Lapkas Apendisitis Perforasi
Lapkas Apendisitis Perforasi
Appendisitis Perforasi
Oleh:
Pembimbing:
dr. Iin Syahputra, Sp.B
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Definisi ..................................................................................................4
2.2 Anatomi..................................................................................................4
2.3 Fisiologi..................................................................................................4
2.4 Epidemiologi .........................................................................................6
2.5 Klarifikasi...............................................................................................6
2.6 Patofisiologi............................................................................................7
2.7 Etiologi...................................................................................................7
2.8 Diagnosis................................................................................................8
2.9 Pemeriksaan Penunjang........................................................................10
2.10 Diagnos Banding.................................................................................11
2.11 Penatalaksanaan...................................................................................12
2.12 Prognosis.............................................................................................13
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, tugas presentasi kasus ruangan telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Appendisitis Perforasi” Tugas ini
diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program Donter Intersip
Indonsia di RSUD Tk II Iskandar Muda Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu dr. Iin
syahputra, Sp. B yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan
dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun agar tercapai hasil yang lebih baik kelak.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
ii
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang.2,3
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut.4,5
ii
terletak intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.1,3 Anatomi apendiks dapat dilihat pada gambar 2.1
ii
Insiden apendisitis di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada
anak kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insiden tertinggi pada kelompok umur
20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada pria dengan perbandingan 1,4
lebih banyak dari pada wanita.2
2.5 Klasifikasi4,6
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik.
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah
nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks
dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise
dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
ii
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulen.
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
ii
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.
ii
awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering
dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan
makan.
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari
teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi
antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi
akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda
asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan
juga menjadi resiko apendisitis baik dilihat dari pelayan keshatan yang
diberikan oleh layanan kesehatan baik dari fasilitas maupun non-fasilitas, selain
itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah serat yang dapat
mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi lumen sehingga
memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.2,5
2.8 Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan fisik yaitu
pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi
perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya
tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan
hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.6,7
ii
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan
tanda kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan
bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
ii
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:9
Gejala dan tanda: Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu > 37,30C 1
Jumlah leukosit > 10x103/L 2
Jumlah neutrofil > 75% 1
________________________________________________
Total skor: 10
Keterangan Alavarado score :5
Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut
5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi
7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1 – 4 : observasi
5 – 6 : antibiotik
7 – 10 : operasi dini
ii
lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat
apakah terdapat infeksi pada ginjal.2
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan
diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12
jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b.Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi
pleura.
ii
5. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklusmenstruasi. Tidak
ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim
disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa
terjadi syok hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan
apendisitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada
apendisitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan
menyerupai apendisitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis,
hematuria dan terjadi demam atau leukositosis.5,7
2.12 Prognosis
ii
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan
persiapan prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah.
Apendisitis tak berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran
yang mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia
saat ini. Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis
menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%)
pada anak kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai
dengan intervensi bedah lebih dini.7
ii
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
3.2.1 Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
ii
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti
pasien.
3. PemeriksaanThoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra
Auskultasi : Bunyi pernapasan: vesikuler,
ii
Bunyi tambahan: rhonki-/- wheezing -/-
4. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung atas :ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan :ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri :ICS V Lineamidaksilaris sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung :BJ I > BJ II, bising (-/-)
5. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Palpasi : Massa tumor (-), nyeritekan perut kanan bawah (+), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)
Auskultasi : Peristaltik (N)
6. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), (-/-)
Alvarado score
Symptom
1. Migration of pain 1
2. Anorexia 1
3. Nausea-vomiting 1
Signs
1. Tenderness in right lower 2
quadrant
2. Rebound pain 1
ii
3. Elevated of temperature >37,3 1
C
Laboratory
1. Leukocytosis 2
2. Shift to the left 1
Total score 10
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 14,2 g/Dl 13.0-18.0
Eritrosit 4,79 x 106/mm3 4,4-5,9
Leukosit 15,81mm3 4-10
Hematokrit 45,7% 42-52
Trombosit 339 x 103/mm3 150-450
MCV 83,5 fL 80,0-96,0
MCH 26,9 pg 28-33
MCHC 31,0 % 33-36
RDW-CV 12,0 % 11,5-14,5
MPV 7,2 % 6,5-12,0
HITUNG JENIS
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Eosinofil 0,1 2,0-4,0
Basofil 0,3 % 0-1
Neutrofil 83,2% 40.0-75.0
Limfosit 12.7% 20-40
Monosit 3,7% 3.0-10.0
ii
Kesan : Tampak sesuatu menyerupai tube ±0,73cm
3.5 Diagnosa
Appendisitis Perforasi
3.6 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
-Tirah baring
ii
Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriaxone 1gr/12jam
- Injeksi Ranitidin 50mg/12jam
- Injeksi ketorolac 30mg/8jam
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
29 September 2021
S O A P
30 September 2021
S O A P
ii
Temp : 36,9 50mg/12j
Inj. Keterolac
30mg/8j
S O A P
PBJ
Cefadroxil 2x1
As. Mefenamat
3x500mg
Ranitidine 2x1
ii
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami
sejak ± 2 minggu SMRS dan memberat sudah 2 hari SMRS. Awalnya pasien
mengaku nyeri di ulu hati kemudian rasa nyeri berpindah keperut bagian kanan
bawah yang disertai dengan keluhan mual dan muntah 2x dan tidak nafsu makan.
Pasien juga mengeluh demam yang dialami sejak 2 hari SMRS. Riwayat buang air
besar terakhir 2 hari yang lalu dengan konsistensi keras, BAK dalam batas
normal.
Dari anamnesis pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak ± 2 minggu
SMRS diawali dari nyeri di ulu hati disertai mual dan muntah. Sesuai teori bahwa
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.
Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf,
terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan
obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene.
Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi,
dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan
yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri
jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri
visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic
biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale
sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks
retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Pasien juga mengeluh
ii
demam sudah 2 hari, namun tidak terlalu tinggi. Sesuai teori, demam merupakan
salah satu tanda perforasi apabila terjadi peningkatan suhu diatas 38 C disertai
dengan leukositosis dan gejala peritonitis lainnya dari pemeriksaan fisik.
Pasien riwayat buang air besar terakhir 2 hari yang lalu, dengan
konsistensi keras, BAK dalam batas normal. Penyebab obstruksi yang paling
sering adalah fecalith yang menyebabkan obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
ii
BAB V
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Gearhart S.L. & Silen W., 2008. Acute Appendicitis and Peritionitis. In:
Wilson J.D. & et al. Principle’s of Internal Medicine Harrison’s 17th edition:
1914 –1915
26