mulut
kering, wajah merah, jantung berdebardebar, peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, peningkatan reflek, peningkatan frekuensi pernapasan, pupil melebar,
kesulitan bernafas, vasokontriksi superfisial, lemah dan kedutan pada otot.
5. Gejala parasimpatik dari kecemasan yaitu : nyeri abdomen, penurunan tekanan darah,
penurunan denyut nadi, diare, mual, vertigo, letih, gangguan tidur, kesemutan pada
extremitas, sering berkemih, anyanganyangan, dorongan segera berkemih
6. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : menyadari gejala fisiologis, bloking fikiran,
konfusi, penurunan lapang persepsi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan
untuk belajar, penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah, ketakutan terhadap
konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan perhatian, khawatir, melamun,
cenderung menyalahkan orang lain.
1.2.5 Tingkat cemas
Tingkat kecemasan menurut (Stuart, 2007) adalah sebagai berikut :
1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; ansietas ini
menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2. Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan
demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus
pada area lain.
4. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang
rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
1.2.6 Rentan Respon

Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut


Suliswati (2005) antara lain:
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem
saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi
proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh.
Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi
isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam
sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah
sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan
menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat
baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui
saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga
efeknya Antisipatsi Ringan Sedang Berat Panik Respon adaptif Respon Mal adaptif antara
lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung,
susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan
meningkat.
b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi
akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan
mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik
diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
c. Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir,
diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa,
menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
d. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga
berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
1.2.7 Faktor predisposisi
Menurut (Suart, 2007) berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
ansietas :
a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma
budaya. Ego dan Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan
tersebut dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami
ansietas yang berat.
c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan individu 11 untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli
teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori konflik
memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan.
Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas: konflik
menimbulkan ansietas dan ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada
gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga.
Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi.
e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-
aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat ansietas
pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin
disertai dengan ganggun fisik dan selanjutya menurunkan kemampuan individu untuk
mengatasi stressor.
1.2.8 Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah factor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan
(Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan
fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang. Pada pasien yang akan menjalani operasi
faktor pencetus kecemasannya adalah faktor yang dialami individu baik bersifat internal
maupun eksternal. Faktor internalnya adalah adanya ketakutan akan pembiusan,kecacatan,
kematian, takut akan rasa nyeri, takut kehilangan pekerjaan, menjadi tanggungan keluarga.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan yang baru,peralatan operasi atau
pembiusan yang asing serta petugas kesehatannya.
1.2.9 Penilaian stresor
Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak faktor, termasuk pengetahuan dari
perspektif psikoanalitis, interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. Penilaian mendorong
pengkajian perilaku dan persepsi pasien dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang
tepat. Penilaian juga menunjukkan berbagai faktor penyebab dan menekankan hubungan timbal
balik antara faktor-faktor tersebut dalam menjelaskan perilaku yang terjadi. Dengan demikian,
pemahaman yang benar tentang ansietas bersifat holistik (Stuart, 2007).
1.2.10 Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di
lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa model ekonomi, kemampuan penyelesaian
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart,
2007).
1.2.11 Mekanisme koping
Menurut (Stuart, 2007) ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya; ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif
merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu
untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap domain ketika ansietas menjadi lebih intens.
Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat
menimbulkan dua jenis mekanisme koping: a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya
yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress secara
realistis.
 Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan
 Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik
secara fisik maupun psikologis
 Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa dilakukan individu,
mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal
1.2.12 Penatalaksanaan kecemasan
1. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk
jangka pendek dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini
menyebabkan toleransi dan ketergantungan. obat anti kecemasan nonbenzodiazepine,
seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005)
2. Penatalaksanaan non farmakologi
a) Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan
perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.
Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa
menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang
ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah
dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan
keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan
hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktivitas
gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik
menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme
yang lebih baik.
b) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan
visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005).
c) Pengetahuan
Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik, menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, menggambarkan proses penyakit
dengan cara yang tepat, mengidentifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat,
menyediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat,
mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit,
mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan, mendukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan, merujuk
pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal dengan cara yang tepat,
menginstruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan dengan cara yang tepat (Nurarif & Kusuma,2013)
1.2.13 Pohon Masalah

Anda mungkin juga menyukai