Anda di halaman 1dari 7

1.

1 PENGERTIAN UTILITARISME
Utilitarianism berasal dari kata latin Utilis yAng berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah, atau menguntungkan. Utilitarianism sebagai teori dipaparkan pertama kali
oleh Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Utilitarisme
adalah faham atau aliran dalam filsafat moral yang menekankan prinsip manfaat atau
kegunaan (the principle of utility) sebagai prinsip moral yang paling mendasar
Utilitarianism disebut sebagai sistem utilitas, dimana etik ini mendefinisikan
sesuatu yang baik sebagai kebahagiaan atau kesenangan, hal ini didasarkan pada dua
prinsip yang mendasari yakni kebaikan untuk yang lebih banyak serta jika memiliki
tujuan/akibat yang baik maka akan menghalalkan cara apapun.(Tonia Dandry, 2003)
Utilitarianism didasarkan pada satu prinsip dasar etika yaitu prinsip utilitas.
Suatu tindakan dinilai berguna kalau akibat tindakan tersebut, secara keseluruhan,
dengan memperhitungkan semua pihak yang terlibat dan tanpa membeda-bedakan,
membawa akibat baik berupa keuntungan atau kebahagiaaan yang semakin besar bagi
semakin banyak orang.

1.2 KONSEP UTILITAS


Utilitarisme bersifat teleologis, karena benar-salahnya suatu tindakan secara
moral dikaitkan dengan tujuan (telos) yang mau dicapai atau dengan
memperhitungkan apakah akibat baik tindakan tersebut lebih banyak daripada akibat
buruknya. Utilitarianism mengukur efek dari suatu tindakan. Hal ini berbeda sekali
dengan etika normatif yang bersifat deontologist dimana lebih berfokus pada prinsip
tanpa melihat hasil dari tindakan tersebut. Utilitarianisme yang dikemukakan oleh
Bentham dan Mill bersifat Hedonisme karena Utilitas lebih mengandung unsur
kebahagiaan dan kepuasan/kesenangan. Menurut mereka tindakan manusia dilakukan
dengan tujuan demi kebahagiaan. .(Tschudin, 2002)
Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah hukum dapat
memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu baru orang
banyak. Prinsip utiliti Bentham berbunyi ”the greatest heppines of the greatest
number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).
Sedang Mill berpendapat bahwa kualitas kebahagiaan harus dipertimbangkan juga,
karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada yang rendah. Dan juga
bahwa kebahagian bagi semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian, bukan
kebahagian satu orang saja yang bertindak sebagai pelaku utama, kebahagiaan satu
orang tidak boleh dianggap lebih penting daripada kebahagiaan orang lain.
(Thompson dkk, 2006)
Namun baru–baru ini filosofi utilitarianism berpendapat bahwa selain
kebahagiaan ada juga tujuan manusia melakukan sesuatu tindakan seperti
pertemanan, ingin mendapatkan kesehatan , tujuan kecantikan, pengetahuan, nilai ini
dinamakan sebagai nilai intrinsic. Nilai intrinsic akan di hasilkan dari tindakan.
Menurut aristoteles, mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit merupakan
kebutuhan yang terarah, sedangkan kebahagiaan adalah bentuk tujuan akhir yang
diarahkan. Hal ini membahas bahwa kebahagiaan berhubungan dengan suatu keadaan
yang terpenuhi dan dan mampu melakukan aktualisasi diri sebagai manusia.
Aristotele mengakui bahwa kebutuhan dasar manusia merupakan faktor pendorong
untuk mengejar kesenangan dan untuk mencapai kepuasaan, sehingga diperlukan
suatu upaya untuk mencapai itu semua.
Berbeda dengan hal yang dikemukan oleh hierarki Maslow tentang kebutuhan
manusia, menurut Maslow kita hanya bisa mengejar tingkat yang lebih tinggi secara
pribadi dengan nilai intelektual dan aktualisasi diri ketika kita telah berhasil
memenuhi kebutuhan kita yang lebih rendah. Kebutuhan yang dimaksud adalah :
Kebutuhan intelektual dan personal, actualisasi diri, Kebutuhan dalam hal harga diri
dan mengenali sosialnya, Kebuthan bersosial, Kebutuhan dalam keamanan,
kesehatan, emosi dan materi, Kebutuhan terhdap kepuasaan fisik, mkan, air, baju dll.
Misalkan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia manusia harus melakukannya
dengan mandiri, hal ini mengakibatkan adanya dilemma moral di beberapa daerah.
(Thompson dkk, 2006)

