Anda di halaman 1dari 20

40

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Barat merupakan Rumah Sakit

milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang dibangun pada tahun

2005beralamat di JL. R.E Marthadinata, Kecamatan Simboro, Kabupaten

Mamuju. Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat mulai

beroperasi pada bulan Mei Tahun 2009 sesuai SK Gubernur Sulawesi Barat

nomor 04 Tahun 2009, dengankapasitas tempat tidur pada sebanyak 50 Unit.

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat dibangun secara

bertahap melalui Dana APBD dan Dana APBN.

Pada tahun 2016, pembangunan rumah sakit yang bersumber dari dana

pinjaman Pusat Investasi Pemerintah di mulai dengan mengacu kepada syarat

dan ketentuan yang telah disepakati oleh pemerintah daerah provinsi Sulawesi

Barat dengan Pusat Investasi Pemerintah. Pembangunan direncanakan selama

18 bulan dan ditargetkan selesai pada tahun 2017.Rumah sakit baru ini

nantinya akan dijadikan sebagai pusat rujukan bagian utara di Provinsi

Sulawesi Barat.

Pembangunan rumah sakit baru ini merupakan tuas pemotivasi

tersendiri bagi jajaran pimpinan dan staf RSUD Provinsi Sulawesi Barat. Pada

tanggal 29 November tahun 2017 RSUD Provinsi Sulawesi Barat dinyatakan


41

lulus tingkat perdana akreditasi 4 pokja versi KARS 2012. Diharapkan dengan

terbangunnya Rumah Sakit yang baru ini, beserta status akreditasi Rumah

sakit nanti nya akan semakin meningkatkan motivasi kerja para pemberi

pelayanan dalam pemberian layanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor : 25 Tahun 2017, Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat mempunyai tugas menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat, melalui upaya pelayanan yang bersifat promotif,

prefentif, kuratif dan rehabilitative serta melaksanakan upaya rujukan,

melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi daerah

dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut

Rumah Sakit Umum Daerah mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan medik;

b. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medik;

c. Penyelenggaraan pelayanan asuhan keperawatan;

d. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang kesehatan;

e. Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya rumah sakit;

f. Penyelenggaraan pelayanan rujukan;

g. Penyelenggaraan administrasi umum dan adminitrasi keuangan.

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat dipimpin oleh

seorang Direktur dan dibantu oleh seorang Kepala Bagian Tata Usaha dan 3

bidang yaitu : Bidang Perencanaan dan Pengembangan, Bidang Pelayanan,

Bidang Keperawatan, serta beberapa kelompok jabatan fungsional, antara lain

: fungsional Dokter, Bidan, Perawat dan lain-lain.


42

Untuk menyelaraskan arah dan tujuan RSUD Provinsi Sulawesi Barat

maka ditetapkan Visi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat

adalah :“Menjadi rumah sakit kebanggaan kita, kebanggaan rakyat Sulawesi

Barat”

Untuk membuat RSUD PROVINSI SULAWESI BARAT Sebagai

Pusat Pelayanan Kesehatan dan Pusat rujukan di Ibu Kota Provinsi Sulawesi

Barat ditempuh melalui misi sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan Prima

2. Meningkatkan profesionalisme dan pengamalan nilai-nilai organisasi

3. Menciptakans uasana aman dan nyaman

4. Menciptakan unit pelayanan Rumah Sakit menjadi lebih mandiri, kredibel,

efektif, efisien.

5. Meningkatkan Kesejahteraan karyawan

6. Menyediakan sarana peralatan yang modern

7. Menyediakan SDM kesehatan yang berkualitas.

2. Karakteristik Responden

a. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.1.Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di Rumah


Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 15 26,3
Perempuan 42 73,7
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden adalah jenis kelamin Perempuan (73,7%) dan kelompok


43

terkecil responden adalah jenis kelamin Laki-laki (26,3%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.2.Distribusi Berdasarkan Umur Responden di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Umur n %
20-25 2 3.5
26-30 41 71.9
31-35 12 21.1
> 35 2 3.5
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.2 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden adalah umur 26-30 tahun (71,9%) dan kelompok terkecil

responden adalah umur 20-25 tahun dan > 35 tahun (3.5%).

c. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.3.Distribusi Berdasarkan Masa Kerja Responden di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Masa Kerja n %
< 5 Tahun 42 73.7
≥ 5 Tahun 15 26.3
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.3 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden adalah masa kerja < 5 Tahun (73,7%) dan kelompok terkecil

responden adalah ≥ 5 Tahun(26.3%).


