Disusun oleh :
NIM : 202002040015
2. Etiologi
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
a. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
3. Menifestasi klinis
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
a. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b. Rasa berat dipanggul
c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
d. Keluarnya cairan pervaginam
e. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis. Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan
terjadi tanda klinik sebagai berikut :
a. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam 2.
b. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.
4. Phatofisiologis
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini.
Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah
ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur. Akibat
dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjadilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan
5. Pathways
6. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematus iminens yang terjadi pada
ibu adalah terjadinya persalinan premature yang dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatanya penyembuhan
episiotomi. Sedangkan bayi premature memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi
seperti resiko distres pernafasan, sepsis neunatal, necrotizing entrocolitis dan
perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat peling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus premature, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperlirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan
Sedangkan menurut Oxom (2010), progonosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
a. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi premature
b. Gangguan respirasi
c. Rentang terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi premature dibanding bayi
aterm
e. Cerebral palsyTerdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada
bayi prematur (meskipun banyak orang-orang jenius yangdilahirkan sebelum
atrem).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotic
d. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
8. Penatalaksanaan
a. Rehidrasi dan tirah baring
Untuk mempertahankan keadaan umum ibu dan mengurangi frekuensi kontraksi
yang bisa timbul karena aktifitas pasien.
b. terapi kortikosteroid
terapi kortikosteroid diberikan bila usia kehamilan < 35 minggu diberikan untuk
mempercepat pematangan paru janin
1) betamethasone 12 mg 1 M tiap 24 jam selama 48 jam
2) dexamethasone 6 mg 1 M tiap 12 jam selama 48 jam
efek optimal selama 24 jam pemberian terakhir mencapai puncak dalam 48
jam dan bertahan sampai 7 hari. Pemberian ulang kortikosteroid tidak
berguna bahkan dapat menggagu perkembangan motorik dan psikomotorik
janin
c. tokolitik
berikan tikolitik bila kehamilan < 35 minggu, dilatasi servik < 3 cm, tidak ada
amnionitis, pre-eklampsia, atau perdarahan efektif tidak ada gawat janin.
1) Betamimetik (rittrodine, terbutelin)
2) Magnesium sulfat
Pemberian harus diawasi dengan ketat melalui pemeriksaan reflek patela,
frekunsi pernafasan, produksi urine. Harus tersedia antidotium kalsium glukonat
10 ml dalam larutan 10 %
3) Indomethacine
Pemebrian dapat peroral atau perektal. Dosisi 50-100 mg diikuti dengan
pemberian selama 24 jam yang tidak melebihi 200 mg. Pemeberian
Indomethacine.
9. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1) Sirkulasi
Hipertensi, edema patologis (tanda hipertesikarena kehamilan, penyakit
sebelumnya).
2) Intregitas kuli
Adanya ansietas sedang
3) Makanan / cairan
Ketidak adekuatan atau penambahan berat badan berlebih
4) Nyeri/ ketidaknyamaanan
Kontraksi interniten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama
paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5) Keamanaan
Infeksi mungkin ada ( misalnya infeksi saluran kemih ISK atau infeksi vegina)
6) Seksualitas: tulang servikal dilatasi, perdarahan mungkinterlihat, membran mung
ruptur (KPD), perdarahan trimester ketiga, riwayat absorsi, persalinan prematur,
riwayat biopsi konus, uterus mungkin distensi berlebihan, karena hidramnion,
makrosomia atau gatasi multiple.
7) Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi: pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram )
Tes nitrazin: menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya
infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) untuk
maturitas janin, atau infeksi amniotik pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas
uterus/ status janin.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan