Anda di halaman 1dari 13

Pengertian

Menurut Murwani (2009) hipertensi ataupun lebih diketahui dengan penyakit tekanan darah tinggi
merupakan sesuatu kondisi dimana seorang menghadapi kenaikan tekanan darah diatas wajar yang
ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) serta diastolic (bagian bawah) pada pengecekan tekanan
darah memakai perlengkapan pengukur tekanan darah baik yang berbentuk cuff air raksa
(sphygmomanometer) maupun perlengkapan digital yang lain.

Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan
darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut
membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi
tegang (Palmer, 2005). Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan
sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan
darahnya>140/90 mmHg. Sedangkan menurut INC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan
usia di atas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium 1 apabila tekanan sistoliknya 140-159
mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila
tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg. sedangkan hipertensi
stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116
mmHg. Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Smeltzer, 2001). Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat
jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal".
Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 14090 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka
beberapa minggu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan keadaan tekanan darah yang
sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik.

C. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Palmer (2005), terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Hipertensi esensial (primer) ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar Tipe
95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor pola hidup
seperti kurang bergerak dan pola makan.

2. Hipertensi sekunder Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah
tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini discbabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau
reaksi terhadap obat- obatan tertentu (misalnya pil KB).

Menurut Smeltzer (2001), hipertensi pada usia lanjut diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik
sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik
lebih rendah dari 90 mmHg.

Etiologi

Umur

Hipertensi akan kian meningkatnya dengan bertambahnya umur hipertensi pada yang berumur dari 35
tahun dengan jelas menaikan insiden penyakit arteri serta kematian premature.

D. Penyebab

Berdasurkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. hipertensi esensial atau primer Penyebah pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penycbab hipertensi primer,
seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita
hipertensi tergolong hipertensi primer, sedangkan 10%-nya tergolong hipertensi sekunder.

2. hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara
lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah
hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi
esensial.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder. • penyakit ginjal • stenosis arteri renalis •
pielonefritis • glomerulonefritis • tumor-tumor ginjal • penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan) •
trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) • terapi penyinaran yang mengenai ginjal • kelainan
hormonal • hiperaldosteronisme • sindroma cushing • feokromositoma • obat-obatan • pil KB •
kortikosteroid • siklosporin • eritropoietin • kokain penyalahgunaan alkohol • kayu manis (dalam jumlah
sangat besar) • penyebah lainnya • koartasio aorta • preeklamsi pada kehamilan porfiria intermiten
akut keracunan timbal akut

Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi:

1. Umur Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya tekanan darah yang
lambat laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur mereka.

2. Ras/suku Di luar negeri orang kulit hitam >kulit putih. Karena adanya perbedaan status/derajat
ekonomi, orang kulit hitam dianggap rendah dan pada jaman dahulu dijudikan budak. Sehingga banyak
menimbulkan tekanan batin yang kuat hingga menyebabkan stres timbullah hipertensi. Jika di Indonesia
terjadinya hipertensi bervariasi di suatu tempat: Terendah: Lembah Baliem di Irian Jaya, karena dilihat
dari segi geografis wilayahnya masih luas dan penduduknya juga belum terlalu padat sehingga pemicu
tingkat stres masih rendah. Tertinggi: Sukabumi Jawa Barat, karena dilihat dari segi geografis wilayahnya
sempit, padat penduduk. dan banyak aktivitas-aktivitas schingga pemicu tingkat stres sangat tinggi.
3. Urbanisasi Hal ini ukan menyebabkan perkotaan menjadi padat penduduk yang merupakan salah satu
pemicu timbulnya hipertensi. Secara otomatis akan banyak kesibukan đi wilayah tersebut, dan banyak
tersedia makanan- makanan siap saji yang menimbulkan hidup kurang sehat sehingga memicu
timbulnya hipertensi.