44

d. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4.Distribusi Beradsarkan Tingkat Pendidikan Responden di


Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun
2018.
Pendidikan N %
D III 36 63,2
S1 Keperawatan 11 19,3
Ners 10 17,5
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.4 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden adalah Pendidikan D III Keperawatan (63,2%) dan kelompok

terkecil responden adalah Pendidikan Ners(17,5%).

3. Analisa Univariat

a. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi

Tabel 4.5.Distribusi Berdasarkan Motivasi Responden di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Motivasi N %
Tinggi 35 61,4
Rendah 22 38,6
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.5 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

respondenmemiliki motivasi tinggi (61,4%) dan kelompok terkecil

responden dengan motivasi rendah (38,6%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Kerja

Tabel 4.6.Distribusi Berdasarkan Fasilitas Kerja Responden di Rumah


Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Fasilitas Kerja N %
Mendukung 33 57,9
Tidak Mendukung 24 42,1
Total 57 100
45

Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.6 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden dengan fasilitas yang mendukung sebesar (57,9%) dan

kelompok terkecil responden dengan fasilitas yang tidak mendukung

sebesar (42,1%).

c. Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan

Tabel 4.7.Distribusi Beradasarkan Pelatihan Responden di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Pelatihan N %
Pernah 38 66,7
Tidak Pernah 19 33,3
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.7 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden pernah mengikuti pelatihan sebesar (66,7%) dan kelompok

terkecil responden dengan tidak pernah mengikutipelatihan sebesar

(33,3%).

d. Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan Jasa

Tabel 4.8.Distribusi Berdasarkan Imbalan Jasa Responden di Rumah


Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Imbalan Jasa N %
Memuaskan 30 52,6
Tidak Memuaskan 27 47,4
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.8 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden dengan fasilitas yang mendukung sebesar (57,9%) dan

kelompok terkecil responden dengan fasilitas yang tidak mendukung


46

sebesar (42,1%).

e. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja

Tabel 4.9.Distribusi Berdasarkan Kinerja Responden di Rumah Sakit


Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018.
Kinerja N %
Baik 33 57,9
Kurang 24 42,1
Total 57 100
Sumber : Data Primer, 2018

Pada tabel 4.9 diatas terlihat bahwa kelompok terbesar

responden dengan kinerja baik sebesar (57,9%) dan kelompok terkecil

responden dengan kinerja yang kurang sebesar (42,1%).

4. Analisis Bivariat

a. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat

Tabel4.10. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat di RSUD Provinsi


Sulawesi Barat Tahun 2018
Kinerja P
Motivas OR
Baik Kurang Total Value
i
n % N % n %
Tinggi 27 77, 8 22, 35 10
1 9 0
Rendah 6 27, 16 72, 22 10
0,000 9,000
3 7 0
Total 33 57, 24 42, 57 10
9 1 0
Sumber : Data Primer, 2018

Hasil analisa pada tabel 4.10 bahwa dari 35 responden

didapatkan yang motivasinya tinggi, mayoritas kinerjanya

baiksebanyak 27 responden (77,1%) dan 8 responden yang kinerjanya

kurang (22,9%). Kemudian dari22 responden didapatkan yang motivasinya

rendah, mayoritas kinerjanya kurangsebanyak 16 responden (72,7%) dan 6


47

responden yang memiliki kinerja yangbaik (33,3%).Hasil penelitian ini

didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000, artinya Ho ditolak, maka ada

hubungan yang bermakna antara motivasi dengan Kinerja Perawat.Nilai

OR (odds ratio) 9,000 menunjukkan bahwa motivasi yang tinggi

memiliki peluang 9,000 kali lebih besar untuk kinerja yang baik.

b. Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat

Tabel4.11.Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD


Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018
Kinerja
Fasilitas P Value OR
Baik Kurang Total
Kerja
n % n % n %
Mendukun 26 78, 7 21, 33 10
g 8 2 0
Tidak 7 29, 17 70, 24 10
Mendukun 2 8 0 0,000 9,020
g
Total 33 57, 24 42, 57 10
9 1 0
Sumber : Data Primer, 2018

Hasil analisa pada tabel 4.11 bahwa dari 33 responden

didapatkanbahwa dengan fasilitas yang mendukung, mayoritas

kinerjanya baik sebanyak 26 responden (78,8%) dan 7 responden yang

kinerjanya kurang (21,2%). Kemudian dari 24 responden didapatkan yang

fasilitas kerja yang tidak mendukung, mayoritas kinerjanya

kurangsebanyak 17 responden (70,8%) dan 7 responden yang memiliki

kinerja yangbaik (29,2%). Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value <

α sebesar 0,000, artinya Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna

antara motivasi dengan Kinerja Perawat.Nilai OR (odds ratio) 9,020


48

menunjukkan bahwa motivasi yang tinggi memiliki peluang 9,020 kali

lebih besar untuk kinerja yang baik.

c. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Perawat

Tabel4.12.Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Perawat di RSUD Provinsi


Sulawesi Barat Tahun 2018
Kinerja P
Pelatiha OR
Baik Kurang Total Value
n
n % N % N %
Pernah 29 76, 9 23, 38 10
3 7 0
Tidak 4 21, 15 78, 19 10
0,000 12,083
Pernah 1 9 0
Total 33 57, 24 42, 57 10
9 1 0
Sumber: Data Primer, 2018

Hasil analisa pada tabel 4.12 bahwa dari 38 responden

didapatkan yang pernah mengikuti pelatihan, mayoritas kinerjanya baik

sebanyak 29 responden (76,3%) dan 9 responden yang kinerjanya

kurang (23,7%). Kemudian dari19 responden didapatkan yang tidak

pernah mengikuti pelatihan, mayoritas kinerjanya kurangsebanyak 15

responden (78,9%) dan 4 responden yang memiliki kinerja yangbaik

(21,1%). Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000,

artinya Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara pelatihan

dengan kinerja perawat.Nilai OR (odds ratio) 12,083 menunjukkan

bahwa dengan mengikuti pelatihan memiliki peluang 12,083 kali lebih

besar untuk kinerja yang baik.


49

d. Hubungan Imbalan Jasa dengan Kinerja Perawat

Tabel4.13.Hubungan Imbalan Jasa dengan Kinerja Perawat di RSUD


Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018
Kinerja P
Imbalan Baik Kurang Total Valu OR
Jasa e
n % N % N %
Memuaskan 2 86,7 4 13,3 3 100
6 0
Tidak 7 25,9 2 74,1 2 100
0,000 18,571
Memuaskan 0 7
Total 3 57,9 2 42,1 5 100
3 4 7
Sumber: Data Primer, 2018

Hasil analisa pada tabel 4.13 bahwa dari 30 responden

didapatkan yang memiliki imbalan jasa memuaskan, mayoritas

kinerjanya baik sebanyak 26 responden (86,7%) dan 4 responden yang

kinerjanya kurang (13,3%). Kemudian dari27 responden didapatkan yang

imbalan jasa tidak memuaskan, mayoritas kinerjanya kurangsebanyak 20

responden (74,1%) dan 7 responden yang memiliki kinerja yangbaik

(25,9%). Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000,

artinya Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara Imbalan

Jasa dengan Kinerja Perawat.Nilai OR (odds ratio) 18,571 menunjukkan

bahwa Imbalan Jasa yang memuaskanberpeluang 18,571 kali lebih besar

untuk kinerja yang baik.


