Pendahuluan
Hak asasi manusia adalah hak dasar manusia yang secara kodrati
dianugerahkan oleh Allah SWT kepadanya tanpa perbedaan. Dengan hak asasi itu,
manusia dapat mengembangkan diri pribadi berperan bagi kesejahteraan hidup
manusia. Dimana hak asasi manusia yang melekat pada diri tiap manusia ini di
tetapkan dasar-dasarnya dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Sedangkan kewajiban
manusia adalah kewajiban dasar manusia yang wajib dipenuhi olehnya meski
dalam skala minimal.
1
1.3 Tujuan
1. Menambah wawasan demokrasi dalam agama Islam
2. Membedakan antara pengertian demokrasi antara masyarakat Barat dengan
agama Islam.
3. Memahami pengertian konsep hak dan kewajiban asasi manusia dari segi
Islam.
2
II. Pembahasan
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratos
(kekuasaan). Bentuk-bentuk pemerintahan dalam demokrasi yaitu Oligarki,
Aristokrasi, dan Monarki (Aristoteles, Organon). Ibnu Rusyd seorang filosof
muslim Andalusia termasyhur sekaligus pensyarah buku-buku Aristoletes
menerjemahkan demokrasi dengan "politik kolektif". Sedang dalam ilmu
sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter
(mengakui persamaan derajat) dan kebebasan berpikir. Meski demokrasi
merupakan kata kuno, namun demokrasi modern merupakan istilah yang mengacu
pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara sebelum abad XX. Orang
Islam mengenal kata demokrasi sejak zaman transliterasi buku-buku Yunani pada
zaman Abbasiyah. Selanjutnya kata itu menjadi bahasan pokok para filosof
muslim zaman pertengahan seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd ketika membahas
karya-karya Aristoteles. Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing,
karena sistem demokrasi tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sejak awal.
Orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyah) yang merupakan pilar
utama demokrasi yang diwarisi semenjak zaman Nabi Muhammad SAW,
termasuk di dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara
bersama-sama (syuro), kebebasan mengkritik penguasa dan kebebasan
berpendapat (Farhan, 2006).
3
Memperkembangkan cinta tanah air
Pencegah pergolakan
Menghasilkan kemajuan
Menciptakan ketepatgunaan yang baik
4
propaganda, money politik, tindakan persuasif hingga reperesif menurut para ahli
politik, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu tidak tampak adanya pemaksaan
atau ancaman dalam menyukseskan suatu opini tertentu, juga tidak ada
pembatasan pembebasan berbicara, tidak terdapat propaganda, dan tidak ada
kontrol institusional terhadap fasilitas-fasilitas komunikasi massa. “Jika orang
banyak itu dituruti, maka muncul kekuasaan yang bertumpuan pada tirani dan
teror. Karena itu pula diyakini hanya sedikit orang yang diuntungkan dari sistem
pemerintahan yang demokratis ini” (Plato, 2007). Bahkan Aristoteles
menambahkan, ”Pemerintahan yang didasarkan pada pilihan orang banyak dapat
mudah dipengaruhi oleh para demagog, dan akhirnya akan merosot jadi
kediktatoran.” Pelaksanaannya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kemampuan spesifik dan pengetahuan dalam memahami makna yang terkandung
di dalamnya dimana mereka mempunyai kapabilitas untuk menafsisi maksud Al-
Qur’an dan Hadist. Kebebasan berpendapat bisa saja menjurus pada
ketidakpastian arena parameter yang dipakai adalah rasio yang subjektif dan
relatif. Karena itu, prinsip musyawarah yang tidak sama persis dengan syura.
Dalam demokrasi, keputusan diserahkan kepada suara terbanyak, padahal
kebenaran tidak diukur dengan jumlah banyaknya orang. Syura didasarkan pada
parameter yang baku, yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Prinsip Syura Pertama:
Musyawarah hanyalah disyariatkan dalam permasalahan yang tidak ada dalilnya.
Sebagaimana telah jelas bagi setiap muslim bahwa tujuan
musyawarah ialah untuk mencapai kebenaran, bukan hanya
sekedar untuk membuktikan banyak atau sedikitnya pendukung
suatu pendapat atau gagasan. Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah
tersesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab: 36).
5
Slogan egalite (persamaan) yang menyamaratakan strata masyarakat, juga
mengandung kelemahan. Realitas menunjukkan ada perbedaan dalam kehidupan
masyarakat. Kondisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipungkiri.
6
dalam berpartisipasi dalam pemerintahan. Di sini, rakyat secara lansung atau tidak
(melalui perwakilannya) ikut menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah atau
yang dikenal dengan pemerintahan rakyat (people’s rule). Dalam demokrasi,
keputusan apapun sepenuhnya berada di tangan rakyat, bukan di tangan
pemimpin.
Uraian di atas menunjukkan peran masyarakat luas dalam memutuskan
kebijakan-kebijakan yang menyangkut seluruh aspek seluruh kehidupan mereka.
Dalam hal ini, Islam menganjurkan agar dilakukan musyawarah, dengan
memberikan hak yang sama bagi setiap individu sehingga rakyat mempunyai
kedaulatan untuk menentukan cita-cita dan harapan mereka.