4. Geografis Jika dilihat dari segi geografis, daerah pantai lebih besar prosentasenya terkena hipertensi.
Hal ini disebabkan karena daerah pantai garamnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah
pegunungan atau daerah yang lebih jauh pantai. Selain itu keadaan suhu juga menjadi suatu alasan
mengapa hipertensi banyak terjadi di daerah pantai.

5. Jenis Kelamin Wanita >pria: di usia >50 tahun. Karena di usia tersebut seorang wanita sudah
mengalami menopause dan tingkat stres lebih tinggi. Pria >wanita: di usia <50 tahun. Karena di usia
tersebut serang pria mempunyai lebih banyak aktivitas dibandingkan wanita. Berdasarkan faktor akibat
hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: Jantung
memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung
memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat. sehingga tekanan darah juga meningkat.

Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang. arteri mengalami pelebaran, dan banyak
cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dibedakun atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis
kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam
keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi primer
lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran di
dalam terjadinya hipertensi.

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan'obesitas, stres, kurang olahraga, merokok, serta
konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada sant kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada
saat kita tidak beraktivitas.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak
menentu). Apabila stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan
bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Walaupun
belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

F. Faktor Risiko

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur, maka semakin
tinggi mendapat risiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini
sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh
darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit
arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).

Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan
paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55
tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause (Depkes, 2010).

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan
Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari
Sumatra Barat menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita, Di daerah perkotaun Semarang
didapatkan 7,5% pada pria dan 10.9% pada wanita, sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan
14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).

Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi. Hipertensi
cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi,
maka sepanjang hidup kita memiliki kenmungkinan 25% terkena hipertensi (Astawan, 2002).

Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram
per hari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).

Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih mudah meningkat
sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000). Guram
berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak
ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari, akan
meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004). Garam mempunyai sifat menahan air.
Mengkonsumsi garam lebih atau makan- makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikkan
tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak
berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalam makanan. Sebaliknya jumlah garam yang
dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000).

Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi
adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh
darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbonmonoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa
untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).

Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kurang aktivitas akan
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus
bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa, maka makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002).

Stres juga sangat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stres
dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan
darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yung berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001).

Patofisiologi

Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan lingkungan yang
dihubungkan oleh pejamu mediator neurohormonal. Secara umum hipertensi disebabkan oleh
peningkatan tahanan perifer dan atau peningkatan volume darah. Gen yang berpengaruh pada
hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi
reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan renin, gen sintetase oksida nitrat endotelial; gen protein
reseptor kinase G; gen reseptor adrenergic; gen kalsium transport dan natrium hidrogen untiporter
(mempengaruhi sensitivitas garam): dan gen yang berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas,
hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai kelompok bawaan.

Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (SNS) yaitu
terjadi respons maladaptif terhadap stimulasi saraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah
kadar katekolamin serum yang menetap, peningkatan aktivitas sistem renin- angiotensin-aldosteron
(RAA). vasokonstriksi, tetapi juga meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostagłandin
vasodilator dan oksida nitrat, memediasi remodeling arteri (perubahan struktural pada dinding
pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah, dan
ginjal. Defek pada transport garam dan air menyebabkan gangguan secura langsung menyebabkan
gangguan aktivitas peptide natriuretik otak (brain natriuretie peptide, BNF), peptide natriuretik atrial
(atrial natriuretic peptide. ANF), adrenomedulin, urodilatin, dan endotelin dan berhubungan dengan
asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah, Interaksi kompleks yang melibatkan
resistensi insulin dan fungsi endotel, hipertensi sering terjadi pada nenderita diabetes, dan resistensi
insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis, Resistensi insulin
berhubungan dengan penurunan pelepasan endothelial oksida nitrat dan vasodilator lain serta
mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS
dan RAA. Beberapa teori tersebut dapat menerangkan mengenai peningkatan tahanan perifer akibat
peningkatan vasokonstriktor (SNS, RAA) atau pengurangan vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin,
oksida nitrat) dan kemungkinan memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan tekanan
natriuresis yang menyatakan bahwa individu penderita hipertensi mengalami ekskresi natrium ginjal
yang lebih rendah bila ada peningkatan tekanan darah. Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung
intervensi terkini yang diterapkan dalam penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan
garam, penurunan berat badan, dun pengontrolan diabetes, penghambat SNS, penghambat RAA,
vasodilator nonspesifik, diuretik, dan obat-obatan eksperimental baru yang mengatur ANF dan
endotelin.