50

5. Analisis Multivariat

Tabel 4.14.Regresi Logistik Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawatdi


RSUD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018
Unstandarized Standardized
Coefficients Coefficients
Variabel t Sig.
B Std. Beta
Error
Motivasi 0.303 0,078 0,289 3,860 0,000
Fasilitas Kerja 0.371 0,074 0,366 4,996 0,000
Pelatihan 0,376 0,075 0,336 4,503 0,000
Imbalan Jasa 0,390 0,074 0,395 5,250 0,000
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan hasil uji multivariate dari 4 sub

variabel antara lain motivasi, fasilitas kerja, pelatihan, imbalan jasamemiliki

nilai p < 0,05 artinya 4 variabel tersebut memiliki hubungan dengan kinerja

perawat. sedangkan variabel yang paling erat hubungannya dengan kinerja

perawat adalah imbalan jasa dengan nilai p = 0,000 dan nilai Beta = 0,395

B. Pembahasan

1. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat

Menurut Sbortell & Kaluzny (dikutip dalamPangemanan et al., 2019).

Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang

melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam

berperilaku.
51

Perawat yang motivasi kerja pada kategori rendah sebagian besar

terdistribusi pada kinerja kurang (72,7%), dimana angka pencapaian ini

tidak dapat memberi interpretasi bahwa motivasi dapat meningkatkan

kualitas kerja, yang dilaksanakan perawat dalam rangka penyelenggaraan

asuhan keperawatan dengan hasil yang maksimal dan memuaskan

kebutuhan pasien dan keluarganya.

Dari hasil penelitian juga didapatkan sebagian responden dengan

motivasi rendah tapi kinerjanya baik (27,3%). Interpretasi yang dapat

ditarik berdasarkan data tersebut adalah masih banyak perawat yang

mempunyai semangat yang rendah untuk melayani kebutuhan pasien tetapi

sudah dapat melakukan asuhan keperawatan dengan tepat.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000, artinya

Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

Kinerja Perawat.Nilai OR (odds ratio) 9,000 menunjukkan bahwa motivasi

yang tinggi memiliki peluang 9,000 kali lebih besar untuk kinerja yang baik .

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Widyaningrum, 2015) yang

menyimpulkan bahwa motivasi ada hubungan yang signifikan terhadap kinerja

perawat dalam kelengkapan Rekam Medis di Ruang Rawat Inap RSU DR.

Pringadi Medan. Demikian juga (Pudul et al., 2016) yang menyatakan dalam

penelitiannya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dankinerja

perawat di Puskesmas Kota Kotamobagu. Perawat yang memiliki motivasi

yang tinggi akan selalu berusaha bekerja dengan baik pula dan akan

bertanggung jawab terhadap penyelesaian pekerjaannya, karena dalam


52

melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan yang bersifat sadar, seseorang

selalu didorong oleh maksud atau motif tertentu yang objektif maupun yang

subyektif.

Penelitian sesuai dengan teori dari Gibson (1987) yang menyatakan

bahwa sub variable motivasi merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku

individu dan kinerjanya(Zulkarnaen, 2018). (Menurut Aditama dalam

Meithiana, 2017) kurangnya motivasi perawat dan juga hasil kerjanya mungkin

didasari kurang puasnya perawat tersebut pada pekerjaan dan hasil terkait.

Menurut (Hidayat, 2019)motivasi kerja adalah pemberi daya gerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama,

bekerja efektif dan terkoordinasi dengan segala daya dan upaya untuk

mencapai kepuasan. Darwanto and Setiawan, 2018 juga mendukung pendapat

tersebut yang mengatakan ada korelasi posistif antara motivasi dan kinerja.

Beberapa penelitian tidak memiliki kesesuaian dengan penelitian ini

antara lain (Terok et al., 2015) yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat.

2. Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat

Hasilpenelitiandidapatkanbahwa dengan fasilitas yang mendukung,

responden yang kinerjanya kurangterdapat (21,2%) disebabkan kurangnya

motivasi dalam bekerja.Menurut Sbortell & Kaluzny (dikutip dalam Pudul et

al., 2016). Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong

seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama

dalam berperilaku. Kemudian didapatkan yang fasilitas kerja yang tidak


53

mendukung tetapiresponden memiliki kinerja yangbaik (29,2%) disebabkan

faktor lain seperti motivasi, pelatihan serta imbalan jasa yang memuaskan.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000, artinya

Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

Kinerja Perawat.Nilai OR (odds ratio) 9,020 menunjukkan bahwa Motivasi

yang tinggi memiliki peluang 9,020 kali lebih besar untuk kinerja yang baik .

Fasilitas adalah “suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan

agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat

meningkatkan produktivitas kerja karyawan”. Kendala yang sering ditemukan

adalah institusi rumah sakit adalah kendala fasilitas kerja yang kurang

memadai yang mengakibatkan kinerja perawat juga menurun(Asmi, 2017).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Saleng,

2015) tentang Analisis Kinerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi

Nosokomial di IRNA I RSUP Dr. Sardjito yang menyatakan ada hubungan

yang bermakna antara fasilitas Rumah sakit dengan kinerja perawat.

Hasil yang sama juga pada penelitian yang dilakukan oleh Hotnida

(2012) tentang Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja

Perawat dalam Pendokumentasian Proses Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa

kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah

fasilitas kerja. Dengan fasilitas kerja yang memadai pada suatu institusi atau

organisasi merupakan factor pendukung seseorang dalam berprilaku (Syaifudin

et al., 2017).
54

Fasilitas kerja adalah sarana dan prasarana untuk membantu perawat

menyelesaikan pekerjaannya dan membuat perawat bekerja lebih produktif

sehingga perawat dalam melakukan tindakan keperawatan tidak

terkendala.Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan fasilitas kerja di Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat masih sebagian belum lengkap

dan optimal.Walaupun tindakan yang dilakukan perawat sudah sesuai dengan

prosedur.Begitu pula dengan tindakan keperawatan lainnya.Peneliti

berpendapat bahwa fasilitas kerja sangat ada hubungannya dengan kinerja

perawat dalam menerapkan pelayanan yang baik dan optimal.Sehingga dapat

meningkatkan produktifitas perawat.

3. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Perawat

Hasil penelitian didapatkan yang pernah mengikuti pelatihan, namun

kinerjanya kurang (23,7%) disebakan adanya factor pendukung yang lain

seperti fasilitas kerja yang tidak memadai.Fasilitas adalah “suatu bentuk

pelayanan perusahaan terhadap karyawan agar menunjang kinerja dalam

memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas

kerja karyawan”. Kendala yang sering ditemukan adalah institusi rumah sakit

adalah kendala fasilitas kerja yang kurang memadai yang mengakibatkan

kinerja perawat juga menurun (Asmi, 2017).

Kemudian responden didapatkan yang tidak pernah mengikuti pelatihan,

yang memiliki kinerja yangbaik (21,1%) disebabkan adanya motivasi yang

tinggi sebagai bentuk kesadaran dalam bekerja.Pudul et al., (2016) yang


55

menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan yang signifikan antara

motivasi dan kinerja perawat di Puskesmas Kota Kotamobagu. Perawat yang

memiliki motivasi yang tinggi akan selalu berusaha bekerja dengan baik pula

dan akan bertanggung jawab terhadap penyelesaian pekerjaannya, karena

dalam melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan yang bersifat sadar,

seseorang selalu didorong oleh maksud atau motif tertentu yang objektif

maupun yang subyektif.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000, artinya

Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan

kinerja perawat.Nilai OR (odds ratio) 12,083 menunjukkan bahwa dengan

mengikuti pelatihan memiliki peluang 12,083 kali lebih besar untuk kinerja

yang baik.

Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendekmenggunakan

prosedur sistematis dan terorganisir yang pernah diikuti oleh responden dengan

tujuan meningkatkan mutu, keahlian dan kemampuannya sehingga terampil

dalam melaksanakan tugas. Hasil pengamatan dilapangan bahwa perawat yang

pernah mengikuti pelatihan dengan kinerja yang cukup baik disebabkan karena

pelatihan tentang asuhan keperawatan pernah diikuti sesuai dengan tugasnya.

Perawat yang pernah mengikuti pelatihan dengan kinerjanya kurang baik

disebabkan karena materi pelatihan yang diberikan tidak sesuai dengan

tugasnya sehingga apa yang diperoleh tidak cocok diterapkan dalam seksinya.

