Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dapat diartikan sebagai

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.(1) Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai dengan kebutuhan.

Pelayanan kesehatan yang paripurna adalah pelayanan kesehatan yang

meliputi pendekatan kesehatan (promotif), pencegahan kesehatan (preventif),

penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),

yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.(2)

Sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara

paripurna salah satunya adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan

ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial

ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang

lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Fungsi utama Rumah Sakit yakni

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif

bagi pasien. Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatannya,

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat.(3)
2

Dalam rangka melakukan upaya kesehatan tersebut, rumah sakit perlu

didukung oleh semua bagian yang ada di dalamnya termasuk tenaga

kesehatan. Tenaga kefarmasian merupakan salah satu dari tenaga kesehatan

yang berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien di rumah

sakit. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit, diatur dan dikelola oleh Instalasi

Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan merupakan pelayanan utama di rumah sakit,

karena hampir seluruh pelayanan yang diberikan pada penderita dirumah sakit

berkaitan dengan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Keberadaan

pelayanan farmasi yang baik akan berpengaruh pada peningkatan mutu

pelayanan kesehatan, penurunan biaya kesehatan, dan peningkatan prilaku

rasional dari seluruh tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien dan masyarakat

lain. Tenaga kefarmasian di rumah sakit memiliki fungsi untuk mengelola

perbekalan farmasi dan melakukan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan

obat dan alat kesehatan.

Apoteker mempunyai peranan yang penting dalam IFRS. Apoteker

yang memiliki pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit

dapat dipilih sebagai kepala IFRS.(1) IFRS dikepalai oleh seorang Apoteker,

yakni sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga kerja Apoteker yang

kompeten dan berkualitas sangat diperlukan sehingga mengharuskan suatu

lembaga pendidikan profesi Apoteker dalam mempersiapkan calon profesi

Apoteker melalui suatu Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di lembaga

pelayanan kesehatan.
3

Berdasarkan uraian di atas Program Studi Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Institut Sains dan Teknologi Jakarta bekerja sama dengan Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tangerang mengadakan Praktik Kerja

Profesi Apoteker (PKPA) periode l September – 30 September 2018 Dengan

pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan para calon

Apoteker dapat memahami fungsi salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit

dan mengetahui kegiatan di Instalasi Farmasi dan menambah pengetahuan

mengenai peranan dan tanggung jawab Apoteker di Rumah Sakit.

I.2 Tujuan

Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD Kota Tangerang

adalah:

1. Mempelajari dan mengamati secara langsung peran Instalasi Farmasi

Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pelayanan

kefarmasian di rumah sakit.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang peran, tugas, fungsi, wewenang serta

tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rumah Sakit

II.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat.(2)

II.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna atau meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk menjalankan

tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : (1)

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang

paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan.(4)


5

II.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai

berikut :(5)

1. Berdasarkan kepemilikan

a) Rumah Sakit Pemerintah

adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dan

diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementrian Pertahanan dan Keamanan,

maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rumah sakit ini umumnya bersifat

nonprofit, tidak mencari keutungan semata. Sebagai contoh: Rumah Sakit Umum

Pemerintah, Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL), Rumah Sakit Angkatan Darat

(RSAD), Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU), Rumah Sakit Polisi Republik Indonesia

(RS POLRI).

b) Rumah Sakit Swasta

Rumah sakit swasta, adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh

yayasan, organisasi keagamaan, atau oleh badan hukum lain dan dapat juga bekerja sama

dengan institusi pendidikan.

1) Rumah sakit swasta berdasarkan tujuan :

a Rumah sakit profit

Rumah sakit tipe ini yaitu, rumah sakit yang dimiliki dan dikelola oleh yayasan

atau badan yang bukan milik pemerintah, dengan tujuan mencari keuntungan.

b Rumah sakit non profit


6

Rumah sakit tipe ini yaitu, rumah sakit yang biasanya dimiliki oleh organisasi atau

yayasan keagamaan, kekeluargaan, dan tidak mencari keuntungan.

2) Rumah sakit swasta berdasarkan pelayanan.

a Rumah sakit swasta pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan

pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D.

b Rumah sakit swasta madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan

pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang, setara dengan

rumah sakit pemerintah kelas C.

c Rumah sakit swasta utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan

pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik, setara dengan

rumah sakit pemerintah kelas B.

2. Berdasarkan jenis pelayanan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit, Rumah Sakit dikategorikan dalam:(4)

a. Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit umum yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada

semua bidang dan jenis penyakit yang melayani semua bentuk pelayanan kesehatan

sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit

bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah Sakit Khusus yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
7

organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya seperti Rumah Sakit Kanker, Rumah

Sakit Paru, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Mata, dan lain-lain.(4)

3. Berdasarkan Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur

Berdasarkan kapasitas tempat tidurnya, rumah sakit pemerintah dibagi

menjadi lima kelas, yaitu :(5)

a Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A

RSU Kelas A adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialistik Dasar, 5 Pelayanan

Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan 13 Pelayanan

Medik Sub Spesialis, serta memiliki kapasitas tempat tidur lebih dari 1000 buah dan

merupakan Rumah Sakit rujukan tertinggi.

b Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B

RSU Kelas B adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis dasar, 4 Pelayanan

Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, dan 2 Pelayanan

Medik Subspesialis Dasar, serta memiliki kapasitas tempat tidur 500-1000 buah

Rumah sakit umum kelas B dibagi menjadi:

1) Rumah Sakit Kelas B 1 (Non Pendidikan)

Merupakan Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis, mempunyai kapasitas tempat

tidur antara 500-750 buah.

2) Rumah Sakit Kelas B 2 (Kelas B Pendidikan)


8

Pelayanan spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas, mempunyai kapasitas

tempat tidur antara 300-500 buah.

c Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C

RSU Kelas C adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis

Penunjang Medik, serta memilki kapasitas tempat tidur ± 200 buah.

d Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D

RSU Kelas D adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar serta memiliki

kapasitas tempat tidur minimal ± 100 buah.(8)

II.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel.

Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas kepala atau direktur rumah sakit, unsur

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksa

internal, serta administrasi umum dan keuangan.(4)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia susunan organisasi dibagi

atas :(9)

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat. Masing-masing

Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian. Masing-masing

Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi. Masing-masing Bagian terdiri dari paling

banyak 3 (tiga) Subbagian.


9

2. Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan

Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur

Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 3 (tiga) Direktorat. Masing-masing

Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian. Masing-masing

Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi. Masing-masing Bagian terdiri dari paling

banyak 3 (tiga) Sub bagian.

3. Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan

Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan dipimpin oleh seorang Kepala disebut

Direktur Utama. Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat. Masing-

masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian. Masing-

masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi. Masing-masing Bagian terdiri dari

paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

4. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur. Direktur

membawahi paling banyak 2 (dua) Bidang dan 1 (satu) Bagian. Masing-masing Bidang

terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Subbagian.

5. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur. Direktur

membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian. Masing-masing Bidang terdiri dari

paling banyak 3 (tiga) Seksi. Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.

6. Rumah Sakit Khusus Kelas A


10

Rumah Sakit Khusus Kelas A dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

Direktur Utama membawahi paling banyak 4 (empat) Direktorat. Masing-masing

Direktorat terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Bidang atau 3 (tiga) Bagian. Masing-masing

Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi. Masing-masing Bagian terdiri dari paling

banyak 3 (tiga) Subbagian.

7. Rumah Sakit Khusus Kelas B

Rumah Sakit Khusus Kelas B dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur Utama.

Direktur Utama membawahi paling banyak 2 (dua) Direktorat. Masing-masing Direktorat

terdiri dari 2 (dua) Bidang atau 2 (dua) Bagian. Masing-masing Bidang terdiri dari paling

banyak 3 (tiga) Seksi. Masing-masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)

Subbagian.

