Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUBERCULOSIS dan MALARIA


DALAM KEHAMILAN

Kelompok 4

1. Arita Nur Aini


2. Eka Wahyu Fibrianti
3. Ika Yulitaningtyas
4. Rismayanti
5. Septi Frimaning Rahayu
6. Ari Tri Vitaningtyas
7. Septin Purwati
8. Romlah Nur Asih
9. Yulinda Nerawati
10. Galuh Andika
11. Dinia Kholida Kiptiyah
12. Arista Fiorentin
13. Erfika Dyastuti Wanadi
14. Hesti Via Hilyati
15. Hesti Violita Islamiyah
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Malaria dan Tuberculosis adalah penyakit yang dapat menyerang semua
individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita
hamil. Wanita hamil termasuk golongan yang rentan untuk terkena Malaria dan
Tuberculosis sehubungan dengan penurunan imunitas dimasa kehamilan.
Malaria maupun Tuberculosis pada kehamilan dapat menimbulkan berbagai
keadaan patologi pada ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil
malaria dapat mengakibatkan timbulnya demam, anemia, hipoglikemia, udema
paru akut, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Ibu hamil yang
terserang Tuberculosis akan mengalami beberapa risiko yang akibat infeksi
Tuberculosis selama kehamilan yaitu keguguran, berat bayi lahir rendah
(BBLR), kelahiran prematur, kematian janin, hingga Tuberculosis kongenital.
Menurut WHO angka morbiditas dan mortalitas akibat malaria cenderung
menurun pada periode 2005-2015. Meskipun demikian, masih ada lebih kurang
3,2 milyar jiwa atau hampir separuh penduduk dunia berisiko tertular penyakit
malaria. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012) sepertiga
populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk juga tercatat terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Dengan kata lain, dari jumlah 8 juta populasi yang
terinfeksi TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal.
Tuberculosis di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat dengan jumlah kasus menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia
setelah Cina dan India, atau sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di
dunia. Permasalahan malaria juga masih merupakan masalah yang serius di
Indonesia karena sering menimbulkan kematian apabila tidak diobati secara
benar. Walaupun telah terjadi penurunan yang cukup signifikan dari 465.764
kasus positif malaria pada tahun 2010 menjadi 209.413 kasus pada tahun 2015,
tetapi dari data Kemenkes tahun 2011 2015 didapatkan hasil persentase
kabupaten/kota endemis tinggi mengalami sedikit penurunan kasus malaria.
Menurut Prawiroharjo & Sumoharto frekuensi wanita hamil yang
menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Pada kasus malaria dalam
kehamilan, Plasmodium falciparum merupakan plasmodium yang terpenting
karena penyebarannya luas, dan mempunyai dampak paling berat terhadap
morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya. Oleh karena itu Wanita hamil perlu
mendapat prioritas dalam upaya pemberantasan Malaria maupun Tuberculosis
sesuai pedoman penatalaksanaan Malaria dan Tuberculosis ibu hamil terutama
di daerah endemis malaria maupun daerah yang beresiko terpapar Tuberculosis.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Memberi pemahaman tentang penatalaksanaan kasus Malaria dan
Tuberculosis khususnya bagi ibu hamil dalam masa kehamilannya.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengurangi resiko komplikasi pada ibu hamil akibat infeksi
Tuberculosis dan Malaria.
b. Mengetahui klasifikasi Tuberculosis dan malaria pada ibu hamil
c. Memberikan pengobatan yang tepat pada ibu hamil dengan
Tuberculosis dan malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TBC)


2.1.1 Pengertian penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus.
TBC paru tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman
menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran langsung ke
bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013).

