Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

TENTANG “APENDISITIS "

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6A:

1. EKA ERNA WIDYA NINGRUM (203210010)


2. FITRIANI NABILA (203210011)
3. NUR CHASANAH FEBBY ANI (203210022)
4. RINA RETNONINGRUM (203210025)

SEMESTER/KELAS : 3/A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “Apendisitis” dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari Bapak Leo Yosdimyati
R.,S.Kep.,Ns.,M.Kep pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang”
Apendesitis”

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Leo Yosdimyati


R.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Berkat tugas
yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan..

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu Kami memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Jombang, 2 Agustus 2021

Penyusun

2
Daftar Isi

Kata pengantar....................................................................................................
Daftar isi…..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. 1      Latar Belakang........................................................................................
1. 2      Perumusan Masalah................................................................................
1. 3      Tujuan ....................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Apendisitis…………………..................................
2.1.1 Definisi Apendisitis………………….....................................
2.1.2 Anatomi………………….......................................................
2.1.3 Fisiologi……………………...................................................
2.1.4 Etiologi……………………….................................................
2.1.5 Patofisiologi............................................................................
2.1.6 Klasifikasi Apendisitis………………………………….........
2.1.7 Manifestasi Klinis Apendisitis.…………………...................
2.1.8 Pathway....................................................................................
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang…………………...............................
2.1.10 Penatalaksaan…………………..............................................
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan…………………..............................................
2.2.1 Pengkajian Keperawatan…………………..............................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan………………….................................
2.2.3 Intervensi…………………......................................................
2.2.4 Implementasi………………….................................................
2.2.5 Evaluasi………………….........................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...........
3.2 Saran……………………………………………………………….............
Daftar Pustaka…………………………………………………………............

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi infeksi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat segera sembuh tanpa melakukan perawatan , tetapi banyak kasus memerlukan
laparatomi dengan melakukan penyingkiran umbai cacing yang telah terinfeksi, Sehingga
penyakit ini yang paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan.

Apendisitis yang tidak ditangani dengan segera maka akan meningkatkan risiko
terjadinya ferforasi. Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi di kelilingi oleh jaringan nekrotik ( Burkitt et
al.,2013 ).

Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus
yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun
sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek
fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat, 2005). Peradangan pada apendiks selain
mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan


pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke
rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri
hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).

Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun,
dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian
(Santacroce,2009).

4
Tindakan untuk mengatasi individu yang mengalami apenditisis adalah pembedahan
apendiktomi. Pembedahan apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat
apendiks bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Hal ini harus dilakukan untuk
menurunkan resiko perforasi (Lusianah & Suratun, 2010). Tindakan operasi pada pasien
apendisitis banyak menimbulkan dampak biopsikososial spiritual, salah satunya kecemasan.
Respon pasien yang cemas ditunjukan melalui ekspresi marah, bingung, apatis atau
mengajukan pertanyaan (Soewito, 2017). Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan
jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan operasi (Nugraheni dkk, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa itu definisi Apendisitis
3. Apa saja Anatomi dan Fsisiologi Apendisitis
4. Apa etiologi Apendisitis
5. Apa saja patofisiologi Apendisitis
6. Apa saja klasifikasi Apendisitis
7. Apa saja maniifestasi klinis Apendisitis

1.3 Tujuan Penulisan

Menjelaskan konsep dan penatalaksanaan yang meliputi definisi, anatomi fisiologi,


etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, dan pengkajian fokus pada klien post
apendiktomi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Apendisitis

2.1.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).

Pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi


tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang biasa disebut apendisitis (Snell,
2014).

Apendisitis merupakan Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Radang usus buntu atau dalam bahasa medisnya disebut apendisitis adalah
peradangan pada apendiks vermiformis (umbai cacing/usus buntu).

2.1.2 Anatomi

Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah ujung,
keadaan ini menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012 ).

Apendiks, disebut juga apendiks vermiformis merupakan organ yang sempit dan
berbentuk tabung yang mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya.
Letak apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis dan melekat pada
permukaan posteromedial caecum.

6
Apendiks terletak di fossa iliaca dextra, dan dalam hubungannya dengan dinding
anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di garis yang menghubungkan
spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum.

2.1.3 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut secara normal
dicurahkan ke lumen dan selanjtnya mengalir menuju sekum. Adanya hambatan pada
aliran lendir di muara apendiks dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya apendisitis.

