Anda di halaman 1dari 2

Akal dan Tuhan.

by : sena zaeni aqwam


Manusia adalah makhluk Allah yang sempurna. Ia mewarisi berbagai kemampua
n dari makhluk sebelumnya yaitu tumbuhan dan hewan. Ia mewarisi kemampuan untuk
tumbuh (growth), makan (nutrition) dan reproduksi, itu semua kemampuan yang manu
sia warisi dari tumbuhan. Sedangkan kemampuan bergerak dan pengindraan (percepti
on), itu semua kita warisi dari hewan. Dari sini terlihat perbedaan antara hewan
dan tumbuhan dalam hal atribut yang mereka miliki. Misalnya, betapapun tumbuhan
takut disambar petir, ia tidak bisa lari ataupun menghindar, karena kemampuan i
tu tidak ia punyai. Sedangkan hewan, jika ia takut disambar petir, ia dapat lari
dengan bebas. Manusia, walaupun ia hampir sama dengan hewan, tapi, Allah member
inya kelebihan yang cukup, bahkan sangat luar biasa yaitu akal. Oleh karena itul
ah para filosof menyebut manusia sebagai hayawanun natiq, hewan yang dapat berbi
cara â berbicara merupakan simbol dari akal. Selama yang kita tahu, bahwa manusia itu
memiliki lima alat pengindraan (panca indra) yaitu lidah, mulut, telinga, indr
a peraba dan indra pengecap. Itulah indra-indra yang kita tahu dan kita pelajari
dari mulai tingkat SD sampai sekarang. Tapi, berbeda dengan Ibnu Sina, beliau
menambahkan beberapa indra lagi, antara lain: pertama,al-hiss al-musytarak (comm
on sense, indra bersama), yang dimaksud indra bersama ialah lima indra yang tadi
, yang mana manusia dan hewan mempunyainya. Kedua, khayal (daya retentif), yaitu
daya untuk menggambarkan data-data indrawi ke dalam ingatan. Ketiga, wahm (daya
estimattif), yaitu daya pertimbangan, dimana apabilasesuatu itu bebrbahaya, ia
meninggalkannya, dan sebaliknya. Keempat,mutakhayyilah (daya imajinatif). Kelima
, al-quwwah al-hafidzah (memori). Itulah indra-indra yang Allah berikan kepada m
anusia yang membedakan kita, manusia dengan makhluk lainnya.
Dalam kaitannya dengan judul diatas, saya akan membahas mengenai wahm
(daya estimatif). Wahm dalam istilah ushul fiqih ialah ketika keyakinan dikalahk
an oleh keraguan, kira-kira perbandingannya itu 75%:25%. Dalam kaitannya dengan
Tuhan, kita diajari bahwa bukti adanya tuhan adalah adanya alam semesta ini sepe
rti adanya bangku karena ada tukang kayu. Seperti itulah guru-guru kita membukti
kan kepada kita bahwa Allah itu ada dengan sebuah analogi. Tapi pernahkah terlin
tas bahwa tukang kayu itu tidak mengada dengan sendirinya. Apakah pernah terlint
as di pikiran kita bahwa jika alam ini ada karena ada tuhan, lantas tuhan ada ka
rena siapa? Bahkan hal seperti itu terbahas dalam hadits rosul, dan rosul memeri
ntahkan untuk istighfar. Tapi jika kita berhadapan dengan orang yang ingkar, apa
kah mereka mengerti dan mau mengucapkan istighfar? Lalu, argumen apa selanjutnya
yang akan kita ajukan pada mereka supaya mereka yakin? Jujur, saya juga pernah
mengalami hal seperti itu dan susah untuk memberikan bantahan selanjutnya pada m
ereka.
Tapi mungkin argumen-argumen ini bisa meyakinkan kita. Argumen yang menggun
akan akal dalam memahami Tuhan. Arguman-arguman tersebut ialah argumen kebaruan,
argumen kebolehan dan argumen desain dan penciptaan. Masing-masing argumen itu
dikemukakan oleh Al-kindi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Inilah argumen-argumen mere
ka:
