Muhammad Aandi Ihram-FKIK
Muhammad Aandi Ihram-FKIK
SKRIPSI
(SKM)
Oleh:
Nama: Muhammad Aandi Ihram
NIM 109101000087
ABSTRAK
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
ABSTRACT
iii
iv
v
CURICULUM VITAE
PERSONAL IDENTITY
Religion : MOSLEM
Year
Name of Institution Location Faculty/Majoring Result
In Out
ISLAMIC STATE UNIVERSITY PUBLIC HEALTH /
2009 2013 SYARIF HIDAYATULLAH BANTEN ENVIRONMENTAL
JAKARTA HEALTH
ISLAMIC SENIOR HIGH
2006 2009 SCHOOL PRIMARY 3 PALEMBANG IPA Graduated
PALEMBANG
ISLAMIC JUNIOR HIGH
2003 2006 SCHOOL PRIMARY 2 PALEMBANG - Graduated
PALEMBANG
ELEMENTARY SCHOOL
1997 2003 MUARA ENIM - Graduated
PRIMARY 200 BARU LUBAI
vi
ORGANIZATION EXPERIENCES
2012 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Geothermal Garut
2012 Participant in environment health safety field study at PT. Petrocina Bojonegoro
2011 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Balikpapan
2011 Committee of seminar earth day at Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
Member Of Environmental health student association Islamic State University Syarif Hidayatullah
2011-2012
Jakarta
2010 Committee Of Ceremonial 5th Anniversary Of Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 Association of Santri’s Scholarship Server Health on Medical Faculty (AS-SHOF)
2009 Association of Santri’s Scholarship Server Health on Medical Faculty Sum-Sel (SJD-SS)
Work experience
JOB PRACTICE IN ENVIRONMENT AND HUMANITY 2013 ACT (AKSI CEPAT TANGGAP)
PROGRAM
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya menuju jalan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusuna skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan serta bantuan
baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
1. Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya saat ini yang selalu senantiasa
2. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan semangat, doa, dan
viii
3. Kakak-kakakku (Yuni Zawyah, Yudar Yanti, Rahma Piroza, Muhammad
memberikan semangat, doa dan motifasi yang tiada henti untuk saya.
Firoza) yang selalu memberi senyuman dan semangat yang luar biasa.
5. Bapak Prof. Dr. Dr. Hc. MK. Tadjudin, Spd. And. Selaku Dekan Fakultas
Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Febrianti, SP. Msi. Selaku kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing yang telah
selalu sabar dan membantu dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan.
10. Ibu Umi Lutfi selaku pemegang program TB Paru di Puskesmas Pondok
ix
11. Sahabat-sahabat terbaikku (Nur Najmi Laila, Kiki Chairani, Tika Widya Sari
dan Muhammad fil socrates) yang selalu membantu, memotivasi dan pemberi
Maya, Nisa, Reni, Yeni, Risma, Tari, Nita, Ratna, Cita, Dila, Ami, Imah, Zia,
14. Serta segenap pihak yang telah membantu dalam penyusun dalam
Hanya do’a yang dapat penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, semoga amal
Penulis sadar atas segala kekurangan dan keterbatasan yang ada. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam untuk skripsi ini demi kemajuan
Penulis
x
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................... i
ABSTRAK............................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP................................................................................................ v
DAFTAR ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK................................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN.................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.3 Hipotesis…………………………………………………………… 55
xii
BAB IV METODE PENELITIAN
4.3.1 Populasi.................................................................................. 56
4.3.2 Sampel.................................................................................... 56
xiii
5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian TB Paru.......... 70
BAB VI PEMBAHASAN
6.3.2 Pendidikan............................................................................ 83
6.3.4 Pengetahuan......................................................................... 87
7.1 Kesimpulan....................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Indonesia………………………………………………….
xvi
5.9 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian 71
TB Paru pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas
Pondok Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.10 Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian TB 72
Paru pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok
Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.11 Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian TB 73
Paru pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok
Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.12 Analisis Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian TB 74
Paru pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok
Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.13 Analisis Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan 75
Kejadian TB Paru pada Kelompok Usia Produktif di
Puskesmas Pondok Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.14 Analisis Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian 76
TB Paru pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas
Pondok Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
5.15 Analisis Hubungan antara Suhu dengan Kejadian TB Paru 77
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok
Pucung Tangerang Selatan Tahun 2013
xvii
DAFTAR GRAFIK
xviii
DAFTAR BAGAN
xix
BAB I
PENDAHULUAN
adalah tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk yang ditandai dengan bertempat tinggal di lingkungan bersih dan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
hidupnya merupakan suatu yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan
1
2
lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. Hal ini dikarenakan
Penyakit tuberkulosis paru atau yang lebih popular dengan nama TBC
kepada 10-15 orang lain dalam 1 tahun. TB paru akan menular ketika orang
tersebut batuk, bersin, berbicara atau meludah (droplet nuclei) (Depkes RI, 2008).
ditahun 2005 ada di wilayah Asia Tenggara, yaitu 34% dari insiden kasus global
atau sekitar 8,8 juta penderita dan 1,6 diantaranya mengalami kematian dimana
hampir 80% kematian terjadi pada kelompok usia produktif. Sehingga penyakit
ditemukan 8 juta kasus baru TBC setiap tahunnya (Depkes RI, 2007).
