Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum suatu logam murni dapat diambil dari bijihnya, mineral-mineral
pengganggu harus dapat dipisahkan dari mineral utamanya. Pemisahan mineral
berharga dari mineral pengotornya yang kemudian diambil logamnya dilakukan
dengan cara-cara fisika dan kimia. Metode fisika atau pun kimia ini disebut proses
metalurgi. Bijih dari mineral yang berbeda dalam batuan dipisahkan dari satu
sama lain untuk dilihat karakteristik fisiknya yang berbeda-beda (kekerasan,
bentuk, sifat magnetik, electrostatic, densitas) atau kimia (flotasi, pengendapan)
pada unsur pokoknya. Hal ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan
kembali mineral yang bernilai komersial.
Berdasarkan temperatur kerja yang dipakai, tahap ekstraksi metalurgi
dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu pirometalurgi yang biasanya bekerja pada
temperatur tinggi dan hidrometalurgi yang biasanya bekerja pada temperatur
kamar. Tujuan utama proses metalurgi adalah membentuk beberapa fasa melalui
reaksi kimia sehingga logam berharga dapat terkonsentrasikan pada satu fasa
sedangkan pengotornya pada fasa yang lain. Contoh proses-proses metalurgi
adalah pemanggangan (roasting), peleburan (smelting) dan destilasi. Peleburan
bekerja pada temperatur tinggi sehingga dapat melelehkan logam berharga.
Peleburannya sendiri dapat bersifat oksidasi, reduksi tergantung pada reaksi kimia
yang berlangsung. Pada proses pemanggangan, temperatur operasi yang dipakai
tidak terlalu tinggi sehingga tidak terjadi proses pelelehan. Reaktan yang dipakai
pada proses pemanggangan dapat berupa gas maupun padatan. Seperti halnya
dengan proses pemanggangan, proses kalsinasi bekerja pada temperatur yang
tidak terlalu tinggi sehingga tidak ada proses pelelehan. Proses destilasi bertujuan
untuk menguapkan salah satu logam (umumya yang berharga) sehingga dapat
dipisahkan dari bagian tak berharga yang tidak menguap.

1
2

Besi di alam ditemukan dalam bentuk senyawa hematit (Fe2O3) dan


magnetit (Fe3O4). Selain berikatan dengan oksigen membentuk oksida besi, besi
juga tercampur dengan pengotor- pengotor seperti sulfur, posfor dan lain- lain.
Sewaktu dilebur pengotor- pengotor tersebut terpisah dari besi membentuk terak,
untuk mengikat dan menghasilkan terak diperlukan batu kapur (CaCO3). Selain itu
juga digunakan untuk menjaga kebasaan furnace.
Batu kapur tidak dapat langsung bereaksi dengan terak di furnace,
sehingga harus dirubah menjadi oksida (CaO), dengan proses pemanggangan. Di
alam, batu kapur berikatan dengan air secara kimia (CaCO3 nH2O) sehingga harus
dihilangkan, karena selain tidak diperlukan juga memerlukan energi besar untuk
memisahkannya, sehingga dalam proses peleburan besi memerlukan biaya yang
lebih besar. Proses penghilangan air kristal tersebut dinamakan kalsinasi. Untuk
lebih jelasnya, penulis melakukan percobaan kalsinasi.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh variasi temperatur
dan waktu pada reaksi kalsinasi.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari percobaan ini berkisar pada proses kalsinasi yang
terjadi pada batu kapur (CaCO3) dengan menggunakan sampel 3 buah berbentuk
bulat, dipanaskan pada temperatur 700 – 900 dalam waktu 5 menit.

1.4 Sistematika Penulisan


Penulisan laporan ini dibagi menjadi lima bab. Dimana bab I menjelaskan
mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika
penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka. Pada bab ini berisikan
teori-teori yang berkaitan dengan percobaan yang akan dilakukan. Bab III
menjelaskan mengenai metode penelitian yang terdiri dari diagram alir percobaan,
alat dan bahan yang digunakan selama praktikum, serta prosedur percobaan. Bab
IV menjelaskan mengenai data dan pembahasan. Dalam bab IV ini terdapat tabel
3

hasil percobaan serta grafik hasil percobaan. Bab V menjelaskan mengenai


kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Selain lima bab tersebut juga
terdapat lampiran, yang terdiri dari contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan
tugas, gambar alat dan bahan yang digunakan selama percobaan serta blanko
percobaan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi Logam Dari Bijihnya


