Anda di halaman 1dari 7

FILSAFAT TERHADAP

PERKEMBANGAN ILMU BAHASA

Elvi Yunita1
1
Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Syariah IAIN Madura
Email : elviyunita998@gmail.com

Abstrak
Setiap mahluk hidup didunia ini memiliki alat komunikasi yang bisa digunakan untuk
berkomunikasi atau ber interaksi sesamanya . alat komunikasi manusia yaitu bahasa. Bahasa
merupakan sesuatu yang ada, maka bahasa juga menjadi salah satu objek kajian filsafat,
bahkan bahasa juga menjadi alat untuk berfilsafat.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, filsafat telah menjadi sebuah ilmu sebagai
dasar pemikiran yang mendapat perhatian sangat dalam karena filsafat memberikan dasar
pengembangan ilmu pengetahuan. Telah berabad abad lamanya ilmu pengetahuan dikaji dan
berkembang sesuai dengan filsafat imu itu sendiri serta memberikan perhatian
terhadapkehidupan manusia. Faktor-faktor perkembangan ilmu filsafat ini tentu memberikan
pengaruh atau kontrubusi yang signifikan kepada berbagai ilmu lainnya termasuk filsafat
bahasa. Filsafat bahasa selalu dipahami oleh dua prespektif yang berbeda, yaitu pertama
sebagaialat analysis konsep-konsep, kedua sebagai kajian tentang materi bahasa yang
dianalisis. Dalam keterkaitan konsep-konsep dan analisi, filsafat telah melahirkan bahasa
tentang bentuk bahasa ekspresi (expression) dan makna (meaning) .bentuk bahasa secara
umum direpresentasikan oleh tata bahasa, sedangkan makna dibahassecara mendalamdalam
kajian sematik. Beberapa filsufuf para yunani seperti plato memberikangambaran yang jelas
terhadap bentuk bahasa,yakni onoma dan rhemata. Onama berfungsi sebagai numina atau
sabjek dan rhemata berfungsi adverb atau predikat.dalam dunia pengajaran bahasa, filsafat
juga memberikan jalan yang sangat luas dimulai dari teori-teori tentang tentang pemerolehan
bahasa (laguange aquisation device ) baik berdasarkan pandangan beahaviorisme dan
kognitivisme. Secara praktis dalam mempresentasikan sebuah pemikiran yang logis (logos)
berpedoman pada pemikiran induktif dan deduktif deduktif berpedoman pada aliran
rasionalisme dengan bertitik tolak dari sesuatu yang umum kepada yang bersifat khusus.
Dengan demikian kita dapatdapat melihat bahwa filsafat dapat memberikan kontrubusi atau
nuasa yang positif terhadap perkembangan bahasa baik secarateoritis maupun praktis.