3
di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Jumlah pasien
prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi
insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada
semua kelompok usia, serta nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada
yang berusia >15 tahun di Provinsi Banten sebesar 7.536 orang (4,2%). Data dari
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (2012) Proporsi BTA positif diantara suspek
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal tersebut
paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang
oksigen yang cukup akan membuat organ tubuh berfungsi secara optimal. Dalam
4
keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau
sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume
udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi
serta kualitas oksigen di udara, yang apabila udara tersebut telah bercampur
berbahaya bagi masyarakat. Salah satu nya dapat menstimulus untuk terjadinya
penyakit TB paru, karena penyakit TB paru ditularkan melalui udara .Faktor yang
hunian, ventilasi rumah dan suhu. Oksigen dalam udara yang telah bercampur
penyakit TBC. Karena kuman TBC media penularannya melalui transmisi udara
akan ikut terhirup bersamaan dengen proses respirasi saat menghirup oksigen
(Farochi, 2012).
gizi,) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan hunian, ventilasi alamiah, suhu dan
kelembaban).
dipengaruhi oleh keadaan rumah yang padat huni sebesar 3,2 kali dibandingkan
dengan yang tidak padat penghuni, risiko tersebut sama besarnya dengan ventilasi
Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Manado, terdapatnya dalam sputum sumber
kontak BTA (+) secara bermakna akan meningkatkan resiko terjadinya TB Paru
36,5 kali lebih besar. Dalam penelitian tersebut terdapat faktor resiko yang paling
berperan terhadap kejadian TB Paru pada kasus kontak adalah usia, jenis kelamin,
status gizi, status ekonomi, kondisi sanitasi rumah, perilaku, dan pekerjaan.
Begitu juga dengan kondisi sirkulasi didalam rumah beberapa faktor yang
2012).
6
Grafik 1.1
Jumlah Kasus TB Parudi Wilayah Tangerang Selatan 2012
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Pucung sebagai tempat penelitian. Selain dari data tersebut, data laporan bulanan
yang dimiliki oleh Puskesmas Pondok Pucung mengenai kasus TB Parudari bulan
signifikan terjadi di 3 bulan terakhir yaitu pada bulan Oktober sebanyak 121
Pondok Pucung Tangerang Selatan maka peneliti tertarik ingin melihat hubungan
tingkat sirkulasi oksigen dan karkteristik individu dengan kejadian TB Paru pada
udara, yang apabila udara tersebut telah bercampur dengan zat-zat polutan atau
Salah satu nya dapat menstimulus untuk terjadinya penyakit TB paru, karena
rumah adalah kepadatan hunian, ventilasi rumah dan suhu. Oksigen merupakan
kebutuhan dasar bagi manusia yang apabila dalam udara tersebut telah kurang dan
transmisi udara akan ikut terhirup bersamaan dengen proses respirasi saat
menghirup oksigen.
8
ventilasi rumah dan suhu) dengan kejadian TB Paru pada kelompok usia
ventilasi rumah dan suhu) dengan kejadian TB Paru pada kelompok usia
Penelitian ini dapat berguna bagi peneliti dan hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan data dasar dan acuan bagi peneliti selanjutnya
oksigen dan karakteristik individu pada kelompok usia produktif dengan kejadian
ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross
sectional study. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data
TINJAUAN PUSTAKA
TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
micron dan tebal 0,3-0,6 micron. Sifat khusus bakteri ini tahan terhadap
asam, oleh karena itu sering disebut Bakteri Tahan Asam (BTA).
Bakteri TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, bakteri ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa
pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang
11
12
keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
selama satu tahun. Jika ARTI sebesar 1%, berarti terdapat 10 orang
a. Batuk
b. Batuk darah
c. Dahak
d. Sesak napas
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
e. Nyeri dada
terkena.
a. Demam
fit, tidak enak badan, lemah, lesu pegal-pegal dan mudah lelah.
setidaknya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila
TB paru.
sebagai berikut:
penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala
1. Tuberkulosis Paru
penderita buruk.
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Pindahan
(Form TB 09).
lebih.
5. Gagal
6. Lain-lain
hewan dan diduga terjadi pada manusia, hal ini dipengaruhi oleh umur,
kuman tuberkulosis.
1. Infeksi Primer
paru, saluran linfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
Paru) :
daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paru pasca primer adalah
pleura.
pada paru.
23
Insufficiency).
2002)
pengobatan.
dalam tanah.
alkohol.
daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap
menular.
1. Tujuan Pengobatan
2. Prinsip pengobatan
sebagai berikut :
dan lanjutan.
26
Tahap Lanjutan
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
sisipan (HRZE)
c. Paket Kombipak.
kepatuhan pasien.
28
Paru
timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu
bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor
Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka
1. Agent
infeksi tersering.
hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan
panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2-0,8 mikron. Kuman ini melayang
bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar
jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5
suhu 31-37 C.
2. Host
penderita.
a. Umur
b. Jenis kelamin
laki.
c. Pendidikan
d. Status Gizi
kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik. Selain itu,
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
e. Pengetahuan
yaitu :
situasi lain.
2011).
f. Pekerjaan
3. Environment
baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana
yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik,
suatu penyakit.
mengatur sistem yang ada pada unsur tersebut .Oksigen (O2) atau
oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan
udara tersebut telah kurang dan bercampur dengan partikel atau gas
oksigen.
40
a. Kepadatan Hunian
yang tersedia.
(Suyono, 2005).
b. Ventilasi Rumah
kurang dari 10% luas lantai dapat berisiko 4,55 kali untuk
43
c. Suhu
yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap
1988).
1. Lokasi
2. Kualitas udara
sebagai berikut :
vektor penyakit.
menyilaukan mata.
penghuninya.
keracunan.
6. Vektor penyakit
7. Penghijauan
kelestarian alam.
1. Bahan bangunan
dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
kecelakaan.