(Fahiqi, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan


56

kecenderungan perawat yang pernah memperoleh pelatihan sebanyak (66,7%)

yang memberi interpretasi tentang pengembangan kemampuan dan kompetensi

bagi perawat di rumah sakit. Telah dilaksanakan dalam upaya peningkatan

kemampuan kerja tenaga perawat dalam memberikan pelayanan di rumah

sakit.

Hasil penelitian juga menunjukkan perawat yang pernah memperoleh

pelatihan sebagian besar terdistribusi pada kinerja baik (76,3%) dan

memberikan interpretasi bahwa pelatihan yang diselengggarakan kepada

perawat memberi pengaruh terhadap kualitas kerja dalam memberikan

pelayanan keperawatan di rumah sakit. Hasil analisis bivariate didapatkan

bahwa ada hubungan pelatihan terhadap kinerja perawat dengan nilai p value

0,000.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awases (2009) dalam (Fahiqi,

2016). Tentang Factors Affecting Performance of Professional Nurse in

Namibia didapatkan tidak semua perawat yang mengikuti pelatihan dapat

melakukan tindakan keperawatan yang berdasarkan proses keperawatan

dengan benar. Hal ini dimungkinkan akibat kurang pengalaman dari perawat

itu sendiri, pedoman atau panduan yang kurang memadai serta kurang percaya

diri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

(Winda, 2017), tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja

Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang yang menyatakan ada hubungan pelatihan

terhadap kinerja perawat.


57

4. Hubungan Imbalan Jasa dengan Kinerja Perawat

Hasil penelitiandidapatkan yang memiliki imbalan jasa memuaskan,

yang kinerjanya kurang (13,3%). Disebabkan oleh faktor lain seperti

kurangnya pelatihan yang diikuti. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awases

(2009) dalam (Fahiqi, 2016)tentang Factors Affecting Performance of

Professional Nurse in Namibia didapatkan tidak semua perawat yang

mengikuti pelatihan dapat melakukan tindakan keperawatan yang berdasarkan

proses keperawatan dengan benar. Hal ini dimungkinkan akibat kurang

pengalaman dari perawat itu sendiri, pedoman atau panduan yang kurang

memadai serta kurang percaya diri.Kemudian responden didapatkan yang

imbalan jasa tidak memuaskan, memiliki kinerja yangbaik (25,9%) disebabkan

tidak semua perawat menjadikan imbalan jasa sebagai tolak ukur dari kinerja

tapi ada juga hanya semata mencari kepuasan dalam bekerja.

Hasil penelitian ini didapatkan nilai p value < α sebesar 0,000, artinya

Ho ditolak, maka ada hubungan yang bermakna antara Imbalan Jasa dengan

Kinerja Perawat.Nilai OR (odds ratio) 18,571 menunjukkan bahwa Imbalan

Jasa yang memuaskan berpeluang 18,571 kali lebih besar untuk kinerja yang

baik.

Hasil ini sejalan dengan hasil peneliitian yang dilakukan oleh (Syaifudin

et al., 2017), tentang Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja

perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Koja.

Kenyataan ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(Nisa et al., 2019) di universitas Gadjah Mada Yogyakarta tentang hubungan


58

kompensasi dengan kinerja bidan, didapatkan ada hubungan yang bermakna

antara imbalan jasa dengan kinerja bidan.

Menurut penelitian (Silalahi, 2017), yang bertujuan untuk

mengidentifikasi tentang kepuasan kerja dan hubungannya dengan kinerja

perawat tetap baik dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit

Permata Bunda, menginformasikan imbalan jasa yang diterima perawat rendah

namun kinerjanya tetap baik karena individu bekerja semata-mata hanya untuk

menerima imbalan jasa saja tetapi juga untuk mencari kepuasan kerja tersendiri

Imbalan jasa adalah sesuatu yang dibayarkan atau pemenuhan dari suatu

janji, reward, atau membalas jasa. Motivasi eksternal terbesar dari kinerja

seseorang adalah imbalan jasa (Juliati, 2018)


59

Anda mungkin juga menyukai