Anda di halaman 1dari 41

GRANULOMA GIANT CELL PERIFER

Granuloma sel raksasa perifer (granuloma giant cell perifer) terutama dikenal sebagai epulis sel raksasa adalah
kondisi serupa tumor yang biasanya berkembang dari tepi bebas gusi. Istilah granuloma sel raksasa perifer lebih
disukai daripada granuloma reparatif sel raksasa perifer. Lesi ini ditemukan pada semua kelompok usia, dengan
puncak insiden tertinggi pada orang dewasa usia 30 tahun dan anak-anak selama periode gigi bercampur.
Dalam bahan penelitian yang terdiri dari 173 penderita granuloma sel raksasa perifer, dijumpai bahwa tingkat
terjadinya penyakit tersebut paling tinggi adalah pada periode gigi-geligi bercampur. Pada masa kanak-kanak
granuloma lebih umum terdapat pada anak laki-laki daripada anak perempuan, setelah usia 16 tahun jumlah wanita
yang terkena adalah dua kali jumlah laki-laki yang terkena. Mandibula sedikit lebih sering terkena dibandingkan
terhadap maksilla dan lebih sering terjadi di daerah premolar-molar daripada di daerah incisivus-caninus. Kadang-
kadang, lesi ditemukan pada daerah edentulous ridge alveolar.
Granuloma giant cell perifer memiliki etiologi yang tidak diketahui, dengan beberapa perdebatan apakah lesi ini
menunjukkan proses yang reaktif ataukah neoplastik. Walaupun demikian, kebanyakan ahli percaya bahwa
granuloma giant cell perifer termasuk lesi yang reaktif.
Granuloma giant cell perifer termasuk lesi reaktif yang jarang terjadi. Lesi ini juga dikenal sebagai giant-cell epulis,
osteoclastoma, giant cell reparative granuloma atau giant cell hyperplasia dan myeloid epulis. Granuloma giant cell
perifer termasuk lesi giant cell yang paling sering terjadi pada rahang dan berasal dari jaringan ikat periosteum atau
dari membran periodontal, sebagai respon terhadap iritasi lokal atau trauma kronis.
Defenisi Granuloma Giant Cell Perifer
Granuloma giant cell perifer merupakan nodul ekstraosseus yang terdiri dari proliferasi mononuklear dan
multinukleasi giant cell yang berhubungan dengan vaskularisasi yang ditemukan pada gingiva atau ridge alveolar.
Granuloma giant cell perifer adalah reaksi hiperplastik pada jaringan ikat gingiva yang didominasi oleh komponen
seluler histiositik dan endotelial. Kedua jenis sel tersebut bercampur baur dan tersusun pada pola lobular yang
dipisahkan oleh jaringan ikat fibrous yang mengandung pembuluh darah sinusoid yang besar.
Nama lesi ini diambil dari kecenderungan histiosit mononuklear untuk membentuk giant cell multinukleasi yang luas;
lokasi perifer (ekstraosseus) dari lesi ini lebih sempit, lebih cenderung ke tengah (intraosseus); dan gambaran klinis
dari lesi gingiva ini mirip dengan respon terhadap granuloma yang reaktif.
Faktor-faktor yang mengawali terjadinya lesi tidak diketahui. Lesi mengandung jaringan giant cell mirip dengan yang
ditemukan pada bagian lain dari tubuh tetapi utamanya pada tulang.
Penyebab (Etilogy) Granuloma Giant Cell Perifer
Penyebab granuloma giant cell perifer tidak diketahui, meskipun iritasi lokal yang disebabkan oleh plak gigi atau
kalkulus, penyakit periodontal, restorasi gigi yang buruk, protesa yang buruk, atau pencabutan gigi, telah dianggap
ikut berpartisipasi pada perkembangan lesi ini.
Penelitian baru-baru ini, menggambarkan perkembangan dari granuloma giant cell perifer yang berhubungan dengan
implan gigi. Granuloma giant cell perifer muncul sebagai akibat dari komplikasi yang tidak umum pada penempatan
implan, berkembang dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah penempatan implan gigi.
Gambaran Klinis Granuloma Giant Cell Perifer
Lesi diawali dengan pembengkakan berbentuk kubah berwarna kemerah-merahan atau keungu-unguan pada papilla
interdental atau ridge alveolar. Pada pasien dentulous lesi sering terlihat lebih kemerahan disebabkan oleh adanya
ulserasi yang terjadi ketika makanan dikunyah dan mengenai epitelium yang tipis dari massa yang menonjol.
Lesi yang lebih luas biasanya mengelilingi satu atau lebih gigi, sering melibatkan ligamen periodontal, termasuk
apeks gigi. Lesi ini menyebabkan hilangnya dan bergeraknya gigi. Pada daerah edentulous lesi berbentuk kubah,
ungu, dan biasanya mempunyai permukaan yang utuh. Radiografi periapikal umumnya menunjukkan hilangnya
lapisan superficial dari tulang kortikal, dan sisa tulang di bagian tengah yang tidak ikut terlibat.
Granuloma sel raksasa perifer ditandai oleh suatu pembengkakan berbatas jelas , keras, dan jarang berulserasi.
Dasarnya tidak bertangkai, permukaannya licin atau sedikit bergranula dan warnanya merah muda sampai merah
ungu tua. Nodula tersebut biasanya beberapa mm sampai 1 cm diameternya, meskipun pembesaran yang cepat
dapat menciptakan pertumbuhan besar yang mengganggu pada gigi-gigi disampingnya. Lesi tersebut umumnya
tanpa gejala, tatapi karena sifatnya yang agresif, maka tulang alveolar dibawahnya seringkali terlibat dan membuat
radiolusensi “peripheral cuff” superfisial patognomonik.
Histopatologi Granuloma Giant Cell Perifer
Gambaran mikroskopis menunjukkan susunan nodular dari jaringan giant cell dipisahkan oleh septum fibrous.
Jaringan giant cell terdiri dari campuran mononuklear dan giant cell multinukleasi yang mendasari ekstravasasi sel
darah merah. Terdapat beberapa pembuluh kapiler dan ruang sinusoid. Stroma fibrous menipis atau menebal, dan
mengandung jaringan yang luas dan struktur dinding vaskular yang tipis. Kandungan hemosiderin dalam jumlah
besar umumnya terdapat dalam jaringan giant cell dan mengelilingi komponen fibrous.
Secara histologis dijumpai banyak sel raksasa beriti multipel dan fibroblast-fibroblast di seluruh spesimen. Secara
histologis, lesi ini tidak dapat dibedakan dari granuloma sel raksasa sentral dan tumor coklat dari hiperparatiroidisme.
Diagnosa Banding Giant Cell Perifer
Granuloma giant cell perifer dapat dibedakan dari osteosarcoma osteoblastic melalui beragam sel stroma dan
kurangnya displasia pada sel-sel tersebut. Pada remaja, walaupun gambaran mitosis bervariasi, dan proliferasi aktif
dari sel stroma mungkin membuat perbedaan ini menjadi sulit. Granuloma giant cell perifertidak dapat dibedakan
dengan brown tumor ekstraosseus dari hiperparatiroidisme yang jarang terjadi.
Perawatan dan Pronosis Giant Cell Perifer
Granuloma giant cell perifer dirawat dengan eksisi bedah, termasuk dasar lesi dan kuretasi tulang di bawahnya.
Pembuangan yang tidak tuntas mengakibatkan kecenderungan yang jelas untuk kambuh. Pasien dentulous biasanya
perlu pengangkatan satu atau lebih banyak gigi dan kuretase soket.
Granuloma giant cell perifer memiliki prognosis yang baik.3 Kira-Kira 10% kasus yang dilaporkan dapat kambuh
kembali, hal ini mungkin disebabkan oleh pengangkatan yang tidak sempurna.