3. Pencahayaan
4. Kualitas udara
b. Kelembaban udara 40 – 70 %.
5. Ventilasi Luas
6. Vektor penyakit
dalamrumah.
7. Penyediaan air
60 liter/ orang/hari.
9. Pembuangan Limbah
permukaan tanah.
tanah.
Epidemiologi TBC.”
Bagan 2.1
Host:
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Status Gizi
- Pengetahuan tentang TB
Paru
Agent: Environment :
Kejadian TB Paru
dan suuhu) serta karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, pendidikan, dan
Jenis Kelamin
Pendidkan
Kepadatan hunian
Ventilasi rumah
Suhu
51
52
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Nominal
Operasional
Variabel Dependen
1. Kejadian TB Paru Pasien yang tercatat Data rekam Pengecekan 0. Ya Nominal
di data rekam medis medis data rekam 1. Tidak
berusia 15-64 tahun medis
(Depkes, 2010) pada
bulan april-juni 2013
Variabel Independen
2 Jenis kelamin Status gender yng kuesioner Wawancara 0. Laki-laki Nominal
dibawa sejak lahir 1. Perempuan
(laki-laki atau
perempuan)
3 Pendidikan Pendidikan terakhir Kuesioner Wawancara 0. Rendah (tidak sekolah, Ordinal
responden sesuai SD & SMP)
dengan ijazah yang 1. Tinggi (SMA &
diterima Perguruan tinggi
(BPS, 2012)
Variabel Devinisi Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Operasional
5 Pengetahuan Tinggi rendahnya Kuesioner Wawancara 0. Rendah (tingkat
skor total dijawab pengetahuan dikatakan
responden terhadap rendah bila skor <
pertanyaan- mean
pertanyaan mengenai 1. Tinggi (tingkat
berbagai hal yang pengetahuan dikatakan
berkaitan dengan TB tinggi bila skor ≥ mean
Paru.
6 Kepadatan hunian Perbandingan jumlah Kuesioner Wawancara 0. tidak memenuhi syarat Ordinal
orang yang menetap & apabila < 10m2/orang
dalam rumah dengan Pengukuran 1. Memenuhi syarat
luas lantai dalam apabila > 102/orang
meter persegi,
Persyaratan minimal (Kepmenkes, 1999)
10 meter persegi per
orang (Kepmenkes,
No 829/1999)
7 Ventilasi rumah Lubang tempat Meteran Pengukuran 0. Tidak memenuhi syarat Ordinal
keluar masuknya jika < 10%
udara ke dalam 1. Memenuhi syarat ≥
rumah, Ventilasi 10%
yang memenuhi
syarat jika (Kepmenkes, 1999)
perbandingan luas
ventilasi dan luas
ruangan minimal
10% dari luas lantai
rumah (Kepmenkes
No 829/1999)
54
8 Suhu ruangan Ukuran suhu dalam Thermo- Pengukuran 0. Tidak memenuhi syarat Ordinal
rumah saat hygrometer bila <18oC atau >30oC
pengukuran dengan 1. Memenuhi syarat
o o
tingkat kenyamanan apabila 18 C -30 C
berkisar antara 18-30
celcius (Kepmenkes, 1999)
(Kepmenkes No
829/1999)
55
3.3 Hipotesis
gizi dan pengetahuan) pada kelompok usia produktif dengan kejadian TB Paru di
rumah dan suhu) pada kelompok usia produktif dengan kejadian di Puskesmas
METODE PENELITIAN
dengan menggunakan desain cross sectional study (potong lintang) yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek
dengan pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
Tangerang Selatan, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun
2013.
Puskesmas Pondok Pucung kota Tangerang Selatan yang berkunjung pada bulan
april-juni 2013
56
57
kunjungan pasien yang ada di Puskesmas Pondok Pucung pada bulan april-juni
2013. Dari data tersebut diperoleh 351 pasien yang menjadi sampling frame yang
pengambilan secara acak sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu 65
reponden.
kriteria inklusi dan eksklusi, Adapun kriteria dipilih berdasarkan kriteria inklusi
1. Kriteria Inklusi
d. Bersedia diwawancara
58
2. Kriteria Eksklusi
Selatan
n = Jumlah sampel
Z 1-α/2 =nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% dengan α = 0,05 yaitu
sebesar 1,96
Z 1-β/2 = nilai Z pada kekuatan uji (power) 1-β = 80% yaitu 0,84
Adapun nilai P1, P2, yang didapatkan dari penelitian terdahulu, berkaitan dengan
NO Variabel P1 P2 n Ket
1 Status gizi 0,74 0,26 16 Setiawan, 2010
2 Pengetahuan 0,70 0,30 24 Ruswanto, 2010
3 Kepadatan 0,63 0,36 42 Niko, 2011
hunian
4 Ventilasi 0,68 0,31 22 Niko, 2011
5 Suhu 0.32 0.67 25 Ruswanto, 2010
Dari tabel 4.1 diambil P1 dan P2 dari n terbesar yaitu P1=0,63 dan P2=0,36 dan
didapatkan jumlah sampel sebesar 42 responden (P1 = Proporsi kepadatan hunian yang
memenuhi syarat dengan kejadian TB Paru, P2 = Proporsi kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat dengan kejadian TB Paru). Dari hasil tersebut kemudian dilakukan
Fatimah 2008 yaitu hasil dari responden yang tidak menderita TB Paru 65,2 %
n = 42 / 0,652
n = 64 responden
a. Data Primer
rumah dan suhu dilakukan dengan cara observasi dan pengukuran dirumah
responden.
b. Data Sekunder
Puskesmas Pondok Pucung. Data yang di ambil meliputi data jumlah kasus TB
Paru yang ada di masing-masing Puskesmas di Kota Tangerang Selatan dan data
rekam medis kunjungan pasien yang ada di Puskesmas Pondok Pucung pada
1. Kuisioner
Kuisioner adalah alat pengumpul data yang berisi daftar pertanyaan yang
akan diajukan kepada responden dan sudah tersusun dengan baik, sehingga
61
pengisian kuisioner.
