Anda di halaman 1dari 18

13.

Syarat basis yang ideal


a. - baik secara fisiologis dan kimia serta tidak mengiritasi
- mempunyai viskositas yang cukup saat dilelehkan
- harus meleleh pada suhu badan dalam jangka waktu singkat
- tidak menganggu absorpsi atau pelepasan zat aktif
- bercampur dengan bermacam obat
- stabil pada penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.
(teknologi sediaan solid, 186).
b. – melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh
- tidak toksik dan tidak merangsang
- dapat bercampur (kompatibel) dengan bahan obat
- dapat melepas obat dengan segera
- mudah dituang kedalam cetakan dan dapat dengan mudah dilepas dari
cetakan
- stabil terhadap pemanasan diatas suhu lebur
- mudah ditangani
- stabil selama penyimpanan
(Farmasetika dasar, 63)
c. – padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak,
tapi akan melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh
- tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
- dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
-stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.
- kadar air cukup
- untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium, dan bilangan penyabunan
harus jelas.
(ilmu resep teori jilid III, 4)
d. – Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak,
tetapi akan melunak pada suhu rektum dan dapat bercampur dengan cairan
tubuh
- tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
- dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
- stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.
- kadar air mencukupi
- untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium, dan bilangan penyabunan
harus jelas.
(ilmu resep syamsuni, 155)
e. – melebur pada temperatur rektal
- tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan ensitisasi
- dapat bercampur (kompetibel) dengan berbagai obat
- tidak berbentuk metastabil
- mudah dilepas dari cetakan
- memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
- bilangan airnya tinggi
- stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan
- dapat dibuat dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi. Jika basis adalah
lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut:
 Bilangan asam <0,2
 Bilangan penyabunan 200 – 245
 Bilangan iodine < 7
 Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)
(Lachman, teory and practice of industrial pharmacy, 575).
f. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu
ruangan tetapi segera melunak, melebur, atau melarat pada suhu tubuh
sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah
pemakaian (H. C. Ansel. 1990, 375)
g. – tidak mempengaruhi efektivitas obat
- Memberi bentuk yang sesuai untuk memudahkan pemakaiannya
- Mempengaruhi pelepasan bahan aktif. Pelepasan yang cepat dibutuhkan
apabila bahan aktif untuk tujuan secara sestemik, dan pelepasan yang lebih
lambat apabila bahan aktif untuk tujuan local.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, 90)
h. Dari segi pandang pada formulasi basis suppositoria ideal harusnya stabil
mudah alam penuangan, menjadi keras pada pendingin, dengan cepat, tidak
membutuhkan lubrikan pencetakan, mempunyai penampilan yang baik cocok
dengan semua obat.
(scoville’s, 370-37)
i. Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak , melebur atau
melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat
sepenuhnya didapat setelah dimaksukkan
(Ansel, 581).
j. Persyaratan utama basis suppositoria adalah harus tetap padat pada suhu kamar
tetapi melunak, meleleh, atau melarut pada suhu tubuh, sehingga obat tersedia
untuk segera setelah dimasukkan pada rektal
(Menurut Buku Bahan Ajar Farmasi Teknologi Sediaan Solid, 185)

14. Jenis-jenis dan fase absorbsi


14. Jenis-jenis dan fase absorbsi

A. -Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat (oleum cacao)

Merupakan trigirserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat, berwarna putih
kekuningan, padat berbau, seperti coklat, dan meleleh pada suhu 31°-34°C dan bersifat
polimorf ( mempunyai banyak bentuk kristal).

-Supositoria dengan bahan dasar PEG

PEG meruakan etilen glikol terpolimerasi dengan bobot molekul antara 900-
6000,mempunyai titik lebur 35°-63°C , tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut
dalam cairan sekresi tubuh. Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan
melelehkan bahan dasar lalu dituangkan kedalam cerakan seperti pembuatan
supositoria dengan bahan dasar lemak coklat
-Supositoria dengan bahan dasar gelatin.

Dapat digunakan sebagai bahan dasar supositoria vaginal, digunakan untuk


pembuatan sulositoria uretra dengan formula: gelatin 20, gliserin 60 aqua yang
mengandung obat 20, tidak melebur pada suhu tubuh. Tetapi melarut dalam cairan
sekresi tubuh, perlu penambahan pengawet (nipagin) agar tidak ditumbuhi bakteri, dan
penyimpanan harus ditampat yang dingin

-Bahan dasar lainnya:

1. Bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air,
beberapa diantaranya membentuk emulsi tipe A/M.

2. Formulasinya: tween 61 85% dan gliserin laural 15%

• bobot-bahan ini dapat menahan air / larutan berair.

• Bobot supositoria 2,5 g.

( ilmu resep syamsuri, hal 155-162.

B. Menurut (murtini,2018) jenis-jenis basis suppositoria terdiri dari,yaitu:

A. Basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh, misalnya; oleum cacao

Basis berlemak paling banyak digunakan. Terutama karena oleum cacao


merupakan anggota kelompok ini. Bahan-bahan berlemak atau berminyak yang
digunakan sebagai basis suppositoria yaitu beberapa asam lemak terhidrogenasi dari
minyak sayur, misalnya minyak kelapa sawit dan minyak biji kapas. Selain itu,
senyawa berbasis lemak yang mengandung senyawa gliserin dengan asam lemak berat
molekul tinggal, seperti asam palmitate dan stearate, dapat ditemukan dalam basis
lemak. Semyawa-senyawa seperti gliseril monostearat dan gliseril monopalmilat
merupakan jenis ini. Beberapa basis dibuat dengan bahan berlemak teremulsi atau
dengan bahan pengemulsi untuk memulai emulsifikasi ketika suppositoria mengalami
kontak dengan cairan tubuh yang mengandung air

B. Basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air, misalnya: gliserin
gelatin,

Polletilenglikol.

1. Gliserin gelatin

Gliserin gelatin merupakan bahan dasar suppos paling lama digunakan dan dapat juga
sebagai bahan dasar ovula. Tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi larut dalam sekresi
tubuh, sehingga lebih lambat melunak (apsorpsi lama). Ditambahkan pengawet
(nipagin) karena merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Penyimpanan harus di tempay dingin. Cetakan harus dibasahi dulu dengan paraffin IIq

Sebelum digunakan. Sebelum digunakan harus dicelupkan dulu dalam air suaya tidak
mengiritasi.

2. Polletilenglikol (PEG) atau Carbowax.

PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 400-6000.


Mempunyai titik lebur antara 35-63°c. Tidak meleleh pada suhu tubuh, tetapi melarut
dalam cairan sekresi tubuh. Suppositoria dengan basis polietilenglikol tidak meleleh
pada suhu tubuh, tetapi melarut perlahan dalam cairan tubuh, oleh karena itu
suppositoria dengan basis ini tidak keluar dari rektal seperti pasa suppositoria dengan
basis oleum cacao. Berat suppositoria dengan polietilenglikol adalah adalah 3,9 gram
untuk dewasa dan anak-anak.

C. Basis campuran, misalnya: polioksil 40 stearat (campuran ester monostearat dan


distearat dari polioksietillendiol dan glikol bebas).

Basis campuran merupakan kelompkk campuran bahan berminyak dan bahan larut air
atau bahan bercampur air. Bahan tersebut dapat berupa campuran kimia atau fisika.
Beberapa bahan membentuk emulsi, biasanya emulsi air dalam minyak, atau
terdispersi dalam cairan berair. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil 40 stearat
suatu zat aktif pada permukaan (Surfaktan) yang digunakan pasa sejumlah basis
suppositoria dalam perdagangan. Polioksil 40 stearat aFFSalah vampuran ester
monostearat dan distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas panjang polimer rata
rata sebanding dengan 40 unit oksietilen. Bahan ini menyerupai lilin ,berwarna putih
hingga kwcoklat coklatan ,padat dan larut dalam air basis ini mempunyai kemampuan
menahan air atau larutan berair dan kadang kadang digolongkan sebagai basis
suppositoria yang hidrofilik.

15. Metode pembuatan suppos


a. Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria yang
menggunakan bahan dasar oleum cacao dengan skala kecil dengan skala kecil
dan jika bahan obat tidak tahan terhadap panas, methode ini kurang cocok untuk
iklim panas
b. Dengan mencetak hasil leburan, cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan
parafin cair bagi yang memakai bahan dasar gliserin-gelatin untuk oleum cacao
tidak dibasahi karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah
dilepas dari cetakan.
c. Degan kompresi, pada metode ini proses penuangan, pendinginan dan pelepasan
suppositoria diletakkan dengan mesin secara otomatis, kapasitas bisa sampai
3500-6000 supposioria /jam. (Ilmu resep)
d. Mencetak hasil leburan dengan cetakan suppositoria, cetakan suppositoria yang
tersedia secara komersial dapat memproduksi berbagai bentuk dan ukuran
suppositoria secara individual maupun dalam jumlah besar. Cetakan suppositoria
yang banyak digunakan saat ini terbuat dari baja tahan karat, aluminium,
kuningan atau plastik (Teknologi sediaan solid, 194)
e. Dengan kompresi untuk obat yang tidak tahan panas; tidak larut dalam dosis.
Dibuat dengan menekan massa campuran obat ditambah basis dalam cetakan
khusus memakai alat/mesin.
f. Digulung atau dibentuk dengan tangan, yaitu dengan cara menggulung basis
suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi
bentuk yang di kehendaki.
g. Mencetak hasil leburan/ cetak tuang/ rusion, langkah kerjanya ialah sebagai
berikut:
1) Melebur basis
2) Mencampur bahan obat yang diinginkan
3) Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
4) Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria
5) Melepaskan suppositoria dengan basis yang cocok dibuat dengan cara
mencetak
(Modul paket keahlian farmasi sekolah menengah kejurusan (SMK), 16)
h. Kompresi/ cetak kempa/ cold compression, dalam pembuatannya basis
suppositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampur atau diaduk dengan
baik, pergesaran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek seperti
kentalnya pasta dalam pembuatan skala kecil alat yang digunakan ialah mortar
dan alu. Proses ini cocok digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan
pemanasan dan untuk suppositoria yang mengandung sebagian besar bahan yang
tidak dapat larut dalam basis. (Modul paket keahlian farmasi sekolah menengah
kejurusan (SMK), 16)
i. Digulung dan dibentuk dengan tangan, pembuatan secara menggulung dan
membentuk dengan tangan. Pebuatan dengan metode ini dilakukan dengan
basisnya adalam oleum cacao dengan skala kecil hanya sudah jarang digunakan.
(Modul paket keahlian farmasi sekolah menengah kejurusan (SMK), 16)
j. Metode dingin, dilakukan dengan cara menggulung campuran homogen antara
bahan dasar dan bahan aktif yang telah homogen kemudian di potong-potong
sesuai bentuk. (The art of compaunding Ed 9. 1966, hal 367-391 and the theory
and practice of industry pharmacy. Ed II 1970, hal 245-255 )
k. Metode panas, dilakukan dengan cara melebur bahan aktif yang tahan terhadap
panas dan bahan dasar dihitung dalam cetakan. Pada metode ini suppositoria
harus dilebihkan dari jumlah awal sediaan guna mencegah adanya masa
suppositoria yang melekat atau menempel maupun spatel. (The art of
compaunding Ed 9. 1966, hal 367-391 and the theory and practice of industry
pharmacy. Ed II 1970, hal 245-255 )

16. Cara registrasi obat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1010/MENKES/PER/Xl/2008

TENTANG

REGISTRASI OBAT

Menimbang a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan perlu
dilakukan penilaian melalui mekanisme registrasi obat;

b. bahwa ketentuan registrasi obat yang telah diataur dalam Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/Vl/2000 perlu
disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan globalisasi
dan kebijakan Pemerintah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf


a dan b, perlu mengatur kembali registrasi obat dengan
Peraturan Menteri Kesehatan.

Mengingat 1 Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419)


2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran Negara
Nornor 3671);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lem,baran
Negara Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698);

5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3821);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3778);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 94 Tahun 2006,

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/Xl/2005


tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nornor 1295/Menkes/Per/Xll/2007.

M E M U TUS KA N .
MenetapkanPERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI OBAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasai 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan .

1 lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia.
2. Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
3. Produk biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah dan produk
hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari
teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan

4. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar

5. Obat kontrak adalah obat yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri farmasi lain.

6 Pemberi kontrak adalah industri farmasi yang melimpahkan pekerjaan pembuatan obat
berdasarkan kontrak.

7 Penerima kontrak adalah industri farmasi yang menerima pekerjaan pembuatan obat
berdasarkan kontrak.

8. Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi luar negeri.

9. Penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan, cara


penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket,
brosur dan kemasan primer dan sekunder yang disertakan pada obat.

1 0. Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang
meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar.

1 1 . Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

12 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

1 3. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau


penyerahan obat, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau
pemindahtanganan.

14. Produk yang dilindungi paten adalah produk yang mendapatkan perlindungan paten
berdasarkan Undang-undang Paten yang berlaku di Indonesia.

1 5. Menteri adalah Menteri yang beretanggung jawab di Bidang Kesehatan.

16. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab dibidang Pengawasan
Obat dan Makanan.

Pasal 2
Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk
memperoleh Izin Edar;
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri;

(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Pasal 3

Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat dimasukkan ke wilayah
Indonesia melalui Mekanisme Jalur Khusus.

(2) Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh Menteri.

