Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KOLESISTITIS
ABSTRAK
Pendahuluan: Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi
inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam
Laporan kasus: Tn. A, usia 49 tahun, datang ke RSUD AA dengan perut semakin
membesar 1 hari SMRS disertai nyeri ulu hati sebelah kanan dan seluruh lapang
perut, dan kulit menjadi kuning
Kesimpulan: Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis
dapat dibagi menjadi yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu yang
berada di duktus sistikus. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu
empedu. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien di diagnosis
kolesistitis dan abses hepar penatalaksanaan pada pasien pemberian obat metronidazole,
ranitidine, kapsul garam, albumin, dan furosemide
PENDAHULUAN
Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung
empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Umumnya
kolesistitis akut disebabkan oleh adanya batu kandung empedu. 1 Hingga kini patogenesis
penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Walaupun belum ada data
epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di Negara kita relatif
lebih rendah dibandingkan negara-negara barat.
Kolesistitis akalkulus akut adalah inflamasi akut dari kandung empedu namun bukan akibat dari
adanya batu kandung empedu.1,2 Angka kejadian kolesistitis tipe ini adalah 10% dari seluruh
kejadian kolesistitis akut.2,3,4 Pada kepustakaan lain disebutkan bahwa pada 5%-10% pasien
dengan kolesistitis akut yang menjalani terapi operasi, batu penyebab penyumbatan kandung
empedu tidak ditemukan. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kolesistitis akut akalkulus dapat
menyerupai kolesistitis akut dengan penyebab batu, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang
untuk memastikannya. Kolesistitis akut akalkulus sering dikaitkan dengan peningkatan risiko
mortalitas dan morbiditas, oleh sebab itu, diagnosis dan tatalaksana.3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu yang berada
di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistitis tanpa adanya batu empedu.3
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh.
Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa
reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar
60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran
atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi
volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen
hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba
kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu
palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan
inspirasi terhenti (tanda Murphy) (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan
nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga
distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda
rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan,
asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya
batu di saluran empedu ekstra hepatic
C. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas dan adanya demam .
Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 %
pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum.
Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan
kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah
berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan
konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu
tanpa visualisasi kandung empedu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan
gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu
tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada
obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran
adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya
keganasan pada kandung empedu.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan
sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya
adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan
tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis
adalah:6
Gejala dan tanda lokal
Tanda Murphy
Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
Massa di kuadran kanan atas abdomen
Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG atau
skintigrafi yang mendukung.6
D. Tatalaksana
1. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut
dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum
kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi
pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa
nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat
penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep.
faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik
kombinasi.
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan
dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis
awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus – kasus yang sudah lanjut
dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat
diberikan anti – emetik atau dipasang nasogastrik tube. Pemberian CCK secara
intravena dapat membantu merangsang pengosongan kandung empedu dan mencegah
statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien dengan kolesistitis akut tanpa
komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda –
tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda obstruksi pada hasil laboratorium
dan USG, penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti
Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan
analgesik yang sesuai .
2. Terapi bedah
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah
sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi
konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik
tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren
dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama perawatan di
rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya daat ditekan. Sementara yang tidak setuju
E. Komplikasi
Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan
lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah
metode pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di
duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya
udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti
Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada
kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan
perforasi, diperlukan kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari
15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis. 5
F. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangren,
empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara
cepat. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal
serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis
yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.1
divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan
intravenous drug abuse.
Berikut merupakan etiologi abses hepar berdasarkan bakteri penyebab antara lain:
Tabel 2. Etiologi Hepar berdasarkan Bakteri Penyebab
Bakteri Gram Negatif %
Escherichia coli 20,5
Klebsiella pneumonia 16,0
Pseudomonas aeruginosa. 6,1
Proteus spp. 1,3
Others 7,4
Bakteri Gram Positif
S. milleri 12,2
Enterococcus sp. 9,3
S. aureus / S. Epidermidis 7,7
Streptococcus sp. 1,1
Organisme Anaerob
Bacteroides sp 11,2
Anaeorobic / Microaerophilic Streptococci 6,1
Fusobaterium 4,2
Anaerob lainnya 1,9
Lainnya
Actinomyces 0,3
C. albicans 0,3
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi
cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.
Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit
dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah
mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita
juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba
invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses
pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium,
atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat
mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang
disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses
amuba.
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai
hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal
dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis.
Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari
endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Berikut dibawah ini merupakan faktor risiko yang menyebabkan perkembangan dan
peningkatan mortalitas abses hati, antara lain:
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis
intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri
amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)
Penjelasan :
Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada abses hati
amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan
kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Sedangkan pada abses hati amubik berupa:
a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang turun
untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine berwarna gelap.
Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua
tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama,
keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok.
Apabila abses hati pyogenik letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan.
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat hepatitis
sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian dalam) dengan tujuan
menyingkirkan diagnosa banding.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk
mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti
adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-95%.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb darah,
jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar
bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya.
Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang
bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran
ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan
enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu
protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan abses hati.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination),
GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay),
counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement fixation.
IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya
mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%.
IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa
didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga
mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi
tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah
dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya
abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan
tersebut disebabkan amuba.
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
Peninggian dome dari diafragma kanan.
Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
Pleural efusion.
Kolaps paru.
Abses paru.
a. CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
b. USG
c. MRI
Bila terdapat 3 atau lebih dari Bila terdapat 3 atau lebih dari
gejala di atas. Bila terdapat 3 atau lebih dari gejala di atas.
gejala di atas.
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Antibiotik
Meropenem IV 500-1000 mg 3 x IV 10-40 mg/kg 3x1 Nyeri lokasi injeksi,
(Merrem) 1 pada keadaan berat gangguan
dosis dapat gastrointestinal,
ditingkatkan hingga gangguan liver,
2000 mg pusing, kejang
Iminipenem dan IV 500-1000 mg 3-4 IV 15-25 mg/kg 2-4 Nyeri lokasi injeksi,
cilastatin na x1 x1 gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum 4 gastrointestinal,
gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan hematologi
Cefuroxime (Ceftin) PO 250-500 mg/hari IV/IM 50-100 Gangguan
pada keadaan berat mg/kg/hari 3x1 hematologi,
dapat ditingkatkan gangguan
hingga 1000 mg 2x1 gastrointestinal,
IV/IM 750 mg 3x1 reaksi lokal injeksi
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari PO 10-15 mg/kg/ 2-3 Gangguan
x1 gastrointestinal,
gangguan hematologi
Klindamisin PO 150-300 mg 4x1 PO 8-16 mg/kg/hari Gangguan
(Cleocin) pada infeksi serius 3-4 x1 pada infeksi gastrointestinal,
PO 300-450 mg 4x1 serius gangguan liver,
PO 16-20 mg/kg/hari gangguan renal,
3-4 x1 gangguan hematologi
Agen Anti-jamur
Amfoterisin B PO 0,3-0,5 mg/kg Demam, menggigil,
(AmBisome) selama 6 minggu toksik pada ginjal
atau dapat
dilanjutkan hingga 3-
4 bulan
Flukonazol PO 150 mg dosis IV 3-12 mg/kg/hari Hepatotoksisitas,
(Diflucan) tunggal (dosis maksimum gangguan
(dosis maksimum 600 mg/hari) gastrointestinal,
600 mg/hari) gangguan hematologi
Abses multipel
Infeksi poli-mikrobakteri
Immunocompromise disease
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena
abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus
kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi
hepatektomi tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan
dengan perdarahan lobus hati.
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
MR : 01043088
Tgl MRS : 23/06/2020
Setelah keluhan berkurang, pasien di berikan obat gastritis dan mual muntah dan di lakukan
rawat jalan
2 Minggu SMRS, pasien mengeluhkan perutnya membesar dan menyesak. Perut terasa
membesar secara tiba-tiba dan semakin lama semakin membesar. Pembesaran perut di sertai
dengan nyeri ulu hati di sebelah kanan dan di seluruh lapang perut. Mual muntah dan demam
di sangkal. Pasien mengeluhkan kulitnya mulai kuning dan kaki mulai membengkak. BAK 3
kali keluar sedikit-sedikit, berwarna seperti teh. BAB padat berwarna dempul, darah(-).
4 Bulan SMRS, pasien mengalami mual muntah yang di rasakan setiap setelah pasien
makan. Muntah berisi makanan yang di makan berjumlah -+ 50 cc, darah(-). Pasien juga
mengalami nyeri yang berawal dari nyeri ulu hati hinggga seluruh lapang perut. Pasien hanya
bisa makan sedikit-sedikit karena pasien mudah merasa kenyang dan menyesak.