2. Alat Pengukuran
- Status gizi
- Kepadatan hunian
meteran.
- Ventilasi
Luas ventilasi meliputi luas lubang angin yang dapat masuk kedalam
rumah dibagi dengan luas lantai dikalikan 100%, diukur pada tempat
menggunakan meteran.
- Suhu
1. Editing, yaitu peniliti memeriksa data yang terkumpul tentang hasil isian
kuesioner apakah jawaban yang ada sudah terisi lengkap, jelas terbaca,
tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode angka pada data
yang berbentuk huruf. Pada variabel independen yaitu jenis kelamin, peniliti
sekolah, SD, SMP) dan 1 tinggi jika (SMA dan Perguruan tinggi). Variabel
status gizi di kategorikan menjadi 3 kategori yaitu 0 untuk sataus gizi kurus
menjadi dua kategori yaitu 0 tidak memenuhi syarat (<18°C atau >30°C), 1
3. Entry, yaitu Memasukkan data yang telah diedit dan dicoding dengan
sudah dikategorikan.
1. Analisis Univariat
tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
variabel dependen yang telah dianalisis. Analisis uji bivariat menggunakan uji
diduga berhubungan atau berkolerasi. Jika P value < 0,05 maka perhitungan
HASIL PENELITIAN
Pondok Aren Kota tangerang Selatan. Luas wilayah 245 Ha2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 30683 jiwa yang terdiri dari 13122 KK, 95 RT dan 16 RW. Alamat Puskesmas
Pondok Pucung di Jl. Santunan Jaya RT01/03 Kelurahan Pondok Pucung, Kec. Pondok
Aren, Kota Tangerang Selatan, Propinsi Banten. Dibangun di atas tanah seluas 1000 m2
dengan luas bangunan 600 m2. Adapun letak Puskesmas Pondok Pucung berada dengan
Puskesmas Pondok Pucung tahun 2013, disajikan dalam bentuk tabel 5.1 berikut
ini :
64
65
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru pada Kelompok Usia Produktif
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang ikut dalam
penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 60%.
66
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Status Gizi
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari ketiga kategori status
gizi responden, yang memiliki status gizi normal lebih banyak 55,4%.
Pucung tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
usia produktif di Puskesmas Pondok Pucung tahun 2013 diperoleh hasil yang
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kondisi Kepadatan Hunian
Rumah di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
usia produktif di Puskesmas Pondok Pucung tahun 2013 diperoleh hasil yang
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kondisi Ventilasi Rumah
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
5.2.8 Gambaran Keadaan Suhu Ruangan Rumah pada Kelompok Usia Produktif
di Puskesmas Pondok Pucung tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keadaan Suhu Ruangan Rumah
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.9 berikut ini :
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian TB Paru
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Jenis Total P
Ya Tidak
Kelamin value
N % N % N %
Laki-laki 8 30,8 18 69,2 26 100,0
Perempuan 15 38,5 24 61,5 39 100,0 0,602
Total 23 35,4 42 64,6 65 100,0
Berdasarkan tabel 5.9 hasil analisis antara jenis kelamin dengan dengan
tahun 2013 dapat diketahui bahwa dari 26 responden yang berjenis kelamin laki-
menderita TB Paru.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,602, artinya pada
2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.10 berikut ini :
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian TB Paru
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Pendidikan Ya Tidak
value
N % N % N %
Rendah 17 43,6 22 56,4 39 100,0
Tinggi 6 23,1 20 76,9 26 100,0 0,116
Total 23 35,4 42 64,6 65 100,0
TB Paru pada kelompok usia produktif di Puskesmas Pondok Pucung tahun 2013
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,116, artinya pada
kejadian TB Paru.
72
tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.11 berikut ini :
Tabel 5.11
Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian TB Paru
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Status Gizi Ya Tidak
value
N % N % N %
Kurus 16 64,0 9 36,0 25 100,0
Normal 17 19,4 29 80,6 36 100,0
0,001
Gemuk 0 0,00 4 100 4 100,0
Total 23 35,4 42 64,6 65 100,0
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis antara status gizi dengan kejadian
menunjukkan bahwa dari 25 responden yang ber status gizi kurus, terdapat 16
Sedangkan dari 4 responden yang ber status gizi gemuk tidak terdapat responden
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value sebesar 0,001, artinya
Paru.
73
tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.12 berikut ini :
Tabel 5.12
Analisis Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Pengetahuan Ya Tidak
value
N % N % N %
Rendah 10 38,5 16 61,5 26 100,0
Tinggi 13 33,3 26 66,7 39 100,0 0,792
Total 57 35,4 63 64,6 65 100,0
Paru.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,792, artinya pada
kejadian TB Paru.
74
Kejadian TB Paru
Pucung tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.13
berikut ini :
Tabel 5.13
Analisis Hubungan antara Kondisi Kepadatan Hunian Rumah dengan
Kejadian TB Paru pada Kelompok Usia Produktif
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Kepadatan Hunian Ya Tidak
value
N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat 15 60,0 10 40,0 25 100,0
Memenuhi Syarat 8 20,0 32 80,0 40 100,0 0,001
Total 57 35,4 63 64,6 65 100,0
tahun 2013 dapat diketahui bahwa dari 25 responden yang kepadatan hunian
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value sebesar 0,001, artinya
kejadian TB Paru.