Beberapa mineral pengotor dapat dipisahkan dari mineral berharganya
berdasarkan sifat-sifat fisika seperti sifat listrik, kemagnetan, berat jenis ataupun
sifat permukaan. Metoda ini yang termurah dan tidak mengubah sifat kimia
mineral yang terdapat dalam bijih, misalnya galena (PbS) akan tetap sebagai
galena. Metode ini umumnya disebut pengolahan bahan galian (mineral
processing kadang-kadang tahap mineral dressing) atau pun tahap konsentrasi
yang merupakan tahap awal dari keseluruhan proses metalurgi. Produk dari tahap
konsentrasi adalah merupakan umpan untuk tahap ekstraksi metalurgi yang mana
sifat fisika mineral akan berubah karena akan dihasilkan logam pengotor maupun
logam murni. Tahap ekstraksi metalurgi dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu
pirometalurgi yang biasanya bekerja pada temperatur tinggi dan hidrometalurgi
yang biasanya bekerja pada temperatur kamar. Tujuan utama proses metalurgi
adalah membentuk beberapa fasa melalui reksi kimia sehingga logam berharga
dapat terkonsentrasikan pada satu fasa sedangkan pengotornya pada fasa yang
lain.
Proses-proses hidrometalurgi umumnya berhubungan dengan
elektrometalurgi baik secara fisik maupun kepada penggunaannya. Sedangkan
suatu proses pirometalurgi yang pembangkit panasnya dari energi listrik disebut
proses elektrothermik. Dalam mengekstraksi logam dari bijihnya, tidak semua
proses harus dilakukan. Apabila suatu bijih secara teknologi dapat diolah
langsung dengan proses hidrometalurgi, maka faktor selanjutnya yang
mempengaruhi pemilihan proses adalah faktor ekonomis [Arief, 1994].

2.2 Proses Pra-Olahan


Bijih merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang diolah dengan
teknologi pada saat itu dan bernilai ekonomis, sedangkan mineral adalah

4
5

kumpulan padatan homogen yang terdiri dari persenyawaan anorganik yang


terdapat di alam dan terbentuk secara alamiah di alam dan mempunyai struktur
kimia dan atom tertentu. Gangue mineral adalah mineral-mineral pengganggu
yang tidak berharga dan terdapat bersama-sama mineral berharga atau bagian dari
endapan bijih. Bijih yang didapat dari tambang (run of mine) mula-mula melewati
proses pengolahan bijih (ore dressing) yang terdiri dari kominusi dan konsentrasi.
Proses ini akan menghasilkan konsentrat dengan kadar logam yang biasanya
cukup tinggi. Sebelum melakukan proses ekstraksi logam, bijih harus terlebih
dahulu melewati proses pra-olahan atau preparasi bijih. Hal ini dimaksudkan
dengan tujuan agar bijih dapat diolah secara sempurna pada proses berikutnya.
Bijih dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia mineralnya dan gangue
mineralnya [Anonim, 1991].
Berdasarkan komposisi kimianya dapat dibagi menjadi empat bagian besar :
1. Native ore
Bijih yang ditemukan dalam bentuk logam (metal). Keberadaan bijih
ini tidak membentuk senyawa atau tidak berikatan dengan unsur lain
secara kimia. Contoh : Au, Ag, Pt
2. Bijih sulfida
Kelompok bijih yang unsur belakangnya dalam suatu senyawa
mengandung sulfur. Keberadaan bijih sulfida di alam jumlahnya cukup
banyak dan beragam. Oleh karena itu bijih sulfida ini mempunyai cara
ekstraksi yang beragam untuk mendapatkan logamnya. Contoh :
CuFeS2, Cu2S, PbS, ZnS
3. Bijih oksida
Bijih oksida ini terikat secara kimia dalam bentuk oksida. Bijih bentuk
oksida ini proses ekstraksinya menggunakan reaksi reduksi. Oleh
karena itu bijih-bijih yang berbentuk senyawa karbonat dan silikat
biasanya dikelompokkan dalam golongan ini. Contoh : Fe2O3, MnO,
SiO4