Di sepanjang saluran cerna terdapat imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh


GALT (Gut Associates Lymphoid Tissue) yakni IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun apabila seseorang menjalani prosedur
apendektomi, maka tidak akan mempengaruhi imun tubuh, sebab jumlah jaringan limf di
area ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

2.1.4 Etiologi

Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal), atau parasit EHistolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin, &
kumala sari, 2011).

Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan rendah
serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
yang mengakibatkan terjadinya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon.

2.1.5 Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah
(Burkitt, 2007).

7
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding
abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren.
Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang
terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).

2.1.6 Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi apendicitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.

2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

8
2.1.7 Manifestasi Klinis Apendisitis

Secara klasik, apendisitis memberikan manifestasi klinis seperti

1. Nyeri.

Pertama pada periumbilical kemudian menyebar ke kuadran kanan bawah.


Nyeri bersifat viseral, berasal dari kontraksi appendiceal atau distensi dari lumen.
Biasaanya disertai dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya
ringan, seringkali disertai kejang, dan jarang menjadi permasalahan secara alami,
biasanya berkisar selama 4-6 jam.

Selama inflamasi menyebar di permukaan parietal peritonel, nyeri menjadi


somatic, berlokasi di kuadran kanan bawah.14 Gejala ini ditemukan pada 80%
kasus. Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi pada pinggang, serta
mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri yang
semakin parah.

a. Anoreksia sering terjadi.

Mual dan muntah terjadi pada 50-60% kasus, tetapi muntah biasanya self-
limited.

b. Abdominal tenderness.
Khususnya pada regio apendiks. Sebanyak 96% terdapat pada kuadran
kanan bawah akan tetapi ini merupakan gejala nonspesifik. Nyeri pada
kuadran kiri bawah ditemukan pada pasien dengan situs inversus atau yang
memiliki apendiks panjang. Gejala ini tidak ditemukan apabila terdapat
apendiks retrosekal atau apendiks pelvis, dimana pada pemeriksaan fisiknya
ditemukan tenderness pada panggul atau rectal atau pelvis. Kekakuan dan
tenderness dapat menjadi tanda adanya perforasi dan peritonitis terlokasir atau
difusi.

c. Demam ringan.

Dimana temperatur tubuh berkisar antara 37,2 – 380C (99 – 1000F), tetapi
suhu > 38,30C (1010F) menandakan adanya perforasi.

9
d. Peningkatan jumlah leukosit perifer.

Leukositosis > 20,000 sel/ µL menandakan adanya perforasi.

2.1.8 Pathway

Kebiasaan makan Hyperplasia folikel


Tumor appendix Parasite EHistolytica
makanan rendah serat limfoid submukosa

Apendikolit (fekalit Obstruksi (infeksi)


kotoran keras yang dalam lumen appendix Peritonitis lokal
terdapat pada appendix) vermiformis

Pembentukan cairan Meningkatnya pertumbuhan


Konstipasi eksudat kuman flora kolon
fibrinopurulenta

Tekanan intrasekal Inflamasi

Sumbatan fungsional
appendix

Appendiksitis

Appendix tidak Appendix menjadi


menerima supplay darah nekrosis

10
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
c. CT – Scan

Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan


adanya kemungkinan perforasi.
d. C – Reactive Protein (CRP)\

C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati
sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan
peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)

2.1.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan


pembedahan/Apendiktomi

1. Pengertian Apendiktomi

Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan bagian


tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi dapat
dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu pembedahan secara terbuka/
pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan menggunakan teknik laparoskopi
yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru yang
sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk, 2019)

11
a. Laparoskopi apendiktomi

Adalah tindakan bedah invasive minimal yang paling banyak digunakan pada
apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa
kecil (trokar) yang dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar
monitor.

b. Apendiktomi terbuka

Adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah
atau pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.

2. Tahap Operasi Apendiktomi


a. Tindakan sebelum operasi:
1) Observasi pasien

2) Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi dan


mengganti cairan yang telah hilang

3) Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena

4) Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral

5) Pasien diminta melakukan tirah baring

b. Tindakan Operasi
1) Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum
dilakukan pembedahan

2) Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal


adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang.

3) Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.

4) Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

c. Tindakan pasca operasi

1) Observasi TTV

12
2) Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat
mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi
rasa nyeri
3) Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak dan
duduk diluar kamar
4) Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan
melalui intravena. Cairan peroral biasanya diberikan bila pasien dapat
mentoleransi
5) Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari
berikutnya dapat diberikan makanan lunak.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam
tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang
sama.
b. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.

13
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping
hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,
pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen.
c. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik
usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur
akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan
mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh
anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.