1.3 TIPE TEORI UTILITARIANISM


Aturan Utilitarianism Tindakan utilitarianism
Prinsip Manfaat Prinsip Manfaat

Aturan Moral

Penghakiman khusus Penghakiman


khusus (Tonia, 2003)
1.3.1 Utilitarisme tindakan (Act Utilitarianism)
Utilitarianisme tindakan menganggap sebuah tindakan baik atau benar secara
etika jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan kebaikan yang lebih besar dari
pada akibat buruknya. Dan sebaliknya suatu tindakan dianggap buruk atau salah jika
menghasilkan kejahatan lebih banyak dibanding kebaikan. Bagi Utilitarisme
Tindakan tidak ada peraturan umum yang dengan sendirinya berlaku; setiap tindakan
harus dipertimbangkan akibatnya. Utilitarisme tindakan dengan mudah dapat dipakai
untuk membenarkan tindakan yang melanggar hukum dengan alasan bahwa akibatnya
membawa keuntungan bagi lebih banyak orang daripada akibat buruknya.(Thompson
dkk, 2006)
Utilitarisme sebagaimana lazimnya dipahami adalah Utilitarisme Tindakan.
Kaidah dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut: "Bertindaklah sedemikian rupa
sehingga setiap tindakanmu itu menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar di
dunia daripada akibat buruknya". Bagi penganut aliran ini, pertanyaan pokok yang
perlu diajukan dalam mempertimbangkan suatu tindakan tertentu adalah: "Apakah
tindakanku yang tertentu ini, pada situasi seperti ini, kalau memperhatikan semua
pihak yang tersangkut, akan membawa akibat baik yang lebih besar daripada akibat
buruknya?"
Utilitarisme Tindakan sudah banyak dikritik dan hampir tidak ada yang
membelanya lagi. Alasanya adalah: dalam praktek orang tidak setiap kali membuat
pertimbangan baru untuk melihat akibat-akibat dari setiap tindakan. Sulit
dibayangkan bahwa orang dapat hidup tanpa peraturan sama sekali. Setiap pernyataan
moral mengandung unsur bahwa pada prinsipnya dapat berlaku untuk tindakan-
tindakan lain yang sejenis walaupun akibatnya mungkin tidak persis sama.
Utilitarisme tindakan dengan mudah dapat dipakai untuk membenarkan tindakan
yang melanggar hukum dengan alasan bahwa akibatnya membawa keuntungan bagi
lebih banyak orang daripada akibat buruknya.

1.3.2 Utilitarisme Aturan (Rule Utilitarianism)


Untuk mengatasi kelemahan pokok di atas, maka kemudian dikembangkanlah
macam etika Utilitarian yang kedua, yakni Utilitarisme Peraturan.Dalam teori ini
yang diperhitungkan bukan lagi akibat baik dan buruk dari masing-masing tindakan
sendiri, melainkan dari peraturan umum yang mendasari tindakan itu.Jadi yang
dipersoalkan sekarang adalah akibat-akibat baik dan buruk dari suatu peraturan kalau
berlaku umum.
Utilitarianisme peraturan lebih ke arah individu mengacu pada pengalaman
masa lalu untuk merumuskan aturan yang paling berguna dalam menentukan
kebaikan untuk yang lbih banyak. Utilitarianism juga membatasi individu
pada justifikasi aturan-aturan moral sehingga memungkinkan akan menghasilkan
lebih banyak kebaikan dibanding kejahatan. Anggapannya adalah terdapat
kemungkinan secara prinsip untuk menghitung kesenangan atau rasa sakit yang
dihubungkan dengan keputusan.(Tonia Dandry, 1994)
Dalam teori ini yang diperhitungkan bukan lagi akibat baik dan buruk dari
masing-masing tindakan sendiri, melainkan dari peraturan umum yang mendasari
tindakan itu. Jadi yang dipersoalkan sekarang adalah akibat-akibat baik dan buruk
dari suatu peraturan kalau berlaku umum. Kaidah dasarnya yaitu: "Bertindaklah
selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannya menghasilkan akibat baik
yang lebih besar di dunia ini daripada akibat buruknya."
Rule Utilitarianism modifikasi antara Utilitarianism tindakan dan aturan
moral, aturan baik akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Tindakan individu
didasarkan atas kegunaan dan aturan. Teori ini tidak menilai tindakan berdasarkan
prinsip kegunaan tetapi berdasarkan aturan moral.
Akan tetapi pada pengikut sejati utilitarianism tidak mempercayai keabsahan
setiap aturan-aturan yang berlaku karena aturan itu dapat berubah tergantung pada
keadaan sekitar keputusan yang akan dibuat, hal ini menjadikan pengikut
Utilitarianism tetap memegang teguh keputusan baik atau buruk suatu tindakan
berdasarkan akibat dari perbuatan tersebut.

