Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah individu yang mempunyai sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut
adalah sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem pencernaan, sistem
muskuloskeletal, sistem persyarafan, sistem perkemihan, dan sistem-sistem yang lainnya.
Keseimbangan antara semua sistem diatas itulah yang menyebabkan manusia dikatakan
sehat secara jasmani. Semua sistem tesebut melibatkan organ-organ dalam menjalankan
tugasnya, seperti sistem perkemihan yang melibatkan organ ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra.
Ginjal merupakan bagian utama dari saluran kemih yang terdiri dari organ-organ
tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urin) ke luar tubuh.
Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu infeksi
ginjal. Infeksi saluran kemih adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran
kemih. (Enggram, Barbara, 1998). Infeksi ginjal atau piolenefritis merupakan infeksi
bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut
biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis
akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis
kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436). Gejala
pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil,
nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu, beberapa penderita
menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan
nyeri ketika berkemih.
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per tahun per
10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan wanita muda
paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas seksual. Bayi dan orang
tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan anatomi dan status hormonal.
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan anak-anak muda dibandingkan
dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa (Indra, 2011).

1
Penyakit infeksi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan,
khususnya pada orang-orang yang paling rentan terhadap penyakit ini: mereka yang
berusia sangat muda, orang lanjut usia, orang dengan tanggap imun yang lemah, dan kaum
papa. Patogenesis penyakit infeksi bergantung pada hubungan antara manusia sebagai
tuan rumah, agen infeksi, dan lingkungan luar. Agen infeksi dapat bersifat eksogen
(normalnya tidak ditemukan di tubuh) atau endogen (mikroba yang secara rutin dapat
dibiak dari suatu bagian anatomis tertentu tetapi dalam keadaan normal tidak
menyebabkan penyakit pada tuan rumah). Infeksi terjadi ketika suatu agen eksogen masuk
ke dalam tuan rumah dari lingkungan atau ketika suatu agen endogen mengalahkan
imunitas bawaan tuan rumah dan menyebabkan penyakit (Mcphee, 2010). Insiden ISK
pasca transplantasi bervariasi dari 35%-79%. (Tolkof et all.,) melaporkan angka kejadian
ISK pasca transplantasi 30-40%. Kuman gran negatif paling sering adalah E.Coli 33%.
(Mhy dan Manuputty, 2012).
ISK dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada
anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut akan tetapi dari kedua jenis kelamin,
ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-15%.
ISK dinyatakan apabila ditemukan bakteri di dalam urine, mikroorganisme yang paling
sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah jenis aerob. Pada saluran kemih yang
normal tidak dihuni oleh bakteri aerob atau mikroba yang lain, karena itu urin dalam
ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah teutama pada
wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di bagian yang mendekati
kandung kemih. E.Coli menduduki presentasi biakan paling tinggi yaitu sekitar 50-90%.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa tertarik untuk mengangkat
permasalahan dan mengajukannya dalam bentuk makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Sistem Perkemihan Pada Klien Ny.N (46 Tahun) Dengan Diagnosa Pielonefritis
Di Ruang Peerawatan IV Rumah Sakit Umum Pakuwon Sumedang”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara langsung dan
komprehensif kepada Klien Ny.N dengan Pielonefritis yang meliputi aspek bio, psiko,
sosial dan spiritual berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan pendekatan proses
keperawatan guna memenuhi kebutuhan dasar klien.

2
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran proses pengkajian yang dimulai dari tahap pengumpulan
data dan analisa data dengan melihat aspek bio, psiko, sosial dan spiritual pada
Klien Ny.N dengan Pielonefritis.
b. Memberikan gambaran diagnosa keperawatan pada Klien Ny.N dengan
Pielonefritis.
c. Memberikan gambaran dalam perencanaan keperawatan berdasarkan
permasalahan pada. Klien Ny.N dengan Pielonefritis.
d. Memberikan gambaran dalam pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan
perencanaan pada Klien Ny.N dengan Pielonefritis.
e. Memberikan gambaran tentang evaluasi dari asuhan keperawatan yang
dilaksanakan pada Klien Ny.N dengan Pielonefritis.
f. Mendapatkan gambaran pendokumentasian asuhan keperawatan pada Klien Ny.N
dengan Pielonefritis.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini diharapkan berguna bagi :
1. Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan serta dapat dijadikan
bahan pertimbangan guna perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan pada
klien Pielonefritis selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pelaksanaan
asuhan keperawatan.
2. Klien dan Keluarga
Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang pielonefritis terutama tentang cara
pencegahan dan penanggulangannya.
3. Penulis
Menjadi lebih tahu bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
pielonefritis.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I pendahuluan: menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan studi kasus,
manfaat penulisan, sistematika penulisan.
Bab II tinjauan teori: menguraikan tentang konsep dasar pielonefritis, konsep asuhan
keperawatan pielonefritis.

3
Bab III tinjauan kasus dan pembahasan: menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan pielonefritis meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
evaluasi, catatan perkembangan.
Bab IV kesimpulan dan rekomendasi: terdiri dari kesimpulan yang dapat diambil setelah
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dan saran yang ditujukan untuk rumah sakit,
pasien dan keluarga.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Pielonefritis


1. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah ditemukannya bakteri pada urin di kandung
kemih, yang umumnya steril. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus
Infection (UTI) adalah suatu keadaan infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
(Agus Tessy, 2001). Infeksi saluran kemih adalah suatu keadaan adanya infeksi
bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah
satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling
umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter
dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi
urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya,
kehamilan, atau gangguan metabolik.
a. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang berulang terjadi dua
minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah
ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas
dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar
disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal
dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi (Indra, 2011).