Pertama,dalil huduts (argumen kebaruan) oleh Al-kindi. Al-kindi meny
atakan, bahwa alam ini betapapun luasnya, tetap ia itu terbatas. Dan yang terbat
as itu tidak mungkin awalnya tidak berbatas. Jika begitu, maka yang tidak berbat
as bisa diseberangi sehingga menjadi yang terbatas. Padahal dalam diktum Aristot
eles yang telah diterima menyatakan bahwa yang tidak berbatas itu tidak bisa dis
eberangi (cannot be traversed). Dari pernyataan itu, beliau menyimpulkan bahwa a
lam ini tidak azali. Ia mesti mempunyai awal. Betapapun jauhnya jika dirunut wak
tu terjadinya, pasti akan ditemukan â dalam ilmu sains dinyatakan bahwa ala mini terc
ipta sekiar 15 milyar tahun yang lalu.
Dari kesimpulan terbatasnya alam , beliau menyimpulkan lagi bahwa j
ika alam terbatas, maka materi juga terbatas. Dan jika materi terbatas, maka sel
uruh yang melekat (concomitant) padanya juga terbatas yaitu gerak. Dan jika gera
k terbatas, maka waktu juga terbatas, karena waktu itu adalah efek dari gerak.
Dari sinilah beliau menyimpulkan bahwa sesuatu yang terbatas itu adala
h baru (huduts). Dan yang huduts itu diciptakan dan mesti ada yang mengadakannya
. Dan para filosof muslim menyimpulkan bahwa yang huduts itu mesti mempunyai fak
or tertentu (murojjih)- reason deâ etre dalam bahasa Leibniz- yang menyebabkan terjad
inya yang huduts itu. Maka dari itu, Al-kindi menyimpulkan bahwa factor itu adal
ah Allah. Jikapun dirunut sebab-sebab yang ada, maka akan berhenti pada Sebab Pe
rtama, yaitu Allah.
Kedua, dalil jawaz (dalil kebolehan) oleh Ibnu Sina. Dalil ini juga b
isa disebut dalil kontingensi atau dalil ontologism, karena beliau memakai filsa
fat wujud. Ibnu Sina membagi wujud kedalam tiga bagian, yaitu wajibul wujud (wuj
ud yang mesti ada), mumkinul wujud (wujud yang mungkin ada) dan mustahil wujud (
wujud yang mustahil ada). Ibnu Sina menyatakan bahwa alam ini adalah mumkinul wu
jud, karena ia tidak mungkin wajibul wujud, karena wajibul wujud itu tidak boleh
tidak ada. Sedangkan jika alam ini mustahil wujud, itu tidak mungkin juga, kare
na nyatanya alam itu ada. Dalil ini awalnya tidak dapat dipahami, tapi setelah s
aya membaca argumen Leibniz, maka dapat dimengertilah dalil Ibnu Sina tersebut.
Perlu dipahami bahwa arti kata â mungkinâ dalam terma Ibnu Sina adalah potens
al. Alam ini potensial untuk ada dan belum mengada. Seperti perempuan potensial
untuk hamil. Dan kita semua tahu bahwa perempuan itu tidak bisa hamil kalamu tid
ak ada yang membuatnya hamil. Jika tidak begitu, maka hal itu mustahil. Dari per
nyataan itulah, Ibnu Sina berkesimpulan bahwa alam ini potensial, dan mesti ada
yang aktual yang menjadikan potensial itu menjadi actual. Dan yang aktual itulah
Allah.
Ketiga, dalil â inayah wal ikhtira (dalil desain dan penciptaan). Berbeda d
engan dua dalil diatas yang notabene rasional, Ibnu Rusyd dalam dalilnya ini, ia
sedikit mengutip dari al-quran. Ia berpendapat bahwa alam ini betapapun banyak
materi, tetapi kenapa bisa begitu rapih dan teratur dalam gerakan mereka. Berart
i mesti ada yang mengatur hal itu. Dan pengatur itulah Allah. Dengan rahmat-Nya,
maka desain alam ini bisa begitu teratur dan tidak saling berbenturan.
Itulah dalil-dalil akal yang dikemukakan oleh para filosof muslim dalam memahami
Allah.
Wallahu Aâ lam

Anda mungkin juga menyukai