Paru
Pucung tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.14
berikut ini :
Tabel 5.14
Analisis Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian TB Paru
pada Kelompok Usia Produktif di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Ventilasi Rumah Ya Tidak
value
N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat 13 56,5 10 43,5 23 100,0
Memenuhi Syarat 10 23,8 32 76,2 42 100,0 0,014
Total 23 35,4 42 64,6 65 100,0
tahun 2013 dapat diketahui bahwa dari 23 responden yang ventilasi rumah tidak
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,014, artinya pada
Paru.
Kejadian TB Paru
tahun 2013 menggunakan uji Chi-Square disajikan pada tabel 5.15 berikut ini :
Tabel 5.15
Analisis Hubungan antara Keadaan Suhu Ruangan Rumah dengan
Kejadian TB Paru pada Kelompok Usia Produktif
di Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013
Kejadian TB Paru
Total P
Suhu Ya Tidak
value
N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat 9 42,9 12 57,1 21 100,0
Memenuhi Syarat 14 31,8 30 68,2 44 100,0 0,417
Total 23 35,4 42 64,6 65 100,0
Selatan tahun 2013 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang suhu tidak
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,0417, artinya pada
PEMBAHASAN
1. Rancangan Penelitian
Rancangan dari penelititan ini adalah Cross sectional (potong lintang) dimana
pada penelitian ini tidak dapat ditentukan arah hubungan sebab akibat antara variabel
independen dan variabel dependen di ukur secara bersamaan sehingga tidak dapat
ditentukan urutan waktu variabel mana yang terjadi terlebih dahulu. Kemungkinan yang
bisa terjadi adalah responden yang menderita TB Paru melakukan perubahan terhadap
faktor risiko utama seperti memperbaiki sistem ventilasi rumah, perpindahan tempat
tinggal, pengurangan atau pertambahan jumlah penghuni rumah, dan keadaan status gizi
sebelum responden sakit tidak diketahui sehingga pada saat penelitian dilakukan berbeda
2. Bias
Dalam penelitian ini ada beberapa jenis bias yang mungkin dapat terjadi. Bias
yang mungkin terjadi adalah bias informasi. Bias informasi yang dapat terjadi bisa
data.
pewawancara atau lupa terutama untuk pertanyaan yang digali secara retrosfektif
78
79
berdasarkan ingatan, terjadi bias ini bisa pada kelompok terpajan maupun pada
dilontarkan. Hal ini dipengaruhi karena keyakinan pewawancara terhadap suatu faktor
risiko yang sedang dibuktikan oleh peneliti. Bias ini juga bisa disebabkan karena
Bias instrumen bisa terjadi karena ada beberapa responden kurang mengerti atau
paham maksud dari kuesioner dan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kondisi
fisik rumah.
Bias seleksi mungkin terjadi pada saat penetuan sampel penelitian. Penentuan
sampel dalam penelitian ditetapkan berdasarkan data rekam medis puskesmas dimana
pengambilan sampel terjadi bias seleksi. Bias ini juga mungkin terjadi karena fisik
rumah yang ditempati responden telah direnovasi atau telah pindah rumah selama kurun
penelitian ini.
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).Tuberkulosis paru (TB paru)
80
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis dan ditularkan
melalui udara pada saat pasien TB batuk atau bersin (Depkes RI, 2006).
Pada penelitian ini, hasil uji univariat menunjukkan bahwa sebanyak 35,4% dari
responden mengalami kejadian TB paru yaitu sebesar 23 orang dari 65 orang responden.
Penelitian ini dilakukan pada responden yang berusia produktif yaitu usia 15-64 tahun
yang tercatat pada data rekam medis Puskesmas Pondok Pucung pada bulan april- juni
2013.
Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan
oleh Musadad (2006) yang menemukan sekitar 90,2% penderita TB paru terjadi pada
proporsi responden pada usia produktif cenderung lebih banyak 76,7% terhadap kejadian
TB paru. Serta penelitian Putranto Perdana (2008) di Jakarta Timur yang menyatakan
bahwa usia produktif berisiko besar terhadap penularan penyakit TB Paru daripada pada
usia yang tidak produktif. Umur produktif sangat berbahaya terhadap tingkat penularan
karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain, mobilitas yang tinggi dan
memungkinkan untuk menular ke orang lain serta lingkungan sekitar tempat tinggal.
TB Paru tinggi pada jenis kelamin perempuan (38,5%) dibandingkan pada jenis
kelamin laki-laki (30,8%). Hal ini disebabkan karena responden yang berjenis
sampel penelitian ini diambil secara acak sehingga jumlah responden perempuan
Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian TB Paru (p value = 0.602). Menurut peneliti, tidak
proporsi antara responden laki-laki dan perempuan yang ikut dalam penelitian ini
retnaningsih dkk (2010) yang menyebutkan tidak ada hubungan antara jenis
dengan angka kejadian TB Paru pada perempuan 81% lebih tinggi dibanding
puskesmas pondok pucung jumlah kunjungan pasien per april-juni lebih banyak
laki-laki malas untuk pergi ke puskesmas kalau belum benar-benar sakit parah
dengan alasan masalah pekerjaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
zuliana (2009) bahwa perempuan 80% lebih patuh untuk pergi ke pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 20%. Ini dapat diasumsikan
82
bahwa perempuan dengan mobilitas yang rendah memiliki banyak waktu untuk
6.3.2 Pendidikan
Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan
responden yang memiliki pendidikan rendah angka kejadian TB paru lebih tinggi
dibandingkan responden yang ber pendidikan tinggi. Hal ini sesuai dengan teori
tinggi maka seseorang akan lebih mudah memahami tentang penyakit TB paru
dan mencoba untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sutiningsih (2012) yang
menyatakan tingkat pendidikan rendah lebih berisiko 0,579 kali lebih besar untuk
83
diperkuat oleh data RISKESDAS (2007) dimana TB Paru empat kali lebih sering
tinggi.