makalah anastesi lokal maksila


目前心情: 冷靜
Teknik-teknik anastesi blok pada maksila

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam
melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah.
Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi
minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. (1)
Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan
hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi
umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu
sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. (2)
Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk
ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi
tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan, suhu, dan
lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot.  (1)
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang
paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit atau tubuh. (1)

Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)

Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri


Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi
dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi
Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local,
mempunyai metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut
sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. (1)

Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)

Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien


Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
Tidak ada resiko obstruksi pernapasan
Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan
dalam prosedur
Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko
yang tidak diinginkan
Tidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)

Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus dibidang kedokteran gigi yaitu :  (1)

Anestesi topikal
Anestesi infiltrasi
Anestesi blok

Field blok
Nerve blok

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengemukakan teknik-teknik pemberian anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi, selain
itu dapat juga diketahui keuntungan dan kerugian dari berbagai macam teknik anestesi lokal sehingga dapat ditentukan teknik yang
terbaik yang akan digunakan dan untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi akibat injeksi anestesi lokal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta untuk teknik lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan
didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular. Perbedaan
pertama pada kasus anestesi blok syaraf adalah diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal untuk memperoleh anestesi yang
memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf membuat larutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian
tengahnya, jadi harus diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan.  (2)
Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer.  (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang
diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk
kedaerah operasi. (2)
Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan,
walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)
II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)

Anestesi Gigi Geligi Permanen

Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama diinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi
superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah
molar dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang,
akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebutblok gigi superior posterior.

Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering digunakan untuk daerah tersebut
karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-
arteri kecil yang ada di daerah ini.

Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal serta mukoperiosteum yang
berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk
menganastesi struktur-struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang
mensuplai premolar kedua. (4)

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen

Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi superior anterior. Saraf ini naik
pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus
sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan
anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. (4)

Anastesi Jaringan Palatal


Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas dan prenaksila, erta
meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui
foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-palatina.

Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan premolar akan bergabung
untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara
garis tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan
naik untuk bergabung dengan ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.

Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus palatum dan membentuk
lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik
ini menyebabkan suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan
larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak
enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke
tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang
hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari.  (4)

Anastesi Gigi-gigi Susu

Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas
an inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigi-
gigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.

Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan untuk prosedur pencabutan gigi atau
pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.

Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum diinsersikan dari aspek labio-bukal,
melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap
berada pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai
mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara ini akan
memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering
digunakan oleh para ahli pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan intraligamental. (4)

Suntikan Infraorbital

Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional umumnya jarang
dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi
besar pada daerah insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior dimana
teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.

Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan padaorifice foramen infraorbital, berjalan sepanjang
kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar
serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf
dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum tambahan.

Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik infraorbital umumnya lebih
popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara
berikut ini.
Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke
bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat
digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. (4)

II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila

II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir
perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut.

Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior
biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region
kaninus atau foramen incisivum. (2)

II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45º,
memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla.  (2)
Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena
obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2)

Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu


Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.
Jaringan ikat dan membran mukosa

Anatomi landmarks : (2)

Lipatan zygomatikus pada maxilla


Processus zygomatikus pada maxilla
Tuberositas maxilla
Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.

Tekniknya : (2)

Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter


Operator berdiri sebelah kanan depan
Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di
sebelah posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus
Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90º terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45º
bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat
ditarik kelateral posterior
Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum
Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu
Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam ½-¾ inch
Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan sebanyak 1,5 cc.

II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital


Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital
dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum dimasukkan
jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan
analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini
selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai.  (2)
Saraf yang teranestesi : (2)

Nervus alveolaris superior, anterior dan medium


Nervus infra orbital
Nervus palpebra inferior
Nervus nasalis lateralis
Nervus labialis superior

Daerah yang teranestesi : (2)

Gigi incisivus sampai premolar


Akar mesio bukkal dari molar satu
Jaringan pendukung dari gigi tersebut
Bibir atas dan kelopak atas
Sebagian hidung pada sisi yang sama

Anatomi Landmark : (2)

Infra orbital ridge


Supra orbital notch
Gigi anterior dan pupil mata

Tekniknya : (2)

Intra oral approach


Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas membentuk 45º dengan garis horizontal, dan
penderita disuruh melihat ke arah depan
Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang
atas
Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira ½ cm, disinilah
akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya foramen infra orbital
Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah
tembusnya jarum mengenai bola mata
Bibir atas diangkat dengan ibu jari
Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas
Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch
Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah
dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut
diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada
foramen tersebut.
Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1½ cc (jumlah larutan tersebut tergantung dari kebutuhan)  (2)

b. Extra oral approach :

Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.
Tekniknya : (2)

Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah kemungkinan bahaya untuk mata
Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita memasukkan jarum dengan membuat sudut 45º, dan jarum tersebut
diluncurkan sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum
dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak dengan jarum, jarum harus
ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia cukup cepat.

II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus

Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi
caninus kiri dan kanan.(2)
Anatomi Landmark : (2)

Incisivus papilla
Incisivus centralis

Tekniknya : (2)

Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum.
Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median.
Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.
Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina
besar ketika syaraf keluar dari foramen palatina besar.
Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah
dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan.

II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari
premolar(2)
Anatomi Landmark : (2)

Molar dua dan tiga maxilla


Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla
Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah palatum.

Indikasi : (2)

Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga
Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.

Tekniknya : (2)

Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva
molar menuju garis median
Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah
jarum dari kiri menuju kanan)
Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal
Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)

Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam
dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum
ke dalam plexus venosus pterygoideus.

Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karen itu, apabila
gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar
kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major.  (3)
Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis
pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang
mempalpasi jangna dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan
bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen
infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.

Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi
tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen
infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer
pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu
jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis
batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa
dirasakan. (3)

Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi
insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal
bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk
injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain.
Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna
sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang.  (3)

Injeksi Nervus Palatinus Major

Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya
terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen palatinum posterior)
yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam
jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi
keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah
ke crista gingiva pada sisi bersangkutan.  (3)

Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi
supraperiosteal atau zigomatik.

Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio
premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir sedikit
anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major.  (3)
IV.2  Kegagalan Anatesia(5)
 
Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi anestetikum lokal. Beberapa mengkin
gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima
efek obat-obatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi
dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan
larutan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.

Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak merasa takut.  Anomali inervasi nervus atau
variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak. Kurangnya
pengetahuan mengenai anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya menimbulkan
kegagalan.
Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi maksimal,
merupakan penyebab kegagalan pada beberap kasus. Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan
memberikan hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah dianestesi. (5)

Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale atau jika n.lingualis atau
nn.cervicales superficiales tidak teranestesi.

BAB III

PENUTUP
I.1 KESIMPULAN

Anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya
kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh.

Anestesi blok berfungsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan
pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang
baik. (2)
Kemudian, Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer.  (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang
diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk
kedaerah operasi. (2)
I.2 SARAN

Buat dosen pembimbing diharapkan memberikan penjelasan yang lebih, pada tiap-tiap teknik dari anastesi blok terutama pada
maksila karena kami sebagai mahasiswa masih kurang memahami dan hanya sedikit mendapatkan referensi mengenai teknik-teknik blok
anestesi local pada maksila.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Fadillah. Teknik-teknik anestesi local. 2007.


Rughaidah. Teknik anestesi local gow gates dan citoject. 1994
Purwanto, drg. Petunjuk praktis anestesi local. 1993. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Howe, Geoffrey L. Anestesi local. 1994. Jakarta : Hipokrates

ABSES GINGIVAL
 

7 Votes

PENDAHULUAN
Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya kedalam tubuh manusia serta
menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi lokal dari tubuh terhadap
adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk. Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami
beberapa proses fisiologi yang telah dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh
mengadakan reaksi atau perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi.

Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut
dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang
cederaatau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh
terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa
sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan fungsio laesa (perubahan
fungsi).

Secara harfiah abses merupakan suatu lobang yang berisi nanah dalam jaringan yang sakit.
Abses ini merupakan suatu lesi yang bagi tubuh sulit ditangani, karena kecenderungannya
untuk meluas dengan mencairnya lebih banyak jaringan, kecenderungan untuk menggalidan
resistennya terhadap penyembuhan. Sebenarnya jika sudah terbentuk suatu abses, maka sulit
mengirimkan agen-agen teurapetik kedalam abses itu melalui darah.

DEFINISI

Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lobang yang berisi nanah
(pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses yang terbentuk didalam jaringan
periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan dari ganggren pulpa. Abses yang
terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi
dan membentuk fistel

Gusi adalah bagian mukosa mulut yang menutupi proceccus alveolar rahang dan mengelilingi
leher gigi. Gingiva adalah bahasa yang digunakan secara umum dalam bidang kedokteran gigi.
Sedangkan gusi adalah bahasa pasaran yang digunakan masyarakat secara luas.

Gingiva secara anatomis dibagi atas :

1. Marginal (unattached)

Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan dengan attached
gingiva atau suatu lekukan dangkal yang disebut free gingival groove . Lebar gingiva kurang
lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan alat periodontal probe dan permukaan gigi.
2. Attached

Attached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting, (resilient), melekat erat
keperiosteal tulang alv. Sampai meluas ke mukosa alv. Yang longgar dengan mudah bergerak
dibatasi oleh muko gingival junction.

3. Interdental gingiva Mengisi embrassur gingiva, yaitu ruang proximal, dibawah daerah kontak
gigi. IG biasanya terdiri dari 2 papilla di vestibular dan oral.

Abses gingival merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva). Terjadi karena faktor
iritasi, seperti plak, kalkulus, invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang
pula akibat gigi yang akan tumbuh.

PATOFISIOLOGI

Abses gingival sebenarnya adalah komplikasi daripada karies gigi. Bisa juga disebabkan oleh
trauma gigi (misalnya apabila gigi patah atau hancur).

Email yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan menginfeksi bagian tengah
(pulpa) gigi. Infeksi ini menjalar hingga ke akar gigi dan tulang yang menyokong gigi.

Infeksi menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan tubuh yang mati,
bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih) dan pembengkakan jaringan
dalam gigi. Ini menyebabkan sakit gigi. Jika struktur akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang,
tetapi infeksi ini akan meluas terus menerus sehingga menjalar ke jaringan yang lain.

ETIOLOGI

Abses gingiva terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi,
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. Yaitu bakteri coccus
aerob gram positif, dan coccus anaerob gram seperti fusobacteria, Streptococcus sp dan bakteri
lainnya. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi dengan air liur.
Bakteri-gakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan periodontitis. Jika
mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka
akan terjadi infeksi odontogen.

Abses gingival ini terjadi akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies dentis, invasi
bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophilis influenzae),  inpaksi makanan atau
trauma jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi
gigi goyang.

Gingival abses terjadi ketika bakteri menginfeksi gusi anda, menyebabkan penyakit gusi (yang
dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan radang di dalam gusi anda, yang
dapat membuat jaringan yang mengelilingi akar gigi anda (periodontal ligament) terpisah dari
dasar tulang gigi anda. Perpisahan ini menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu
periodontal pocket, yang sulit untuk dibersihkan, dan membolehkankan bakteri masuk dan
menyebar.
Gingival abses selalu terjadi akibat hasil dari :

 Penanganan gigi yang yang menciptakan periodontal pocket secara kebetulan,


 Penggunaan antibiotik yang  tidak diperlakukan untuk periodontitis, yang dapat
menyembunyikan suatu abses, dan
 Kerusakan pada gusi, walaupun tidak terdapat periodontitis.

MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama abses gingiva adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang dapat berdenyut dan
keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara berangsur-angsur bertambah buruk
dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat juga ditemukan nyeri menjalar sampai ketelinga,
turun ke rahang dan leher pada sisi gigi yang sakit.

Pembentukan abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing stadium mempunyai
gejala-gejala tersendiri, yaitu:

1. Stadium subperiostal dan periostal

 Pembengkakan belum terlihat jelas


 Warna mukosa masih normal
 Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
 Palpasi sakit dengan konsistensi keras

2. Stadium serosa

 Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari tulang dan
pembengkakan sudah ada
 Mukosa mengalami hiperemi dan merah
 Rasa sakit yang mendalam
 Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi

3. Stadium sub mukous

 Pembengkakan jelas tampak


 Rasa sakit mulai berkurang
 Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat
 Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
 Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi

4. Stadium subkutan

 Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit


 Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
 Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
 Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata

Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :


 Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas.
 Rasa pahit di dalam mulut.
 Nafas berbau busuk.
 Kelenjar leher bengkak.
 Bagian rahang bengkak (sangat serius).
 Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
 Denyut nadi cepat atau takikardi
 Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
 Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
 Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
 Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis

PENATALAKSANAAN

Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingiva adalah mengikuti perawatan gigi.
Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur perawatan abses gigi dalam
beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya.

A. Farmakoterapi

 Analgesik Abses gingiva sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit
(analgesics), yang tersedia di potik, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu perawatan
dari dokter gigi. Selalu membaca dan mengikuti informasi pada paket tentang berapa
banyak untuk mengambil dan seberapa sering, dan hati-hati untuk penggunaan dosis
maximum. Perlu diketahui bahwa obat penghilang sakit tidak bisa menyembuhkan abses
gingiva. Analgesics ini biasanya digunakan untuk penundaan perawatan abses gigi.

Ikuti petunjuk di bawah tentang cara pemakaian analgesics dengan aman :


o
 Jangan memakai ibuprofen jika menderita asma, atau jika kamu
mempunyai, atau pernah mempunyai ulcer gastric.
 Jangan terlalu sering memakai obat penghilang sakit di satu waktu tanpa
lebih dulu berkonsultasi dengan dokter, perawat, healthcare profesional lainnya. Ini
dapat berbahayasebab banyak orang over-the-counter ( OTC) produk berisi obat
penghilang sakit serupa, seperti paracetamol atau ibuprofen dengan atau tanpa
codeine, dan terlalu banyak kombinasi produk.
 Ibuprofen dan paracetamol kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup
untuk anak-anak.
 Aspirin tidak  cocok untuk anak-anak di bawah umur 16 tahun.
 Untuk ibu hamil dan menyusui baik digunakan paracetamol
 Jika nyeri hebat. boleh menentukan analgesics yang lebih kuat, seperti
codeine fosfat. sebagai alternatif, jika sedang mengkonsumsi codeine dosis rendah,
dokter boleh menyarankan meningkatkan dosis itu.
 Antibiotics Antibiotik untuk abses gingiva digunakan untuk mencegah penyebaran
infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesics (painkiller).  Antibiotik seperti amoxicillin atau
metronidazole dapat digunakan jika:
 wajah bengkak, ini menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke area
sekelilingnya.
 terlihat tanda-tanda dari infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan kelenjar.
 Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah di khemotherapi, atau seperti
infeksi HIV positif,
 Peningkatan faktor resiko seperti diabetes millitus, dan resiko endocarditis.
 Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Anda
harus mengunjungi dokter gigi jika anda mempunyai abses gingiva

B. Dental procedures

Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gingiva adalah incisi (dibuka)
absesnya, dan didrainase nanah yang berisi bakteri. Prosedur ini pada umumnya dilakukan
apabila sudah di anaestesi lokal terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa.  Pada
abses gingival, dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh
membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan scaling
dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah infeksi atau peradangan lebih
lanjut

C. Surgery

Jika terjadi infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli bedah untuk  yang dapat
membentuk kembali jaringan gusi untuk selamanya dan memindahkan periodontal pocket.
Dalam beberapa kasus, infeksi abses gingiva dapat terulang bahkan setelah prosedur
pembedahan. Jika ini terjadi, atau jika gigi telah pecah, mungkin perlu dipindahkan semuanya.

Berikut adalah penatalaksanaan berdasarkan stadium terjadinya abses :


Stadium periostal dan sub periostal Dilakukan trepanasi untuk mengeluarkan nanah dan
gas gangren yang terbentuk, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, anti inflamasi,
antipiretika, analgesika dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas dan 
dapat sembuh

Stadium serosa  Dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat kuku dan kompres panas,
supaya abses masuk kearah rongga mulut

Stadium submukosa dan subkutan Dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau
rubber-dam sebagai drainase, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinflamasi,
antipiretika,
analgesika dan roboransia. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya
dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam
keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi
yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis.

KOMPLIKASI

 Gigi tercabut.
 Infeksi kejaringan lunak (selulitis fasial, angina Ludwig).
 Infeksi kejaringan tulang (osteomielitis mandibula atau maksila).
 Infeksi ke bagian tubuh lain menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, dll.
 Dapat terjadi sepsis

PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya abses gingival :

 Sikat gigi dengan cara yang benar dan gunakan pasta gigi yang nyaman untuk
kesehatan gigi dan gusi anda.
 Periksakan gigi anda rutin tiap 6 bulan sekali ke dokter gigi.
 Kurangi makanan yang manis dan yang kering.

Bila sudah terjadi abses gingival, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membatasi
nyeri dan tekanan pada abses gingiva, meliputi:

 Hindari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas,
 Makan makanan lunak,
 Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses, dan
 penggunaan sikat gigi yang lembut dan serat halus seperti sutra di sekitar gigi yang
sakit.
 Minum obat pereda sakit bila perlu dan jangan menggigit pada gigi yang sakitt.
 Berkumur air garam hangat sehabis makan untuk membersihkan bagian tersebut
(Caranya: Masukkan garam kedalam air hangat, kumur-kumur dan diamkan sebentar air
garam tersebut di dalam mulut. Ulangi beberapa kali ).
 Segera perikasa kedokter gigi

PROGNOSIS

Prognosis dari abses gingiva adalah baik terutama apabila diterapi dengan segera
menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan
lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk dan
kemungkinan amputasi lebih besar.

Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi


Abses Rongga Mulut
Posted: Juni 1, 2010 by gilangrasuna in Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen

Proses infeksi pada jaringan pulpo-periapikal dapat menyebabkan beberapa kondisi ketika
melibatkan jaringan periapikal, dapat berupa granuloma, abses, kista, atau osteomyelitis.
Dalam catatan ini akan dibahas mengenai patogenesa abses mulai dari jaringan periapikal hingga
ke jaringan lunak.
PATOGENESA DAN POLA PENYEBARAN

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang
terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan
periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur
patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan
anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri
campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus
aureus  dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus  dalam proses ini memiliki enzim aktif yang
disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus
mutans  memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitustreptokinase,
streptodornase,  dan hyaluronidase. Hyaluronidase  adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar
sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani
untuk merambah hutan.
Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?
Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun
sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas
mengenai perjalanan abses secara kronis.
Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans)
memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase.
Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang
persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat
(hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah
hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi
antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan.
Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup
jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi,
akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum
akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi
pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat
terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan
untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu
baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah
menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans danS.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan
yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu
mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran
yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu,
jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat
adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah
peristiwa yang unik dimanaS.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan
terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada
peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri
pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh
sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya
terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik,
dan bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha
mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan
timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau
tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi
atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene
adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan
keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat
sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan
jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri
bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan
jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah
gerak pus.
Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai
perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian
tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang
dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan
baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang
baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan
melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke
rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang
kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung
menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan,
peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan
karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih
70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga
tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat
aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal.
Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan
lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah
berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang
tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena
lapisanperiosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus
oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan
peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan
bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai
area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat
terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh
lapisan jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer


1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
d. Submandibular spaces
- Fascial spaces sekunder
Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan
pasokan darah yang kurang.Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan
struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space,
retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space.
Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang
parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena
penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus
yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus
tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang
terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang
terkena infeksi.
• Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan
periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian
depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat
menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
• Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi
berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator
pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi
yaitu edema pipi dan trismus ringan.
• Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak,
dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi
molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat
trismus bila infeksi telah menyebar.
• Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline
yang jelas di bawah dagu.
• Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi
berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi
berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.
• Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi
molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala
infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut
mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.
• Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal
dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi
dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal
untuk alat bantu bernapas.
• Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat
dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus.
• Retropharyngeal space (posterior visceral space)
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil,
parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan,
dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi
dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n.
vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)
PRINSIP TERAPI

Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus),
dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu
bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal
memiliki “kondisi” khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila
digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut.
Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh
karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open
bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan
pemberian terapi farmakologi.
Terima Kasih!

DENTAL ABSES

Pendahuluan
Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya kedalam
tubuh manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah
reaksi lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi/iritasi dalam berbagai bentuk.
Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang
telah dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau
perlawanan yang disebut peradangan/inflamasi.

Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan


pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang
bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cederaatau yang
mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap
cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa
sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan fungsio laesa
(perubahan fungsi).

Secara harfiah abses merupakan suatu lobang yang berisi


nanah dalam jaringan yang sakit. Abses ini merupakan suatu lesi yang bagi tubuh
sulit ditangani, karena kecenderungannya untuk meluas dengan mencairnya lebih
banyak jaringan, kecenderungan untuk menggalidan resistennya terhadap
penyembuhan. Sebenarnya jika sudah terbentuk suatu abses, maka sulit
mengirimkan agen-agen teurapetik kedalam abses itu melalui darah.

       

DEFINISI

Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh


adanya lobang yang berisi nanah (pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses
artinya abses yang terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal
karena infeksi gigi atau perluasan dari ganggren pulpa. Abses yang terbentuk
merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus
kulit pipi dan membentuk fistel

ETIOLOGI

Abses
gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam
gigi, Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. yaitu
bakteri coccus aerob gram positif, coccus anaerob gram positif dan batang
anaerob gram negatif. Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan
kombinasi dengan air liur. Bakteri-gakteri tersebut dapat menyebabkan karies
dentis, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.

Abses
detal ini terjadi akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus, karies
dentis, invasi bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophilis
influenzae), inpaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi gigi goyang.

Periapical
dan periodontal abses mempunyai cara berbeda yang ditempuh oleh bakteri untuk
menginfeksi gigi, Bagaimanapun, periapical abses jauh lebih sering dibandingkan
dengan periodontal abses.

Causes
of a periapical abscess

Ketika suatu periapical abses terjadi, bakteri menginfeksi gigi anda


akibat karies dentis (lubang kecil, disebabkan oleh kerusakan jaringan gigi)
yang terbentuk dari lapisan keras bagian luar gigi anda (email).

Karies dental memecahkan email dan lapisan jaringan lunak di lapisan


bawah (tulang gigi), dan dengan cepat mencapai pusat gigi anda (pulpa), yang
dikenal sebagai pulpitis. Selanjutnya bakteri menginfeksi pulpa sampai mencapai
tulang gigi anda (tulang alveolar), sebagaimana bentuk dari periapical abses.
Causes
of a periodontal abscess

Periodontal abses terjadi ketika bakteri menginfeksi gusi anda,


menyebabkan penyakit gusi (yang dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis
menyebabkan radang di dalam gusi anda, yang dapat membuat jaringan yang
mengelilingi akar gigi anda (periodontal ligament) terpisah dari dasar tulang
gigi anda. Perpisahan ini menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai
suatu periodontal pocket, yang sulit untuk dibersihkan, dan membolehkankan
bakteri masuk dan menyebar. Periodontal abses dibentuk
oleh bakteri dalam periodontal pocket.

Periodontal
abses selalu terjadi akibat hasil dari:
Penanganan

gigi yang yang menciptakan periodontal pocket secara kebetulan,

Penggunaan

antibiotik yang  tidak diperlakukan untuk periodontitis, yang dapat

menyembunyikan suatu abses, dan

Kerusakan

pada gusi, walaupun tidak terdapat periodontitis.

PATOFISIOLOGI

Abses dental sebenarnya adalah komplikasi daripada karies


gigi. Bisa juga disebabkan oleh
trauma gigi (misalnya apabila gigi patah atau hancur).
Email
yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan menginfeksi bagian tengah
(pulpa) gigi. Infeksi ini menjalar hingga ke akar gigi dan tulang yang
menyokong gigi.

Infeksi
menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan tubuh yang
mati, bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih) dan
pembengkakan jaringan dalam gigi. Ini menyebabkan sakit gigi. Jika
struktur akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi infeksi ini akan meluas terus
menerus sehingga mejalar kejaringan yang lain.

GEJALA DAN TANDA

Gejala utama abses gigi adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang
dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara
berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat
juga ditemukan nyeri menjalar sampai ketelinga, turun ke rahang dan leher pada
sisi gigi yang sakit.

Pembentukan
abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing stadium mempunyai
gejala-gejala tersendiri, yaitu:
1. Stadium
subperiostal dan periostal
Pembengkakan

belum terlihat jelas

Warna

mukosa masih normal

Perkusi

gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat

Palpasi

sakit dengan konsistensi keras


2. Stadium
serosa
Abses

sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari tulang dan

pembengkakan

sudah ada

Mmukosa

mengalami hiperemi dan merah

Rasa

sakit yang mendalam

Palpasi

sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi


3. Stadium
sub mukous
Pembengkakan

jelas tampak

Rasa

sakit mulai berkurang

Mukosa

merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat

Perkusi

pada gigi yang terlibat terasa sakit

Palpasi

sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi


4. Stadium
subkutan
Pembengkakan

sudah sampai kebawah kulit

Warna

kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat

Konsistensi

sangat lunak seperti bisul yang mau pecah

Turgor

kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata

Gejala-gejala
umum dari dento-alveolar abses adalah:

 Gigi

     terasa sensitif kepada air sejuk atau panas.