Kedaulatan mutlak dan ke–Esaan Tuhan terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah, memberikan kerangka
yang dengannya para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik
tertentu yang dianggap demokratis. Di dalamnya, tekanan pada kesamaan derajat
manusia, dan kewjiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan. Penjelasan
mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam banyak memberikan
perhatian pada beberapa aspek khusus diranah sosial dan politik. Sistem
demokrasi dipandang sebagai suatu sistem politik yang lebih dekat dengan Islam
dibandingkan dengan liberalisme atau otrokasi. Terlebih jika diperhatikan, secara
doktrinal tidak ada teks-teks agama yang bisa ditafsirkan sebagai justifikasi sikap
sewenang-wenang dan otoritarian.
7
Madinah) dengan prisip-prinsip persamaan persaudaraan, persatuan, kebebasan,
toleransi beragama, perdamaian, tolong-menolong, dan membela yang teraniaya
serta mempertahankan Madinah secara kolektif dari serangan musuh,
8
Hak-hak ini dianggap universal yang dimiliki oleh manusia semata-
mata karena ia adalah manusia.
Hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya dan tidak
bergantung pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat
atau sistem hukum di negara-negara tertentu.
Hak asasi manusia dipandang sebagai norma-norma yang penting.
Hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun
pemerintah. Pemerintah dari orang tersebut sekaligus memiliki
tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna
melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu.
9
Kewajiban terhadap diri sendiri (QS Al-Isra:70).
Kewajiban terhadap keluarga (QS At-Tahrim:6).
Kewajiban terhadap tetangga dan membina kerukunan hidup dalam suatu
lingkungan sosial dimana ia bertempat tinggal (QS An-Nisa’:36).
Kewajiban terhadap buruhnya. Kewajiban pokok bagi seorang majikan:
(1) mencukupi sandang-pangan buruhnya, (2) menyediakan tempat
tinggalnya, (3) memberikan pendidikan dan pengajaran, dan (4) tidak
memberikan pekerjaan yang melampaui batas kemampuan buruh (QS Al-
An’am:2).
Kewajiban menjaga harta. Prinsip-prinsip hukum terhadap harta benda
digariskan oleh Allah SWT: (1) memelihara dan menjaga harta sebagai
amanat Allah padanya, (2) harta akan dimintai pertanggungjawabannya,
dari mana diperoleh dan untuk apa penggunaanya, (3) harta yang dimiliki
tidak bersifat mutlak dan bukan hak monopoli 100%, karena di dalamnya
terdapat hak-hak orang yang memerlukan bantuan, dan (4) diwajibkan
mengeluarkan bagi orang miskin, anak yatim, dan buruh (QS Al-
Dzariat:19).
Kewajiban terhadap negara. Kewajiban ini terkait selama pemimpin
negara itu patuh pada Allah dan Rasul-Nya (QS An-Nisa’:59).
Kewajiban terhadap lingkungan hidup (QS A-A’raf:56).
Semua kewajiban itu ditinjau dari segi iman, kelak di akhirat akan dituntut
pertanggungjawaban dari setiap individu.
Selain pahala di akhirat, ia berhak memiliki hak asasi sebagai manusia. Di
dalam Al-Qur’an, prinsip-prinsip Human Right (UDHR), dilukiskan dalam
berbagai ayat Al-Qur’an, antara lain:
10
Prisip kebebasan mengeluarkan pendapat.
Prinsip kebebasan beragama. Dalam QS al-Baqarah:256 secara tegas Allah
SWT menggariskan, “tidak (boleh) ada paksaan dalam beragama.”
Hak jaminan sosial. Sejak awal Islam telah menggariskan suatu ketentuan
bahwa di dalam harta orang kaya terdapat hak fakir miskin dan mereka
yang memerlukannya (QS al-Dzariat:28).
Hak atas harta benda. Sesuai dengan martabat manusia yang tinggi, maka
jaminan dan perlindungan terhadap hak milik seseorang merupakan
kewajiban penguasa. Pemerintah boleh mengambil alih harta kekayaan
seseorang, tetapi wajib memberi ganti rugi yang cukup (Depag RI,
1996:40-45).
11
III. Penutup
3.1. Kesimpulan
Di dalam Islam tidak satupun ayat atau hadist yang mencantumkan kata
dimoqrodyah (demokrasi). Demokrasi (musyawarah) dilakukan ketika muncul
permasalahan yang tidak ada dalilnya untuk memperolah kebenaran dan tidak
hanya sekedar untuk membuktikan banyak atau sedikitnya pendukung suatu
pendapat atau gagasan.
Saat ini banyak pandangan yang mendahulukan hak asasi dibandingkan
kewajiban. Akibat dari pandangan ini manusia lebih banyak menuntut haknya
daripada memenuhi kewajibannya. Dalam hukum Islam hak baru timbul setelah
kewajiban dilaksanakan. Hak merupakan imbalan atas kewajiban yang telah
dilaksanakan. Hukum Islam telah menggariskan agar manusia menjadi
menyeimbangkan antara kewajiban dan haknya. Kepentingan pribadi dan
masyarakat hendaknya selalu beriringan.
3.2. Saran
Dalam mencari solusi suatu permasalahan, terlebih dahulu melihat dari sisi
Al Qur’an dan hadist.
Demokrasi (musyawarah) yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
hendaknya dilakukan ketika menghadapi masalah yang tidak ditemukan
penyelesaiannya dalam Al Qur’an dan hadist.
Demokrasi tidak dilakukan untuk membuktikan banyak atau sedikitnya
pendukung suatu pendapat atau gagasan, melainkan untuk mencari sebuah
kebenaran.
Manusia hendaknya lebih mengutamakan kewajibannya dibandingkan hak
asasinya, karena hak itu sendiri akan diperoleh setelah manusia
menunaikan kewajibannya.
12
DAFTAR RUJUKAN
13