Bagoes (2006) yang menyatakan bahwa pendidikan pada individu atau kelompok
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu”
Dari ayat diatas dapat diambil beberapa pokok pemikiran; Pada arti kata
“mengajarkan” dalam hal ini menerangkan bahwa peran seorang guru adalah
84
arti kata “ilmu yang telah diajarkan” dari apa yang telah dia ketahui dan dia
pelajari maka dia akan mengetahui berbagai macam hal dan dapat
mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah. Dan kesemua hal
dengan tingkatan-tingkatannya.
badan (meter) atau Indek Masa Tubuh (IMT). Berdasarkan hasil penelitian
variabel status gizi diperoleh proporsi kejadian TB Paru tinggi pada responden
yang ber status gizi kurus yaitu (64%) dibandingkan dengan responden yang
berstatus gizi normal yaitu (19,4%). Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa
ada hubungan antara status gizi dengan kejadian TB Paru (p value = 0,001).
(2010) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian TB Paru dimana penduduk yang berstatus gizi buruk mempunyai risiko
14,654 kali lipat dibandingkan dengan penduduk yang status gizi baik terhadap
kejadian TB paru. Penelitian ini ditunjang oleh Warta Gerdunas Januari 2003
(dalam Unita 2004) bahwa gizi kurang dan makanan yang tidak adequate
terjadi infeksi dan terjadi reaktifasi yang akan berkembang menjadi TBC aktif.
kelebihan gizi pada orang dewasa (18 tahun ke atas) merupakan masalah
terkait. Penderita infeksi sering mengalami anoreksia, penurunan gizi atau gizi
kurang akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah dan sangat peka terhadap
penularan penyakit. Pada keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh
terpadu dari berbagai pihak antara lain dari kesehatan dan pemerintah setempat.
tidak terlepas dari pendapatan masyarakat, oleh karena itu pemerintah setempat
yanghalal juga baik (Halalan Thoyyiban), sebagaimana firman Allah swt. dalam
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik, dari apa yang telah dirizkikan
Dalam tafsir Syaikh Nashir as-Sa‟dy (2005) makanan yang halal adalah
yang diproses maupun diperoleh atau sumber nya dengan cara yang halal, yaitu
tidak dari hasil curian, korupsi dan mendzlimi orang lain atau apabila hewan
potong harus menyebut asma Allah swt. saat dilakukan pemotongan. Selain itu
makanan juga harus baik, yaitu cukup bergizi, makanan yang lengkap dan
6.3.4 Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hasil dari tahu mengenai
penyebab, gejala, penularan dan pencegahan penyakit TBC. Pada penelitian ini
diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi lebih banyak
87
(40%).
paru dapat diketahui bahwa kejadian TB paru lebih banyak dialami oleh
itu kejadian TB paru hanya dialami oleh 33,3% responden yang memiliki
pengetahuan tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0,792 yang
penelitian ini tidak berhubungan dengan kejadian TB Paru, antara lain; pertama,
dapat dilihat pada beberapa jawaban responden yang masih kurang tepat pada
paru dan syarat ventilasi rumah yang baik sehingga berpengaruh pada
motivasi, dan reaksi sehingga setiap tindakan manusia baik yang positif maupun
negatif didasarkan oleh salah satu faktor tersebut. Responden yang mengalami
yang lain seperti keinginan, kehendak, emosi, sikap, motivasi, dan reaksi. Hal ini
didukung oleh pendapat Green (1991) dalam Aini (2009) yang mengatakan
potensi penularan TB Paru 2,5 kali lebih besar pada yang berpengetahuan
rendah.
ا َّت ِبي َق يَق ْل َق ُه َق َق ا َّت ِبي َق َق يَق ْل َق ُه َق ۗ ِبإ َّت َق يَق َق َق َّت ُه ُه ُه ْلاا َق ْل َق ِب
ا َق ْل يَق ْلس َق ِب
“Apakah sama; antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
besar, dan Allah akan meninggikan derajat nya, baik disisi Allah maupun
adalah orang yang mempunyai ilmu, sedang yang lain jatuh kedalam jurang
berilmu”.
dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuinya. Luas
kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena
keluarga lain.
90
kejadian TB paru dapat diketahui bahwa kejadian TB paru lebih banyak dialami
oleh responden yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat yaitu
sebesar 60%. Sementara itu kejadian TB paru hanya dialami oleh 20% responden
menunjukkan P value sebesar 0,001 yang artinya ada hubungan antara kepadatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Niko (2011) di kota solok
dengan kejadian TB paru, diman risiko untuk terkena TB paru 5,95 kali lebih
tinggi pada responden yang tinggal pada kepadatan rumah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adrial
(2005) di batam yang mendapatkan bahwa orang yang tinggal dengan tingkat
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat mempunyai 4,55 kali lebih besar
untuk terkena TB paru bandingkan dengan orang yang tinggal dengan kepadatan
dan cepat terjadi. Oleh karena itu, kepadatan hunian dalam rumah merupakan
Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat dengan rumus jumlah
penghuni/ luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m2 per orang.
luas lantai ruangan merupakan faktor yang penting. Luas bangunan yang tidak
2000 luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per
orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
yang berlebih-lebihan.”