14
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang
keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
d. Pemeriksaan diagnostic.
1) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
2) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan
non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau
untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
3) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
e. Pemeriksaan Laboratorium.
1) Darah
Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
2) Urine
Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap


masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial (PPNI, 2017).

Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat
muncul pada kl appendicitis, antara lain :

15
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).
(D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
(D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
2.2.3 Intervensi

Suatu tindakan yang termasuk dibuat untuk membantu individu (klien) dalam beralih
dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.
intervensi tersebut bisa dikatakan sebagai semua tindakan asuhan yang dilakukan perawat
atas nama klien. Tindakan tersebut termasuk intervensi yang diprakarsai oleh
perawat.Intervensi (perencanaan) ialah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi, pusat
tujuan pada klien, menetapkan hasil apa yang ingin dicapai serta memilih intervensi
keperawatan agar dengan mudah mencapai tujuan.

Tahapan perencanaan ini memberi kesempatan kepada perawat,pasien atau


klien, serta orang terdekat klien dalam merumuskan rencana tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah yang dialami oleh klien tersebut.Perencanaan tersebut
merupakan suatu petunjuk yang tertulis dengan menggambarkan sasaran yang tepat
dan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.Intervensi
keperawatan terbagi menjadi dua, sebagai berikut :

a. Intervensi keperawatan yang independen, yang dilakukan perawat


terhadap klien secara mandiri tanpa peran aktif dari tenaga kesehatan
lain.

16
b. Intervensi keperawatan kolaboratif, intervensi yang dilakukan oleh
perawat pada pasien atau klien dalam bentuk kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya.
c. Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap, antara lain :
1) Fase pertama ialah fase persiapan, yaitu persiapa pengetahuan
tentang validasi rencana, implementasi pada rencana, persiapan
klien dan juga keluarganya
2) Fase kedua, puncak pada implementasi keperawatan yang
berorintasi kepada tujuan tersebut. Pada tahap ini, perawat
menyimpulkan data yang dihubungkan terkait dengan reaksi klien.
3) Fase ketiga, terminasi perawat dank lien setelah fase implementasi
keperawatan selesai dilakukan.
2.2.4 Implementasi

Implementasi yang dilakukan meliputi implementasi proses dari intervensi yang


sudah direncanakan sebelumnya untuk mencapai kriteria hasil.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan penulis meliputi evaluasi proses dan hasil, sehingga tindakan
keperawatan yang dilakukan apabila belum berhasil sesuai tujuan tindakan diulang pada
waktu yang sama atau modifikasi sesuai perencanaan dari diagnose yang muncul.Daftar
pustaka

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering. Apendisitis terbagi menjadi 2 yaitu apendiksitis akut dan
apendisitis kronik.

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiporplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya
atau neoplasma,

3.2. Saran

Bagi sistem keilmuan khususnya bagi ilmu keperawatan diharapkan dapat


meningkatkan ketersediaan teori-teori mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan luka
apendisitis. Hal ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk dijadikan pedoman
bagi pelaksanaan asuhan keperawatan apendisitis perforasi dan bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dimasa yang akan datang. Diharapkan dalam
perawatan luka apendisitis perawat dapat mengembangkan keterampilan kliniknya dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya apendisitis perforasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Triyani, Ida.2020.”Bab 2 Tinjauan Pustaka Konsep


Appendicitis”,http://eprints.umpo.ac.id,diakses pada 27 September 2021 pukul 19.28.

Sitompol, Belzasar.2020.”Karya Tulis Ilmiah Literature Review : Asuhan Keperawatan Pada


Klien Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kecemasan Menggunakan Terapi Tehnik
Relaksasi Benson Di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah”,http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id,diakses pada 27 September 2021 pukul 19.37.

Hidayatmo, Yanuar.2021.”Mengenali Radang Usus Buntu


(Apendisitis)”,https://rspelabuhan.com,diakses pada 27 September 2021 pukul 19.39.

Dewiam, Siti.2017.”8 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Anatomi Apendiks vermiformis


Apendiks”,http://eprints.umm.ac.id,diakses pada 27 September 2021 pukul 19.45.

Hidayat, Erwin.2020.”Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien


Appendicitis”,https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id,diakses pada 27 September 2021
pukul 20.29.

Nur, Agustin. 2018.”Bab II.pdf-Rapository Unimus”,https://repository.unimus.ac.id,diakses


pada 27 September 2021 pukul 20.35.

19

Anda mungkin juga menyukai