Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan haji
merayakan hari raya Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan
untuk berqurban dimana mereka menyembelih hewan qurban untuk kemudian
dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah.
Namun di setiap daerah, memiliki cara/ budaya menyembelih (Qurban) sendiri,
seperti dilakukan di tempat tertentu maupun di tampilkan secara khalayak ataupun
hanya ditampilkan terhadap yg Qurban
Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah melihat hilal
(tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin
berkurban, maka hendaklah ia membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim
Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah kurban ini
sunnah, bukan wajib.
Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum pernah
melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran keduanya takut jika
perihal kurban itu dianggap wajib.
Namun jika diperhatikan secara seksama, setiap daerah memiliki adat/ budaya
untuk penyembelihan, layaknya di daerah Karawang yg peyembelihannya lebih
terfokus terhadap niat dan penggunaan mesin, ataupun di daerah Pasir Impun yg
harus mewajibkan berqurban melihat jalannya pengqurbanan.
Disini penulis berharap dapat mencari apa penyebab dari perbedaan adat
pengurbanan di daerah tersebut dan juga berharap jurnal ilmiah ini dapat
menemukan jawaban dari penyebab muncul perbedaan peng Qurbanan di daerah
penulis dan mengkaitkannya di Antropologi Hukum
Kata Kunci: Qurban, Budaya, Pengqurban