 Rasa pahit

     di dalam mulut.

 Nafas berbau busuk.

 Kelenjar leher bengkak.

 Bahagian

     rahang bengkak (sangat serius).

 Suhu badan meningkat tinggi dan

     kadang-kadang menggigil

 Denyut nadi cepat/takikardi

 Nafsu makan menurun sehingga

     tubuh menjadi lemas (malaise)

 Bila otot-otot perkunyahan

     terkena maka akan terjadi trismus

 Sukar tidur dan tidak mampu

     membersihkan mulut

 Pemeriksaan laboratorium

     terlihat adanya leukositosis

PENATALAKSANAAN
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gigi adalah mengikuti
perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur
perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya dimana
terperinci di bawah.

Dental
procedures

Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gigi


adalah incisi (dibuka) absesnya, dan didrainase nanah yang berisi bakteri.
Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anaestesi lokal terlebih
dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa.

Jika periapical
abses, abses akan dipindahkan melalui perawatan saluran akar. Dokter gigi
akan mengebor ke dalam gigi yang mati untuk mengeluarkan nanah, dan memindahkan
jaringan yang rusak dari pusat gigi (pulpa). Kemudian lubang akar ditambal
untuk mencegah infeksi/peradangan lebih lanjut.

Jika periodontal
abses, dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh
membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan
scaling dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah
infeksi/peradangan lebih lanjut

Surgery

 Jika periapical abses dan infeksi

     berulang,

     anda harus mengunjungi dokter ahli bedah untuk memindahkan jaringan yang

     sakit.

 Jika periodontal abses

     dan infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli bedah

     untuk  yang dapat membentuk kembali jaringan gusi untuk selamanya dan

     memindahkan periodontal pocket.


Dalam beberapa kasus, infeksi abses gigi dapat terulang bahkan setelah
prosedur pembedahan. Jika ini terjadi, atau jika gigi telah pecah, mungkin
perlu dipindahkan semuanya.

Treatment
from your GP

Jika terdapat abses gigi, dan tidak sempat ke dokter gigi dengan
segera. Dalam kasus ini, GP mu dapat memberi nasihat tentang obat penghilang sakit
(analgesics),
perlindungan diri dan menentukan antibiotik, semua dijelaskan dibawah ini.

Analgesics
(painkillers)

Abses gigi sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit
(analgesics), yang tersedia di potik, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu
perawatan dari dokter gigi. Selalu membaca dan mengikuti informasi pada paket
tentang berapa banyak untuk mengambil dan seberapa sering, dan hati-hati untuk
penggunaan dosis maximum.

Perlu diketahui bahwa obat penghilang sakit tidak bisa menyembuhkan


abses gigi. Analgesics ini biasanya digunakan untuk penundaan perawatan abses
gigi.

Ikuti petunjuk di bawah tentang cara pemakaian analgesics dengan aman.

 Jangan memakai ibuprofen

     jika menderita asma, atau jika kamu mempunyai, atau pernah mempunyai ulcer

     gastric.

 Jangan terlalu sering

     memakai obat penghilang sakit di satu waktu tanpa lebih dulu berkonsultasi

     dengan GP mu, perawat, healthcare profesional lainnya. Ini dapat berbahaya

     sebab banyak orang over-the-counter ( OTC) produk berisi obat penghilang

     sakit serupa, seperti paracetamol atau ibuprofen dengan atau tanpa

     codeine, dan terlalu banyak kombinasi produk.


 Ibuprofen dan paracetamol

     kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup untuk anak-anak.

 Aspirin tidak  cocok

     untuk anak-anak di bawah [umur/zaman] 16

 Untuk ibu hamil dan menyusui

     baik digunakan paracetamol

 Jika nyeri hebat, GP mu

     boleh menentukan analgesics yang lebih kuat, seperti codeine fosfat.

     sebagai alternatif, jika sedang mengkonsumsi codeine dosis rendah, GP mu

     boleh menyarankan meningkatkan dosis itu. Bagaimanapun, anda tidak bolek

     meningkatkam dosis  obat penghilang sakit  kecuali jika disuruh

     oleh GP mu.

Ada beberapa yang dapat dilakukan untuk membatasi nyeri dan tekanan
pada abses gigi sampai anda dapat mengunjungi dokter gigi, meliputi:

 Hindari makanan dan minuman

     yang terlalu dingin atau terlalu panas,

 Makan makanan lunak,

 Makan dengan menggunakan

     sisi yang berlawanan dari abses, dan

 penggunaan sikat gigi yang

     lembut dan serat halus seperti sutra di sekitar gigi yang sakit.

Antibiotics

Antibiotik untuk abses gigi digunakan untuk mencegah penyebaran


infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesics (painkiller).

Gp mu boleh menentukan antibiotik, seperti


amoxicillin atau metronidazole, jika:

 wajah bengkak, ini

     menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke area sekelilingnya,

 terlihat tanda-tanda dari

     infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan kelenjar,


 Daya tahan tubuh menurun,

     seperti orang yang telah dichemotherapi, atau seperti infeksi HIV positif,

 Peningkatan faktor resiko,

     seperti diabetes millitus, dan resiko endocarditis.

Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Anda


harus mengunjungi dokter gigi jika anda mempunyai abses gigi.

Dalam
stadium periostal meningkat tinggi dan sub periostal dilakukan trepanasi untuk

mengeluarkan nanah dan gas gangren yang terbentuk, kemudian diberikan

obat-obatan antibiotika, anti inflamasi, antipiretika, analgesika dan

roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas dan  dapat

sembuh

Dalam
stadium serosa dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat kuku dan kompres

panas, supaya abses masuk kearah rongga mulut

Dalam
stadium submukosa dan subkutan dimana sudah terjadi fluktuasi maka dilakukan

insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau rubber-dam sebagai drainase,

kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinflamasi, antipiretika,

analgesika dan roboransia


Pencabutan gigi yang terlibat
(menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan
keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh
dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat
menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis.
 

KOMPLIKASI

 Gigi tercabut.

 Infeksi kejaringan lunak

     (selulitis fasial, angina Ludwig).


 Infeksi kejaringan tulang

     (osteomielitis mandibula atau

     maksila).

 Infeksi ke bagian tubuh lain

     menyebabkan abses serebral,

     endokarditis, pneumonia,

     dll.