5
Pielonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui.
Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih
sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra)
lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan
vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke
ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di
atas 40 tahun. Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit
ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karenafaktor
lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pielonefritis kronis dapat merusak
jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya
parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. ginjal
pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang
berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
2. Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per tahun
per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan wanita
muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas seksual. Bayi
dan orang tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan anatomi dan status
hormonal. Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan anak-anak muda
dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa (Indra, 2011).
3. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 50% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari
50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang juga turut serta dapat
mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella, golongan Streptokokus. Infeksi
biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran
kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang
akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke
kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu

6
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa
dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang
meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. Kehamilan
b. Kencing manis
c. Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk
melawan infeksi.
4. Tanda dan gejala
Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa
demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu,
beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya
sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat
yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk
dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan
demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama,
seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih
dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada
akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut dan pielonefritis
kronis.
a. Pielonefritis akut
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri panggul
4. Nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)&
5. Lekositosis
6. Adanya bakteri dan sel darah putih pada urin

7
7. Disuria
8. Biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
1. Tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
2. Keletihan
3. Sakit kepala
4. Nafsu makan rendah
5. Poliuria
6. Haus yang berlebihan
7. Kehilangan berat badan
8. Infeksi yang menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal
ginjal pada akhirnya.
5. Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh
yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung
kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih
dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk
koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat
disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah
menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang
mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak
faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urin
dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor
predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda
asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada sel uroepitelial, dapat
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan
peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi
bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2011).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi
sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti

8
pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada
permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan
tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks
intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan
spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)
atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika
urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat
terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat
infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis
akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak,
infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal
dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator
toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring)
(Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak
lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal
juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosisdan scarring.
Pielonefritis kronis muncul setelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal
mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi
nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
6. Komplikasi dan Prognosis
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area
medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papilla ginjal, terutama pada
penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat
sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks
mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke
dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.Komplikasi pielonefritis kronis
mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron

9
akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu
ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan
terbentuknya batu).
a. Pielonefritis akut prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan
penyembuhan klinis maupun bakteriologis terhadap antibiotic.
b. Pielonefritis kronis bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan kedua
ginjal telah menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh.
7. Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500
mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4-6 minggu,
dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil
diatasi.
b. Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari
depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri
feces.Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith
tahun 2007:
1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimicrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau
tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro)selama 14 hari.
2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa
nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat
farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutynin
(Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine).
3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal
secara progresif.

10
8. Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongan kandung kemih
serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak
masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan kateter harus
diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.

11
9. Pathway Pielpnefritis
Kandung kemih terisi secara progresif Feses yang mengandung bakteri E-Coli
Etiologi: microba, Chlamydia, microplasma
(melalui hubungan seks)
Terisi sampai 250 ml
Menempel pada perineum
Personal hygiene buruk (bilas
Ambang batas tepenuhi dari balik ke depan)
Masuk ke uretra

Etiologi: wanita (uretra) pendek


Refles miksi (berkemih)
Melekat dimukosa uretra
Diare

Menempel pada sel epitel uretra


Merangsang medula Merangsang dengan perantaraan fimbriae
spinalis 2 & 4 korteks serebri

Respon alami pertahanan tidak efektif


Membuka spingter (pengeluaran mikroorganisme melalui
Menghambat/ pendorongan urin)
intena
menimbulkan
berkemih
Keinginan untuk Multipikasi pada uretra
berkemih
Spingter eksterna
tebuka

12
Inflamasi Tidak segera ditangani

Permeabilitas kapiler Menyebar ke ginjal

Edema spingter Infeksi Menginfeksi ginjal

Inflamasi
Penurunan fungsi Disuria
spingter

Nyeri Gangguan pola


Gelisah
Urgency tidur & istirahat

Respon sistemik Respon lokal Anemia


Adanya lesi di
pelvis ginjal

Mengisi SDP ke Oksihemoglobin


Jumlah SDP
daerah yang teinfeksi Keluarnya eritrosit
terbawa oleh urin
Leukositosis Otot kekurangan energi
Fagositosis
Urin pekat
Kelemahan/ malaise
Pus SDP mati

Dikeluarkan bersama urin Pyuria Intoleransi aktivitas

13
Pengeluaran pirogen Merangsang baroreseptor

Endogen pirogen SS

II, 1 Parasimpatik

II, 2 Dilatasi pembuluh darah

Set point Edema ginjal

Suhu tubuh
Flank pain Nyeri Fungsi ginjal

Gangguan termoregulasi Penguapan tubuh Frekuensi

Dehidrasi sel Gangguan eliminasi urin

Gangguan cairan & elektrolit

14
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pielonefritis
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami pielonefritis.
2) Jenis Kelamin+
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. Penyakit infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki, karena anatomi dari sistem perkemihan wanita (terutama uretra)
yang lebih pendek dari pria sehingga mudah terserang infeksi yang disebabkan
oleh bakteri.
3) Usia
Anak-anak dan orang dewasa memiliki resiko tinggi terhadap penyakit
pielonefritis ini. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan
anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa.
4) Alamat
Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat dapat meningkatkan
resiko terkena penyakit pielonefritis terutama temapt sanitasi yang buruk,
karena dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang menyebabkan
infeksi.
5) Agama
Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit pielonefritis.
6) Pekerjaan seseorang yang bekerja di tempat dan gaya hidup yang tidak bersih
makaakan berisiko lebih tinggi terkena infeksi pielonefritis.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien dengan penyakit pielonefritis biasanya mengeluhkan nyeri di punggung
bagian bawah, dan juga gejala yang timbul secara tiba-tiba berupa demam,
menggigil, mual dan muntah.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung (saat proses masuknya bakteri ke
kandung kemih sehingga menyebabkan infeksi), nyeri abdomen atau
punggung belakang, demam atau gejala peradangan lainnya, perubahan selera