PENDAHULUAN
Sepanjang sejarah peradaban manusia, filsafat telah menjadi suatu ilmu yang
mendapat perhatian yang sangat dalam karena filsafat memberikan dasar bagi pengembangan
ilmu pengetahuan. Perdebatan-perdebatan akan kebenaran dengan cara memperolehnya akan
menjadi sesuatu yangsangat penting diantara para filsufuf sejak zaman dahulu sampai abad
modern ini. Ariestoteles, Plato, Sokrates adalah pelopor-pelopor yang menghiasi dunia ilmu
pengetahuan dengan pandangan-pandangan filsafatinya pada masa kejayan yunani.
Sementarapadaabad- abad pertengahan muncul beberapa nama lainnya yang yang begitu
peduli dengan apa yang adadibalik ilmu pengetahuan seperti Rene Descartes, Francis Bacon,
David Hume, sehinnga teori tentang ilmu pengetahuan benar-benar dapat diterima dan
memiliki keabsahan. Kepedulian ini berlanjut hingga abad modern dan mencatat beberapa
nama penting dalamsejarah filosofi dumia seperti William James, John dewey, John Locke.
Bronowski memulai argumentasinya dengan menyatakan bahwa keberhasilan ilmu
fisika justru karena ilmu itu sendiri gagal untuk mencapai tujuannya. Artinya setelah
beberapa penelitian yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan ilmu fiska, tetap saaja
muncul ketidakpastian karena detail objek yang di teliti tidak kunjung dapat dihasilkan. Ian
menyatakan bahwa tidak ada ilmu pengetahuan yang mutlak, yang dapat memberikan
keshahihan secara lengkap sehingga tidak dapat diperkuat atau ditentang oleh orang lain.
Pada kenyataannya selalu saja ada berdebatan yang dimunculkan oleh cara pandang manusia
yang notabene berbeda-beda. Kita lihat bagaimana para ilmuwan pada masa itu dalam kereta
api menuju gontigen nbbertukar pikiran dan berdebat akan sebuah objek atau masalah
tertentu. Perbedaan pendapat ini justru meberikan pemikiran-pemikiran baru yang justru
sangat pruduktif sehingga pada dasarnya adalah untukmencari detail sebaik dan sekuat
mungkin untuk mepertahankan argumentasinya. Meskipun begitu mereka tidak akan pernah
mampu untuk mendapatkan semua yang mereka harapkan.
Perdebatan-perdebatan semacam ini mebuat para ilmuan itu ‘dimanjakan’dalam
permainana kebebasan prespektif masing-masing. Apa yang anggapmereka relevan dan
mungkin patut untuk disampaikan, sehingga tidak ada yang merasa terbatasi oleh satu kerucut
pemikaran seseorang tertentu. Apalagi, pembatasan pemikiran dan anggapan bahwa hanya
pemikirannya saja yang benar hanya akan memunculkan kebencian dan kecenderungan
mempermalukan diri sendiri
Pada kenyataanya, dapat dipahammi dengan jelas bahwa selau ada jarak antara ilmu
pengetahuan yang cenderungan diri dengan ketidakpastian. Orang sering mengangap bahwa
ilmu pengetahuan yang diciptakan dikuasai adalah sesuatu yang cukup dan bisa memenuhi
kebutuhanya, namun mereka keliru karean yang ada sebenarnya hanyanya ketidakpastian
belaka.
Prinsip toleransi ini dalam sejarah dihancurkan oleh prinsip kemutlakan yang dibawa
oleh hitler dan pemimpin-pemimpin otoriter laiinya. Kemutlakan yang mereka bawa tidak
member ruang kepadaorang yang memiliki pemikiran berbeda. Akibanya, banyak sekali
nyawa manusia melayang hanya untuk hal yang si-sia ini. Ini adalah contoh paling ekstrim
yang bisa kita lihat sebagai akibat orognasi liar manusia. Untuk menyelesaikan berbagai
konflik yang terjadi dimuka bumi baikantar suku, agama, ras, dan lain sebagainya.

Perkembangan ilmu filsafat ini memberikan pengaruh kepada berbagai ilmu lainnya
termasuk filsafat bahasa . terjadinya perbedaaan pemikiranini tentu saja tidakdapat diterima
bulat-bulat atau ditolak begitu saja. Karena masing-masing tentu memiliki dasar yangcukup
kuat untuk menyampaikan teorinya masing-masing. Pembenaran akan satu teori dan
penafikan antara teori lainnya hanya akan kembali membawa kita kepada konflik
berkepanjangan tentang bahasa sebagai ilmu pengetahuan.