2.1.2 Etiologi Tuberkulosis


TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis
merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan
panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen
Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid yang
menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat kimia dan
faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis banyak ditemukan di
daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman Mycrobacterium
tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat, koloni akan tampak
setelah kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8 minggu.
Lingkungan hidup optimal pada suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman
tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C (Widyanto &
Triwibowo, 2013). Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie
Mycrobacteriaceace yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya
adalah Mycrobacterium, yang salah satunya speciesnya adalah
Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel lipoid
sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk
mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil
Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari,
sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini
terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet (Danusantoso,2013)

2.1.3 Patogenesis Tuberkulosis

TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC


(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat
kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TBC dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman
TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Masa inkubasi TBC biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler (Werdhani, 2009). TBC primer adalah TBC yang terjadi
pada seseorang yang belum pernah kemasukan basil TBC. TBC sekunder
adalah penyakit TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak
terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu TBC primer yang telah
sembuh akan berkelanjutan menjadi TBC sekunder yang diperkirakan hanya
sekitar 10%. (Danusantoso, 2013).

2.1.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum
dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Werdhani,
2009)
a. Gejala sistemik atau umum:
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Terkadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
3) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah
b. Gejala khusus:
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.

2.1.5 Pengaruh Tuberkulosis terhadap Kehamilan

Dulu pernah dianggap bahwa wanita dengan tuberkulosis paru aktif


mempunyai insidensi yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan wanita
hamil tanpa infeksi tuberkulosis paru dalam hal abortus spontan dan kesulitan
persalinan. Banyak sumber yang mengatakan peranan tuberkulosis terhadap
kehamilan antara lain meningkatnya abortus, pre-eklampsi, serta sulitnya
persalinan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal tersebut tergantung dari
letak tuberkulosis apakah paru atau nonparu serta apakah tuberkulosis
terdiagnosis semasa kehamilan. Pada penelitian terhadap wanita-wanita Indian
yang mendapat pengobatan selama 6-9 bulan semasa kehamilan maka kematian
janin 6 kali lebih besar dan insidens dari: prematuritas, KMK ( kecil untuk masa
kehamilan), BBLR (berat badan lahir rendah).

2.1.6 Pengobatan Tuberculosis pada Ibu Hamil

Pengidap TBC dianjurkan minum obat selama 6-9 bulan secara berturut-
turut untuk meminimalkan risiko penularan. Ibu hamil pengidap TBC sering
ragu minum obat karena khawatir pada keselamatan bayinya. Meski hal ini
wajar, TBC pada ibu hamil tetap perlu ditangani agar tidak menyebabkan
komplikasi kehamilan. Beberapa risiko yang terjadi akibat infeksi TBC selama
kehamilan adalah keguguran, berat bayi lahir rendah (BBLR), kelahiran
prematur, kematian janin, hingga TBC kongenital. Pasalnya keuntungan
konsumsi OAT lebih besar ketimbang membiarkan infeksi TBC mengendap
dalam paru dan menyebar ke organ tubuh lain. Pengobatan penting diberikan
agar proses kehamilan dan persalinan bayi berjalan lancar, serta mencegah
infeksi TBC pada bayi. Dokter akan meresepkan obat sesuai dengan kondisi
kehamilan.

1. Pengobatan TB Laten.

TB laten berarti infeksi telah terjadi, meski belum menimbulkan gejala.


Infeksi diketahui dengan melihat reaksi positif pada tes kulit atau tes darah TB
tuberkulin. Pengidap TB laten tidak bisa menularkan dan menyebarkan penyakit
ke orang lain. Pada ibu hamil dengan TB laten, dokter umumnya
merekomendasikan minum obat setelah 2-3 bulan pasca melahirkan. Meski pada
sebagian kasus, pengobatan diberikan selama kehamilan.

2. Pengobatan TB Aktif.

TB aktif berarti pengidap sudah merasakan gejala fisik dan berpotensi


menularkan penyakit ke orang lain. Pada ibu hamil pengidap TB aktif, dokter
meresepkan tiga jenis obat yang dikonsumsi tiap hari selama dua bulan awal
kehamilan, yakni isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Selama tujuh bulan dari
sisa kehamilan, ibu cukup mengonsumsi isoniazid dan rifampisin saja. Kedua
obat dikonsumsi tiap hari atau dua kali seminggu, tergantung kebutuhan dan
anjuran dokter. OAT yang dikonsumsi berpotensi timbulkan efek samping.
Meliputi sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, gangguan penglihatan, sakit
kuning, penurunan nafsu makan, dan urine berwarna kemerahan.