1.4 EVALUASI TOERI UTILITARIANISM


1.4.1 Kekuatan / Kelebihan Utilitarianism
Adapun keuntungan dari teori ini adalah kemudahan dalam menerapkan
pengambilan keputusan di berbagai situasi karena utilitarianism dibangun
berdasarkan kebutuhan disekitar masyarakat itu sendiri untuk mencapai kebahagian.
Keuntungan lainnya adalah bahwa utilitarianism sangat cocok untuk masyarakat yang
menjauhi aturan dan peraturan.
Utilitarianism memiliki kekuatan yaitu :
1.4.1.1 Prinsip Utilitas bisa digunakan dalam pengambilan kebijakan publik.
Penilaian objektif terhadap kepentingan semua orang dan hasilnya bisa
diterima oleh publik. Sebagai contoh pemerintah memutuskan untuk
menggusur sebuah perkampungan demi pembuatan jalan atau demi
pengaturan tata kota dan pembangan kawasan bisnis, alasan yang
dikemukakan biasanya bersifat utilitarian. Kerugian yang diderita oleh
sekelompok orang yang terkena penggusuran dapat dibenarkan demi
keuntungan bagi semakin banyak orang
1.4.1.2 Utilitarianism ini memiliki nilai dasar yang sederhana dalam pembuatan
keputusan seperti moralitas, kebaikan dan berfokus pada kebahagiaan dan
kesejahteraan manusia.
1.4.1.3 Prinsip dalam Utilitarianism cukup jelas dan rasional.
1.4.2 Kelemahan Utilitarianism
Utilitarianism murni, meskipun mudah digunakan sebagai teori dalam
pengambilan keputusan, tetapi tidak bekerja dengan baik dan efektif untuk membuat
keputusan perawatan kesehatan dikarenakan adanya bentuk kesewenang-wenangan
dalam melihat aturan. Maka dengan itu utilitarianism sering dikombinasikan dengan
teori lain dari pengambilan keputusan etik dalam resolusi dilema etika
1.4.2.1 Utilitarianisme tidak cukup adequate dengan teori moral untuk diterapkan
pada beberapa masalah. Sebagai contoh penelitian yang mengakibatkan nyeri
pada hewan dan manusia sebagai subjek percobaan. Kita tentunya tidak setuju
atau bahkan mengutuk tindakan tersebut. Menurut teori utilitarianism
berdasarkan pilihan subyektif hal itu dapat dibela dan dapat diterima dan
menyatakan bahwa penelitian tersebut adalah hanya merupakan perwakilan
dari suatu perusahaan, disini nilai nilai moral ditinggalkan.
1.4.2.2 Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas,
kesenangan dan rasa sakit bisa diukur. Padahal dalam kenyataannya, kita tidak
bisa mengukur rasa tersebut. Kita tidak dapat menyetarakan kebahagiaan
seseorang dengan orang lain.
1.4.2.3 Sulit menentukan nilai suatu akibat/nilai manfaat. Utilitarisme mengkaitkan
moralitas suatu tindakan dengan jumlah akibat baik yang melebihi akibat
buruknya, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nilai suatu akibat
itu dapat ditentukan. Bagaimana cara menghitung lebih besarnya akibat-akibat
baik atau buruk? Kalau kita membatasi diri pada pembandingan akibat
tindakan dari segi nilai kenikmatan (hedonistik) saja.
1.4.2.4 Bertentangan dengan prinsip keadilan, menurut prinsip keadilan setiap
manusia sebagai seorang pribadi (personal) itu bernilai. Manusia sebagai
seorang pribadi tidak pernah boleh dikorbankan demi manusia lain.
1.4.2.5 Konsep utilitarianisme lebih mengutamakan mayoritas dan mengesampingkan
hak minoritas. Sehingga hasil yang diperoleh menimbulkan ketidakadilan.
Sebagai contoh peneliti ingin memutuskan biaya efektif untuk mengontrol
biaya pengobatan hipertensi, peneliti lebih mengambil subyek orang yang sudah
mendapat pengobatan hipertensi daripada melakukan skrining terhadap kasus
baru. Jika rekomendasi tersebut diterima pemerintah maka pemerintah akan
memberikan kebijakan yang ditekankan pada kebutuhan pencegahan medis
daripada menekankan pendidikan dan manajemen hipertensi. Ketidak adilan dapat
dilihat dari pemberian kebijakan pemerintah pada kelompok minoritas penderita
hipertensi saja.
1.4.2.6 Utilitarianisme mengabaikan motivasi dan berfokus hanya pada konsekuensi.
1.4.2.7 Dalam menjalani proses kehidupannya di masyarakat, individu dituntut untuk
mengorbankan kebahagiannya demi kepentingan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai