Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

‘’persepsi tentanng konsep sehat sakit dan perilaku masyarakat dalam uapaya

mencari pengobatan’’

DISUSUN OLEH
Nama : Muhammad Riqi Ramadoni
Nim : P07120119027

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mennyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, taufik dan inayah-nyakepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ‘’persepsi tentanng konsep sehat sakit danperilaku
masyarakatdalam uapayanmencari pengobatan’’

Makalah ini Berisi Mengidentifikasi tentang persepsi konsep sehat sakit di


lingkungan sekitar

Menganalisa perilaku masyarakat dalam upaya mencari pengobatan penyakit di


lingkungan sekitar. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman kita semua.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin,jika ada


kesalahan dari segi isi atau pun penulisan kata .Maka dari itu kami mohon keritik
dan saran yang membangun dari bapak,ibu demi untuk memperbaiki makalah kami
.

Mataram,21 Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................
C. Tujuan...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................
1.Mengidentifikasi Persepsi masyarakat terkait konsep Sehat sakit di
lingkungan sekitar.
2.Menganalisa Perilaku masyarakat dalam upaya mencari pengobatan
penyakit di lingkungan sekitar.
BAB III PENUTUP.................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................
B. Saran..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu,
tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai
suatu spektrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental
yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati
dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Banyak yang menjadi rujukan mengenai apa itu pengertian sehat sakit.
Sehat / kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa
(rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.(UU N0. 23/1992 tentang kesehatan)
Pengertian sakit sendiri adalah suatu proses di mana ada gangguan dan tidak ada
kestabilan antara badan dan mental yang normal. Yang merujuk pada
keabnormalan pada kondisi tubuh yang bisa mengganggu aktifitasnya sehari- hari
seperti aktifitas jasmani, rohani maupun sosial.
Mengandung tiga karakteristik :
1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal ataupun eksternal
3. Sehat diartikan sebai hidup yang kreatif dan produktif
Sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapai merupakan penyesesuaian, bukan
merupakan suatu kedaan tapi bukan proses.

Dalam rangka mencapai derajat kesehatan optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dalam tujuan nasional seperti yang tersirat dalam sistem
kesehatan, maka kesehatan harus menjadi kemampuan yang melekat dalam diri
setiap orang. Misi dan tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah wujud
keadilan sosial dan pemerataan di bidang kesehatan. Untuk mencapainya perlu
dimanfaatkan potensi yang ada baik di sektor kesehatan, sektor pembangunan yang
lain maupun potensi masyarakat sendiri sehingga tercapai kesehatan bagi semua.
Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dimana pengobatan tradisional
merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam kesehatan.
Pada saat ini ilmu dan teknologi sudah semakin maju dan berbagai cara
telah dikembangkan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, baik oleh
pemerintah maupun swasta. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat
masih juga memerlukan pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif. Hal
ini terjadi bukan hanya di desa saja tetapi juga di kota. Demikian pula kalangan
atas, pejabat, golongan cerdik pandai, apabila mengalami sakit masih juga berobat
atau mencari kesembuhan pada pengobatan tradisional (Suhardono, 1992: 2).
Kehadiran pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada dewasa ini di masyarakat
baik yang berupa perorangan, maupun oleh organisasi profesi, tidak lain bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan pembangunan
menuntut adanya individu yang cerdas, trampil, berinisiatif dan inovatif. Potensi
individu ini penting untuk dikembangkan agar berarti bagi peningkatan derajat
kesehatan diri dan lingkungan. Semua ini dapat terwujud karena didukung oleh
adanya motivasi hidup sehat, maka diperlukan adanya faktor-faktor pendorong
yang dapat ditinjau dari perkembangan dan nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya
dalam tiap-tiap tahapan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan.
Bentuk Sistem Kesehatan tidak menutup kemungkinan untuk semakin
berkembangnya bentuk-bentuk pelayan kesehatan di masyarakat, antara lain
pelayanan kesehatan yang menggunakan sistem pengobatan tradisional, di samping
sistem pengobatan bio-medis. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan,
berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 99A/Men.
Kes./SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, mengakui
adanya peran pengobatan tradisional. Tindak lanjut dari keputusan tersebut yaitu
dilaksanakannya pembinaan dan bimbingan terhadap pengobatan tradisional serta
pengembangan obat tradisional yang ternyata berhasil guna dan berdaya guna serta
dapat diterima oleh masyarakat. Pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna
dan berdaya guna dibina, dibimbing dan dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan
(DepKes., 1982: 42- 43).
Pada akhirnya masyarakat mempunyai banyak alternatif pengobatan yang
dapat mereka pilih dan diputuskan untuk meningkatkan dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan. Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi
kesehatan meningkatkan kembali pemanfaatan pengobatan secara non-medis
sebagai bentuk pengobatan alternatif oleh masyarakat dengan memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada di sekitar. Kegagalan pengobatan konvensional,
ketakutan terhadap efek samping penggunaan obat-obat kimia, ketakutan tindakan
operasi, ketidakpuasan terhadap pengobatan konvensional, fakta ekonomi,
kemudahan dan faktor-faktor sosial budaya tertentu turut mempengaruhi
masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya pada pengobatan alternatif yang
tersedia seperti sinshe, herbalist, akupunktur, tenaga dalam dan sebagainya. Di
Negara-negara maju umumnya, cara pengobatan modern telah mendapat tempat
yang baik dan mapan dalam sistem pengobatannya. Keadaan ekonomi yang
telah memungkinkan mereka menyediakan fasilitas yang memadai untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan cara modern yang pada umumnya
membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup mahal.
Pengobatan modern memanfaatkan pula kemajuan tekonologi untuk
pelaksanaannya. Peralatan kesehatan modern yang semakin maju dan canggih telah
menyedot dana besar untuk penyediannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan ternyata belum mampu memuaskan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan karena berbagai kendala yang ada pada sistem tersebut.
Terkait dengan perkembangan teknologi pengobatan modern, ternyata pengobatan
tradisional semakin banyak peminatnya dan secara nyata dalam kasus-kasus
penyakit tertentu justru lebih berhasil daripada cara-cara pengobatan modern,
dimana cara-cara dan hasilnya sering dipandang sebagai hal yang kurang rasional.
Keadaan ini tidak jarang menimbulkan persepsi pro dan kontra terhadap
pengobatan tradisional sebagai akibat dari digunakannya pengobatan
modern/model barat sebagai tolak ukur dalam menilai kebenaran suatu cara dari
hasil suatu pengobatan.
Pebedaan yang terutama di antara pengobatan alternatif dengan pengobatan
modern berdasarkan cara-pikir pengobatannya. Pengobatan pertama berpola-pikir
logika yang menganggap penyakit yang bersifat lahir. Pola-pikir alternatif yang
menganggap penyakit yang bersifat batin bersamaan dengan sifat lahir juga.
Menurut Walcott (2004), bahwa ada kecenderungan untuk banyak orang untuk
memilih pengobatan modern sebagai pilihan utama kemudian memilih pengobatan
alternatif jika tidak bisa disembuhkan. Walaupun masyarakat mengutamakan
pengobatan modern mereka masih sadar dan bergantung pada tersedianya
pengobatan alternatif seperti pengobatan yang memakai tenaga dalam (Walcott,
2004: 46). Di dalam masyarakat perkotaan, tidak terkecuali di kota Denpasar
sendiri, sekarang ini telah berkembang berbagai bentuk pelayanan kesehatan yang
pada umumnya mendasarkan pada sistem pelayanan kesehatan tradisional. Di
antaranya adalah pengobatan tradisional Lembaga Seni Pernafasan-Tenaga Dalam
(LSP-TD) Satria Nusantara, yang telah berkembang luas di beberapa kota di
Indonesia dan terbagi dalam 200-an lembaga.
Munculnya berbagai bentuk pelayanan kesehatan ini merupakan satu wujud
peran serta aktif masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan sesuai dengan keinginan dan kemampuan masyarakat yang bervariasi,
pengobatan tenaga dalam sebagai salah satu pengobatan alternatif yang ada
dipandang perlu untuk ditingkatkan dan dibina sehingga diharapkan dapat ditekan
seminim mungkin terjadinya kontradiksi kerangka pikir para petugas kesehatan
formal dan para pengobat tradisional (penghusada) hal mana dapat menyebabkan
kesenjangan yang merupakan hambatan besar dalam upaya saling menghargai
sistem pelayanan masing-masing serta menghambat kerjasama.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Mengidentifikasi tentang persepsi masyarakat terkait konsep Sehat sakit di
lingkungan sekitar
2.Menganlisa perilaku masyarakat dalam upaya mencari pengobatan penyakitdi
lingkungan sekitar.

C.TUJUAN
1.Mengetahui tentang persepsi masyarakay terkait konsep. Sehat sakit di
lingkungan sekitar.
2.Mengetahui perilaku masyarakat dalam upaya mencaripengobatan penyakitdi
lingkungan sekitar.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengidentifikasi Persepsi masyarakat terkait konsep Sehat sakit di
lingkungan sekitar.
Kesehatan adalah sesuatu yang sudah biasa, hanya dipikirkan bila sakit atau
ketika gangguan kesehatan mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang. Sehat
berarti kekuatan dan ketahanan, mempunyai daya tahan terhadap penyakit,
mengalahkan stres dan kelesuan. menurutUU No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan,“kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
social dan ekonomi” ( dikutip dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, 2009: 4).
Konsep sehat dan sakit dalam pandangan orang dipersepsikan secara
berbeda. Persepsi merupakan sesuatu hal yang bersifat subjektif. Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuannya.
Persepsi sehat dan sakit adalah relatif antara satu individu dengan individu lain,
antara kelompok masyarakat dan antara budaya satu dengan budaya yang lain.
Karenanya konsep sehat dan sakit bervariasi menurut umur, jenis kelamin,level
sakit, tingkat mobilitas dan interaksi sosial.
Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi persepsi sehat dan
sakit,penyakit (disease) adalah gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme
sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Hal ini berarti bahwa
penyakit adalah fenomena objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi
tubuh sebagai organisme, yang dapat diukur melalui tes laboratorium dan
pengamatan secara langsung. Sedangkan sakit (illness) adalah penilaian individu
terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Sakit menunjukkan dimensi
fisiologis yang subjektif atau perasaan yang terbatas yang lebih menyangkut orang
yang merasakannya, yang ditandai dengan perasaan tidak enak (unfeeling
well) lemah (weakness),pusing(dizziness), merasa kaku dan mati rasa (numbness).
Mungkin saja dengan pemeriksaan medis seseorang terserang suatu penyakit dan
salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit dan
tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya. Senada dengan penjelasan tersebut,
Sarwono ( dikutip oleh Yunindyawati, 2004:15) mendefenisikan bahwa sakit
merupakan kondisi yang tidak menyenangkanmengganggu aktifitas jasmani dan
rohani sehingga seseorang tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya
sebagaimana mestinya dalam masyarakat. Sickness menunjuk kepada suatu
dimensi sosial yakni kemampuan untuk menunaikan kewajiban terhadap
kehidupan kelompok. Selama seseorang masih bisa menjalankan kewajiban-
kewajiban sosialnya, bekerja sebagaimana mestinya maka masyarakat tidak
menganggapnya sakit.
Selain faktor sosial budaya, persepsi sehat dan sakit juga dipengaruhi oleh
pengalaman masa masa lalu seseorang, seperi yang diungkapkan oleh
Yunindyawati (2004:15)
Persepsi tentang sehat-sakit juga dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu,
disamping unsur sosial budaya. Pengalaman masa lalu menjadi acuan (referensi)
persepsi individu tentang kondisi sehat dan sakit. Seorang individu menggunakan
pengalaman sebagai patokan untuk berperilaku dan merupakan sumber dari tujuan
dan nilai-nilai pribadinya.
Oleh karena persepsi sehat dan sakit lebih bersifat konsep budaya (cultural
concept) , maka petugas kesehatan dalam hal ini harus bisa melakukan
pendekatandan menyelidiki persepsi sehat dan sakit masyarakat yang dilayaninya,
mencoba mengerti mengapa persepsi tersebut sampai berkembang dan setelah itu
mengusahakan mengubah konsep tersebut agar mendekati konsep yang lebih
ojektif. Dengan cara ini pelayanan dan sarana kesehatan dapat lebih ditingkatkan
jangkauannya sehingga dicapailah derajat kesehatan yang optiml.
Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh
unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya, petugas
kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang obyektif
berdasarkan symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang
individu.
Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering
menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang
orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab
dia tidak merasa mengidap penyakit.
Atau jika si individu  merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk
halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada orang pandai yang dianggap
mampu mengusir makhluk halus.

Secara ilmiah pengertian penyakit atau disease adalah sebagai gangguan


fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari
ligkungan. Jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya pengertian sakit atau
illness adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit.
Fenomena subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak.
Mungkin saja terjadi bahwa secara obyektif individu terserang penyakit dan
salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit dan
tetap menjalankan tugasnya sehari-hari. Sebaliknya, seseorang mungkin merasa
sakit tetapi dari pemeriksaan medis tidak diperoleh bukti bahwa dia sakit.
Di negara-negara maju banyak orang yang sangat tinggi kesadarannya akan
kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan
pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke dokter, padahal ternyata tidak
terdapat gangguan fisik yang nyata atau hypochondriacal. Keluhan psikosomatis
seperti ini lebih banyak ditemukan dinegara maju daripada dikalangan masyarakat
tradisional.
Umumnya masyarakat tradisional memandang seseorang sebagai sakit jika orang
itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan
tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus
tinggal di tempat tidur.
Selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang
itu masih dikatakan sehat. Batasan sehat yang diberikan oleh WHO adalah "a state
of complete physical, mental and social wellbeing". Dari batasan ini jelas terlihat
bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi
mental dan sosial seseorang.
Petugas kesehatan umumnya mendeteksi kebutuhan masyarakat akan upaya
kesehatan atau health care pada tahap yang lebih awal. Kebutuhan ini bukan
hanya dideteksi pada awal dimulainya suatu penyakit tetapi lebih awal lagi, yaitu
ketika orangnya masih sehat tetapi membutuhkan upaya kesehatan guna mencegah
timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Sebaliknya, masyarakat baru merasa
membutuhkan upaya kesehatan jika mereka telah berada dalam tahap sakit yang
parah, artinya yang tidak dapat diatasi dengan sekedar beristirahat atau minum
jamu.
Memang berbagai penelitian dinegara-negara berkembang maupun negara maju
menunjukkan bahwa tindakan pertama untuk mengatasi penyakit adalah berobat
sendiri atau self medication. Di negara-negara seperti Indonesia masih ada satu
tahap lagi yang dilewati banyak penderita sebelum mereka datang ke petugas
kesehatan, yaitu pergi berobat ke dukun atau ahli-ahli pengobatan tradisional
lainnya.
Dengan demikian makin parahlah keadaan penderita jika akhirnya meminta
pertolongan seorang dokter. Bahkan di Mesir di kalangan orang tradisional dan
kurang terpelajar, rumah sakit pernah dikenal sebagai rumah mati karena menurut
pengamatan mereka, siapa yang masuk ke rumah sakit biasanya akan keluar
sebagai mayat. Mereka mengira bahwa kematian itu disebabkan oleh dokter-dokter
di rumah sakit, tanpa memahami keadaan yang sebenarnya, dimana pasien yang
dikirim ke rumah sakit itu kebanyakan adalah yang keadaannya sudah sangat parah
sehingga biasanya tidak tertolong lagi.
Yang lebih sulit lagi, konsep sehat dan sakit ini berbeda-beda antara
kelompok masyarakat. Oleh sebab itu petugas kesehatan perlu menyelidiki
persepsi masyarakat setempat tentang sehat dan sakit, mencoba mengerti mengapa
persepsi tersebut sampai berkembang sedemikian rupa dan setelah itu
mengusahakan mengubah persepsi tersebut agar mendekati konsep yang lebih
obyektif. Dengan cara ini maka penggunaan sarana kesehatan diharapkan dapat
lebih ditingkatkan.

2. Perilaku masyarakat dalam upaya mencari pengobatan penyakit


di lingkungan sekitar
Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif),
berbeda dengan penyakit yang terjadi pada organ tubuh (bersifat objektif).
1 Menurut data Susenas tahun 2001 2 , keluhan terbanyak yang dialami
masyarakat adalah pilek (selesma), demam, sakit kepala dan batuk.
2 Di Indonesia, penduduk yang mengeluh sakit selama 1 bulan terakhir
sebanyak 24,41%. Upaya pencarian pengobatan yang dilakukan masyarakat yang
mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri (87,37%). Sisanya
mencari pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah
sakit, balai pengobatan, dan pengobatan tradisional.
3 Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan
pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep/intervensi dokter.4
Pengobatan sendiri dalam hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern yaitu obat
bebas dan obat bebas terbatas. Keuntungan pengobatan sendiri menggunakan obat
bebas dan obat bebas terbatas antara lain: aman bila digunakan sesuai dengan
aturan, efektif untuk Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 4, Desember
2007 177 Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23, No. 4, Desember 2007 halaman
176 - 183 yang rasional. Kerasionalan penggunaan obat menurut Cipolle 6 terdiri
dari beberapa aspek, di antaranya:
1.ketepatan indikasi,
2. kesesuaian dosis,
3.ada tidaknya kontraindikasi,
4.ada tidaknya efek samping dan
5. interaksi dengan obat dan makanan,
6. serta ada tidaknya polifarmasi (penggunaan lebih dari dua obat untuk
indikasi penyakit yang sama).
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pendapatan dengan perilaku pengobatan sendiri. Namun, jika dilihat dari nilai rata-
rata perilaku, responden dengan tingkat pendapatan rendah mempunyai perilaku
yang lebih rasional dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendapatan
tinggi. Jadi, hipotesis di atas ditolak. Masyarakat berpendapatan rendah lebih
banyak yang melakukan pengobatan sendiri secara rasional dibandingkan dengan
masyarakat berpendapatan tinggi. Hal ini bisa terjadi karena rata- rata pendapatan
masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta baik di perkotaan maupun di
pedesaan relatif lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
sehingga perbedaan pendapatan untuk masyarakat di lokasi penelitian tidak
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku responden.
Hasil penelitian ini beriringan dengan hasil penelitian Maiman 18 bahwa
ibu berpendapatan tinggi mempengaruhi pemilihan pengobatan untuk anaknya.
Seseorang dengan pendapatan tinggi cenderung membeli obat lebih dari yang
seharusnya dibutuhkan, sehingga hal ini berpotensi meningkatkan penggunaan obat
yang seharusnya tidak dibutuhkan (penggunaan obat tanpa indikasi). Berdasarkan
hasil wawancara selama penelitian, ditemukan bahwa masyarakat berpendapatan
tinggi lebih percaya berobat ke dokter meskipun untuk penyakit ringan, yang
seharusnya bisa diobati sendiri dengan obat OTC yang relatif aman jika digunakan
sesuai aturan. Sebaliknya masyarakat berpendapatan rendah, lebih banyak
memanfaatkan warung yang menjual obat OTC untuk mengobati keluhan-keluhan
ringan. Tidak ada hubungan antara jarak tempat tinggal dengan perilaku
pengobatan sendiri. Ini berarti hipotesis di atas ditolak. Hal ini disebabkan karena
jarak tempat tinggal responden dengan puskesmas relatif dekat, antara 1 km
sampai dengan 9 km. Dengan demikian akses ke puskesmas mudah dijangkau baik
dengan jalan kaki maupun dengan kendaraan. Bahkan, masyarakat pedesaan yang
pada umumnya jauh dari puskesmas, pada penelitian ini terletak pada lokasi yang
dekat dengan puskesmas. Dengan demikian, kesenjangan perilaku pengobatan
sendiri pada lokasi yang jauh dan dekat dengan puskesmas tidak terjadi. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil penelitian Shankar, dkk.4 , yang menyatakan
bahwa jarak tidak berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Hal ini terjadi
karena sebagian besar responden menempuh jarak 30 menit (berjalan) untuk
menuju ke puskesmas atau toko obat. Hal yang berbeda diungkapkan oleh
Dhungel19 yang menyatakan bahwa jarak mempunyai peran vital dalam
pemanfaatan fasilitas kesehatan. Okumura, dkk.20 juga menyatakan jarak
berhubungan dengan pemanfaatan obat pada masyarakat pedesaan di Vietnam.
Jarak yang semakin jauh, mendorong seseorang menyimpan beberapa obat untuk
persediaan obat di rumah dan penggunaan obat untuk pengobatan sendiri
meningkat. Hasil analisis hubungan antara lokasi desa/kota dengan perilaku
pengobatan sendiri yang rasional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
tidak signifikan Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 4, Desember 2007
181 Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23, No. 4, Desember 2007 halaman 176 -
183 secara statistik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Okumura, dkk.20
yang menyatakan bahwa pola pengobatan sendiri masyarakat pedesaan dan
perkotaan tidak jauh berbeda.
Hal ini disebabkan karena pendidikan kesehatan masyarakat kota dan desa
sama-sama masih sangat kurang, tidak ada kontrol promosi obat di media dan tidak
adanya regulasi dan kebijakan obat yang efisien. Hal yang berlawanan ditemukan
oleh Darubekti21 , yang menyatakan bahwa masyarakat desa lebih mendahulukan
obat tradisional untuk mengobati keluhan-keluhan ringan karena obat modern sulit
dijangkau dan keterbatasan pendapatan masyarakat desa.
Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan obat untuk kebutuhan kesehatan
bagi masyarakat desa, pemerintah mengeluarkan Kepmenkes 983/Menkes/
SK/VIII/200422 tentang Pedoman Penyelenggaraan Warung Obat Desa. Dengan
adanya perluasan keterjangkauan obat bagi masyarakat desa, diharapkan kesadaran
masyarakat dalam pengobatan-sendiri yang rasional meningkat. Secara umum,
promosi obat yang ditampilkan di media saat ini sudah sangat berlebihan dan tidak
objektif lagi. Jika hal ini tidak diimbangi dengan informasi obat yang benar, maka
akan menjerumuskan masyarakat ke arah penggunaan obat yang tidak rasional.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang
penggunaan obat yang rasional.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Secara umum sehat merupakan keadaan yang tidak hanya untuk terbebas
dari penyakit tetapi meliputi seuruh aspek kehidupan manusia. Selain itu juga
selain ada sehat terdapat juga sakit. Sakit secara umum meruapakan keadaan yang
tidak hanya terjadinya proses penyakit tetapi dimana keadaan fisik, emosional,
sosial dan perkembangan seseorang terganggu. Untuk memebedakan anatara sehat
dan skit terdapat adanya rentang sehat sakit.
Sehat juga dipengaruhi oleh beberapa factor. Bukan hanya sehat saja yang
dipengaruhi oleh beberapa factor tetapi juga sakit. Jika kita merasa sakit berarti ada
penyakit yang bersarang di tubuh kita. Sakit itu di timbulkan oleh beberapa
penyakit. Biasanya penyakit di timbulkan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.
Pengetahuan dan sikap berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri
yang rasional pada masyarakat .Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan tingkat pendapatan berhubungan dengan perilaku pengobatan
sendiri yang rasional Bagi pemerintah, diharapkan menetapkan dan menerapkan
regulasi tentang promosi obat yang objektif dan tidak meyesatkan masyarakat.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan intervensi pendidikan
kesehatan yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakatnya.
DAFAR PUSTAKA
Alam Fajar, Nur. 2010. Modul Dasar-Dasar Pendidikan dan Promosi
Kesehatan.Indralaya :FKM Unsri.
Notoatmodjo, soekidjo.1989. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta:
Rineka Cipta.
https://www.ilmulengkap.xyz/2016/12/makalah-sehat-sakit.html
https://prasko17.blogspot.com/2012/09/persepsi-masyarakat-tentang-sehat-
dan.html
https://harmokosaja.blogspot.com/2013/06/persepsi-masyarakat-tentang-sehat-
sakit.html

Anda mungkin juga menyukai