a. Krisis pendidikan di Indonesia Sekolah sebagai salah satu tripusat pendidikan merupakan sarana yang sengaja diciptakan oleh manusia untuk mengemban tugas memanusiakan manusia. Sekolah ini terletak dan berada di dalam lingkungan masyarakat yang menghendaki keberadaanya. Semakin tinggi pola pikiran masyarakat maka semakin sentral dan penting peran sekolah dalam masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut merupakan wadah penyiapan generasi muda di dalam masyarakat tersebut. Semakin mantap sekolahnya semakin mantap pula generasi mudanya. Di tanah air, keberadaan sekolah kita sampai saat ini masih menuai kritikan akan keberadaan, proses, maupun terhadap para guru dan tenaga kependidikan. Kulminasi dari kritikan terhadap dunia pendidikan terjadi karena adanya kesenjangan atau kekontradiktifan antara tingkat pendidikan seseorang dengan perilakunya dalam kehidupan nyata. Dalam bukunya yang bertajuk Filsafat Pendidikan, Profesor Suparlan Suhartono (guru besar di Universitas Negeri Makassar) secara tegas mengatakan hal tersebut. Berikut kutipan singkatnya: “para politisi bukan lagi memperjuangkan aspirasi rakyat melainkan memperjuangkan aspirasi konglomerat. Para penegak hukum tidak berorientasi pada keadilan dan keberadaban tetapi justru kebiadaban. Penyelenggara pendidikan sudah tidak peduli lagi terhadap pengembangan bakat, tetapi lebih tertarik pada urusan pangkat. Para penyelenggara kesehatan tidak mendidik untuk hidup sehat tetapi justru sibuk dengan pemasaran obat”. Sekiranya problema pendidikan (perbedaan kesenjangan antara tingkat pendidikan dengan perilaku kehidupan) yang telah dibeberkan di atas adalah kenyataan. Tidak perlu kita meminta bukti, lembaran koruptor yang mulai terbuka perhalaman merupakan salah satu santapan tidak sedap dari dapur pendidikan yang dinikmati bangsa Indonesia saat ini. Lalu muncul pertanyaan bagaimana seharunya pendidikan kita diselenggarakan?.Sebagai pemerhati pendidikan bangsa, guru Indonesia yang tinggal di pedalaman berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia belum merata dan menyeluruh. Hal ini dapat kita amati perkembangan pendidikan di Indonesia bagian Tengah dan Timur. Di wilayah tersebut banyak anak usia sekolah yang terlantar dan tidak sekolah. Banyak sekolah yang gurunya hanya satu atau dua orang sedangkan kelas belajar ada 6 lokal. Memang sangat ironis jika kita amati secara cermat ibaratnya tikus mati di lumbung padi. Tulisan ini merupakan sebuah permenungan dan opini sederhana tentang pendidikan sekolah (sekolah dasar dan sekolah menengah) diselenggarakan semestinya. Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam, tetapi kenyataanya anak bangsa dan rakyatnya masih banyak yang putus sekolah bahkan tidak sekolah. Sebagai bahan perbandingan mari kita lirik sekolah- sekolah di perbatasan Kalimantan dan Irian Jaya. Kedua Pulau ini sungguh memberikan kontribusi kepada negara yakni sumber daya alamnya. Tapi dari segi pelayan pendidikan belum secara adil dirasakan penduduk dan anak bangsa yang menghuni kedua pulau ini. Kedua pulau ini juga kita rasakan hanya imbas dari para konglomerat bangsa yakni kemelaratan dan kebodohan.Pada hal menurut berbagai pandangan pakar sosiolog Metropolitan dan dunia pendidikan dalam dialog diberbagai media elektronik mereka mengatakan bahwa Bangsa yang maju adalah bangsa yang sumber daya manusianya diperhatikan oleh Negara. Negara yang jaya adalah Negara yang rakyatnya mengalami keadilan dan pemerataan dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan rakyat yang sejahtera adalah masyakat yang mengalami kemudahan dalam pelayanan dari Pemimpin bangsa. Dan bangsa yang kuat adalah bangsa yang selalu memajukan lembaga pendidikan di Negaranya. Dengan demikian maka peran dunia pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai terbuka dan demokratis. Oleh karena itu menurut hemat kami bahwa pembaharuan pendidikan harus dimulai dan dilakukan dari pendidikan lokal, nasional baru menuju Internasional. Dan kemajuan pendidikan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan sistem yang baik, terkoordinasi dan evaluasi secara terus-menerus serta adanya pemerataan pelayanan pendidikan secara menyeluruh mulai dari daerah perkotaan hingga ke pelosok pedesaan, pedalaman dan perbatasan.Selain guru juga pelayanan pendidikan bagi anak bangsa belum menyentuh anak pinggiran, anak jalanan, anak kolong dan anak pedalaman yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Contohnya bangunan sekolah di kota bentuknya Permanen dan bertingkat sedangkan bangunan sekolah di pedesaan masih dari kayu dan bambu yang berlantai tanah. Dan apalagi saat ini mulai berlomba-lomba membangun Sekolah Berstandar Nasional . Hemat kami Sistem Pendidikan Nasional harus secara utuh, menyeluruh dan dapat menyentuh masyarakat kecil di pedesaan. Sehingga dengan demikian dapat mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia secara menyeluruh dan bukan hanya berpusat di daerah perkotaan saja.Kalau diamati dan ditinjau secara baik, maka sesungguhnya pendidikan saat ini belum adil, menyeluruh dan merata secara Nasional. Sebagai bahan perbandingan dapatlah kita telusuri dari hasil test atau ujian baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Menurut catatan Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP dalam Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk,”peringkat HDI (Human Development Index) sumber daya manusia berada dalam urutan 112. Menurut Third Matemathics and Sciense Study (TIMSS) melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP di Indonesia berada diurutan 34 dari 38 negara, sedangkan dalam bidang IPA berada dalam urutan 32 dari 38 negara yang disurvei” (hal-1). Untuk itu pembaharuan pendidikan merupakan tuntutan utama. Pembaharuan pendidikan menurut Depdiknas (2006) yang sering mendapat sorotan adalah “ Pembaharuan dalam bidang kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan metodologi pembelajaran, dalam rangka menuju tercapainya tujuan pembelajaran yaitu siswa memiliki pengetahuan (logos), menghayati pengetahuan (etos) dan mengaktualisasi atau mengamalkan pengetahuannya (patos)” (hal-21).Setiap peserta didik yang memiliki logos, etos dan patos yang sesuai dengan tuntutan zaman digolongkan sebagai peserta didik yang memiliki prestasi belajar. Karena Prestasi belajar hanya diperoleh dari motivasi dari setiap peserta didik untuk menumbuhkan minat belajar yang harus ditumbuh kembangkan sejak dari Pendidikan Dasar, sehingga akan tertanam dalam diri setiap peserta didik. Berprestasi merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga terapan ilmunya akan bermanfaat dan dinikmati bagi orang banyak baik masyakat kota maupun masyakat pedesaan. Berdasarkan pengamatan dan atau pengalaman lapangan bahwa“Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari sebagai pengetahuan dapat dipergunakan atau diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Peserta didik mengalami kesulitan memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa alami dan terima dalam pembelajaran yaitu menggunakan sesuatu ilmu yang abstrak dan ceramah. Sesungguhnya peserta didik baik di desa maupun di kota harus dituntun untuk memahami konsep yang berhubungan dengan dunia kerja dan lingkungan alam serta masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. Faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi adalah rendahnya motivasi atau minat belajar siswa untuk berprestasi “. Faktor yang juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa di sekolah adalah lingkungan keluarga yang tidak menumbuhkan motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi sungguh berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, akan mempengaruhi peningkatkan minat belajar siswa di sekolah. Jika minat belajar siswa dapat ditingkatkan, maka kualitas peserta didik yang diharapkan akan terwujud dalam berbagai prestasi belajar siswa.Strategi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi hambatan bagi para guru di sekolah karena faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi minat belajar setiap peserta didik. Dalam sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan dilalui melalui dua jalur yakni pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah seperti kursus-kursus luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, dimulai dari sekolah dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan sekolah diselanggarakan untuk memberi bekal dasar untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar. b. Tujuan Pendidikan dan Pentingnya Pemahaman Tujuan Pendidikan Secara umum tujuan pendidikan dimuat dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II Pasal 3, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab”. Tujuan pendidikan nasional ini memang terasa abstrak dibandingkan dengan tujuan institusional, tujuan kurikuller, dan tujuan pembelajaran yang lebih terperinci dan kongkrit. Namun perlu dicermati dan dipahami bahwa tujuan nasional ini bersifat seperti induk yang menurunkan tujuan-tujuan berikutnya. Artinya dalam hierarki tujuan pendidikan kesemuanya harus mengacu pada tujuan nasional pendidikan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui dan memahami tujuan nasional secara benar dan tepat. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran atau penyelenggaraan pendidikan bertitik tolak dan bermuara pada tujuan nasional tersebut. Jika kita mencermati, hampir seluruh isi tujuan nasional ini menuntut atau memuat point-point domain afektif sebagai hasil belajar yang utama. Ini yang masih kurang dipahami oleh para guru. Tidak heran kalau sekolah-sekolah hanya mampu menciptakan ladang kognitif/pengatahuan yang gersang pada otak anak tanpa adanya penanaman nilai-nilai kehidupan. Alhasil berdampak buruk bagi kehidupan karena lahir orang-orang pintar tetapi tidak cerdas yang tak berbudi. Mata pelajaran agama misalnya yang sebenarnya berupaya untuk menanamkan nilai-nilai moral kehidupan beralih pada penanaman pengatahuan agama. Pendidikan kewarganegaraan bukan menjalankan misi utamanya membudayakan nilai-nilai budaya lokal pancasila tetapi hanya sebatas pada penanaman pengatahuan kewarganegaraan. Coba saja tanyakan pada anak SD “apakah perbuatan mencuri itu baik atau buruk?” semuanya pasti akan menjawab “buruk” tetapi tidak semua anak yang mengatakan buruk itu dengan serta merta tidak mencuri. Terlalu gampang untuk mengetahui pengatahuan tetapi tidak mudah untuk menerapkanya. c. Kesalahan Proses Pendidikan dan Upaya Perbaikanya Pertama sekali yang mesti kita sepakati adalah para guru memiliki tugas utamanya yakni membelajarkan siswa (membuat siswa belajar) bukan sekedar memberi pelajaran, artinya membuat peserta didik mengalami proses pendidikan secara langsung. Hampir pasti salah satu penyebab utama gagalnya sekolah menghasilkan anak didik yang berbudi (cerdas) adalah karena kesalahan dalam proses pendidikan (pembelajaran). Kebanyakan para guru di lapangan tidak melaksanakan tugas utamanya secara tepat. Yang semestinya membuat siswa belajar malah sebaliknya gurunya yang sibuk belajar.Hadirnya Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), PAKEM, PKP, Kurikullum KTSP dan yang baru sekarang kurikullum 2013 dan berbagai macam kecenderungan-kecenderungan mutakhir dalam bidang pendidikan yang menekankan pada keterlibatan siswa masih banyak yang salah diterjemahkan oleh para penyelenggara pendidikan. Banyak guru yang mengartikannya sebagai kegiatan diskusi kelompok, kerja kelompok dan kegiatan-kigiatan yang menekankan pada keaktifan siswa tanpa adanya keaktifan guru secara langsung di dalamnya. Inilah kekeliruan lainya dalam lingkungan pendidikan khususnya kegiatan pembelajaran. Semestinya disadari bahwa semakin tinggi keaktifan siswa menuntut tingginya keaktifan guru dalam mengaktifkan siswanya. Artinya anak didik tidak akan aktif secara baik kalau gurunya tidak aktif, bukan hanya sekedar memberikan tema diskusi kemudian gurunya tinggal diam, mengurusi urusan lain, baca koran, ngobrol dengan sesama guru, pergi belanja di pasar, pergi makan bakso, dan kegiatan lainya yang sama sekali tidak membantu pengembangan potensi anak didik.Melalui keaktifan atau keterlibatan langsung dalam proses pembelajaran terbuka berbagai kesempatan untuk menghayati nilai-nilai yang perlu. Siswa dapat mengalami kedisiplinan dalam perbuatan, berbicara, kemandirian, keyakinan, ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, penghargaan terhadap waktu, penghargaan terhadap kerja, kegairaan belajar, kedisiplinan, kesetiakawanan sosial, semangat kebangsaan, dan masih banyak yang lainya tergantung pada kompetensi guru yang membelajarkan siswa. Mari kita semua maju bersama dalam mencerdaskan anak bangsa dan semoga pendidikan kita bisa bangkit dan jaya. 2. Ancaman malpraktek dan kriminalisasi guru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Malapraktik ternyata tak hanya terjadi di dunia kedokteran. Di dunia pendidikan, kasus malapraktik pun banyak ditemukan terutama pada kelas pemula di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD), yakni kelas 1, 2 dan 3. ” Siswa malas belajar, menjadi pasif, dan takut terhadap jenis mata pelajaran tertentu, serta prestasi siswa tidak optimal, ini bisa jadi indikasi malapraktik. Padahal, saat di TK siswa-siswa itu kreatif,”. indikasi demikian banyak ditemukan pada anak didik. Namun tidak banyak guru yang menyadari bahwa apa yang terjadi pada siswa tersebut sebenarnya merupakan bentuk malapraktik dalam dunia pendidikan. Malapraktik ini, dapat terjadi akibat beberapa hal. ”Di antaranya guru kurang memahami latar belakang dan bakat siswa serta perbedaan budaya antara guru dengan lingkungan sekolah, guru dalam melaksanakan tuganya tidak sesuai atau tdk memenuhi Standar Proses, Standar Penilaian, Standar isi dan SKL dalam pembelajaran di kelas”. Idealnya Guru dalam melaksanakan tugasnya (mengagar, melatih, mendidik) ratusan anak dalam sehari adalah untuk menyelamat manusia dari kebodohan, dan tdk berkarakter baik. Bayangkan saja bila manusia dalam kebodohan dan tdk “berkarakter baik” di negra indonesia ini akibat malpraktek dalam dunia pendidikan, apa yang terjadi? . Jika kita amati lebih dalam, bentuk-bentuk malpraktik dalam dunia pendidikan, sesungguhnya tidak hanya terjadi di lingkungan SD saja, pada jenjang pendidikan di atasnya pun tampaknya masih dapat ditemukan berbagai bentuk tindakan malpraktik yang dilakukan oleh para pendidik, baik pada tingkat SLTP, SLTA, bahkan Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kearifan dari para guru yang memegang siswa-siswa kelas bawah ini. Dalam hal ini, pemenuhan persyaratan kompetensi sebagai guru SD tampaknya menjadi mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Berbekal kompetensi yang memadai inilah diharapkan tidak tejadi lagi aneka bentuk malpraktik atau maltreatment dalam pendidikan. Merujuk pada istilah malpraktek di bidang kedokteraan Menurut Coughlin’s Dictionary Of Law , “bahwa malpraktek di bidang pendidikan bisa diakibatkan karena sikap kurang kehati-hatian seorang guru didalam pelaksanakan kewajiban professional,misalnya guru dlam mengajar di kelas harus sesuai standat proses. Guru menilai kompetensi siswa harus mengacu pada standar penilaian. Guru mebuat persiapa pembeajaran harus mengacu pada standar isi. Dan lain sebagainya. Pengaduan Kasus malpraktik dalam dunia pendidikn memang belum marak seperti kasus malpraktek di dunia kedokteran.Namun tidak menutup kemungkinan di era informasi dan globalisasi tanpa batas sekarang ini akan meluas ke dunia pendidikan .Maraknya orang tua melakukan tindakan kekerasan trhadap guru, atau banyaknya siswa melawan guru adalah suatu pertanda karena meraka merasa tindakan yg diambil guru menurut pemahaman mereka merupakan tindakan guru tenaga profesional yang bertentangan dengan SOP, kode etik, dan undang-undang yang berlaku, yang mengakibatkan sakit secara fisik pada dirinya. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu “sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi guru ditambah dengan sikap altruis (rela berbgi ikhlas mendidik untuk anak bangsa). Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme tersebut dapat terwujud. Untuk menyelamatkan siswa dari malapraktik di masa-masa yang akan datang , maka satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh pemerintah adalah “menempatkan posisi profesi Guru di atas dan atau sama dengan profesi Dokter. Sebagaimana salah satu hasil Studi penulis yang tergabung dalam Tim 12 PTK Prestasi Nasional + 3 Pendamping dari Kemdikbud RI ke beberapa negara di eropa, seperti Rusia, Swedia dan Finlandia thn 2014 sudah menempatkan profesi guru pada level teratas dalam hal ini di atas profesi profesi dokter. Karena profesi guru yang tidak kompotensi atau tdk profesional dikhawatirkan akan beresiko tinggi terhadap keselamatan bangsa dan negara.Oleh karena demikian Standarisasi guru harus dimuali dari awal seleksi masuk mahasiswa calon guru di LPTK maupun di FKIP tdk terkecuali negeri maupun swasta dipeketat dengan standar tinggi.maka akan tercetatak guru guru hebat, kepala sekolah hebat, pengawas hebat , juga mendikbud di angkat dari guru dan atau pengawas hebat, sebagaimana yg dilakukan oleh negara negara tersebut. Akhirnya dunia pendidikan akan Hebat. Karena sesuatu yg biasa, jika diserahkan pada ahlinya maka menjadi luar biasa (Om Won). Hasil studi di atas sejalan dengan pemikiran Dr.Mayong Maman Salah seorang dosen senior Fakultas Bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam diskusi online di Fb:Suaidin Dompu tentang Judul di atas beliau menanggapi “Kalau melihat hasil UKG yang masih rendah saat ini, apakah pemerintah tertarik utk menaikkan tunjangan guru setara dengan tunjangan dokter? Untuk memulai perbaikan kualitas guru, perlu diawali dengan seleksi calon guru yang bermutu dan yang berbibit unggul. Pemantauan dilakukan sejak di TK sampai di SMA. Siswa SMA/SMK/MA yang dipilih untuk calon guru hanya lima terbaik di setiap kelas. Lima terbaik seluruh Indonesia inilah diuji kompetensinya yang meliputi tes IQ/EQ, akhlak agama, bidang studi, sikap, bakat, fisik, dan minat keguruannya. Pemerintah perlu membentuk tim khusus untuk seleksi calon guru ini. Siapkah pemerintah utk hal ikhwal ini? Untuk mengantisipasi terjadinya malapraktik sebenarnya pemerintah telah menerapkan uji coba program induksi untuk guru pemula (setelah guru lulus CPNS) pada enam kabupaten percontohan yakni Sumedang, Bantul, Pasuruan, Padang, Banjarbaru, dan Minahasa Utara.Pogram induksi adalah semacam orientasi bagi guru pemula ( CPNS) untuk mengenal dan memahami tugas-tugasnya sebagai pendidik, dengan mengedepankan pengenalan lingkungan dan siswa yang akan dihadapi.Program yang akan diterapkan selama setahun tersebut bakal melibatkan kepala sekolah maupun guru senior untuk menjadi mentor saat guru pemula melakukan tugas pengajaran di kelas untuk menghindari malpraktek tersebut. ”Jika dalam evaluasi ternyata guru yang bersangkutan tidak layak mengajar, maka ia tidak bisa dipaksakan menjadi guru. Ia bisa saja dialihkan ke tugas lain seperti administrasi atau petugas perpustakaan,” Program induksi ini untuk sementara hanya diberlakukan pada guru-guru pemula. Pertimbangannya, selain keterbatasan dana, umumnya guru pemula belum banyak mengenal lapangan serta standar Nasional Pendidikan seperti diuraikan di atas.. Namun, belum bisa dipastikan kapan program induksi ini bakal diterapkan secara menyeluruh di indonesia. Jika standarisasi guru tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah maka kedepan sangat wajat berdasarkan logika dan kajian ilmiah sederhana di atas , pemerintah indonesia saatnya harus menyamakan besaran tunjangan Dokter dan tunjangan guru. Mengapa demikian?. Kita ketahui bahwa Tunjangan dokter itu tinggi karena menyangkut pekerjaan menyelamatkan nyawa manusia dan memperkecil terjadinya MalPraktek` Sedangkan guru dalam melaksanakan tugasnya mengagar, mendidik, melatih ratusan anak dalam sehari adalah juga untuk menyelamat manusia dari kebodohan, dan tdk berkarakter baik. Bayangkan saja bila manusia dalam “kebodohan” dan “tdk berkarakter baik” di negra indonesia ini, apa yang terjadi?. Namun ancaman malpraktek dan kriminalisasi guru dalam dunia pendidikan di indonesia di era globalisasi saat ini tidak menutup kemungkinan akan bernasib sama dengan ancaman malpraktek yang di alami oleh Dokter dewasa ini. Kriminalisasi terhadap dokter akibat tuntutan malpraktek tanpa disadari akan berdampak sangat luas terhadap pelayanan dokter terhadap pasien di Indonesia. Paling dirugikan nantinya adalah masyarakat miskin dan masyarakat daerah terpencil. Salah satunya dokter akan menerapkan Defensive medicine atau praktek kedokteran defensif. Defensive medicine juga disebut pengambilan keputusan praktek kedokteran defensif, mengacu pada praktek dokter merekomendasikan tes diagnostik atau pengobatan yang belum tentu pilihan terbaik bagi pasien dan sesuai dengan indikasi medis. Tapi praktek kedokteran defensif merupakan pilihan utama untuk melindungi dokter terhadap gugatan pasien sebagai potensi penggugat dan vonis hakim terhadap malpraktek dokter. Hal senada akan terjadi pada profesi guru, maraknya kriminalisasi terhadap guru yang dilapori orang tua siswa ke polisi tidak sedikit yang berujung ke “jeruji besi” belum lgi tindakan brutal orang tua murid memukul guru sampai babak belur di lingkungan sekolah karena menghukum siswa yang tidak disiplin menlanggar tata tertin sekolah yang belum tentu merupakan tindakan malpraktek. Akibatnya tanpa disadari juga berdampak sangat luas terhadap lemahnya pelayanan pendidikan di sekolah. Yang Paling dirugikan nantinya adalah murid yang nakal dan sulit di atur di sekolah yag memerlukan pelayanan pendidikan standar oleh guru Bimbingan Konseling tidak mendapatkan layanan pendidikan yang maksimal . Salah satunya guru akan menerapkan pola pembiaran atau hanya teguran tanpa tindakan yang belum tentu sesuai dengan masalah siswa. Tapi pola teguran tanpa tindakan adalah merupakan pilihan utama untuk melindungi guru terhadap gugatan malpraktek oleh orang tua. Mengingatnya beratnya resiko tugas profesional guru dan Dokter selayaknya pemerintah indonesia perlu memikirkan kedepan untuk menyamakan besaran Tunjangan Dokter dan tunjangan guru. Untuk melindungi guru dari ancaman malpraktek dan profesionalime guru di sekolah dapat berjalan sesuai standar ideal yang telah di tetapkan oleh pemerintah, maka dalam penyusunan KTSP melibatkan Wakil orang tua murid, Wakil Siswa (OSIS) dan pengawas sekolah membahas aspek-aspek disiplin yang menjadi tata tertib sekolah termasuk di dalamnya aspek pengawasan yang sifatnya lebih keras dan tegas (hard and coherent).di cantukman dalam kurikulum sekolah Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan tegas karena adanya tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran berat. Pihak sekolah bersama Tim sepakat untuk menerapkan disiplin untuk ditaati bersama., yaitu : disiplin preventif dan disiplin korektif (Sondang P. Siagaan, 1996). Disiplin preventif adalah tindakan yang mendorong para Tim (Pihak Sekolah dalam hal ini guru, orang tua siswa, dan siswa) untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan prilaku yang diinginkan dari setiap anggota Tim , untuk mencegah jangan sampai berperilaku negatif. Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya. Para guru, siswa, dan orang tua siswa perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif. guru, siswa, dan orang tua siswa didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan- ketentuan yang berlaku umum. Disiplin korektif diberlakukan sebagai upaya penerapan disiplin kepada guru dan atau siswa yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi secara bertahap. Tindakan sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat yaitu: (1) peringatan lisan (oral warning), (2) peringatan tulisan (written warning), (3) disiplin pemberhentian sementara /Skorsing (discipline layoff), dan (4) pemecatan (discharge) dikelurkan dari sekolah dengan tidak hormat. Di samping itu, dalam pemberian sanksi korektif seyogyanya memperhatikan tiga hal berikut: (1) Siswa yang diberikan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya; (2) kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri dan (3) dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar” (exit interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain, mengapa pihak sekolah terpaksa mengambil tindakan sekeras itu. Untuk itu, dalam penerapan sanksi korektif hendaknya hati-hati jangan sampai merusak kepribadian dan mental siswa maupun suasana sekolah secara keseluruhan. Dalam pemberian sanksi korektif harus mengikuti prosedur yang benar sehingga tidak berdampak negatif terhadap karakter siswa. Pengaruh negatif atas penerapan tindakan sanksi korektif yang tidak benar akan berpengaruh terhadap kewibawaan manajerial sekolah yang akan jadi menurun. Dua Permaslahan Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Di Indonesia
Di susun Oleh
Nama : Husain Rahmat
Nim : C01419046 Kelas : A Keperawatan 2019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH GORONTALO 2019