Disusun Oleh:
AM-3A (Kelas Karyawan)
Nama Kelompok IV
Alif Rizki Ananda (4111911005)
Thalia Afifah (4111911008)
Yustika Pratiwi (4111911011)
Ahava Yehuda (4111911016)
Yulia Sartika (4111911020)
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa kena
pajak dialam daerah pabean. Setiap pembelian dan penjualan barang jasa dari penguasaha
kena pajak dikenai PPN. Sesuai legal karakter dan PPN ini yang bersifat non
komulatif,maka dalam perlakuan pajak PPN tidak memperbolehkan terjadinya pajak
berganda karna konsumen terakhirlah yang harus menanggung PPN ini. Kalau pajak
penjualan memegang bisa terjadi pajak berganda karna pengenaannya bukan bersifat
“multy stage levy”. Beda halnya jika pembeli barang adalah pengusaha yang
mengolahnya lebih lanjut atau untuk dijual kembali, maka beban PPN yang dibayarkan
dapat digeser kepala pembeli berikutnya. PPN memiliki karakteristik sebagai pajak tidak
langsung yang beban pajaknya bisa digeser ke konsumen akhir.
PPN juga memiliki karakteristik sebagai pajak objektif yang mengandung
pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak dibidang PPN sangat ditentukan oleh
adanya objek pajak.
1. Adanya kewajiban mengnuat faktur pajak setiap transaksi, mengingat faktur pajak
merupakan bukti terpenting.
2. Memudahkan melakukan pemeriksaan, baik oleh pemeriksaan internal maupun
fokus.
3. Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang dijual.
4. Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.
Perencanaan PPN
Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada beberapa upaya berikut ini:
Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena
pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak, ekspor
jasa kena pajak. Barang kena pajak tidak berwujud dan atau ekspor jasa kena pajak.
Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar
oleh pengusaha kena pajak karna perolehannya barang kena pajak dan atau perolehan jasa
kenap pajak dan atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan atau impor
barang kena pajak.
a. Pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
b. Apabila terdapat pajak masukan yang dapat dikreditkan teratai belum dikreditkan
dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelahnya berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
c. Jika dalam suatu ama apaa belum ada pajak keluaran, maka panak masukan tetap
sapat dikreditkan.
Pajak Masukan dapat dikereditkan apabila :
a. Memenuhi ketentuan formal, yatu secara formal harus berbentuk faktur pajak atau
dokumen yang diperlukan sebagai faktur pajak, diisi selengkapnya dan tidak cacat.
b. Memenui ketentuan material, yaitu Pajak Masukan yag dibayar atas perolehan
BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yang meliputi kegiatan
produksi, manajemen, distribusi, dan pemasaran.
3. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dari definisi di atas, beberapa poin penting yang dapat dicatat adalah:
a. Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.
b. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena
impor BKP yang digunakan oleh DJBC.
c. PPN yang dipungut berfungsi sebagai Pajak Keluaran bagi penjual dan Pajak
Masukan bagi pembeli.
PKP perlu memperhatikan tata cara pembuatan pembuatan Faktur Pajak agar tidak
dikenai sanksi perpajakan. Keterlambatan atau kekeliruan dalam pembuatan Faktur Pajak
dapat dikenakan sanksi 2% dari DPP sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk
membuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat
penyerahan atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur
Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak
perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.
b. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT
Masa PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
c. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling lambat
pada akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP. Untuk meringankan beban
administrasi, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak
gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak, meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi
pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pengusaha B pada tanggal 2, 7,9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September 2010. Pada
tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran atas penyerahan tanggal 2 September
2010 dan pembayaran uang muka untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan
Oktober 2010 oleh pengusaha B. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur
Paiak gabungan, Faktur Pajak gabungan itu sebaiknya dibuat pada tangal 30 September
2010 yang meliputi seluruh penyerahan dan pembayaran uang muka yang dilakukan pada
bulan September.Saat pembuatan Faktur Pajak Standar ini sangat terkait dengan saat
terutangnya PPN dan penting untuk dimengerti, karena saat pembuatan Faktur Pajak ini
akan menentukan kapan Pajak Keluaran ini dilaporkan di SPT Masa PPN. Pajak Keluaran
dilaporkan di SPT Masa PPN pada Masa Pajak dibuatnya Faktur Pajak. Faktur Pajak
yang dibuat lebih dari 3 (tiga) bulan sejak batas akhir pembuatan Faktur Pajak Standar
akan berakibat hilangnya hak pengkreditan Pajak Masukan bagi pembeli BKP dan atau
penerima JKP (lihat PER-159/PJ/2006).
Penundaan Pembuatan Faktur Pajak
Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui, pembuatan
faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Dalam kaitan dengan saat pembuatan Faktur
Pajak, makin lambat PKP membuat Faktur Pajak, maka akan lebih baik karena PKP
tidak perlu menalangi pembayaran PPN.
Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat
pembayaran yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah penyerahan BKP atau JKP
(penerbitan invoice). Jika pembayaran baru diterima PKP setelah lewat waktu 45
hari berarti bahwa PKP penjual akan menalangi pembayaran PPN ke Kas Negara.
4. Saat Terutangnya PPN
Sesuai Peraturan Menkeu No. 240/PMK.03/2009, saat terutangnya PPN ditetapkan
sebagai berikut:
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan.Barang Mewah
menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak atau Jasa Kena terjadi pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut
belum diterima .belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena
Pajak Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui eletronic
commerce tunduk pada ketentuan ini.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan
sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat
pembayaran.
Contoh
Pertanyaannya: Keputusan apa yang harus dilakukan oleh PT ABx untuk menegosiasikan
penyerahan barangnya kepada PT DEx:
Dari perhitungan berikut ini, kita dapat menghitung berapa besar penghematan
pajak yang bisa diperoleh perusahaan dari penundaan penyetoran PPN tersebut, yang
semula atas penyerahan barang pada 25 Maret 2012 harus dilakukan setoran PPN ke Kas
Negara pada 29 April 2012, tetapi ditunda penyerahan barangnya pada awal April 2012
sehinga setoran PPN nya ke Kas Negara bisa ditunda hingga akhir bulan yang
bersangkutan.
Cara – I:
Penjualan 2.000 Eksemplar @Rp 4.000 = Rp. 8.000.000
PPN 10% Rp. 800.000
Harga yang di faktur: Harga Jual + PPN Rp. 8.800.000
Cara ll:
Penjualan 2.200 Eksemplar @Rp 4.000 = Rp. 8.800.000
Diskon Rp. 800.000
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 8.000.000
PPN 10% Rp. 800.000
Harga yang di faktur: Harga Jual + PPN Rp. 8.800.000
10.Pengendalian Pajak Melalui Tax Review
Setelah Perencanaan Pajak selesai disusun dan diimplementasikan, masih ada satu
tahap lagi yang harus dilakukan, yaitu pengendalian pajak, Pengendalian pajak perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah semua perencanaan pajak telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak (tax
review).
Tax review merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti
tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk
meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan. Tax review meliputi seluruh
kewajiban perpajakan waib termasuk PPN dan PPnBM.
Tax Review memiliki tujuan sebagai berikut :
Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban dan
prosedural perpajakan dan kemudian dilakukan perbaikan dan penyesuaian
dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Hasil Tax Review dapat digunakan sebagai bahan acuan dasar untuk menysun
SPT Tahunan dan PPh Badan.
Hasil Tax Review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu-
waktu dilakukan pemeriksaan pajak