8. Rumah Sakit Khusus Kelas C

Rumah Sakit Khusus Kelas C dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur. Direktur

membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.

II.1.5 Ketenagaan Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36, tahun 2009 tentang kesehatan bahwa

Tenaga kesehatan di rumah sakit terdiri dari :(3)

1) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.

2) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

3) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (sarjana farmasi, ahli

madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker).

4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entemolog kesehatan,

mikrobiolog, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, sanitarian.


11

5) Tenaga gizi meliputi nutrition, dietician.

6) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, terapis wicara.

7) Tenaga keteknisian medis : radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedia,

analis kesehatan, dokter mata, teknik transfusi, perekam medis.(3)

II.1.6 Formularium Rumah Sakit

Merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus direvisi, memuat sediaan obat dan

informasi penting lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari staf medik Rumah

Sakit. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium

Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan

Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus

tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi

terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan

kebutuhan Rumah Sakit.(2)

Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan

pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah

Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.

Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:(2)

1) Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)

berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;

2) Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;

3) Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika diperlukan

dapat meminta masukan dari pakar;


12

4) Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi (TFT),

dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;

5) Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;

6) Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;

7) Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan

8) Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan

monitoring.

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:(2)

a Mengutamakan penggunaan Obat generik;

b Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita;

c Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;

d Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;

e Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;

f Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;

g Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya

langsung dan tidak lansung; dan

h Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines)

yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka Rumah

Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam

Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko,

dan biaya. (2)


13

II.1.7 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang

merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai

kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili

semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan

lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di

dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.(2)

Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh

dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka

sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan

sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat

mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan

bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu

yang bermanfaat bagi TFT.

Tugas utama TFT (Tim Farmasi dan Terapi) adalah menyusun formularium rumah sakit.

Fungsi dan ruang lingkup tim farmasi dan terapi menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan KeFarmasian di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:(2)

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;

2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium Rumah Sakit;

3. Mengembangkan standar terapi;

4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;

5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional;

6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki;


14

7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;

8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit.

Tim lain yang terkait dengan tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibentuk sesuai

dengan peran dan kebutuhan. Adapun peran Apoteker dalam Tim lain yang terkait penggunaan

Obat di Rumah Sakit antara lain:(2)

a Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit;

b Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

c Tim Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit;

d Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri;

e Tim penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes);

f Tim Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);

g Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA);

h Tim Transplantasi;

i Tim PKMRS; atau

j Tim Rumatan Metadon.(2)

II.1.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

II.1.8.1. Definisi IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas

menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan

farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.(4)

Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup penyelenggaraan

pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi
15

klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap

menjaga mutu.(2)

II.1.8.2. Tugas dan Fungsi IFRS

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan KeFarmasian di Rumah Sakit. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

meliputi:(2)

1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan

Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik

profesi;

2) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;

3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan

keamanan serta meminimalkan risiko;

4) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5) Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;

6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan Kefarmasian;

7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah

Sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:(2)

a) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
16

b) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

c) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai secara efektif, efisien dan optimal.

d) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

e) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk

memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

f) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai

dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.

g) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai

dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

h) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ke

unit-unit pelayanan di Rumah Sakit.

i) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

j) Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari.

k) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan).

l) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

m) Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan.


17

n) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.

o) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai.

II.1.8.3. Struktur Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan KeFarmasian Rumah Sakit, dinyatakan bahwa Instalasi Farmasi

Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung

jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit

diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 2

(dua) tahun.(2)

II.1.8.4. Kegiatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang

bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.(2)

1) Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai meliputi:(2)

a) Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan ini

berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi,


18

standar yang telah ditetapkan, pola penyakit, efektifitas dan keamanan, pengobatan

berbasis bukti, mutu, harga, dan ketersediaan di pasaran.

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis disusun

oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh pimpinan RS.

Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat,

dan penyedia obat di RS; harus dievaluasi secara rutin; dan dilakukan revisi sesuai

kebijakan dan kebutuhan RS.

b) Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan

periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat

jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar

perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi

metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a) anggaran yang tersedia

b) penetapan prioritas

c) sisa persediaan

d) data pemakaian periode lalu

e) waktu tunggu pemesanan dan


19

f) rencana pengembangan.

c) Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.

Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang

tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan

merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan

jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan

metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yaitu bahan baku obat bersertifikat

analisa; bahan berbahaya yang menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);

memiliki nomor izin edar dan masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 tahun

kecuali vaksin, reagensia, dan lain-lain, atau pada kondisi tertentu yang dapat

dipertanggung jawabkan. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi

sediaan farmasi, dan sumbangan/ dropping/hibah.

d) Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat

pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan

barang harus tersimpan dengan baik.


20

e) Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan

sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas

dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai

dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud

meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,

ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out

(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah

terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

f) Distribusi

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/

menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari

tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin

mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus

menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan


21

dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di

unit pelayanan.

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:(2)

1) Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)

2) Sistem resep perorangan

3) Sistem unit dosis

4) Sistem kombinasi

g) Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai bila:

1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu

2) Telah kadaluwarsa

3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan

atau kepentingan ilmu pengetahuan

4) Dicabut izin edarnya.

h) Pengendalian

Pengendalian dilakukan oleh IFRS bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan

Terapi di Rumah Sakit terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Tujuannya adalah untuk

memastikan bahwa penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit dan

sesuai dengan diagnosis dan terapi, serta memastikan persediaan yang efektif dan

efisien. Cara mengendalikan persediaan adalah melakukan evaluasi terhadap

persediaan yang jarang digunakan (slow moving), persediaan yang tidak digunakan
22

dalam waktu 3 bulan berturut-turut (death stock), dan stok opname yang dilakukan

secara periodik dan berkala.

i) Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk

memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri

dari pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan, dan administrasi penghapusan.

j) Manajemen Risiko Pengelolaan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

Manajemen risiko merupakan aktifitas pelayanan kefarmasian yang dilakukan

untuk identifikasi, evaluasi dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada

pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu

organisasi.

2. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan

apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan

pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Pelayanan farmasi klinik di Instalasi

Farmasi, meliputi:(2)

a) Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian

resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.


23

Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya

kesalahan pemberian obat (medication error).

b) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan

informasi mengenai seluruh obat/ sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/ pencatatan penggunaan obat pasien.

c) Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan

obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya

kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan

dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada

pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan,

serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan

sebaliknya.

d) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian

informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan

komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada:

1) Dokter

2) Apoteker

3) Perawat
24

4) Profesi kesehatan lainnya serta

5) Pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.

e) Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi

obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk

pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan

atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian

konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau keluarga terhadap

apoteker.

f) Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi

klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi

obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional,

dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan

lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas

permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang biasa disebut

dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)

g) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan

untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


25

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap

respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping

obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja

farmakologi.

i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat

yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

j) Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi

petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan

pemberian obat.

k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil

pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena

indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. PKOD

bertujuan:

1. Mengetahui kadar obat dalam darah.

2. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

II.1.9 CSSD (Central Sterilisation Supply Departement)

Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah

resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan
26

dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial atau yang disebut

dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan

tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi rumah sakit. Pusat Sterilisasi merupakan

salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya

menekan kejadian infeksi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, Pusat Sterilisasi

sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang

medik, maupun instalasi antara lain perlengkapan rumah tangga, pemeliharaan sarana rumah

sakit, sanitasi dan lain-lain.(5)

II.1.9.1 Tujuan Pusat Sterilisasi

a) Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah

terjadinya infeksi.

b) Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi

infeksi nosokomial.

c) Efisiensi tenaga medis / paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan

terhadap pasien.

d) Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.