15
makan, penurunan berat badan, dan kebiasaan buang air kecil/ BAK
(frekuensi, warna, dll). Perhatikan juga adanya riwayat transfusi darah, dan
penggunaan obat-obat intravena.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat berhubungan dengan
timbulnya penyakit pielonefritis yang diderita. Misalnya infeksi saluran
kemih/ISK, kencing manis, batu ginjal, riwayat kehamilan pada wanita yang
memungkinkan terjadinya infeksi oleh bakteri yang naik dari saluran kemih
bawah, dipermudah oleh stasis urine akibat adaptasi kehamilan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki penyakit
infeksi atau gangguan sistem perkemihan. Namun penyakit pielonefritis bukan
penyakit genetik.
5) Riwayat Imunisasi
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan tubuh, sehingga
apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi tepat pada usianya maka anak
tersebut dapat beresiko terserang oleh bakteri yang dapat memicu terjadinya
penyakit pielonefritis.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pada anak yang mengalami penyakit pielonefritis pola hidup sehat harus
ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, gaya hidup sehat. Ibu
juga berkewajiban rutin memeriksakan anaknya dan melakukan imunisasi
secara rutin. Ibu hamil harus sering melakukan pemeriksaan urin untuk
mengetahui penyakit secara dini.
2) Pola Nutrisi-Metabolisme
Pada umumnya setelah menderita penyakit ini pola makannya tidak teratur
karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga nausea dan vomitus.
Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat lemah karena intake
nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan metabolisme.
3) Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada pola
eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada pielonefritis akut dan poliuria

16
pada pielonefritis kronis. Selain itu juga terdapat nyeri saat berkemih, hal ini
bisa diakibatkan karena kejang ureter dari hasil infeksi.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa nyenyak, sering
terbangun karena terganggu akibat nyeri yang dirasakan pada punggung
belakang. Biasanya nyeri disebabkan oleh kejang ureter karena adanya infeksi.
5) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan konsep
diri,hanya saja menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran karena kurangnya
pengetahuan terhadap penyakit yang dialami.
6) Pola Latihan dan Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit pielonefritis terbatas dan
terganggu, tidak dapat melakukannya secara bebas. Hal ini dikarenakan nyeri
pada punggung bagian belakang. Selain itu klien juga merasakan lemas.
7) Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.
Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan pada klien
untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga yang
menemaninya di rumah sakit. Hubungan Klien dengan tim medis maupun
perawat yang baik dan kooperatif akan memudahkan proses perawatan.
8) Pola Reproduksi/ Seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita pielonefritis bisa saja
mengalami gangguan dalam reproduksi, apabila infeksi yang terjadi pada
saluran perkemihan menimbulkan komplikasi pada sistem reproduksi yang
secara letak anatomi dekat dengan sistem perkemihan.
9) Pola Koping dan Toleransi Stres
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien untuk
mengurangi tingkat stres atau kecemasan yang dirasakan.
10) Pola Keyakinan dan Nilai
Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan kehendak
Tuhan. Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang
diyakininya. Kaji apakah ada keyakinan yang dapat memperparah infeksi.

17
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Seorang anak dengan penyakit pielonefritis didapatkan keadaan umum yang
lemah dan lemas.
2) Kesadaran
Klien dengan pielonefritis umumnya tidak mengalami penurunan kesadran dan
kompos mentis.
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau hipertensi,
denyut nadi juga meningkat, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40˚C, dan
frekuensi pernapasan pada klien juga meningkat di atas 24x/menit.
4) Berat badan
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena klien yang
mengalami mual dan muntah sehingga intake nutrisi tidak adekuat.
5) Kepala
Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada kelainan
pada bagian kepala.
6) Wajah
Wajah simetris, ekspresi wajah meringis bila terjadi kejang ureter yang
mengakibatkan nyeri, dan tidak adanya nyeri tekan.
7) Mata
Pada mata klien dengan pielonefritis tampak simetris, sklera terlihat
putih,konjungtiva tidak anemis (kecuali pada klien yang mengalami hemolysis
akibat endotoksin sehingga klien mengalami anemia akut), gerakan bola mata
normal, refleks pupil terhadap cahaya normal (jika diberi cahaya pupil akan
mengecil), keadaan bulu mata normal, dan tidak adanya nyeri tekan.
8) Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan pada bagian ini. Hidung tampak simetris dan tidak adanya
nyeri tekan.
9) Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan. Perlu juga dikaji apakah
ada peningkatan tekanan vena jugularis atau tidak.

10) Thorax
18
Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya simetris. Sekitar 1
sampai 2 persen wanita dengan pielonefritis anterpartum mengalami
insufisiensi pernapasan dengan keparahan beragam akibat edema paru dan
cedera alveolus yang disebabkan oleh endotoksin. Pada beberapa wanita, paru-
paru mengalami gangguan berat disertai timbulnya sindrom distres pernapasan
akut yang memerlukan ventilasi mekanis.
11) Genetalia dan anus
Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada organ genetalia
dan anus.
12) Abdomen
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri pegal di satu
atau kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan pada sudut
kostovertebra.Dapat juga terjadi pembesaran di salah satu atau kedua ginjal
saat dilakukan palpasi dan terkadang otot perut mengalami kontraksi yang
kuat.
13) Ekstermitas
Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/ normal.
e. Pemeriksaan Urologi
1. Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau
pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan
mengkaji ada atau tidaknya nyeri tekan. Ginjal teraba membesar.
2. Pemeriksaan Buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/ massa atau jaringan
parut bekas irisan/ operasi di suprasimfisis.
3. Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli
neurogen.

1) Inspeksi

19
a) Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas
b) Ekspresi atau mimik wajah meringis
c) Klien tampak menggigil
d) Klien tampak memegang area pinggang atau abdomen
e) Klien tampak tidak bisa menahan BAK
2) Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua
tangan. tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat
ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a) Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b) Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c) Dahi dan kulit tubuh teraba panas.
3) Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pada
klien pielonefritis akan terdengar suara tenderness.
4) Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
a) Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
b) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/ PH, protein, dan gula
dalam urine
c) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),atau
bentukan lain di dalam urine.
Pada Klien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis
ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine),dan
hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).

20
a) Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting adanya
infeksi saluran kemih atau ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih
dari & leukosit/ lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b) Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritosi/ LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.Pada
Klien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan
adanya leukositosis (menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam
darah) disertai peningkatan laju endap darah
3) Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens
kreatinin. Pemeriksaan BUn, ureum atau kreatinin di dalam serum
merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya
kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan
2/3 dari fungsinya. Maka daripada itu, Klien pielonefritis baru akan
menunjukkan adanya penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi
ginjal.
4) Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada
pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream
urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan
pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat
penampung urine. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di
dalam medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitifitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan. Pada klien dengan
pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya terdapat bakteriuria.

2. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)


21
1) Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Klien dengan
pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan
adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat
bayangan radio-opak dari batu saluran kemih.
2) Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau
dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras
radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi
dan kelainan fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan PIV pada Klien pielonefritis
terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase
nefrogram.
3) Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram dapat
dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli. Pemeriksaan
ini juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan
untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
4) Uretrograf
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra,
trauma urethra, dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.
5) Pielografi Antegrad
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara
memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
6) Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter)
dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter
ureter yang dimasukkan transurethra.

2. Diagnosa Keperawatan

22
1) Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
2) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada system
urinaria
3) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih
4) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam membuat
proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat
diperlukan berbagai pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan
kepercayaan klien batas praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lain,
kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan
serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi
tujuan, menulis interupsi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan
kerjasama dengan tingkat kesehatan lain.
1) Infeksi berhubungan dengan adanya baktei pada ginjal
Tujuan: Tidak tejadi infeksi pada ginjal
Kriteria hasil: Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital
normal
Intervensi Rasional

1. Kaji suhu tubuh pasien setiap 1. Tanda vital menandakan adanya perubahan
4 jam dan lapor jika suhu di dalam tubuh
diatas 38,5˚C
2. Catat karakteristik urine 2. Untuk mengetahui/ mengidentifikasi
indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan
3. Anjurkan pasien untuk minum 3. Untuk mencegah stasis urine
2-3 liter jika tidak ada kontra
indikasi
4. Monitor pemeriksaan ulang 4. Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan
urine kultur dan sensitivitas terhadap keadaan penderita
untuk menentukan respon
terapi
23
5. Anjurkan pasien untuk 5. Untuk mencegah adanya distensi kandung
mengosongkan kandung kemih
kemih secara komplit setiap
kali kemih
6. Berikan perawatan perineal, 6. Untuk menjaga kebersihan dan
pertahankan agar tetap bersih menghindari bakteri yang membuat infeksi
dan kering uretra

2) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada system urinaria
Tujuan: Nyeri pada ginjal berkurang
Kriteia hasil: Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul

Intervensi Rasional

1. Kaji intensitas, lokasi, dan 1. Rasa sakit yang hebat menandakan adanya
faktor yang memperberat atau infeksi
meringankan nyeri
2. Berikan waktu istirahat yang 2. Klien dapat istirahat dengan tenang dan
cukup dan tingkat aktivitas dapat merilekskan otot-otot
yang dapat di toleran
3. Anjurkan minum banyak 2-3 3. Untuk membantu klien dalam berkemih

liter jika tidak ada kontra


indikasi
4. Analgetik memblok lintasan nyeri
4. Berikan obat analgetik sesuai
5. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan
dengan program terapi
atau penyimpanan dari hasil yang
5. Pantau haluaran urine teradap
diharapkan
perubahan warna, bau dan
pola berkemih, masukan dan
6. Membantu mengevaluasi tempat obstruksi
haluaran setiap 8 jam dan
dan penyebab nyeri
pantau hasil urinalisasi ulang
6. Catat lokasi, lamanya
7. Meningkatkan relaksasi, menurunkan
intensitas skala (0-10)
tegangan otot
penyebaran nyeri
7. Berikan tindakan nyaman,
8. Membantu mengarahkan kembali
seperti pijatan punggung,
perhatian dan untuk relaksasi otot
lingkungan istirahat
9. Untuk mencegah kontaminasi uretra
8. Bantu atau dorong
10. Temuan-temuan ini dapat memberi tanda
24
penggunaan nafas berfokus
kerusakan jaringan lanjut dan perlu
relaksasi
pemeriksaan luas
9. Berikan perawatan perineal
10. Kolaborasi: konsul dokter bila
sebelumnya kuning gading-
urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keru. Pla
berkemih berubah , sering
berkemih dengan jumlah
sedikit, perasaan ingin
kencing, menetes setelah
berkemih , nyeri menetap atau
bertambah sakit

3) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih


Tujuan Pola eliminasi baik
Kriteria hasil: Pola eliminasi klien membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan
berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi Rasional

1. Ukur dan catat urine setiap 1. Untuk mengetahui adanya perubahan


kali berkemih warna dan untuk mengetahui input/ output
2. Anjurkan untuk berkemih 2. Untuk mencegah tejadinya penumpukan
setiap 2-3 jam urine dalam vesika urinaria
3. Palpasi kandung kemih tiap 4 3. Untuk mengetahui adanya distensi
jam kandung kemih
4. Bantu klien ke kamar kecil, 4. Untuk memudahkan klien dalam berkemih
memakai pispot/ urinal 5. Supaya klien tidak sukar untuk berkemih
5. Bantu klien mendapatkan 6. Peningkatan hidrasi membilas bakteri
posisi berkemih yang nyaman
6. Dorong meningkatkan 7. Akumulasi sisa uremik dan
pemasukan cairan ketidakseimbangan elektrolit dapat
7. Observasi perubahan status menjadi toksik pada susunan saraf pusat
mental, perilaku atau tingkat 8. Asam urin menghalangi tumbuhnya
kesadaran kuman. Peningkatan masukann sari buah
8. Kolaborasi: awasi dapat berpengaruh dalam pengobatan
pemeriksaan laboratorium: infeksi saluran kemih

25
elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan
terhadap disfungsi ginjal
lakukan tindakan untuk
memelihara asam urin:
tingkatkan masukan sari buah
berri dan berikan obat-obat
untuk meningkatkan asam
urine

4) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi


Tujuan: Tidak terjadi hipertermi
Kriteria hasil: Suhu tubuh klien normal

Intervensi Rasional

1. Pantau suhu tubuh klien 1. Tanda vital dapat menandakan adanya


perubahan di dalam tubuh
2. Pantau suhu lingkungan 2. Suhu ruangan dan jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
3. Lakukan kolaborasi dengan 3. Mengurangi demam dengan aksi
dokter untuk pemberian sentralnya pada hipotalamus
antipiretik