92
yaitu berasal dari kata asrafa-yusrifu yang dapat di artikan dengan melampaui
menggunakan sesuatu dengan sikap yang tidak wajar dan melebihi batas yang
kemudian diikuti dengan celaan terhadap orang yang melakukan sesuatu secara
karena kadar tertentu. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kata tersebut (isra’f)
khususnya karena uap air baik dari pernafasan maupun dari keringat.
konsentrasi kuman TBC dan kuman lain, dimana kuman tersebut akan terbawa
keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Oleh karena itu apabila konstruksi
rumah menggunakan genteng kaca, maka hali ini merupakan kombinasi yang
Ventilasi rumah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas ventilasi
yang meliputi luas lubang angin yang dapat masuk kedalam rumah dibagi dengan
luas lantai yang dikelompokan atas dua kategorik yaitu tidak memenuhi syarat
dan memenuhi syarat. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa responden yang
(35,4%).
kejadian TB paru dapat diketahui bahwa kejadian TB paru lebih banyak dialami
oleh responden yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat yaitu sebesar
56,5%. Sementara itu kejadian TB paru hanya dialami oleh 23,8% responden
yang memiliki ventilasi rumah memenuhi syarat. Hasil uji statistik menunjukkan
p value sebesar 0,014 yang artinya ada hubungan antara ventilasi rumah dengan
kejadian TB paru.
paru, penelitian ini mendapatkan risiko untuk terkena TB Paru 1.314 kali pada
(2005) menyatakan bahwa luas yang tidak memenuhi syarat kesehatan memiliki
risiko untuk terkena TB Paru sebesar 4.55 kali dibandingkan dengan luas
dengan ventilasi rumah yang kurang atau sama dengan 10% berisiko 18.11 kali
lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan orang dengan ventilasi rumah
lebih dari 10% luas lantai. Penelitian Budiyanti (2003) juga menyatakan adanya
disimpulkan bahwa orang yang tinggal dengan ventilasi kamar tidur yang tidak
karena ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta
dan kuman lain yang akan terbawa keluar dan mati terkena sinar matahari
melalui batuk akan terhirup oleh orang disekitarnya dan sampai ke paru-paru.
Dengan adanya ventilasi yang baik maka akan menjamin terjadinya pertukaran
lain seiring dengan menurunnya konsentrasi kuman. Kamar dengan luas ventilasi
Ventilasi rumah yang tidak cukup menyebabkan aliran udara tidak terjaga
sehingga kelembaban udara didalam ruangan naik dan kondisi ini menjadi media
95
udara secara lancar diperlukan minimum luas lubang ventilasi tetap 10% dari
6.3.3 Suhu
dikelompokan atas dua kategorik yaitu tidak memenuhi syarat dan memenuhi
syarat. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa responden yang suhu ruangan
dengan kejadian TB paru dapat diketahui bahwa kejadian TB paru lebih banyak
dialami oleh responden yang suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat yaitu
sebesar 42,9%. Sementara itu kejadian TB paru hanya dialami oleh 31,8%
responden yang memiliki suhu ruangan yang memenuhi syarat. Hasil uji statistik
menunjukkan p value sebesar 0,417 yang artinya tidak ada hubungan antara suhu
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fatimah (2008) yang
paru dimana seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan suhu udara tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 2,674 kali lebih besar untuk menderitaTB
Paru dibanding seseorang yang tinggal di rumah dengan suhu memenuhi syarat.
96
penyakit tuberkulosis paru dan berisiko 2,93 kali lebih besar pada suhu ruangan
memenuhi syarat.
kejadian TB Paru, suhu tetap memiliki peran dalam penularan TB Paru. Menurut
suhu yang disukai, tetapi pada rentang suhu ini terdapat suatu suhu optimum
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat memiliki sebaran yang hampir
sama. Selain itu peneliti berpendapat bahwa jumlah responden yang memiliki
suhu memenuhi syarat lebih banyak dibandingkan yang tidak memenuhi syarat
terhadap hasil pengukuran. Asumsi lain dari peneliti tidak adanya hubungan dari
dan hanya dilakukan satu kali pengukuran sehingga hasil pengukuran yang
97
didapat bisa jadi tidak valid atau homogen. Sedangkan menurut teori pengukuran
yang baik tidak hanya dilakukan hanya satu kali pengukuran atau sewaktu,
karena suhu di pagi hari berbeda dengan suhu pada siang hari dan juga pada
malam hari.
dalam proses peningkatan atau penurunan suhu adalah faktor angin (kecepatan
dan arah), turbulensi, stabilitas atmosfer dan inversi. Selain itu ada pula faktor-
dan radiasi surya. Maka, dapat disimpulkan bahwa faktor iklim dan meteorology
7.1 Kesimpulan
TB Paru.
sebagai berikut :
a. Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak 39 orang (60%) dari
b. Responden yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak 39 orang (60%) dari
c. Status Gizi responden yang memiliki status gizi kurus 25 orang (38,5%), status
gizi normal 36 orang (55,4%) dan status gizi gemuk 4 orang (6,2%).
(40%).
98
99
3. Gambaran tingkat sirkulasi oksigen (Kepadatan hunian, ventilasi rumah, dan suhu)
b. Responden yang ventilasi rumah memenuhi syarat lebih tinggi 42 orang (64,6%)
(35,4%).
c. Responden yang suhu ruangan memenuhi syarat lebih tinggi 44 orang (67,7%)
(32,3%).