BAB Il
K RI TE RIA
Pasal 4
Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan
hewan dan uji klinis atau bukti-bukti Iain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan;
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan
Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang
digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih;
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan
obat secara tepat, rasional dan aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria Iain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan kemanfaatan
dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di
Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program Iainnya yang akan
ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

Pasal 5
Obat untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa obat tersebut aman penggunaannya
pada manusia.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan uji klinik ditetapkan oleh Kepala Badan.
BAB III
PERSYARATAN REGISTRASI
Bagian pertama
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri

Pasal 6
Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.

(2) Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan CPOB.

(3) Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.

Bagian Kedua
Registrasi Obat Narkotika

Pasal 7
Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki izin khusus untuk memproduksi narkotika dari Menteri.
(2) Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan CPOB.
(3) Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.

Bagian Ketiga
Registrasi Obat Kontrak

Pasal 8
Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan
melampirkan dokumen kontrak;
(2) Pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri farmasi;
(3) Industri farmasi pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki izin
industri farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan Iain
yang telah memenuhi persyaratan CPOB
(4) Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang diproduksi
berdasarkan kontrak
(5) Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri yang wajib memiliki izin industri
farmasi dan telah menerapkan CPOB untuk sediaan yang dikontrakkan.

Bagian Keempat
Registrasi Obat Impor
Pasal 9
Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan
obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Pasal 10
Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat
persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi
dengan ketentuan paling Iambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat
diproduksi di dalam negeri.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih
dilindungi paten.

(4) Industri farmasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan CPOB

(5) Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan pemeriksaan
setempat oleh petugas yang bemenang.

(6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan data inspeksi
terakhir paling lama 2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.

(7) Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan oleh Kepala Badan.

Bagian Kelima
Registrasi Obat Khusus Ekspor
Pasal 11

Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.

(2) Obat khusus untuk ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dan huruf b,
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bila ada
persetujuan tertulis dari negara tujuan.

Bagian Keenam
Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
Pasal 12

Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau industri farmasi
Iain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat
paten.

Pasal 13
Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.
(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun
sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.

(3) Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang
bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten obat
inovator.

BAB IV
TATA CARA MEMPEROLEH IZIN EDAR
Bagian Pertama
Registrasi

Pasal 14
Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.

(2) Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan

(3) Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan terbatas hanya
untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.

Bagian Kedua B i ay
a
Pasal 15
(1) Terhadap registrasi dikenakan biaya;

(2) Ketentuan tentang biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan;

Bagian Ketiga
Evaluasi

Pasal 16
Terhadap dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan dilakukan evaluasi sesuai kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 17
(1) Untuk melakukan evaluasi dibentuk :
a. Komite Nasional Penilai Obat
b. Panitia Penilai Khasiat-Keamanan
c. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat

(2) Pembentukan, Tugas dan Fungsi Komite Nasional Penilai Obat dan Panitia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.

Bagian Keempat
Pemberian Izin Edar
Pasal 18
Kepala Badan memberikan persetujuan atau penolakan izin edar berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat-
Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat;

(2) Kepala Badan melaporkan lzin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Menteri satu tahun sekali;
(3) Dalam hal permohonan registrasi obat ditolak, biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Kelima
Peninjauan Kembali

Pasai 19
Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan keberatan melalui tata cara
peninjauan kembali.

(2) Tata cara pengajuan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Badan.

Bagian Keenam
Masa Berlaku lzin Edar

Pasai 20
lzin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang
berlaku.
BAB V
PELAKSANAAN IZIN EDAR
Pasai 21
Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan
mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan
dikeluarkan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada
Kepala Badan.

BAB VI
EVALUASI KEMBALI
Pasai 22
Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.

(2) Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap


a. Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya yang
terungkap sesudah obat dipasarkan.
b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo.
c. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi.

(3) Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari peredaran.
(4) Evaluasi kembali juga dilakukan untuk perbaikan komposisi dan formula obat.

BAB VII
SANK S I
Pasal 23
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa
pembatalan izin edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berdasarkan data terkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
d Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak diproduksi,
diimpor atau diedarkan.
Izin Industri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan dicabut.
Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau peredaran obat.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi dokumen registrasi sebelum
diberlakukannya peraturan ini tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi;
(2) Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nor-
nor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi Yang habis masa berlakunya
setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggal ditetapkannya Peraturan ini.

Pasal 25
Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang telah dikeluarkan sebelum
ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan ini.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasai 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Iagi.

Pasai 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JAKARTA pada


tanggal 3 November 2008

MENTERI KESEHATAN,

ttd
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, sp. JP (K)

Anda mungkin juga menyukai