4. Bijih Kompleks
6

Kelompok bijih yang terdapat lebih dari satu mineral berharga di


dalamnya. Contoh : CuFeS2, PbS, SiO2
Bijih yang berdasarkan gangue mineralnya dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu:
1. Bersifat asam : mineral-mineral yang mengandung silikat tinggi.
2. Bersifat basa : mineral-mineral yang mengandung carbonat tinggi.
Jadi proses pra-olahan merupakan proses pengerjaan bijih pada temperatur
tinggi, tetapi masih di bawah temperatur leleh komponen-komponennya dengan
tujuan untuk mengubah senyawa-senyawa logam yang terkandung menjadi bentuk
senyawa-senyawa lain yang lebih sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh
tahap ekstraksi selanjutnya. Tetapi kadang-kadang proses pra-olahan hanya
mengubah sifat fisiknya saja. Contoh :

(a) (b)

Gambar 1. Mekanisme Proses Pra-Olahan

Dari gambar 1 dapat dijelaskan bahwa bijih yang berbentuk sangat


kompak (a) jika dilakukan dengan pemanasan, maka akan diperoleh bijih dengan
sejumlah pori-pori yang terbentuk di dalamnya (b). Jadi proses ini hanya
membentuk pori-pori dalam batuan tanpa mengubah senyawa kimia dari batuan
[Didied, 2007].
Proses pra olahan terdiri dari aglomerasi, kalsinasi, pemanggangan
(roasting) dan drying. Aglomerasi adalah salah satu proses dalam metalurgi yang
merubah material menjadi bentuk (gumpalan). Jenis-jenis aglomerasi yaitu
peletizing, briket, nodulizing dan sintering. Pemanggangan adalah proses
pemanasan suatu bijih atau konsentrat di bawah temperatur lelehnya, disertai
dengan penambahan reagen (biasanya gas) dengan tujuan untuk mengubah bentuk
7

senyawa-senyawa yang terkandung, sesuai untuk proses selanjutnya. Kalsinasi


adalah pengerjaan bijih pada temperatur tinggi tanpa disertai penambahan reagen
dengan maksud untuk mengubah bentuk senyawa dalam konsentrat. Kalsinasi ini
akan lebih rinci dibahas dalam laporan ini. Sedangkan drying adalah penghilangan
air yang terdapat dalam bijih (moisture) dengan cara penguapan.

2.3 Kalsinasi
Proses kalsinasi didefinisikan sebagai pengerjaan bijih pada temperatur
tinggi tetapi masih di bawah titik leleh tanpa disertai penambahan reagen dengan
maksud untuk mengubah bentuk senyawa dalam konsentrat. Kalsinasi juga
merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan terhadap bijih agar terjadi
dekomposisi dan senyawa yang berikatan secara kimia dengan bijih yaitu karbon
dioksida dan air yang bertujuan mengubah suatu senyawa karbon menjadi
senyawa oksida yang sesuai dengan keperluan pada proses selanjutnya. Proses
yang dilakukan adalah pemanggangan dengan temperatur yang bervariasi
bergantung dari jenis senyawa karbonat. Kebanyakan senyawa karbonat
berdekomposisi pada temperatur rendah. Contoh, MgCO3 pada temperatur 417oC,
MnCO3 pada 377oC, dan FeCO3 pada 400oC [Arief, 1994]. Tetapi untuk kalsium
karbonat diperlukan suhu 900oC untuk melakukan dekomposisi hal ini
dikarenakan ikatan kimia yang cukup kuat pada air kristal.
Pengeringan yang dilakukan dalam tahap kalsinasi ini bertujuan untuk
melepaskan air yang terikat di dalam konsentrat dengan cara penguapan.
Pelaksanannya dilakukan dengan cara pemanasan sedikit di atas titik uap air, atau
dengan mengatur tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar dari pada
tekanan uap air di sekitarnya. Pada prakteknya, tekanan uap air di dalam
konsentrat harus lebih besar dari tekanan atmosfir agar kecepatan penguapan
dapat berlangsung lebih cepat. Prinsip ini adalah prinsip kalsinasi.
Reaksi kalsinasi batu kapur :
CaCO3 (800oC) = CaO (1000oC) + CO2 (900oC) , ΔHo = 42,5 Kcal ….......................…(1)
8

Panas mengalir secara konduksi ke seluruh bagian batu kapur. Laju


kalsinasi batu kapur memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan oleh
difusi. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi temperatur
semakin cepat proses dekomposisi. Waktu yang diperlukan dalam proses kalsinasi
bergantung pada ukuran dan bentuk dari butiran batu kapur. Dengan temperatur
yang sama semakin kecil ukuran semakin cepat proses kalsinasi, bentuk yang
bulat akan mempercepat proses kalsinasi.
Secara teoritis temperatur kalsinasi dapat ditentukan dengan cara
mengetahui tekanan gas CO2 di dalam dapur. Pada prakteknya tekanan gas CO2
yang dipakai untuk menentukan temperatur dekomposisi adalah dengan
mengambil tekanan gas CO2 sama dengan 1 atm [Arief, 1994].