Pemeriksaan Fisik
Kepala Leher
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), reflex pupil (+/+)
- Hidung : Napas cuping hidung (-) keluar cairan (-) epistaksis (-)
- Telinga : Keluar cairan (-) darah (-)
- Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-)
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks Depan :
Paru
- Inspeksi : bentuk normochest, pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi iga
(-), penggunaan otot bantu pernafasan (-)
- Palpasi : jejas (-), vocal fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : suara pernafasan vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba
- Perkusi :
Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra SIK V
Batas kiri jantung : linea midclavicula sinistra SIK VI
- Auskultasi : S1S2 reguler, suara tambahan: murmur (-), gallop (-)
Thoraks Belakang:
- Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
- Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing(-/-)
Abdomen
- Inspeksi : perut membuncit(+), luka bekas drainase cairan di perut kanan bawah
- Auskultasi : bising usus (+) 8x/menit
- Perkusi : shifting dullnes (+)
- Palpasi : nyeri tekan (+) seluruh region abdomen, hepar dan lien tidak di lakukan karena
pasien sudah pulang
- Nyeri ketok : CVA (-/-)
Ektremitas
- Ekstremitas Atas : Akral dingin, CRT>2 detik, edema (-)
- Ekstremitas Bawah : Akral dingin, CRT >2 detik, edema (+)
Pemeriksaan fisik
- Skelera ikterik
- Abdomen (asites)
- Nyeri tekan abdomen
Pemeriksaan penunjang
- Hipoalbumin
- ALT dan AST meningkat
- Bilirubin direk meningkat
- Kolesistitis, abses hepar dan asites
Daftar Masalah
1. Kolesistitis
2. Abses Hepar
3. Asites et causa hipoalbumin
4. liver transaminase meningkat
Diagnosis Banding
- pankreatitis
- kolangitis
- peritonitis
Penatalaksanaan
Non Farmakologis:
- O2 3 liter/menit
- Tirah baring
- Makan rendah lemak
Terapi farmakologis:
- IV Ampisilin dosis 3 gram / 6 jam
- IVFD 3 Fial . Albumin 20% 100 cc
- IV furosemide 10 mg 1x1
- IV Ranitidine 50 mg /6 jam
PEMBAHASAN
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan, Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%)
timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus), Peradangan yang disebabkan
oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme
yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies
Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan
mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya
nekrosis dinding kandung empedu dari anamnesis di dapatkan nyeri perut kanan atas hilang
timbul, nyeri di seluruh lapangan perut. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan pada pasien di
temukan demam(+), pemeriksaan penunjang pada pasien di temukan ALT dan AST
meningkat, bilirubin direk meningkat, kesan USG pada pasien kesimpulan kolesistitis, abses
hepar dan asites. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
keluhan pasien berkesimpulan pasien didiagnosis dengan kolesistitis dengan penatalaksanaan
pada pasien di berikan obat ampisilin dosis 3 gr/6 jam pada fase awal karena untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut.
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari system gastrointestinal yang di tandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati dan etiologi abses
hepar bisa di karenakan abses hati amebic oleh strain virulen entamoeba hystolitica yang
tinggi dan abses piogenik yang disebabkan oleh enterobactericeae, microaerophilic
streptococci, klesiella pneumonia, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aereus,
staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, eikenella corrodens, yersinis
enterolitica, salmonella thypii, brucella melitensis dan fungal. dari anamnesis pasien di
dapatkan keluhan perut membesar, nyeri perut kanan atas, kulit menguning, nyeri di seluruh
lapang perut, dari pemeriksaan fisik di dapatkan skelera ikterik(+), Shiffting dulnes(+), dari
pemeriksaan penunjang didapatkan hipoalbumin, AST dan ALT meningkat, bilirubin indirek
meningkat dari hasil USG kolesistitis, abses hepar, asites. Dapat kita simpulkan dari tanda-
tanda pada pasien adanya gangguan di hati di diagnosis dengan abses hepar. Penatalaksanaan
pada pasien asites, untuk mengurangi cairan di jaringan interstisial di beri obat IV furosemide
10 mg, pada pasien hipoalbumin untuk memulihkan fungsi hati dapat diberikan IV 3 fial
albumin 20% 100cc dengan rumus: 0,8 x berat badan pasien (3,5-2,2)=67%. Di butuhkan 3 fial
albumin
KESIMPULAN
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan demam dan abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan
karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari system gastrointestinal
yang di tandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati. Berdasarkan yang di temukan dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien di diagnosis kolesistitis dan abses hepar. Pentalaksanaan pada pasien di
berikan obat ampisilin dosis 3 gr/6 jam pada fase awal karena untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut, untuk mengurangi cairan di jaringan interstisial di beri obat IV furosemide 10 mg,
pada pasien hipoalbumin untuk memulihkan fungsi hati dapat diberikan IV 3 fial albumin 20%
100cc dengan rumus: 0,8 x berat badan pasien (3,5-2,2)=67%. Di butuhkan 3 fial albumin.
DAFTAR PUSTAKA
7. Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.Jakarta
: Balai Penerbitan FK-UI.