 Dapat terjadi sepsis

PROGNOSIS

 Prognosis dari dento-alveolar abses adalah baik


terutama apabila diterapi dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi
bentuk kronik, akan
lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk dan
kemungkinan amputasi lebih besar.

         

DAFTAR
PUSTAKA
1. Aitasalo,
K. Chronic Osteomyelisis (COM) or Non-Diffuse Sclerosing Oseteomyelitis
(Non-DSO). Dalam : www.ncbi.nlm.nih.gov,2005
2. Meer,
S. Chronic Osteomyelitis. Dalam : www.eMedicine.com. 2004
3. Sabiston,
DC. Buku Ajar Bedah, Volume 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1994, Hlm 409-10
4. Sasaki,
J. Chronic Osteomyelitis of Mandibulae. Dalam : www.ncbi.nlm.nih.gov, 2005
5. Schrock, TR. Imu Bedah, Edisi 7, Penerbit EGC, Jakarta,
1995, Hlm 472-
76
6. Zainul,
TI, Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut,  Lab. Gigi dan Mulut FK 
Unsyiah/RSU Zainoel Abidin, Banda
Aceh, 2005, Hlm 34-7

Mengkombinasi antibiotika, bagaimana?
Posted: Mei 16, 2010 by gilangrasuna in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi, Mari Belajar!

Bagaimana dengan pemakaian kombinasi antibiotika? Dalam klinik banyak dijumpai pemakaian kombinasi antibiotika, yang

sayangnya tidak semuanya dapat diterima secara ilmiah begitu saja. Tujuan pemakaian kombinasi antibiotika mencakup hal-hal

sebagai berikut :

 Memperluas spektrum anti kuman pada pasien dengan kondisi kritis atau infeksi berat, tetapi jenis infeksinya belum

dapat dipastikan. Misalnya pada septikemia sering diberikan kombinasi antibiotika antistafilokokus (misalnya nafsilin) dan

antibiotika terhadap basil Gram negatif aerob (misalnya gentamisin).

 Untuk mengatasi adanya kuman yang resisten. Misalnya kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat atau sulbaktam

untuk mengatasi resistensi karena produksi enzim penisilinase.

Pemakaian kombinasi antibiotika juga mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang serupa, misalnya

nefrotoksisitas aminoglikosida dan nefrotoksisitas dari beberapa jenis sefalosporin. Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme,

kalau prinsip-prinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa

kombinasi dapat diterima secara ilmiah, tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatif yang dapat

terjadi. Sebagai contoh kombinasi tetap penisilin dan streptomisin justru akan meyebabkan inaktivasi dari masing-masing

antibiotika oleh karena terjadinya kerusakan secara kimiawi.

Dental Granuloma dan Terapinya
Posted: Juni 1, 2010 by gilangrasuna in Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen
4

Mari memasuki mode harfiah, kata dental berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan gigi, kata granul/granulaberasal dari

jaringan granulasi, dan imbuhan oma identik dengan pembengkakan, jadi, secara harfiah sederhana, dental granuloma adalah

pembentukan jaringan granulasi secara berlebihan sebagai respon rangsangan infeksi gigi (untuk anda yang tidak setuju dengan

definisi ini, memang dipersilahkan untuk membaca diktat anda kembali, dan menggunakannya sebagai pegangan hidup praktek

anda, karena definisi disini digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran saya saja.. hehe..).

Dari 4 kondisi kelainan periapikal yang dapat terjadi sebagai manifestasi infeksi pulpo-periapikal (sekedar mengingat kembali,

ada 4 kondisi yang mungkin terjadi ketika infeksi mencapai jaringan periapikal, bisa jadi Dental granuloma, Abses periapikal,

Kista, atau Osteomyelitis), dental granuloma adalah kondisi yang paling ringan dan paling sedikit menimbulkan gejala yang

mengganggu, bahkan mungkin pasien sendiri tidak sadar bahwa ia mengidap (jiiiaaahhh… mengidap… AIDS emang??) iya deh

iya.. memiliki dental granuloma.

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat

berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar

gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan

yang terlibat.

Pada kondisi host yang cukup baik, dan kebetulan memang virulensi bakteri yang menginfeksi rendah, seringkali menciptakan

kondisi yang disebut dental granuloma ini.

Bagaimana prosesnya?

Seperti yang kita ketahui, proses keradangan akan selalu menjadi pasukan garda depan dalam mengeliminasi “sesuatu” yang

dianggap akan membahayakan sel, jaringan, atau lebih luasnya lagi; tubuh. “Sesuatu” ini sering kita sebut sebagai jejas. Proses

keradangan dibagi menjadi 2 kondisi; akut dan kronis. Ada juga beberapa diktat yang menyebutkan 3 kondisi; akut, sub-akut, dan

kronis. Dalam kondisi dental granuloma ini, proses keradangan yang terjadi adalah keradangan kronis.

Keradangan kronis bisa terjadi pada kondisi infeksi dengan virulensi bakteri ataupun jumlah bakteri yang rendah, serta

kemampuan tubuh / host dalam mengatasi infeksi tersebut dalam kondisi yang baik. Yang terjadi pada bakteri bervirulensi rendah

ini ketika memasuki regio periapikal adalah terhentinya aktivitas bakteri secara terputus-putus (nyambung-ngga-nyambung-
ngga), akibat respon keradangan kronis yang mekanismenya berupa aktivasi sel-sel radang kronis untuk mengeliminasi bakteri,

disertai pembentukan pembuluh darah baru, dan pembentukan jaringan granulasi di regio yang terlibat.

Dental granuloma (bagi yang pernah melakukan / pernah melihat ekstraksi gigi dengan dental granuloma di apeks giginya)

berbentuk kurang lebih seperti bakso kasar/buah anggur, bergranul-granul, kadangkala terlihat agak putih, atau bisa jadi

berlumuran darah berwarna merah gelap.

Proses terbentuknya dental granuloma; sederhananya, mari membayangkan sebuah apeks gigi, dan dari foramen apikalnya

keluarlah seekor bakteri (seekor.. padahal untuk mampu merusak jaringan, dibutuhkan banyak bakteri, sederhananya, inilah salah

satu kondisi yang menurunkan virulensi bakteri, yaitu kalah jumlah), sejak awal kedatangannya, bakteri ini sudah dihadang oleh

sel radang kronis, lalu dieliminasilah dia.. lalu berikutnya terbentuklah pembuluh darah baru di daerah yang sempat didatangi

bakteri tadi (hal ini lumrah adanya, karena setiap bakteri memiliki enzim yang memang tetap saja mampu merusak jaringan)

dengan tujuan agar transpor nutrisi dan oksigen dapat berlangsung kembali dengan baik, sehingga proses repair jaringan dapat

terjadi. Untuk melindungi pembuluh darah baru tadi, yang notabene rapuh karena memang masih muda, maka dibentuklah

jaringan granulasi yang tersusun atas jaringan ikat, agar mampu melindungi pembuluh darah baru tadi dalam melakukan

perannya sebagai media perantara perbaikan jaringan.