2.2 Malaria
2.2 1 Definnisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan
oleh parasit plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis
seperti Afrika, Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan. Terdapat 5
spesies parasit plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu
Plasmodium falsifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium oval, Plasmodium
malariae dan Plasmodium knowlesi. Dari beberapa spesies tersebut jenis
Plasmodium falsifarum dan Plasmodium vivax menjadi ancaman terbesar.
Golongan yang berisiko tertular malaria antara lain: ibu hamil, pelancong yang
tidak memiliki kekebalan terhadap malaria, pengungsi dan pekerja yang
berpindah ke daerah endemis malaria (Yatim, 2007). Kegiatan pemberantasan
penyakit ini sudah dilakukan sejak lama. Adanya parasit malaria kebal
(resisten) terhadap obat-obatan, merupakan salah satu penyebab sulitnya usaha
pemberantasan penyakit ini (Prabowo, 2008).
2.2.2 Faktor –Faktor yang mempengaruhi penyebaran malaria
a. Pejamu (Host)
Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang
mudah dan ada yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya
ringan. Kerentanan manusia terhadap penyakit malaria berbeda-beda.
Ada manusia yang rentan, yang dapat tertular oleh penyakit malaria,
tetapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah tertular oleh penyakit
malaria. Berbagai bangsa (ras) mempunyai kerentanan yang berbeda-
beda (faktor rasial) (Gandahusada, 2013)

b. Penyebab (Agent)
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk anopheles betina. Spesies anopheles di seluruh dunia terdapat
sekitar 2.000 species dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai
penular malaria. Nyamuk anopheles hidup di daerah beriklim tropis
dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang.
Nyamuk anopheles betina biasanya menggigit manusia pada malam
hari atau sejak senja hingga subuh, lalu meletakkan telurnya di atas
permukaan air satu per satu. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu
cukup lama dalam bentuk dorman. Bila air cukup tersedia, telur-telur
tersebut biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan. Nyamuk
anopheles sering disebut nyamuk malaria karena banyak jenis nyamuk
ini yang menularkan penyakit malaria (Sembel, 2009).

c. Lingkungan (Environment)
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya
malaria di suatu daerah. Keberadaan danau air payau, genangan air di
hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan
di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan
nyamuk malaria (Prabowo, 2008).

2.2.3 Klasifikasi Parasit Malaria


Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat diklasifikasikan
menjadi 5 yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi
1) Plasmodium falciparum Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang
paling berbahaya karena siklus perkembangan yang cepat merusak sel
darah merah dan dapat menyumbat aliran darah sehingga dapat
mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini dapat berkembang
dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi di
beberapa negara seperti Afrika dan banyak dijumpai di seluruh
kepulauan Indonesia. Penyakit malaria jenis ini termasuk malaria ganas
dengan masa inkubasi 9-14 hari. Plasmodium falcifarum dapat
menyerang limpa dan hati. Apabila organ hati sudah terkena, akan
timbul gejala yang menyerupai penyakit kuning. Penderita akan merasa
gelisah dan terkadang mengigau diikuti keluarnya keringat dingin
(Mursito, 2002).
2) Plasmodium vivax Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-
tropis seluruh dunia. Hidup pada sel darah merah. Plasmodium vivax
memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari
sekali, sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertiana. Jenis
malaria ini tersebar hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dan
merupakan jenis malaria terbanyak yang dijumpai. Masa inkubasi
malaria tertiana berkisar antara 12-17 hari yang diawali dengan gejala
nyeri kepala, nyeri pinggang, mual, muntah dan badan terasa lesu.
3) Plasmodium ovale .
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat
ringan. Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika
Barat dan pulau-pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium
vivax.
4) Plasmodium malariae.
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel
darah merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap
empat hari.
5) Plasmodium knowlesi.
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia
Tenggara, penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang,
monyet berekor coil) dan babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya
sangat cepat bereplikasi 24 jam dan dapat menjadi sangat parah