Filsafat Bahasa
Asep (2016) mengatakan bahwa ilmu asal usul etimiologi kata filsafat diambil dari
kata falsafaah yang berasal dari bahasa Arab,bahasa ini diadopsi oleh bahasa Yunani, yaitu
philosopiha. Sejarah terjadinya, ketika dunia eropa pada abad pertengahan sedang berada
dalam kegelapan berfikir.dalam tradisi filsafat agar bisa sampai pada suatu makna esensi
maka seorang harus seseorang harus melakukan penjelajahan pemikiran secara radikal, logis,
dan serius. Aristetoles menyatakan “apabila anda ingin menjadi filosof, maka anda harus
berfilsafat, dan apbila anda tidak mau menjadi seorang filosof, anda harus juga berfilsafat.”
Kaelan (1998) mengatakan bahwa perhatian filsufuf terhadap bahasa semakin
besar.mereeka sadar bahwa dalam kenyataanya banyak persoalan-persoalan filsafa, konsep-
konsep filusufi akan menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh
filsafat analitika bahasa hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan
kekaburan, kekacauan yang selama ini dalam berbagi konsep filosofi.
Berbeda dengan perkembangan filosofis bahasa di inggris, di perancis terdapat suatu
perubahan yang sangat radikal. F. de Saussure telah meletakkan dasar-dasar filosofi terhadap
liguistik. Pandangannya terhadap hakikat hakikat bahasa telah membuka cakrawala baru bagi
ilmu bahasa yang sebelumnya hanya berkiblat pada tradisi yunani.
Secara keseluruhan filsafat bahasa dapatdikelompokkan atas dua pengertian
1. Pengertian filsufuf terhadap bahasa dalam menganalisis, memecahkan dan
menjelaskan problema-problema dan konsep-konsep filosof
2. Pengertian filsufuf terhadap bahasa sebagai objek materi yaitu membahas dan mencari
hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi perkembangan teori-
teori legustik
Berdasarkan pengertian diatas bahasa sebagai sarana analisis para filsufuf
dalammemecahkan, memahami dan menjelaskan konsep-konsep, prolema-problema filsafat
(bahas sebagai subjek) dan kedua bahasa sebagai objek material filsafat, sehingga filsafat
bahasa membahas hakikat bahasa itu sendiri. Hakikat bahasa sebagai subtansi dan bentuk
yaitu bahwa bahasa disamping memiliki makna sebagai ungkapa pikiran manusia juga
memiliki unsure fisis yaitu struktur bahasa.
Kaelan (1998) mengatakan bahwa pada zaman yunani kuno, bahasa sedikit banyak
menjadi salah satu objek kajian para filsufuf. menjelaskan bahwa pada masa itu para filsufuf
mengembangkan pemikiran dan megemukakan gagasan mereka tentang bahasa. Sebutsaja
misalnya herakleotes yang memberikan gagasannya tentang kata ‘logos’. Ia berpendapat
bahwa logos bukan merupakan gejala antropologis belaka namun mengandung kebenaran
komis yang bersifat universal. Plato bahkan lebih luas mengambarkan pemikirannya tentang
bahasa. Ia menyakini bahwa bahasa adalah ekspresi pemikiran yang dimediasi oleh apa yang
disebut dengan onoma dan rhemata. Onomata (jamaknya onoma ) adalah subjek dalam
kaitandengan subjek logis. Sementara rhemata (jamaknya rhema) merupakan verba dalam
tata bahasa dan predikat dalam hubungannya dan makna logis. Ini menunjukkannbahwa
benih-benih filsafat bahasa telah mulai di kembangkan pada masa kejayaanyunani itu.
Muntasyir (1988) mengatakan bahwa filsafat bahasa selalu dipahami oleh dua
prespektif berbeda yaitu, yang pertama, filsafat yang menggunakan bahasa sebagai alat
analisiskonsep-konsep dan kedua, filsafat yang mengkaji tentang bahasa sebagai material
yang dianalisis. Kedua pengertian ini berkembang sedemikian rupa menurut sudut pandang
filsufuf yang berbeda, memberikan definisi filsafat bahasa yaitu suatu penyelidikan secara
mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat sehingga, dapat dibedakan
perbedaaan filsafat yang mengandung makna (meaningfull)dengan yang yang tidak bermakna
( meaning less) defines ini menunjukkan bahwa bahasa menjadi materia yang dikaji untuk
menghasilkan makna dari pernyataan-pernyataan filsafati.
Zainuddin (2009) menyimpulkan bahwa premis dasar filosofi bahasa adalah bahwa
terdapat hubungan erat antara bentuk dan isi bahasa konseptualisasi,. Dengan demikian, tugas
filosofi basa adalah mencari hubungan ini dan membuat inferensi apapun tentang stuktur ilmu
pengetahuan konseptual yang dapatdibuat berdasarkan apa yang dikeatahui dari struktur
bahasa. Kutipan ini menunjukkan bahwa bahas yang digunakan harus memiliki hubungan
dengan konseptualisasinya, yang berarti bahwa bila hubngan ini tidak dapat dan tidak sulit
untuk didapati maka akan terjadi kekacauan.
Ariwidodo (2013) mengatakan bahwa dalam The Basic Problem of Presence deridda
menulis kontruksi dalam filsafat itu sendiri haruis serentak melakukan dekontruksi yaitu
dekontruksi konsep-konsep tradisional dengan cara justru kembali ke trades. Konsep-konsep
yang diturunkan filsafat ataupun metafisika, kembali dipersoalkan mengigat corak atau
pendekatan apapun yang digunakan melalui konsep-konsep tersebut, tanpa konsep filsafat
metafisika hamper mustahil membangun satu narasi yang padu, seperti yang ditunjukkan
selama ini dalam perjalanan sejarahnya. Daridda menyadari bahwa konsep-konsep yang
menjabatani filsafa atau metafisika dalam narasi tidak lahir dengan sendirinya. Narasi muncul
dengan teks, dan teks berurusan secara langsung dengan bahasa. Deridda kemudian mencari
strategi pembentukan makna di balik teks-teks itu, antara lain dengan mengeksplisitkan
system-sistem perlawanan (Sistem of opposition) yang tersembunyi atau cenderung
didiamkan oleh seorang pengarang.
Ari WidodoDeridda memengang asumsi bahwa filsafat “filsafat pada dasarnya
merupakan tulisan.filsafat berurusan merupakan tulisan.”selama ini, filsafat berambisi untukn
melepaskan diri dari statusnya sebagai tulisan dan keluar dari keterikatan dengan bentuk fisik
kebahasaandari tulisan itu.daridda ingin menjadikan bahasa yang digunakannya sebagai
sarana untuk menampilkan kebenran dan makna real yang berada diluar wilayah bahasa
(ekstra- ligustik) “dibalik teks filosofis yang terdapat bukanlah kekosongan” uajar daridda
“melainkan sebuah teks lain: suatu jaringan keragaman kekluatan-kekuatan yang pusat
refensinya tak jelas.

Hubungan Filsafat Dan Bahasa


Zainuddin(2009) mengatakan bahwa filsafat secara umum memiliki tiga cabang,
yaitu metafisika, epistemology, dan logika. Metafisika secara sederhana dapat diartikan
sebagai ‘diluar fisik’ yang berarti bahwa sesuatu yang berada diluar apa yang bisa dilihat dan
dirasakan secara emperis. Metafisika muncul dari tulisan Ariestoteles. Kemudian
epistemology, menurut sumber yang sama, merupakan teori tentang ilmu pengetahuan, yaitu
teori yang menaungi alat yang dipergunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, batas
jarak ilmu pengetahuan kita, dan krieteria yang kita pergunakan untuk menilai salah atau
benarnya ilmu pengetahuan kita. Yang terakhir yaitu logika. Yaitu cabang filosofi yang
merefleksikan hakikat cara berfikir sehingga mampu memberikan penalaran yuang tepat,
membedakan argument yang baik dan yang buruk, dan metode-metode untuk mendeteksi
kesalahan dalam penalaran.
Muntasyir (1988) mengatakan bahwa secara lebih kompherensif, Russsel sampai
kepada kesimpulan bahwa terdapat kesepadanan (isomorfi) antar unsur bahasa dan unsur
kenyataan. Kesimpulannya ini kemudian dipertegas oleh witgenstein dengan pernyataanya
“sebuah proposisi itu adalah gambaran realitas (kenyataan). Sebuah proposisi adalah sebuah
model dari realitasyang kita bayangkan.
Kaelan (1998) mengatakan bahwa epistemology juga pada sisi lain berkaitan dengan
teori kebenaran, dimana didalam epitemologi ini terdapat tiga jenis keberan. Mengutip
Suriasumantri
1. Teori kebenaran koherensi,yaitu bahwa sebuah pernyataan dianggap benar apabila
pernyataan iti bersifat koheren atau konsesten dengan pernyataan-pernyataan
sebenarnya. Sebagai contoh, pernyatann “ hewan menyusui disebut mamalia”
pernyattanya bahwa sapi adalah menyusui.
2. Teori kebenaran korespondensi, yaitu bahwa sebuah penyatann dianggap benar
bilamana materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan ini berhubungan
dengan obljek atau fakta yang diacu oleh pernyataan tersebut, contoh ‘ kota medan
terdapat di sumatera utara’ adalah benar karena terdapat hubungan antara ide dengan
fakta dimana hubungan itu terjadi melalui bahasa.
3. Teori kebenaran pragmatis. Yaitu sebuah pernyataan yang dianngap benar apabila
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Ini berarti suatu
pernyattan akan dianggap apabila memberikan manfaat praktis kepada manusia.
Dengan demikian, pernyataanitu diannggap benarar berdasarkan konteks
penggunaanya.
Sauri (2006) mengemukakan bahwa bahasa memiliki cirri-ciri umum sebagai berikut:
a. Semantic yaitu bahasa mempunyai aturan atau pola antara lain system bunyi dan
system makna
b. Arbiter (manasuka) artinya bahasa itu dipilih secara acak tanpa alasan atau manasuka,
tidak ada hubungan logis dengan kata-kata sebagai symbol
c. Ucapan atau vocal, artinya bahasa itu ujaran, berarti media bahasa yang terpenting
adalah dengan bunyi-bunyi
d. Symbol, bahwa bahasa itu symbol dari perasaan, keinginanan, dan harapan.
e. Bahasa itu mengacu pada dirinya, artinya bahasa itu mampu digunakan untuk
menganalisis bahasa itu sendiri.
f. Manusiawi, artinya bahasa itu adalah kekayaan yang hanya dimiliki oleh manusia
g. Komunikasi, artinya bahasa itu alat komunikasi dan interaksi antar manusia dan
menjadi pelekat dalam menyatupadakan keluarga, masyarakat, dan berbagai kegiatan
sosialisasi. Intinya bahwa bahasa adalah merupakan media wacana segala ilmu dan
sekaligus metabudaya.
Wicoyo (1997) mengatakan bahwa Devit menyebutkan adanya empat lingkaran
makna dalam bahasa yaitu :
1. Makna yang dibicarakan dibicarakan oleh isi muatan pikiran.
2. Isi itu dijelaskan oleh makna kalimat pikiran.
3. Makna itu dijelaskan oleh makna konvensional.
4. Makna konvensional dijelaskan oleh makna pembicara.
Untuk menemukan makna, filsafat memberikan analisis sehingga makna tersebut
dapat diterima secara logis, objektif, dan sistematis.
Sedangkan peran filsafat sebagai bahasa adalah bahwa analisis filsafat merupakan