4. Berdasarkan hasil uji statistik bivariat hubungan tingkat sirkulasi oksigen dan
karakteristik individu dengan kejadian TB paru pada pada kelompok usia produktif
a. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian TB parudengan nilai p
value 0,602.
b. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian TB paru dengan nilai p
value 0,116.
c. Ada hubungan antara status gizi dengn kejadian TB paru dengan nilai p value
0,001.
d. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian TB paru dengan nilai p
value 0,792
100
e. Ada hubungan antara kondisi kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB paru
f. Ada hubungan antara kondisi ventilasi rumah dengan kejadian TB paru dengan
g. Tidak ada hubungan antara keadaan suhu ruangan rumah dengan kejadian TB
7.2 Saran
tentang makanan sehat serta memberikan makanan tambahan kepada pasien TB.
d. Melatih para kader terkait informasi tentang TB dengan komunikasi aktif kader
penemuan kasus TB, serta pengawasan dalam minum obat pasien TB.
2. Bagi masyarakat
101
dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari
yang bergizi.
b. Memisahkan tempat tidur dan alat makan bagi anggota keluarga yang menderita
TB Paru .
a. agar dapat meneliti faktor-faktor atau variabel lain seperti perilaku, kontak
Boyd, C.E. (1988). Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA.
Chandra W., Maria CH Winarti., H Mewengkang. (2004). Kasus Kontak
Tuberkulosis paru di klinik paru Rumah Sakit Umum Pusat Manado.
Majalah Kedokteran Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (2000). Visi Misi Indonesia Sehat 2010. Jakarta
Departemen Kesehatan RI, Ditjen P2MPL. (2002). Pedoman Teknis Penilaian Rumah
Sehat. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, Edisi
2, Cetakan ke-2, Depkes RI, Jakarta
Niko, Rianda. (2011). Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah dengan
Kejadian Tb Paru di Kota Solok Tahun 2011. Skripsi FKM Universitas
Andalas
http://putraprabu.wordpress.com/2008/10/10/penyakit-berbasislingkungan/,
diakses tanggal 25 Desember 2012
KUESIONER PENELITIAN
Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin menyampaikan bahwa
saya akan melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Sirkulasi Oksigen dan
Puskesmas Pondok Pucung Tahun 2013” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Semua jawaban ibu/bapak akan dijamin kerahasiannya.
Responden
(____________________)
KUESIONER
A. IDENTITAS RESPONDEN
2. SD 3. SMP
TB =........cm
IMT =..........
B. PENGETAHUAN
a. Tahu
b. Ragu-ragu
c. Tidak tahu
d. Tidak tahu
c. Guna-guna
d. Tidak tahu
a. Udara
b. Pakaian
c. Makanan/minuman
d. Tidak tahu
apabila ?
c. Tidur beramai-ramai.
d. Tidak tahu
d. Tidak tahu
Tuberkulosis Paru ?
napas, rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
d. Tidak tahu
Tuberkulosis Paru ?
disembarang tempat.
c. Tidak tahu
perilaku.
c. Dibiarkan saja.
d. Tidak tahu
diawasi dan dikontrol terus oleh saudara atau salah seorang yang
bapak/ibu ?
b. Tidak perlu perlu, karena obat bisa kita minum sendiri dan tidak akan
lupa
c. Tidak tahu
orang?
a. 2 orang dewasa
b. 3 orang dewasa
c. 4 orang dewasa
d. Tidak tahu
12. Menurut saudara/saudari apakah fungsi ventilasi ?
c. Sebagai hiasan
d. Tidak tahu
d. Tidak tahu
a. Harus bersih tidak dicemari oleh asap dari pembakaran sampah atau
d. Tidak tahu
rumah ?
rumah
b. Untuk penerangan
2. Luas ventilasi dalam ruangan ? (luas lubang angin dan luas jendela dibagi
thermohygrometer) = …………. °C
HASIL SPSS
ANALISIS UNIVARIAT
1. Kejadian TB Paru
Statistics
kjdiantbparu
N Valid 65
Missing 0
Mean .65
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
kjdiantbparu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
2. Jenis kelamin
Statistics
jeniskelamin
N Valid 65
Missing 0
Mean .60
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
jeniskelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
3. Pendidikan
Statistics
pendidikanres
N Valid 65
Missing 0
Mean .40
Median .00
Minimum 0
Maximum 1
pendidikanres
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
4. Status Gizi
Statistics
statusgizires
N Valid 65
Missing 0
Mean .68
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 2
statusgizires
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
5. Pengetahuan
Statistics
katpengetahuan
N Valid 65
Missing 0
Mean .60
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
katpengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Median 7.00
Variance 15.118
Minimum 0
Maximum 14
Range 14
Interquartile Range 6
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
kpdtanhunian
N Valid 65
Missing 0
Mean .62
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
kpdtanhunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
7. Ventilasi Rumah
Statistics
ventilasirumah
N Valid 65
Missing 0
Mean .65
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
ventilasirumah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
suhuruangan
N Valid 65
Missing 0
Mean .68
Median 1.00
Minimum 0
Maximum 1
suhuruangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
ANALISIS BIVARIAT
kjdiantbparu
ya tidak Total
perempuan Count 15 24 39
Total Count 23 42 65
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
kjdiantbparu
ya tidak Total
tinggi Count 6 20 26
Total Count 23 42 65
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
kjdiantbparu
ya tidak Total
normal Count 7 29 36
gemuk Count 0 4 4
Total Count 23 42 65
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 65
kjdiantbparu
ya tidak Total
tinggi Count 13 26 39
Total Count 23 42 65
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.20.
kjdiantbparu
ya tidak Total
Total Count 23 42 65
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.85.
kjdiantbparu
ya tidak Total
Total Count 23 42 65
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.14.
kjdiantbparu
ya tidak Total
Total Count 23 42 65
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.43.