Seharusnya, proses infeksi berhenti sampai disini, namun virulensi yang rendah bukan berarti jumlah (kuantitas) bakteri yang

sedikit saja, bisa jadi jumlah (kuantitas) bakteri yang cukup banyak, namun kemampuan (kualitas) mereka untuk merusak

jaringan yang menurun.

Mari membayangkan kembali apeks gigi diatas, bedanya, kali ini sudah ada satu bundel jaringan granulasi yang terbentuk akibat

adanya invasi bakteri tadi. Eh.. ternyata ada lagi bakteri yang keluar dari apeks gigi.. cukup banyak pula.. dan terulanglah fase

keradangan kronis yang sama seperti yang dijelaskan diatas, sehingga terbentuklah jaringan-jaringan granulasi baru yang ber-

bundel-bundel. Eh.. ada lagi bakteri yang turun dari apeks.. lalu segera proses keradangan kronis menghadang dan terulang

kembali pembentukan jaringan granulasinya.. karena proses infeksi ini bersifat terputus-putus dan kualitasnya ringan, maka

proses keradangan ini akan berjalan secara terus menerus pula, dan menghasilkan bentukan berupa semacam buah anggur di

apikal gigi yang disebut dental granuloma.

Biasanya dental granuloma dapat berkembang karena adanya karies besar dan perforasi dalam jangka waktu yang lama, mungkin

pernah sakit, namun hanya diberikan terapi anti nyeri, saat nyeri mereda, alih-alih pergi ke dokter gigi untuk merawat giginya,
tapi dibiarkan saja karena merasa kondisi badannya saat itu memang sehat-sehat saja. Hal-hal semacam ini sebenarnya tidak saja

memungkinkan terbentuknya dental granuloma, tapi bisa juga menjadi abses, kista, atau osteomyelitis, tergantung interaksi

dari host, agent, dan environment-nya.

Bagaimana terapi dental granuloma? Biasanya dilakukan ekstraksi dengan maksud mengeliminasi penyebab utamanya yaitu

karies besar yang mengandung banyak bakteri perusak, lalu dilanjutkan dengan melakukan kuretase di sekeliling soket terutama

daerah apikal gigi.

Apa Itu Abses Periapikal?

1. 0 comments
2. Share 3
3. 6
4.

Terkadang ketika anak kita mengeluh sakit pada giginya, kita kurang
cekatan menanggapinya. Bahkan seringnya kita hanya mengira bahwa anak kita kurang membersikan giginya
dengan baik, sehingga giginya sakit. Selesai.
Padahal?? Sudah ada bisul di gusi anak kita. Ketika suhu badannya meningkat dan anak kita sudah mulai demam,
atau anak sudah nggak mau makan, baru deh kita tanyakan pada anak‘Apa yang sakit nak? Sini Mommy lihat‘. 
‘Waduh, kok bisa ada bisul yah di gusinya?’.
Baru deh kita panik.
Bisul atau abses pada gusi bisa bermacam-macam. Yang akan kita bahas disini adalah Abses Periapikal.
Penyebab
Adanya infeksi pada jaringan pulpa.
Penjelasan yang sederhana adalah seperti ini;
Gigi berlubang. Ketika gigi berlubang, lapisan pertama yang terkikis adalah lapisan email, apabila tidak ditindak
lanjuti, lubang tersebut akan mengenai lapisan dentin. Ketika lubang sudah sampai di lapisan dentin, pasien mulai
mengeluh adanya sensasi ngilu ketika ada rangsangan (minum atau makan panas, dingin, pedas). Ini disebabkan
karena di dalam dentin terdapat tubulus-tubulus dentin (bayangkan seperti tumpukan sedotan) yang berisi cairan.
Cairan inilah yang menghubungkan dunia luar (dentin) dengan pulpa (yang berisi saraf gigi). Nahhhhh…adanya
sensasi ngilu ini karena hal tersebut.  Cairan dalam tubulus dentin ini tersambung dengan saraf gigi, yang kemudian
saraf tersebut menghantarkan rangsangan ke otak, lalu otak merespon dengan mengeluarkan rasa ngilu atau sakit.
Nah, sekarang, kenapa bisa timbul abses? Contoh kasusnya, lubang gigi sudah sampai pada lapisan dentin.
1. Jika tidak ditambal, gigi berlubang tersebut dapat terselip makanan, kuman dalam plak akan terus
menggerogoti lubang gigi tersebut, sampai akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Karena terselip makanan, maka
lubang akan tertutupi (entah dengan sisa makanan ataupun plak), tetapi berhubung lubang tersebut sudah
sampai ke jaringan pulpa, pulpanya akan terinfeksi. Infeksi tersebut akan menjalar sampai ke gusi,sehingga
daerah gusi dekat akar gigi akan menimbulkan nanah. Nahhhh…. Atasnya sudah tertutup, sedangkan dalamnya
ada nanah, jadilah dia abses yang bentuknya seperti bisul di gusi.
2. Tembusnya dentin ke jaringan pula terkadang tidak jelas terlihat dengan kasat mata, dan dokternya pun
kurang jeli melihat kondisi ini, jadi si dokter main tambal saja giginya, padahal lubang sudah samai di dentin
dan tembus ke jaringan pulpa!. Keadaan ini dapat juga menyebabkan abses.
Tanda- tanda abses
Terasa ngilu, sakit, kalau orang awam bilang ngebet, terlihat menggelembung, jika ditekan ada cairan dalam bisul
tersebut (ditekan tidak keras), bisa menimbulkan demam.
Penanganan Abses:
Draignase: membuka atap pulpanya sehingga gasnya bias keluar (ini tidak boleh ditutup ataupun ditambal, sampai
absesnya kempes) hanya boleh diganjal dengan kapas. Bisa dibanu pemberian antibiotik.
Pada penanganan anak kecil yang bisa ditangani langsung adalah dengan membuang atap pulpa yang terinfeksi,
kemudian diberi obat dan bisa langsung ditambal (walaupun masih gigi susu)
Nah Moms,  sekarang sudah tau kan, apabila anak kita mengeluh sakit, kita harus jeli memeriksa keadaan gigi dan
mulutnya, apakah giginya berlubang, gusinya membengkak, atau jangan- jangan sudah timbul abses ini.
Semoga membantu :)

Anda mungkin juga menyukai