Karena GT = G0 + RT Ln Q …..................................… (2)

Pada keadaan setimbang, GT = 0, maka


ΔG0 = - RT ln K ……...................................(3)

=- RT ln , …..................................….(4)

dan , = 1 atm
CaCO3 = CaO + CO2
ΔG0 = 40.250 – 34,4 T kal/mol
maka
ΔGº =0
40.250 = 34,4 T
T = 1170 K = 873ºC
Senyawa karbonat lainnya umumnya terdekomposisi pada temperatur
yang lebih rendah dari pada temperatur dekomposisi kalsium karbonat. Misalnya
MgCO3 pada 417ºC, MnCO3 pada 377ºC dan FeCO3 pada 400ºC [Arief, 1994].
Kalsinasi adalah proses yang endotermik, yaitu memerlukan panas hal ini
dapat dilihat dari nilai ΔGo yang positif. Panas diperlukan untuk melepas ikatan
kimia dari air kristal karena dengan panas maka ikatan kimia akan menjadi
9

renggang dan pada temperatur tertentu atom - atom yang berikatan akan bergerak
sangat bebas menyebabkan terputusnya ikatan kimia. Panas juga diperlukan untuk
mengoksidasi batu kapur menjadi oksidanya.

2.4 Termodinamika Kalsinasi


Salah satu contoh dari reaksi kalsinasi adalah reaksi batu kapur. Reaksi
kimia yang terjadi adalah:
CaCO3(s) = CaO(s) + CO2(g) ...................................................................................(5)
Dalam keadaan kesetimbangan didapatkan suatu ketetapan kesetimbangan:

, dimisalkan aktifitas dari padatan adalah satu ( a = 1). Maka


persamaan menjadi,
K = [ CO 2 ] , gas dinyatakan dalam bentuk tekanan

K= , jadi tetapan kesetimbangan dari reaksi kalsinasi batu kapur adalah .

Gambar 2. Hubungan Antara Temperatur Kalsinasi dengan


Untuk menentukan apakah reaksi kalsinasi batu kapur dapat berlangsung
atau tidak dapat dilihat dari nilai ΔGo dari reaksi, jika nilainya adalah negatif
maka reaksi dapat berlangsung. Persamaan energi bebas dari reaksi dekomposisi
batu kapur adalah:
o
∆GT = 40250 − 34,4T kal / mol ..............................................................(6)
2.5 Kinetika Kalsinasi
10

Salah satu proses reaksi adalah reaksi kalsinasi batu kapur. Pada saat
proses kalsinasi, batu kapur umumnya dipanaskan hingga mencapai 900oC. Energi
panas yang dihasilkan oleh furnace mengalir secara konduksi ke seluruh bagian
permukaan batu kapur. Panas tersebut cukup untuk menguraikan batu kapur
menjadi oksidanya dan gas karbon dioksida. Proses penguraian tersebut
menyebabkan massa dari batu kapur berkurang. Panas tidak hanya bergerak ke
permukaan tetapi juga berdifusi kedalam batu kapur.
Laju dari kalsinasi batu kapur bergantung pada bentuk dan ukuran dari
butiran batu kapur serta temperatur dan lama pemanasan yang digunakan.
Semakin bulat bentuk butiran maka proses pemanasan akan semakin efektif
karena panas dapat berdifusi secara bebas dari segala sudut permukaan butir
sehingga distribusi panas merata dan reaksi kalsinasi dapat maksimal. Semakin
tinggi suhu maka waktu yang diperlukan untuk reaksi dekomposisi semakin cepat.
Pada percobaan kali ini digunakan batu kapur dengan bentuk bulat.

Arah difusi kalor

Gambar 3. Difusi Kalor

Rumus umum laju reaksi berdasarkan fraksi yang bereaksi:


Wo − W
R= .............................................................................................
Wo

(7)
Keterangan : R = laju reaksi berdasarkan fraksi yang bereaksi
Wo = berat mineral awal
W = berat mineral akhir
11

Dalam aplikasinya di industri, kalsinasi dilakukan dalam berbagai jenis


furnace:
1. Untuk kuarsa, CaCO3 digunakan shaft furnace
2. Untuk lumps digunakan rotary kiln
3. Untuk material of uniform, dengan ukuran kecil digunakan fluidized
bed.

Gambar 4. Zona Kalsinasi Dalam Furnace dan Temperatur Kalsinasi

Dalam furnace ada tiga zone pemanasan dalam kalsinasi yakni [Rosenqvist,
1974]:
1. The preheating zone
Batu kapur dipanaskan sampai 800oC, belum terjadi reaksi kalsinasi.
2. The reaction zone
Batu kapur dipanaskan dengan suhu 900oC, temperatur efektif untuk proses
kalsinasi batu kapur. Dalam zone ini terjadi reaksi kalsinasi.
3. The cooling zone
Batu kapur yang dipanaskan, dalam zone ini didinginkan sampai suhu 100oC.
12

2.6 Proses Kalsinasi Dalam Pembuatan Serbuk Nikel Ferit Melalui


Kopresipitasi Larutan Besi-Nikel Sulfat oleh Larutan Amonium
Oksalat.

Nikel ferit ( NiFe2O4), adalah material ferit lunak yang mempunyai


struktur kristal kubus berpusat muka. Nikel ferit dapat digunakan dalam peralatan
microwave yang membutuhkan sifat feromagnetik dan resistivitas tinggi. Serbuk
nikel ferit yang dihasilkan melalui metoda kopresipitasi relatif lebih halus dan
homogen dibandingkan dengan metoda konvensional. Serbuk kopresipitat tidak
memerlukan temperatur yang tinggi saat kalsinasi.
Dalam percobaan ini serbuk nikel ferit diperoleh melalui tahap
kopresipitasi dan kalsinasi. Pada tahap kopresipitasi diperoleh kopresipitat besi-
nikel oksalat dengan rasio besi/nikel tertentu. Variabel percobaan pada tahap
kopresipitasi adalah konsentrasi sulfat, konsentrasi amonium oksalat, temperatur,
penambahan kalium oksalat, dan rasio Ni/Fe. Variabel percobaan ini berpengaruh
terhadap ukuran butiran kopresipitat dan prosentase unsur Ni-Fe tertinggal dalam
filtrat. Kopresipitat dikalsinasi pada temperatur 400 , 500 , 600 , dan 1000 °C
selama 2 jam, sedangkan pada percobaan pendahuluan dilakukan kalsinasi pada
300 °C selama I jam. Serbuk kalsinasi diidentifikasi fasanya dengan XRD dan
diamati ukuran butirannya dengan mikroskop optik dan SEM. Serbuk nikel ferit
basil kalsinasi dikompaksi sehingga membentuk disk dengan tekanan 172 MPa,
kemudian disinter pada temperatur 1200 °C selama 4 jam. Disk hasil sintering
didentifikasi fasanya. Prosentase unsur Ni yang tertinggal dalam filtrat selalu
lebih besar dibanding Fe. Hal ini terjadi karena kopresipitat nikel oksalat tidak
stabil dalam larutan yang mengandung amonium oksalat. Pada rasio Ni/Fe 2/5 dan
2/3 dengan penggunaan amonium oksalat 7,5696 g dan 6,7586 g, prosentase unsur
Ni tertinggal adalah 33,25 % dan 26,75 %. Prosentase unsur Ni dan Fe tertinggal
dapat dikurangi dengan menambahkan 0,04 % mol kalium oksalat. Peningkatan
konsentrasi ion oksalat dan 0,0613 M, 0,0695 M, dan 0,0804 M dapat
menurunkan ukuran butiran kopresipitat sampai rata-rata di bawah 5 gm.
Pembentukan fasa nikel ferit yang ekstensif terjadi pada temperatur 300-400 °C.
13

Fasa nikel ferit yang homogen diperoleh pada temperatur kalsinasi 600 °C,
sedangkan pada 1000 °C muncul fasa αFe2O3. Pada saat sintering fasa nikel feat
semakin. banyak. Nikel ferit yang dihasilkan mempunyai parameter kisi 8,339 ±
0,03 A°.

Gambar 5. Proses Kalsinasi Pada Alumina


14

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Percobaan


Untuk lebih memahami proses percobaan pada kalsinasi pada batu kapur
ini dibuatlah Diagram alir Prosedur Percobaan yang terdapat di bawah ini.

Batu kapur CaCO3

Menggerinda 3 butir batu kapur


bentuk bola

Menimbang batu kapur


(berat awal)

Memasukkan batu kapur ke dalam muffle furnace dengan suhu 700 0 C,800 0C,900 0 C

Data

Pembahasan Literatur

Kesimpulan

Gambar 6. Diagram Alir Percobaan Reaksi Kalsinasi Batu Kapur

14
15

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat yang Digunakan
1. Muffle furnace
2. Neraca teknis
3. Penjepit
4. Sarung tangan
5. Jangka sorong
6. Tang potong
7. Palu
8. Gerinda
3.2.2 Bahan yang Digunakan
Batu kapur 3 butir berbentuk bola

3.3 Prosedur Percobaan


1. Menyiapkan tiga (3) butiran batu kapur berbentuk bola dengan
panjang diameter yang berbeda.
2. Menimbang dengan teliti ketiga batu kapur menggunakan neraca
teknis.
3. Memasukkan batu kapur ke dalam mufflle furnace dengan
menggunakan crucible.
4. Memanaskan pada temperatur 700, 800, dan 9000 C selama 5 menit
5. Mengeluarkan batu kapur, kemudian batu kapur didinginkan.
6. Menimbang dengan teliti dan mencatat hasilnya.
16

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan


Dibawah ini merupakan tabel data-data hasil dari percobaan. Dimana pada
ketiga sampel yang telah dilakukan dengan bentuk dan waktu yang sama denagn
suhu yang berbeda diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Data hasil percobaan


No. Sampel Suhu Waktu
(0C) Pemanasan Berat (gram) PCO2
(menit)
Sebelum Setelah
pemanasan pemanasan
1
700 10.5 10,45 0,4335
5
D=1,903cm
2
800 5 10 9.9 0,688

D = 1,723 cm
3
900 5 9.8 9.2 1,01

D = 2,24 cm

Dimana dapat diperoleh bahwa semakin tinggi suhu maka berat sampel
semakin banyak yang berkurang dan semakin tinggi.

4.2 Pembahasan
Kalsinasi adalah perlakuan termal suatu bijih atau berkonsentrasi untuk
efek dekomposisi dan penghapusan produk volatile, biasanya CO2, uap air, atau
gas lainnya.Oleh karena itu, sebaliknya dengan pengeringan, kalsinasi melibatkan

16
17

penghapusan H2O, CO2, dan lainnya yang secara kimiawi terikat seperti
misalnya hidrat atau karbonat.
Lost Lost

Chemically bound
Material Free water Completely dehydrated
H2O, CO2
and calcined mayetial

Drying Calcination

Interesting Temparature

Gambar 7. Diagram alir drying dan kalsinasi

Gambar 8. Grafik Hubungan Kenaikan Tekanan Dengan Temperature

Suhu yang diperlukan untuk tekanan dekomposisi untuk mencapai 1 atm


bervariasi.Contohnya :
1. FeCO3 dan Mg(OH)2 ; T ≥ 200°C
18

2. MnCO3 , MgCO3 ; T ≥ 400°C


3. CaCO3 ; T ≥ 900°C
4. BaCO3 dan Na2CO3; T ≥ 1000°C
Reaksi kalsinasi :
CaCO3 ↔ CaO + CO2 ΔH298oK= +42.5 kcal/gram-mole T ≥ 900o C ....................(8)
Ini reaksi kalsinasi indotermik (Chemical Principles of Materials Production
Prof.Dr. Yavuz A. TOPKAY)

Gambar 9. Diagram Zona Temperatur Dengan Diagram TTT Kalsinasi


[ Sumber : Chemical Principles of Materials Production Prof.Dr. Yavuz A.
TOPKAY]

Dari data- yang terdapat pada table 1, diperoleh grafik hubungan


antara terhadap besarnya temperatur .
19

Gambar 10. Grafik Antara Tempratur Terhadap Selisih Berat

Pada gambar 10 menunjukan hubungan antara perubahan berat sampel


dengan temperatur, dimana pada grafik tersebut terlihat bahwa kenaikan
temperatur diikuti dengan kenaikan perubahan berat, artinya semakin banyak
berat yang hilang, jika dibandingkan dengan gambar 9 dari referensi, batu kapur
yang awalnya bewujud padat pada temperatur rendah dibawah 200oC, berubah
menjadi gas pada temperatur tinggi mendekati 900oC . hal ini dapat dilihat pada
diagram TTT gambar 9.
Dari reaksi kalsinasi yang terjadi, seharusnya massa batu kapur baru
berkurang pada temperatur 900oC, namun dari data hasil percobaan menunjukan
bahwa pada temperatur 700oC pada gambar 10, sudah menunjukan perubahan
massa batu kapur. Hal ini mungkin saja terjadi, jika membandingkan dengan
gambar 7 dimana sebelum terjadi proses kalsinasi, terlebih dahulu terjadi proses
drying yang mengakibatkan hilangnya air bebas yang tidak berikatan secara kimia
dengan batu kapur. Pada diagram TTT juga terlihat bahwa perubahan padat
menjadi gas mulai terjadi dari temperatur 200oC, dimana pada temperatur ini air
bebas sudah menguap. Masa yang berkurang ini akibat adanya air, kristal air dan
20

CO2 yang menguap (berdekomposisi dengan CaO) [ Sumber : Chemical


Principles of Materials Production Prof.Dr. Yavuz A. TOPKAY]

Gambar 11. Grafik Antara Tempratur Terhadap Pco2

Laju dari kalsinasi batu kapur sangat bergantung pada bentuk dan ukuran
dari butiran batu kapur serta temperatur dan lama pemanasan yang digunakan.
Semaki bulat bentuk butiran maka proses pemanasan akan semakin efektif karena
panas dapat berdifusi secara bebas dari segala sudut permukaan butir sehingga
distribusi panas merata dan reaksi kalsinasi dapat maksimal. Semakin tinggi suhu
maka waktu yang diperlukan untuk reaksi dekomposisi semakin cepat.
Dengan adanya panas maka ikatan antar molekul dan senyawa menjadi
renggang akibat atom-atom yang menjadi aktif bergerak, ikatan kimia air kristal
batu kapur akan terlepas pada saat temperatur mencapai kritisnya. Menurut aspek
termodinamikanya, nilai PCO2 hanya bergantung pada variabel temperatur dan
berbanding lurus. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi
temperatur semakin cepat proses dekomposisi.
Pada temperatur 900oC batu kapur menjadi mudah terdekomposisi karena
ikatan kimianya menjadi renggang. Batu kapur mudah terurai menjadi oksidanya
21

dan karbon dioksida. Sehingga penghilangan air kristal serta penguapan karbon
dioksida berdampak terhadap berat dari batu kapur. [ Sumber : Chemical
Principles of Materials Production Prof.Dr. Yavuz A. TOPKAY]
22

BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dan grafik yang telah dibuat,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam proses kalsinasi variabel temperatur dan bentuk sampel
berpengaruh terhadap banyak sedikitnya berat gas-gas seperti H2O dan
CO2 pada batu kapur yang hilang.
2. Semakin besar temperaturnya, maka jumlah gas Co2 yang menguap akan
semakin besar pula. Terbukti bahwa suatu sampel batu kapur apabila
dipanaskan sebesar 7000C menghasilkan Pco2 0,4335, apabila temperatur
ditambah menjadi 8000C menghasilkan Pco2 0,688, dan apabila ditambah
lagi menjadi 9000C maka nilai Pco2 meningkat lagi menjadi 1,01. Serta berat
yang hilang pada batu kapur semakin banyak pula, dikarenakan pada
temperatur 900oC batu kapur menjadi mudah terdekomposisi karena ikatan
kimianya menjadi renggang. Batu kapur mudah terurai menjadi oksidanya
dan karbon dioksida. Sehingga penghilangan air kristal serta penguapan
karbon diokasida berdampak terhadap berat dari batu kapur.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Pehlke, D. Robert. ” Unit Processes of Extractive Metallurgy “, The


University of Michigan, Ann Arbor, Michigan, 1996.
2. Gilchrist, J.D. “ Extraction Metallurgy “, The University of Newcastle,
Upon Tyne, England, 1999.
3. Rosenqvist, Terkel. “ Principles of Extractive Metallurgy. Univety of
Trondheim, Norwegia, 1974.
4. Prof.Dr. Yavuz A. TOPKAYA Chemical Principles of Materials
Production

23
24

LAMPIRAN

24
25

Lampiran 1. Contoh Perhitungan

1. Hitung proses.
Jawab :
Untuk suhu 700 oC
CaCO3 = CaO + CO2
T = 700oC = 973oK
∆GTo = 40.250 − 34,3T Kal mol
∆G = - RT Ln K
[ CaO ][ CO2 ]
K=
[ CaCO 3 ]
K = [ CO 2 ]

K=

Maka, 40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2


Pemanggangan T = 700 oC = 973 K
40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

40.250 – 34,4(973) = - ( 8,314 ) ( 973 ) ( 2,303 ) Log Pco 2

6778,8 = -18630,169 Log Pco 2

Log
= -0,063
Pco 2 = 0,4335
26

Lampiran 2. Jawaban Pertanyaan dan Tugas


1. Hitung berat CaO yng terjadi ?
Jawab :
1. Sampel bulat, d = 1,903 cm
Wo = Berat CaCO3 = 10, 5 gram
W = Berat CaO = 10,45 gram
2. Sampel bulat, d = 1,723 cm
Wo = Berat CaCO3 = 10 gram
W = Berat CaO = 9,9 gram
3. Sampel bulat, d = 2,24 cm
Wo = Berat CaCO3 = 9.8 gram
W = Berat CaO = 9.2 gram

2. Hitung PCO2 proses ?


Jawab :
1. Untuk suhu 700 oC
CaCO3 = CaO + CO2
T = 700oC = 973oK
∆GTo = 40.250 − 34,3T Kal mol
∆G = - RT Ln K
[ CaO ][ CO2 ]
K=
[ CaCO 3 ]
K = [ CO 2 ]

K = Pco 2

Maka, 40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

Pemanggangan T = 700 oC = 973 K


40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

40.250 – 34,4(973 ) = - ( 8,314 ) ( 973 ) ( 2,303 ) Log Pco 2

6778,8 = -18630,169 Log Pco 2


27

Log Pco 2 = -0,063


Pco 2 = 0,4335

2. Untuk suhu 800 oC

CaCO3 = CaO + CO2


T = 800 oC = 1073 K
∆GTo = 40.250 − 34,3T Kal mol
∆G = - RT Ln K
[ CaO ][ CO2 ]
K=
[ CaCO 3 ]
K = [ CO 2 ]

K = Pco 2

Maka, 40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

Pemanggangan T = 800 oC = 1073 K


40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

40.250 – 34,4(1073 ) = - ( 8,314 ) ( 1073 ) ( 2,303 ) Log Pco 2

3338,8 = -20544,883 Log Pco 2

Log Pco 2
= -0,1625
Pco 2 = 0,688

3. Untuk suhu 900 oC

CaCO3 = CaO + CO2


T = 900oC = 1173oK
∆GTo = 40.250 − 34,3T Kal mol
∆G = - RT Ln K
28

[ CaO ][ CO2 ]
K=
[ CaCO 3 ]
K = [ CO 2 ]

K = Pco 2

Maka, 40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

Pemanggangan T = 900oC = 1173oK


40.250 – 34,4T = - RT Ln Pco 2

40.250 – 34,4(1173 ) = - ( 8,314 ) ( 1173 ) ( 2,303 ) Log Pco 2

-101,2 = -22459, 598 Log Pco 2

Log Pco 2
= 0.0045
Pco 2 = 1,01

3. Plot PCO2 terhadap temperatur?


Jawab :
29

4. Buat kesimpulan dan pengamatan sodara?


Jawab :
Dalam proses kalsinasi variabel temperatur dan bentuk sampel
berpengaruh terhadap banyak sedikitnya berat gas-gas pada batu kapur
yang hilang. Semakin besar temperaturnya, maka jumlah gas Co2 yang
menguap akan semakin besar pula. Terbukti bahwa suatu sampel batu

kapur apabila dipanaskan sebesar 7000C menghasilkan Hitung


0,4335, apabila temperatur ditambah menjadi 8000C menghasilkan Pco2
0,688, dan apabila ditambah lagi menjadi 9000C maka nilai Pco2 meningkat
lagi menjadi 1,01. Serta berat yang hilang pada batu kapur semakin banyak
pula, dikarenakan pada temperatur 900oC batu kapur menjadi mudah
terdekomposisi karena ikatan kimianya menjadi renggang. Batu kapur
mudah terurai menjadi oksidanya dan karbon dioksida. Sehingga
penghilangan air kristal serta penguapan karbon diokasida berdampak
terhadap berat dari batu kapur.
30

Lampiran 3. Gambar Alat Dan Bahan

Gambar 12. Batu Kapur

Gambar 13. Muffle Furnace

Gambar 14. Gerinda


31

Gambar 15. Helm

Gambar 16. Neraca Teknis

Gambar 17. Jangka Sorong,

Anda mungkin juga menyukai