Komplikasi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-dacrah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).

Gejala terkena struke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak (Santoso, 2006).

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arteroskierosis tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia juntung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubuhan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal,
glomerolus. Rusaknya glomerolus. mengakibatkan darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa kembalinya ke jantung dengan cepat
mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam
paru- paru menyebabkan sesak napas, timbunun cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau
sering dikatakan edema (Amir, 2002).

Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan
yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi
koma serta kematian (Corwin, 2000).

Evaluasi diagnostik

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting, Retina harus diperiksa dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal atau
jantung, yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji
dengan elektrokardiografi, protein dalam urin dapat dideteksi dengan urinalisa, serta daput terjadi
ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin dan peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan
khusus seperti renogram, pielogram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan funesi ginjal terpisah,
dan penentuan kadar urin dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit
renovaskuler. Faktor risiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi (Smeltzer, 2002).

Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

1. Hemoglobin/hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.

2. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.

3. Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).

4. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.

5. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

6. Kolesterol dan trigeliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya
pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler).

7. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme mengakibatkan vasokonstriksi dan hipertensi.

8. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme primer (penycbab).

9. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
10. VMA urin (metabolit katekolamin): kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokomositoma
(penyebab): VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.

11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi,

12. Stervid urin: kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi
ptuitari, sindrom Cushing's, kadar renin dapat meningkat.

13. IVP: dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan
ureter.

14. Foto dada: dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada dan/EKG atau
takik aorta; perbesaran jantung.

15. CT scan: mengkaji tumor screbral, CSv, ensefalopati, atau feokromositoma.

16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung. pola regangan, gangguan konduksi. Catatan: luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

Pencegahan

1. Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alkohol.

2. Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolahraga secara teratur dapat mengurangi
ketegangan pikiran (stres) membantu menurunkan berat badan, dapat membakar lemak yang
berlebihan.