4. Implementasi
Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology NIC,
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Barbara &
Kozier, 2011).
5. Evaluasi
26
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil pada
tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon
klien disebut evaluasi proses dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan disebut evaluasi hasil.
Ada dua jenis evaluasi yaitu:
1. Evaluasi formatif: merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera
2. Evaluasi sumatif: merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa status
klien pada waktu tertentu berdasarkan yang direncanakan pada tahap
perencanaan, disamping itu evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang
mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai atau
tidak tercapai (Barbara & Kozier, 2011).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas
a) Identitas Klien
27
Nama : Ny.N
Usia : 45 Tahun
Tanggal Lahir : 08 September 1975
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Medrec : 21.206399
Alamat : P Rt 12 Rw 02 Kel/ Desa B Kec. T Kab. S
Tanggal Masuk RS : 21 Februari 2021
Tanggal Pengkajian : 21 Februari 2021
Diagnosa Medis : PNA
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. L
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status marital : Menikah
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : P Rt 12 Rw 02 Kel/ Desa B Kec. T Kab. S
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dikaji pada hari minggu tanggal 21 Februari 2021 pukul 15.00 WIB
pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang, nyeri
dirasakan ± 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan apabila banyak bergerak dan
berkurang bila minum obat. Nyeri dirasakan seperti terbakar terasa panas.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Skala nyeri 6 (0-10). Disertai nyeri pada saat
BAK.
c) Riwayat kesehatan Dahulu
Pada saat dikaji pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit lambung.
Pasien tidak ada riwayat alergi makanan atau obat. Pasien mengatakan pernah
dirawat tahun 2015..

28
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan maupun penyakit
menular.
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan Umum : Compos Mentis GCS E:4 M :6 V:5
b) Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Suhu : 36,40C
 Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 17x/menit
 BB : 50 kg
 TB : 152 cm
c) Kulit
Kebersihan kulit merata, warna kulit pasien sawo matang, tidak ada sianosis
maupun ikterik, akral teraba hangat, turgor kulit ≤2detik, CRT ≤2 detik.
d) Kepala
Bentuk kepala pasien bulat, tidak terdapat edema ataupun lesi pada kepala,
distribusi rambut klien merata dan bersih, rambut tidak mudah rontok, tidak ada
benjolan.
e) Mata
Bentuk mata bulat kanan dan kiri konjungtiva tidak anemis, sklera putih bola
mata dapat digerakan ke segala arah, distribusi bulu alis merata, bulu mata tumbuh
kearah luar, dan tidak ada benjolan.

f) Telinga
Bentuk simetris telinga kanan dan kiri tidak ada lesi, kebersihan bersih, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada benjolan, dan tidak ada lesi.
g) Hidung
Bentuk simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada lesi mukosa
hidung lembab, tidak epistaksis, dan tidak ada benjolan.
h) Mulut dan Leher
29
Bentuk bibir utuh, warna merah muda, tidak ada lesi, bibir halus dan lembab.
Bentuk leher simetris, tidak ada lipatan, kebersihan bersih, tidak ada nyeri
menelan.
i) Dada dan Paru
Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pengembangan dada bergerak simetris,
pernafasan normal, tidak ada kesulitan bernafas, tidak ada benjolan, ekspansi paru
pada dada kanan dan kiri simetris.
j) Jantung
Pengembangan dada sismetris dan tidak ada benjolan.
k) Abdomen
Nyeri perut bagian bawah, warna kulit merata dan tidak ada distensi abdomen.
l) Genitalia
Tidak ada kelainan.
m) Anus
Tidak ada kelainan.
n) Punggung
Warna kulit punggung sawo matang, tidak ada benjolan, dan tidak ada
kelainan tulang belakang.
o) Ekstremitas Atas dan Bawah
Bentuk ekstremitas atas dan bawah simetris, CRT ≤2 detik, jumlah jari tangan
10 (5 kanan dan 5 kiri), tidak ada kelainan, dan tonus otot baik
5 5
5 5

d. Pola Kebiasaan Pasien

Jenis Kebutuhan Uraian Sehat Sakit

Frekuensi Makan 3x/hari 3x/hari

Jumlah 1 Porsi ½ Porsi

Jenis Makanan Nasi, Sayur, Lauk Pauk Bubur, Sayur


NUTRISI
Makanan Kesukaan Nasi, Sayur, Lauk Pauk Bubur, Sayur

30
Makanan Pantangan Tidak Tidak

Masalah Tidak ada masalah

BAK Frekwensi ±5x/hari 4x/hari

Jumlah Tidak tentu Tidak tentu

Warna Jernih Jernih

Masalah Tidak ada masalah

BAB frekwensi 1x/hari 1x/hari

Konsistensi Padat Padat

Warna Kuning jernih Kuning jernih

Masalah Gangguan eliminasi


urine

ISTIRAHAT/ Lama tidur ±8 jam ±7 jam


TIDUR Pengantar tidur Berdoa Berdoa

Masalah Tidak ada masalah

PERSONAL Mandi 3x/hari 2x/hari


HYGIENE Sikat gigi 3x/hari 2x/hari

Cuci rambut 1x/hari 1x/hari

Ganti pakaian 2x/hari 2x/hari

Memotong kuku 1x/minggu 1x/minggu

Masalah Tidak ada masalah

e. Data Psikologis, Sosiologis, Spiritual, Budaya, dan Ekonomi


a) Psikologis : Tidak ada keluhan
b) Sosiologis : Tidak ada keluhan
c) Spiritual : Ibadah mandiri ( agama islam)
d) Budaya : Tidak berpengaruh terhadap kesehatan
f. Kebutuhan pendidikan Kesehatan
a) Apa yang ibu/bapak ketahui tentang penyakitnya ? Nyeri perut bagian bawah
b) Informasi apa yang ingin bapak/ibu ketahui ? Penyakit dan pengobatan
c) Siapakah yang akan terlibat dalam perawatan lanjutan/dirumah ? Keluarga
g. Skala Nyeri

31
Skala nyeri 6 (0-10)
h. Perencanaan Pasien Pulang
No Kriteria Pasien Ya Tidak

1 Pengaruh rawat inap terhadap :


a. Pasien dan keluarga pasien √
b. Pekerjaan √
c. Keuangan √
a. Pasien dan keluarg
b. Pekerjaan
c. Keuangan
2 Bantuan diperlukan dalam hal :
a. Minum obat √
b. Makan √
c. Menyiapkan makanan √
d. Edukasi kesehatan √
e. Mandi √
f. Diet √
g. Berpakaian √
h. Transfortasi √

3 Adakah yang membantu keperluan tersebut diatas √

4 Apakah pasien hidup atau tinggal sendiri setelah keluar dari √


rumah sakit?

5 Apakah pasien menggunakan peralatan medis di rumah setelah


keluar rumah sakit ? √
a. Catheter √
b. NGT √
c. Oksigen √

6 Apakah pasien memerlukan alat bantu setelah keluar dari rumah √

32
sakit ( tongkat, kursi roda, walker, dll) ?

7 Apakah memerlukan bantuan/perawatan khusus di rumah setelah √


keluar dari rumah sakit ?

8 Apakah pasien bermasalah dalam memenuhi kebutuhan √


pribadinya setelah keluar dari rumah sakit ?

9 Apakah pasien memiliki nyeri kronis dan kelelahan setelah √


keluar dari rumah sakit ?

10 Apakah pasien dan keluarga memerlukan edukasi kesehatan √


setelah keluar dari rumah sakit ( obat-obatan, nyeri, diet, mencari
pertolongan, follow up, dll) ?

11 Apakah pasien dan keluarga memerlukan keterampilan khusus √


setelah keluar dari rumah sakit ?

Kesimpulan : membutuhkan edukasi perencanaan pulang √

i. Assesmen Resiko Jatuh

ASSESMEN KEPERAWATAN PASIEN RESIKO No RM : 21.206399


Rumah Sakit JATUH PADA DEWASA
Umum Nama : Ny. N
(SKALA MORSE)
Tgl Lahir : 08-09-1975 L / P

Tanggal masuk : 21-02-2021 Jam : 14.30

Tanggal pengkajian : 21-02-2021 Jam : 15.00

Skor
N
Risiko Skala Tgl : 21/02/21 Tgl : 22/02/21 Tgl :23/02/21 Tgl :
o
Jam : 15.00 Jam : 08.00 Jam : 08.00 Jam :

Riwayat jatuh, yang baru atau Tidak 0 0 0 0


1 dalam 3 bulan terakhir
Ya 25

Diagnosis media sekunder > 1 Tidak 0 0 0 0


2
Ya 15

3 Alat bantu jalan :

33
Bed rest/ dibantu perawat 0 0 0 0

Penopang, tongkat/ walker 15

Furmiture 30

Memakai terapi heparin lock / iv Tidak 0


4
Ya 20 20 20 20

Cara berjalan / berpindah :

Normal / Tirah baring/ imobilisasi 0 0 0 0


5
Lemah 10

Terganggu 20

Status mental :

Orientasi sesuai kemampuan diri 0 0 0 0


6
Tidak menyadari keterbatasan 15
diri

Total 20 20 20

Tanda tangan penilai dan nama jelas Neni Neni Neni

Skor risiko jatuh berkisar 0-125

Skor 0 – 24 : Tidak beresiko √

Skor 25 – 45 : Risiko rendah – sedang

Skor ≥ 46 : Risiko tinggi

j. Penilaian status fungsional

Rumah Sakit PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL No RM : 21.206399


Umum BERDASARKAN PENILAIAN BARTHEL INDEX Nama : Ny. N

Tgl Lahir : 08-09-1975 L/P

Nilai Skor

Tanggal
No Fungsi Skor Keterangan
21/02 22/02/ 23/02/
/21 21 21

34
Tak terkendali / tak teratur (perlu
0
pencahar)
Mencegah rangsang
1 Kadang – Kadang tak terkendali (1x
pembuangan tinis 1
seminggu)

2 Terkendali teratur 2 2 2

0 Tak terkendali atau pakai kateter

Mengendalikan Kadang – kadang tak terkendali (hanya


2 1
rangsang berkemih 1 x /24jam)

2 Mandiri 2 2 2

0 Butuh pertolongan orang lain 0 0 0


Membersihkan diri
3 (seka muka,sisir
1
rambut, sikat gigi)
Mandiri

0 Tergantung pertolongan orang lain


Penggunaan
jamban, masuk dan Perlu pertolongan pada beberapa 1 1
keluar kegiatan tetapi dapat mengerjakan
1 1
4 (melepaskan, sendiri beberapa kegiatan yang lain
memakai
celana,membersihk
2
an, menyiram)
Mandiri

Makan 0 Tidak mampu

5 1 Perlu ditolong memotong makanan 1 1 1

2 Mandiri

0 Tidak mampu

Perlu banyak bantuan untuk bisa


Berubah sikap dari 1
6 duduk (2 orang)
berbaring ke duduk
2 Bantuan minimal 1 orang 2 2 2

3 Mandiri

7 Berpindah / 0 Tidak mampu


berjalan 1 Bisa (pindah) dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan 1 orang 2 2 2

35
3 mandiri

0 Tergantung orang lain

Sebagian dibantu (misalnya 1 1


8 Memakai baju 1 1
mengancingkan baju)

2 Mandiri

0 Tidak mampu

9 Naik turun tangga 1 Butuh pertolongan 1 1 1

2 mandiri

10 Mandi 0 Tergantung orang lain 0 0 0

1 Mandiri

Total skor 12 12 12

Skor Interpretasi

20 Mandiri

12-19 Ketergantungan ringan √

9-11 Ketergantungan sedang

5-8 Ketergantungan berat

0-4 Ketergantungan total

k. Skrining Gizi Awal dengan MST Bagi Perawat

36
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak
direncanakan/tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
 Tidak 0
 Tidak yakin (ada tanda: baju menjadi lebih longgar) 2

 Ya, ada penurunan BB sebanyak:


1 – 5 kg 1

6 – 10 kg 2

11 – 15 kg 3

> 15 kg 4

Tidak tahu berapa kg penurunannya 2

2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu


makan/kesulitan menerima makanan?
 Ya 1
0
 Tidak

Total skor
0
Bila skor ≥ 2, pasien beresiko malnutrisi, konsultasi ke Ahli Gizi

l. Data Penunjang
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan

HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,3 gr/dl 11.7~15.5
Hematokrit 38,2 % 35~47
Lekosit 10,800 /uL 3,600~11,000
Trombosit 429,000 /mm3 150,000~440,000

URINE
Urine Lengkap
Makroskopis Urine
Warna Urine Kuning Kuning
Kejernihan Urine Jernih Jernih
Kimia Urin
pH Urine 6,0 5~8
Berat Jenis Urine 1,010 1,015~1,025
Nitrit Urine Negatif Negatif

37
Protein Urine Negatif mg/dL Negatif
Glukosa Urine Normal mg/dL Normal
Keton Urine Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen Urine Normal mg/dL Normal
Bilirubin Urin Negatif mg/dL Negatif
Blood Urine Negatif mg/dL Negatif

KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Kreatinin 0.68 mg/dL 0.45 ~1.1

Karbohidrat
Glukosa Darah Sewaktu 95 mg/dL ≤196

 Hasil BNO terlampir


 Terapi Medik :
Tanggal 21 Februari 2021
a. RL+1 ampul ketorolac 20gtt/mnt
b. Cefotaxime 2x1 (IV)
c. Esomax 1x1 (IV)
d. Keterolac 1 ampul (IM)
e. Domperidone 3x1 (PO)
Tanggal 22 Februari 2021
a. RL 20 gtt/mnt
b. Cefotaxime 2x1 (IV)
c. Esomax 1x1 (IV)
d. Domperidone 3x1 (PO)
e. Ciprofloxacin 2x1 (PO)
f. Lansoprazole 2x1 (PO)
g. Paracetamol 3x1 (PO)
Tanggal 23 Februari 2021
a. RL 20 gtt/mnt
b. Ciprofloxacin 2x1 (PO)
c. Paracetamol 3x1 (PO)
d. Amoxilin 3x1 (PO)
38
e. Lonene 2x200 (PO)
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1 DS : Inflamasi Nyeri akut

- Pasien mengatakan nyeri perut


bagian bawah menjalar ke Permeabilitas kapiler
pinggang
DO :
Edema spingter
- KU : cm tenang
- Ekspresi wajah tampak meringis
- Perubahan menghindari nyeri Disuria

- Perubahan selera makan


- Skala nyeri 6 (0-10)
Nyeri
- TD : 120/80 mmHg
- Suhu : 36,40C
- Nadi : 80x/menit
- RR : 17x/menit
2 DS : Inflamasi Gangguan
eliminasi urine
- Pasien mengatakan nyeri pada
saat BAK Respon sistemik
DO :
- KU : cm tenang
Merangsang baroreseptor
- Teraba distensi kandung kemih
- Skala nyeri 6 (0-10)
- TD : 120/80 mmHg
SS
- Suhu : 36,40C
- Nadi : 80x/menit
RR : 17x/menit Parasimpatik

Dilatasi pembuluh darah

Edema ginjal

39
Fungsi ginjal

Frekuensi

Gangguan eliminasi urine

3. Diagnosa Keperawatan prioritas


5) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada system urinaria
6) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih

40
4. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA IMPLEMENTASI NAMA


KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN DAN
Jam Kegiatan
Jam EVALUASI TTD

1 Nyeri akut Tujuan : Intervensi : 15.00 Tanggal 21 Februari 2021 19.00 Tanggsl 21 Februari
berhubungan dengan 2021
Setelah dilakukan 1. Monitor KU dan 1. Memonitor KU dan
proses inflamasi dan
tindakan TTV TTV S: Klien mengatakan
infeksi pada system
keperawatan selama 2. Lakukan Respon: K/u cm, nyeri perut, pinggang
urinaria ditandai
3x24 jam nyeri pengkajian nyeri tenang, TD : 120/80 masih
dengan:
teratasi dengan yang meliputi mmHg O: K/u cm, tenang
DS : Kriteria Hasil : lokasi dan Suhu : 36,40C klien tampak
- Skala nyeri 0 (0- frekuensi. Nadi : 80x/menit meringis, skala nyeri 5
- Pasien
RR : 17x/menit
10) 3. Kaji skala nyeri (0-10)
mengatakan
2. Melakukan pengkajian
nyeri perut -Ekspresi wajah (0-10) A: Masalah belum
nyeri yang meliputi teratasi
bagian bawah tidak menunjukan 4. Atur posisi
P: Lanjutkan
lokasi dan frekuensi
menjalar ke nyeri nyaman intervensi
Respon: Klien
pinggang - Tanda-tanda vital 5. Ajarkan teknik
DO : mengatakan nyeri
stabil relaksasi nafas
perut bagian bawah
- KU : cm
-Mampu mengontrol dalam
menjalar ke pinggang
tenang nyeri 6. Berikan terapi
3. Mengkaji skala nyeri
sesuai advis
41
- Ekspresi -Mengatakan rasa dokter (0-10)
wajah tampak nyaman setelah nyeri Respon: Klien
meringis berkurang mengatakan nyeri
- Perubahan
berkurang 5 (0-10) Neni
menghindari Nopiyanti
4. Mengatur posisi
nyeri
nyaman
- Perubahan
Respon: Klien
selera makan
- Skala nyeri 6
mengatakan nyaman

(0-10) dengan posisinya


- TD : 120/80 5. Mengajarkan teknik
mmHg relaksasi nafas dalam
- Suhu : 36,40C Respon: Klien
- Nadi : mengatakan nyeri
80x/menit berkurang saat
- RR :
melakukan teknik
17x/menit
relaksasi nafas dalam
dan distraksi
6. Memberikan terapi
sesuai advis dokter
Respon: Klien
mengatakan nyeri

42
berkurang menjadi 6
dari 6 (0-10)
2 Gangguan eliminasi Tujuan : Intervensi : 15.00 Tanggal 21 Februari 2021 19.00 Tanggsl 21 Februari
urine berhubungan 1. Mengukur dan catat 2021
Setelah dilakukan 9. Ukur dan catat
dengan infeksi urine setiap kali
tindakan urine setiap kali S: Klien mengatakan
saluran kemih berkemih
keperawatan selama berkemih nyeri pada saat BAK
Respon: Intake: 400,
ditandai dengan: 10. Anjurkan untuk
3x24 jam, output: 100 masih
berkemih setiap 2-
DS : diharapkan pola 2. Menganjurkan untuk O: K/u cm, tenang,
3 jam
eliminasi baik berkemih setiap 2-3 jam skala nyeri 5 (0-10)
- Pasien 11. Palpasi kandung
dengan kriteria Respon: Klien A: Masalah belum
mengatakan kemih tiap 4 jam
mengatakan BAK keluar teratasi
nyeri pada saat hasil : 12. Bantu klien P: Lanjutkan
sedikit-sedikit
BAK - Pola eliminasi mendapatkan intervensi
3. Mempalpasi kandung
DO : klien membaik posisi berkemih
kemih tiap 4 jam
- KU : cm - Tidak terjadi yang nyaman
Respon: Teraba distensi
tenang tanda-tanda 13. Dorong
kandung kemih
- Teraba gangguan meningkatkan
4. Membantu klien
distensi pemasukan cairan
berkemih mendapatkan posisi
kandung
urgensi, oliguri, 14. Kolaborasi: awasi berkemih yang nyaman
kemih pemeriksaan
disuria) Respon: Klien
- Skala nyeri 6 laboratorium
- Klien dapat mengatakan BAK
(0-10)
mempertahankan dengan posisi nyaman
- TD : 120/80

43
mmHg urine residu 5. Mendorong
- Suhu : 36,40C setelah berkemih meningkatkan
- Nadi : 100-200 ml pemasukan cairan
80x/menit Respon: Kien
- Klien akan
- RR : mengatakan minum 4
berpartisipasi
17x/menit gelas Neni
dalam
6. Mengkolaborasi: awasi Nopiyanti
pengaturan
pemeriksaan
berkemih laboratorium
- Klien mampu Respon: Kreatinin
mengosongkan (0,68 mg/dL), lekosit
kandung kemih (10,800/uL), pH urine
setiap 2-4 jam (6,0), Berat jenis urine
(1,010), bilirubin urine
(negatif)

44
5. Catatan Perkembangan
Tanggal Catatan Perkembangan Nama Jelas dan Paraf

22 Februari 2021 S : Pasien mengatakan nyeri perut, pinggang, nyeri


saat BAK masih
Jam 08.00
O : K/u cm, tenang, nyeri perut, pinggang dan nyeri
saat BAK (+), skala nyeri 4 (0-10)

A : -Nyeri akut berlanjut

-Gangguan eliminasi urin berlanjut

P :-Nyeri teratasi sebagian

-Eliminasi urin adekuat

Lanjutkan intervensi

E : K/u cm, tenang, nyeri perut, nyeri pinggang,


nyeri saat BAK masih, Skala nyeri 4 (0-10) Neni Nopiyanti

23 Februari 2021 S :Klien mengatakan nyeri perut, nyeri pinggang,


nyeri saat BAK berkurang
Jam 08.00 WIB
O : K/u cm, tenang, nyeri perut, pinggang, nyeri
saat BAK (+)

A :-Nyeri akut dalam perbaikan

-Gangguan eliminasi urin dalam perbaikan

P :-Nyeri teratasi sebagian

-Gangguan eliminasi urin adekuat

Lanjutkan intervensi

E : K/u cm, tenang, nyeri perut, nyeri pinggang,


nyeri saat BAK berkurang, skala nyeri 1 (0-10) Neni Nopiyanti

45
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

46
A. Simpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan pielonefritis di
Ruang Perawatan IV Rumah Sakit Umum Pakuwon Tanggal 21 Februari 2021 diperlukan
asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkesinambungan.
Dalam tahap pengkajian diperlukan langkah-langkah pendekatan keperawatan
yang menyeluruh guna menggali semua data dan juga masalah yang dihadapi oleh pasien
baik secara bio, psiko, sosial dan spiritual. Adapun metode pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis dengan melalui wawancara yang dilakukan kepada klien maupun
keluarga klien, observasi, pemeriksaan fisik, studi pendokumentasian juga studi
kepustakaan.
Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan masalah keperawatan yang terjadi pada
kasus Ny.N dan dirumuskan menjadi beberapa diagnosa keperawatan Untuk mengatasi
masalah keperawatan yang terjadi pada Ny.N maka penulis melakukan intervensi sesuai
dengan teori. Dalam tahap perencanaan, dibuat suatu rencana yang didalamnya
melibatkan pasien yaitu Ny.N serta keluarga. Dan pada tahap pelaksanaan, tindakan
keperawatan yang dilakukan pada Ny.N sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam
tahap pendokumentasian penulis mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan
melalui proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan pada Ny.N.
B. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat penulis sampaikan agar proses pembelajaran
kedepannya dapat berjalan dengan lebih baik, diantaranya :
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kinerja perawat dan
tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan pielonefritis.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Demi tercapainya asuhan keperawatan yang komprehensif dengan memperhatikan
aspek bilogis, psikologis, sosial dan spiritual maka hendaknya dalam melakukan
asuhan keperawatan tidak hanya berfokus kepada aspek biologis saja, tetapi harus
mencakup aspek psikologis, sosial dan juga spiritual sehingga asuhan keperawatan
yang telah dilakukan dapat mencapai hasil yang lebih maksimal.
3. Bagi Pasien dan Keluarga Pasien
47
Pasien dan keluarga diharapkan mampu mengenali atau mengetahui dan memahami
lebih jauh mengenai penyakit pielonefritis.

48

Anda mungkin juga menyukai