salah satu metode yang digunakan dalam memecahkan problematika kebahasaan. Alira-aliran
dalam filsafat dapat mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teori-
teorinya.
Metode Mempelajari Filsafat Bahasa
Asep ( 2016) Kata metode merupakan kata turunan dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata meta yang artinya menuju, melalui,sesudah dan mengikuti. dan hodos artinya cara, atau
jarak dan arah. Dalam ilmu pengetahuan kata metode sering diartikan sebagai jalan berpikir
dalam bidang penelitian untuk memperoleh pengetahuan. Tedapat lima metode yang dapat
digunakan dalam mempelajari filsafat bahasa diataranya:
Metode Historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang
didasarkan pada prinsip-prinsip metode histiografi yang melalui empat tahapan. Heuristic,
kritik, interpretasi, dan histiografi
Metode sistematis yang berdasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran) melalui
metode ini seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa dengan aspek ontology filsafat bahasa,
kemudian aspek epistimologi.
Metode Kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif, yang
biasanya digunakan oleh pengguruan tinggi misalnya mahasiswa dan pascasarjana.
Metode Analisis Abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah
Metode Intuitif yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai
symbol-simbol .
Kontrubusi
Zainuddin (2009) Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, filsafat telah memberikan
kesempatan pada bahasa untuk dimunculkan sebagai salah satu cabangnya, sebagai dipahami,
filsafat cenderung untuk meberi kebenaran akan sesuatu, sehinngga untuk mendapatkan
kebenaran itu sebuah objek yang harus dilihat secara mendalam, yaitu meneliti secara lebih
detail apa sebenarnya yang terkandung didalamnya. Identik dengan hal itul, pernyataan –
pernyataan filsafati akan dapatdipahami berdasarkan bentuk bahasa yang dipergunakan untuk
mencapaikan isi atau makna. Oleh karena itu, makna teraliesasi oleh bentuk bahasa.
Berdasarkan kesimpulan ini, filsafat telah melahirkan bahasan tentang bentuk bahasa
(ekspresi) dan makna. Bentuk bahasa secara umum di presentasikan oleh tata bahasa
sedangkan makna dibahas secara mendalam dalam kajian semantik. Pada ujung kontinum
lainnya terdapat makna. Proses pencarian makna ini tentu tidak hanya dikaitkan pada struktur
atau tata bahasa saja,namun juga dipengaruhi oleh konteks yang dalam filsafat berkaitan
dengan kebenaran pragmitis. Maka secara umum menjadi fukos utama kajian semantic,
dimana didalamnya beragam unsure filsafat ditemukan. Konsep sinonim, antonym, hinponim,
meronim, danlain sebagainya. Diperkenalkan sebagian rupa untuk dapat menghasilkan
pemaknaan yang tepat akan sebuah pernyataaan.
Austin adalah salah satu orang yang telah memberikan jasa besar bagi perkembangan
dunia pragmatic. Dijabarkan secara mendalam sehingga dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Ahli bahasa lainnya, semisal Searle mengelompokkkan menjadi lima bagaian yaitu: pertama,
resresentatif berbentuk penyataan. Kedua, direktif berbentuk pernyataan, perintah, dan
permintaan. Ketiga, komisif berbentuk pernyataan janji, tekad, jaminan, sumpah, dan
persetujuan. Keempat, ekspresif berbentuk prnyataan perasaan tentang sesuatu seperti,
ucapan terimakasih, mohon maaf, dan ucapan selamat. Kelima, deklaratif berbentuk
penyataaan pengumuman, pemberitahuan, plokramasi, dan pemberian nama.
Dalam dunia pengajaran bahasa, filsafat juga memberikan jalan yang sangat luas,
dimulai dari teori-teori tentang pemerolehan bahasa baik berdasarkan pandangan
behaviorisme, kognitivisme. Teori-teori tersebut tentu didasarkan pada pernyataan filsafat
dan filsufuf kenamaan pada zaman-zaman sebelumnya. Secara praktis dapat diambil sebuah
contoh. Dalam pengajaran menulis, kita sering disuguhkan dengan dua teknik utama
penyamapain ide, apakah secara induktif dan deduktif.