3. Diet rendah garam atau makanan, kegemukan (kelebihan berat badan harus segera dikurangi)

4. Latihan olahraga seperti senam aerobik, jalan cepat, dan bersepeda paling sedikit 7 kali dalam
seminggu.

5. Memperbanyak minum air putih, minum 8- 10 gelas/hari.

6. Memeriksakan tekanan darah secara berkala terutama bagi seseorang yang memiliki riwayat
penderita hipertensi.

7. Menjalani gaya hidup yang wajar mempelajari cara yang tepat untuk mengendalikan stres. (Bambang
Sadewo, 2004)

Penatalaksanaan

Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien hipertensi
adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi. komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Brashers (2008) menjelaskan bahwa inti penatalaksanaan hipertensi antara lain pencegahan pada
susaran individu yang memiliki tekanan darah tinggi, riwayat keluarga hipertensi, dan satu atau lebih
gaya hidup yang terkait dengan usia yang meningkatkan tekanan darah, seperti obesitas, asupan tinggi
natrium, inaktivitas fisik, dan asupan alkohol berlebihan; keputusan terapi untuk pasien hipertensi
berdasarkan pada derajat peningkatan tekanan darah, keheradaan kerusakan organ penyakit
kardiovaskuler klinis atau faktor risiko lain; modifikasi gaya hidup meliputi penurunan berat badun (satu-
satunya metode pencegahan yang paling efektif; program harus dibuat per individu), olahraga (latihan
teratur untuk mencapai kebuguran fisik sedang), diet rendah garam (sasaran <6 gr garam per hari):
tingkatkan asupan kalium, kalsium, dan magnesium, kurangi asupan alkohol (tidak lebih dari 2 gelas bir,
10 ons anggur per hari untuk pria; jumlah separuhnya untuk wanita), dan berhenti merokok; terapi
farmakologis. ditujukan untuk pasien yang telah gagal dengan terapi modifikasi gaya hidup saja,
mengalami hipertensi tahap dua atau tiga, mengalami kerusakan pada organ sasaran, atau memiliki
faktor risiko kardiovaskuler lain yang bermakna. JNC VII merekomendasikan diuretika atau penyekat-f
(B-blocker) sebagai obat di garis pertama untuk hipertensi tanpa komplikasi. Kondisi lain yang menyertai
indikasi pilihan obat antihipertensi tertentu. Prinsip umum adalah menyesuaikan pilihan obat
antihipertensi untuk tiap pasien. Kelas obat yang relatif baru dikenal sebagai penyekat reseptor
angiotensin II; obat ini memiliki efek samping yang lebih sedikit dari inhibitor enzim pengkonversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme, ACE) yang klasik dan efektif dalam mengontrol tekanan
darah pada banyak pasien, tetapi perlindungan jangka panjangnya terhadap kerusakan organ sasaran
belum diketahui. Kombinasi dosis terapi dua obat dari kelas yang berbeda sering mengandung dosis
yang sangat kecil dari setiap obut, sehingga meminimalkan efek buruk sementara memberikan efek
antihipertensi yang baik, misalnya diuretika dosis rendah+inhibitor ACE.

Pasien hipertensi tanpa komplikasi dapat dipertimbangkan untuk menjalani terapi pengurangan (step
down) setelah keberhasilan dalam mengontrol tekanan darah selama setahun, terutama bila terjadi
modifikasi gaya hidup yang bermakna, meliputi pengurangan obat harus dilakukan secara perlahan
dengan tindak lanjut yang ketar, dan pasien harus selalu diperiksa secara teratur karena hipertensi
dapat kembuli setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah obat dihentikan.

Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, dan gagal
jantung kongestif. Keberhasilan terapi bergantung pada pendidikan pasien, pemilihan obat yang tepat,
tindak lanjut yang cermat, dan pembahasan strategi secara berulang bersama pasien.

Purwati (2001) untuk menanggulangi penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan cara: (1) mengurangi
konsumsi garam dan lemak jenuh, (2) melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak
mengeluarkan tenaga terlalu banyak) seperti berenang. jogging. jalan cepat dan bersepeda, (3)
menghentikan kebiasaan merokok, (4) menjaga kestabilan berat badan, menghindarkan kelebihan berat
badan maupun obesitas, tetapi usahakan jangan menurunkan berat badan dengan menggunakan obat-
obatan karena umumnya obat penurun berat badan dapat menaikkan tekanan darah, (5) menjauhkan
dan menghindarkan stres dengan pendalaman agama sebagai salah satu upayanya.

1. Pengelolaan hipertensi primer


Hipertensi esensial tidak dapat diobati, tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Langkah awalnya adalah mengubah pola hidup penderita:

a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan dapat menurunkan berat
badannya sampai batas ideal.

b. Mengubah pola makan pada penderita kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi. Mengurangi
pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya
(disertai dengan asupan kalium, magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.

c. Olahraga acrobik yang tidak terlalu berat Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi
aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

d. Berhenti merokok. Pemberian obat-obatan yaitu:

* Diuretik thiaziden

Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume cairan di seluruh
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadar diberikan tambahan kalium
atau obat penahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam,
lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung/penyakit ginjal menahun.

* Penghambat adrenergic

Merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfablocker, heta blocker dan alfabera blocker lahetatol,
yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan
segera akan memberikan respons terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.

* Angiotenxion converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah


cara melebarkan arteri.

* Angiotensin-Il blocker menycbabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip
dengan ACE-inhibitor.

* Antagonis kalsium menyebabkan penurunan tekanan darah dengan mekanisme yang benar-benar
berbeda.