II.1.9.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi

Tanggung jawab Pusat Sterilisasi bervariasi tergantung dari besar kecilnya

rumah sakit, struktur organisasi dan proses sterilisasi. Tugas utama Pusat

Sterilisasi adalah:(5)

a) Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.

b) Melakukan proses sterilisasi alat / bahan.


27

c) Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar operasi

maupun ruangan lainnya.

d) Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta

bermutu.

e) Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien.

f) Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.

g) Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi

sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.

h) Melakukan penelitian terahadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan

pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial di

rumah sakit.

i) Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi.

j) Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi baik

yang bersifat intern maupun ekstern.

k) Mengevaluasi hasil sterilisasi.

II.1.9.3 Aktivitas Fungsional Pusat Sterilisasi


Alur aktivitas fungsional dari Pusat Sterilisasi secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut:(5)

a) Pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di ruang perawatan.

b) Pembersihan Semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik sebelum

dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.

c) Pengeringan dilakukan sampai kering.


28

d) Inspeksi dan pengemasan setiap alat bongkar pasang harus diperiksa kelengkapannya,

sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas maksimumya.

e) Memberi label setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari

kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses sterilisasi.

f) Membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang kemudian akan disterilkan.

g) Sterilisasi sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih.

h) Penyimpanan harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang

baik.

i) Distribusi dapat dilakukan sebagai sistem distribusi sesuai dengan rumah sakit masing-

masing.

Untuk melaksanakan aktivitas tersebut diatas dengan lancar dan baik sesuai dengan

tujuan Pusat Sterilisasi maka diperlukan kontrol dan pemeliharaan yang teratur terhadap

mesin/alat sterilisasi.

II.1.9.4 Prinsip Dasar Operasional

a) Setiap rumah sakit harus memiliki pusat sterilisasi mandiri yang mampu memberikan

pelayanan sterilisasi di rumah sakit dengan baik.

b) Memberikan pelayanan sterilisasi bahan dan alat medik untuk kebutuhan unit-unit di

rumah sakit selama 24 jam.

II.1.10 Limbah Rumah Sakit

Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit

dalam bentuk padat, cair dan gas. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan Rumah Sakit dapat
29

membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan baik bagi pasien, karyawan, pengunjung

maupun masyarakat sekitar Rumah Sakit. Limbah Rumah Sakit tebagi dalam dua jenis yaitu:(7)

1. Limbah medis

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, bahan-bahan

yang beracun, infeksius, atau bahan yang berbahaya. Berdasarkan potensi bahaya yang

terkandung, maka jenis limbah medis dapat digolongkan sebagai berikut:(7)

a) Limbah benda tajam adalah limbah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,

ujung atau bagian yang menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Benda

tajam yang terbuang berpotensi terkontaminasi darah, cairan atau bahan yang

berbahaya, beracun dan infeksius.

b) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari isolasi penyakit menular, limbah

laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dan ruang isolasi

penyakit menular.

c) Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama

peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.

d) Limbah farmasi adalah limbah yang berasal dari obat kadaluarsa, obat yang terbuang

dan obat yang tidak diperlukan lagi serta limbah yang dihasilkan selama produksi obat-

obatan.

e) Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal

dari penggunaan medis.

2. Limbah non medis


30

Limbah non medis Rumah Sakit digolongkan berdasarkan unit penghasil dan kegunaan

desain pembuangan. Pengertian sampah menurut sifatnya yaitu:(7)

a) Sampah: sebagai bahan tidak berguna atau bahan yang terbuang.

b) Refuse: sampah padat yang meliputi garbage, rubbish, ash, dan bangkai binatang.

c) Garbage: sampah mudah busuk dari makanan.

d) Rubbish: sampah yang tidak mudah membusuk.

e) Abu: residu dari hasil pembakaran.

f) Sampah biologi: sampah yang langsung dihasilkan dari diagnosa dan tindakan terhadap

pasien.

Anda mungkin juga menyukai