Peranan Filsafat Bahasa dalam Mengembangkan Ilmu Bahasa


Suryuno (2002) mengatakan bahwa uraian terdahulu telah membicarakan tentang
pengertian filsafat bahasa dan sudah di urarikan hubungan filsafat dengan bahasa yang sangat
erat dan sangat penting. Begitu pula dengan peranan (kegunaan) filsafat bahasa itu sangat
penting pada pengembangan bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuandan
penyelidikian dengan akan mengenai hakikat bahasa, sebab asal hukumnya. Jadi pengetahuan
dan penyelidikan terfokos kepada hakekat bahasa, juga sudah termasuk perkembangannya.
Sebab dan asal mula bahasa pada dasarnya perkembangan aliran filsafat analitika bahasa
meliputi tiga pokok aliran yakni aliran atomisme logis, positifsme logis, dan filsafat bahasa
biasa. Aliran inilah yang menjadi pengaruh yang sangat kuat dibandingkan aliran yang lain.

Penutup
Sebagai bagian akhir tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa meskipun filsafat bahasa
muncul setelah filsafat-fisafat lainnya, misalnya filsafat fisika, pada dasarnya, filsafat bahasa
itu telah hadir dalam proses pembentukan filsafat-filsafat itu. Para filsufu pada sejak dahulu
kala menggunakan media bahasa untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan filsafat
mereka untuk mencari kebenaran akan segala sesuatu. Dengan lahirnya filsafat bahasa
sebagai salah satu cabang ilmu filsafat, telah melahirkan teori-teori tentang bahasa sehingga
wacana teori bahasa mendapatkan tempat yang sangat khusus.
Pernyataan berikutnya mungkin dapat menjadi pengingat bagi diri kita yang sering
sekali alpa karena sifat kemanusiawian kita, pemikiran-pemikiran yang berbeda adalah warna
dalam kehidupan begitu juga dalam keilmuan sehingga untuk mencari man yang paling benar
adalah kesalahan. Jadi,bisa saja pada saat ini kita menganggap sebuah pernyataan namun
pada saat lain ketika pernyataan itu terbantahkan kitapun mengakui bahwa yang kita akui itu
benar ternyata masih memiliki unsure ketidakpastian
Descarates yang berusaha terus menerus mencari yang mencoba mecari kepastia,
yakni kepastian yang tidak dapat mengoyahkan kenyakinannya. Meskipun, descarates tidak
menghalangi pemikiran orang lain namun, keyakin-kenyakinanyang ia munculkan diakhir
pecariannya tidak dapat memberi pemecah akan kepastian.

DAFTAR PUSTAKA

Ariwidodo, eko. “logosentrisme Jacques Deridda dalam Filsafat Bahasa”. Karsa. Vol. 21,
No.2, (Desember, 20013). DOI:http:)//dx.doi.org/10.19105/karsa.v2i2.38

Kaelan. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma, 1998.

Mustansyir. Filsat Bahasa : Aneka Masalah Arti dan Upaya Penyelesaiannya Jakarta:
Prima Karya,1988.

Ahmad, Asep, Filsafat Bahasa Menggungkapkan Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.
Bandung: Remaja Roskarya, 2016

Sauri. Pendidikan Berbahasa Santun.Bandung: Ganesendo, 2006.

Suryono. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Askara, 2002.

Wicoyo. Filsafat Biasa dan Tokohnya. Yogyakarta: TP, 1997.

Zainuddin. “kontribusi Filsafat terhadap Perkembangan Ilmu Bahasa”. TP, 2009.

Anda mungkin juga menyukai