+ Vasodilator langsung Menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu
digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

+ Kedaruratan hipertensi (misalnya: hipertensi maligna) memerlukan obat yang menurunkan tekanan
darah tinggi dengan segera.

Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara
intravena (melalui pembuluh darah). · Diazoxide Nitroprusside Nitrogiycerin - Labeltalol
Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat dan bisa diberikan per oral
(ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara
ketat.

2. Pengelolaan hipertensi sekunder

Pengobatan hipertensi sekunder tergantung penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal kadang dapat
mengembalikan tekanan darah. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada
ujungnya terpasang balon dan mengembangkan tersebut atau bisa dilakukan pembedahan untuk
membuat jalan pintas (obrasi bypass). Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya feakromositoma)
biasanya diangkat melalui pembedahan. (Faqih Rahyanudi, 2006)

Perawatan hipertensi Perawatan dalam hipertensi diantaranya dalam ketaatan pengobatan meliputi
perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet. istirahat dan olahraga serta konsumsi obat
termasuk di dalamnya jenis obat yang dikonsumsi, berapa lama obat harus dikonsumsi, kapan waktu
atau jadwal minum, kupan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk melakukan kontrol
tekanan darah (Lany, 2001).

Murwani, 2009 Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth,2002 Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.

Depkes RI, 2006 Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular. Jakarta.

Nugroho, 2012 Proses Keperawatan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Doengoes, ( 2009 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : BBC.

Corwin, 2009 Gaya hidup pada penderita hipertensi. Surakarta : Fakultas psikologis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Bambang Sadewo, ( 2004 ). Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suyono Slamet, ( 2001 ). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Rokhaeni, 2001 buku ajaran keperawatan kardiovakuler Jakarta : bidang pendidikan dan pelatian pusat
kesehatan jantung dan pembuluh darah nasional harapan kita.

Muttaqin, 2008 Buku Ajar Asuhan Keperawatan pasien dengan Gangguan System Pernapasan. Jakarta :
Salembaa Medika.

Nurhasanah Dwi, 2013 Klasifikasi, Analisis, Dan Diagnosa Data Keperawatan. Hhtp//dewinrhasanah.
Blogspot.com.
Potter dan perry, ( 2006 ). Buku Ajaran Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan praktik, Edisi 4
Jakarta :EGC.

Anindya,2009 Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi Yogyakarta : Penerbit Kanisius.


Mahmarian, 2013
Ardiansyah, 2009
Tyas, 2013

Susilo & wulandari, 2010

E. Manifestasi klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbuikan gejala; meskipun secara tidak sengaja
beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak).

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan; vang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

• sakit kepala

• kelelahan

• mual

• mmuntah

• sesak napas

• gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan
segera. Manifestasi klinis hipertensi secara umum dibedakan menjadi (Rokhaeni, 2001):

1. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
Manifestasi klinis hipertensi pada lansia secara umum adalah: sakit kepala, perdarahan hidung, vertigo,
mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan, sesak napas, kejang atau koma,
nyeri dada (Smeltzer, 2001). Penyakit tekanan darah tinggi merupakan kelainan "sepanjang umur",
tetapi penderitanya dapat hidup secara normal seperti layaknya orang schat asalkan mampu
mengendalikan tekanan darahnya dengan baik. Di lain pihak, orang yang masih muda dan sehat harus
selalu memantau tekanan darahnya, minimal setahun sekali. Apalagi bagi mereka yang menpunyai
faktor-faktor pencetus hipertensi seperti kelehihan berat badan, penderita kencing manis, penderita
penyakit jantung, riwayat keluarga ada yang menderita tekanan darah tinggi, ibu hamil minum pil
kontrasepsi, perokok dan orang yang pernah dinyatakan tekanan darahnya sedikit tinggi. Hal ini
dilakukan kerena bila hipertensi diketahui icbih dini, pengendaliannya dapat segera dilakukan.

Manuntung, N. A., & Kep, M. (2019). Terapi perilaku kognitif pada pasien hipertensi. Wineka Media.

Anda mungkin juga menyukai