2.2.4 Keadaan Patologis Bagi Ibu Hamil


Keadaan patologi pada Ibu hamil yang menderita malaria dapat berakibat
buruk pada janin yang dikandungnya. Pengaruh pada janin yang paling sering
terjadi adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang lahir dengan
berat badan rendah dapat disebabkan oleh kelahiran prematur dan gangguan
pertumbuhan janin. Kondisi ini dapat terjadi akibat malaria di masa
kehamilan karena adanya gangguan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu ke
janin yang dikandungnya. Beberapa gejala malaria yang mungkin muncul
selama kehamilan antara lain sebagai berikut:

1) Demam
Demam akibat malaria pada ibu hamil biasanya terjadi pada primigravida
yang belum mempunyai kekebalan terhadap malaria. Pada ibu hamil
multigravida yang berasal dari daerah endemisitas tinggi jarang terjadi
gejala demam walaupun mempunyai derajat parasitemia yang tinggi.
Klinis demam ini sangat berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin
lainnya.

2) Anemia
Anemia Berdasarkan defenisi WHO, seorang wanita hamil dikatakan
anemia apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram/dl. Anemia
yang terjadi pada trimester pertama kehamilan sangat berhubungan
dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan
karena Pertumbuhan janin terjadi sangat pesat terjadi pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu. Anemia akibat malaria terjadi karena
pecahnya eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi. Pecahnya
eritrosit yang tidak terinfeksi terjadi akibat meningkatnya fragilitas
osmotik sehingga mengakibatkan autohemolisis. Pada malaria
falciparum dapat terjadi anemia

3) Hipoglikemi

Komplikasi malaria berupa hipoglikemia lebih sering terjadi pada


wanita hamil dibandingkan dengan individu yang tidak hamil. Keadaan
hipoglikemia ini sering tidak terdeteksi karena gejala hipoglikemia itu
sendiri mirip dengan gejala malaria. Gangguan susunan saraf pusat
akibat hipoglikemi sering diragukan dengan malaria serebral.
Hipoglikemia yang tidak diatasi segera dapat jatuh ke keadaan asidosis
laktat yang dapat mengakibatkan fetal distress.
Hipoglikemia akibat malaria pada wanita hamil terjadi karena
beberapa hal antara lain:
1. Adanya perubahan metabolisme karbohidrat terutama pada
trimester akhir kehamilan,
2. Kebutuhan glukosa dari eritrosit yang terinfeksi lebih tinggi
dibandingkan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi
3. Peningkatan fungsi sel beta pankreas
4. Peningkatan sekresi adrenalin dan disfunsi susunan saraf pusat.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai


membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi
lain: seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan
infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan
leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan
ikterikbahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan
leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering j uga didiagnosis
sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis
riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan
demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis
penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Untuk malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
WHO.

2.2.6 Pengobatan pada Ibu Hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin. Semua obat
anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi
lambung. Oleh sebab itu ibu hamil harus makan terlebih dahulu setiap akan minum
obat anti malaria.

Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks pada ibu hamil


Umur Kehamilan pengobatan
Trimester I-III (0-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Keterangan:
ACT : Artemisinin combination therapy yang berguna untuk membunuh semua
stadiumparasit yang ada di dalam tubuh
BAB III
KESIMPULAN

Wanita hamil termasuk golongan yang rentan untuk terpapar Malaria dan
Tuberculosis sehubungan dengan penurunan imunitas dimasa kehamilan. Malaria
maupun Tuberculosis pada kehamilan dapat menimbulkan berbagai keadaan patologi
pada ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Kedua penyakit ini dapat menyebabkan
berbagai komplikasi, sehingga memerlukan diagnosa khusus salah satunya pemeriksaan
laboratorium. Pengobatan Tuberculosis dan Malaria harus dibawah pengawasan dokter,
hal ini untuk mempertimbangkan resiko bahaya untuk ibu hamil maupun resiko
terhadap bayi.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/bukusaku_malaria.pdf
2. http://repository.unimus.ac.id/1099/3/BAB%20II.pdf
3. World Health Organization, 2010. Diunduh dari:
http://www.who.int/features/2003/0 4b/en/
4. Pengaruh malaria selama kehamilan. Universitas Sumatera Utara. USU
digital library 2013.

Anda mungkin juga menyukai