Anda di halaman 1dari 24

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PETERNAKAN SAPI

PERAH SKALA INDUSTRI

PAPER

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERKELANJUTAN

OLEH :
JOKO SUSILO 207040014
APRITAMA ADHA 217040002
RISKA ROMAITO NASUTION 217040003

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PETERNAKAN SAPI
PERAH SKALA INDUSTRI

PAPER

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERKELANJUTAN

Makalah Sebagai Tugas Mata Kuliah Pembangunan Peternakan Berkelanjutan


Program Studi Magister Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

OLEH :
JOKO SUSILO 207040014
APRITAMA ADHA 217040002
RISKA ROMAITO NASUTION 217040003

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
Judul : Konsep Pembangunan Berkelanjutan Peternakan Sapi Perah
Skala Industri

Nama / NIM : Joko Susilo / 207040014

Apritama Adha / 217040002

Riska Romaito Nasution / 217040003

Program Studi : Ilmu Peternakan

Diketahui Oleh
Dosen Penanggungjawab

Dr. Ir. Simon P. Ginting, Msc


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya tim penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan tepat
waktu.

Adapun judul dari makalah ini adalah “Konsep Pembangunan


Berkelanjutan Peternakan Sapi Perah Skala Industri” yang merupakan salah satu
tugas mata kuliah Pembangunan Peternakan Berkelanjutan, Program Studi Ilmu
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada


dosen matakuliah Pembangunan Peternakan Berkelanjutan yaitu Bapak Dr. Ir.
Simon P. Ginting, Msc yang telah membimbing tim penulis dalam penyelesaian
makalah ini.

Makalah ini dirasa masih belum sempurna untuk itu tim penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata tim penulis mengucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

II. PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Kondisi Pembangunan Peternakan Indonesia ...................................... 3

2.2 Kondisi Peternakan Sapi Perah Indonesia .......................................... 6

2.3 Permintaan Sapi Perah dan Susu Nasional ........................................... 8

2.4 Konsep Pembangunan Sapi Perah Skala Industri ................................ 9

2.5 Konsep Pembangunan Industri Sapi Perah Amerika ........................... 10

III. PENUTUP ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prinsip dasar peternakan berkelanjutan harus diterapkan sebaik-baiknya.
Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi suatu solusi yang diterima oleh
semua negara di dunia untuk mengelola sumberdaya alam agar tidak mengalami
kehancuran dan kepunahan. Konsep ini berlaku untuk seluruh sektor
pembangunan termasuk pembangunan sektor peternakan (Mersyah, 2005).
Peternakan berkelanjutan yaitu dengan pemanfaatan sumber daya yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui
(unrenewable resources) untuk proses produksi peternakan dengan menekan
dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang
dimaksud meliputi penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta
lingkungannya.
Peternakan sapi perah berkelanjutan dapat diartikan bahwa usaha
peternakan tersebut akan terus berlangsung keberadaan dan keberhasilannya pada
saat ini hingga masa yang akan datang. Menurut Food and Agriculture
Organization (FAO), pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam, orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan
dilakukan sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan
kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang.
Menurut Fauzi Luthan, pada tahun 2020 paling tidak 50% kebutuhan susu
nasional dipasok dari dalam negeri, pada tahun 2020 diperkirakan konsumsi susu
mencapai 20 liter/kapita/tahun. Selain karena pemeliharaan dan manajemen ternak
yang kurang benar menyebabkan kecilnya tingkat produktivitas sapi dalam
menghasilkan susu. Sedikitnya sentra peternakan sapi perah di Indonesia juga
menjadi salah satu faktor belum maksimalnya penyediaan pasokan susu nasional,
maka dari itu diperlukan peningkatan industri peternakan sapi perah baik dari sisi
kualitas manajemen maupun perluasan usaha peternakan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan susu nasional.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji yaitu terkait dengan bagaimana konsep
pembangunan peternakan sapi perah berkelanjutan dalam skala industri di
Indonesia.

1.3 Tujuan
Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya yang dapat diberikan
kepada sektor peternakan sapi perah skala industri agar mampu membangun
peternakan berkelanjutan saat ini hingga masa yang akan datang.
II. PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Pembangunan Peternakan Indonesia


Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang mampu
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka (Mitchell et al., 2000).
Pembangunan haruslah selaras dengan pengelolaan sumber daya sehingga
kesejahteraan jangka panjang seharusnya diberi prioritas yang sama dengan
kebutuhan yang mendesak pada saat ini (Reinjntjes et al., 2011). Dampak dari
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, pada umumnya mengakibatkan
kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lingkungan. Kegiatan
pembangunan seharusnya berkelanjutan dan mengacu pada kondisi alam dan
pemanfaatannya agar berwawasan lingkungan (Sunu, 2001).
Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep
pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola
sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep ini
berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor
peternakan (Mersyah, 2005). Khusunya pada saat ini krisis air dunia saat ini sudah
masuk pada tahap genting. Satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum
dan satu dari tiga orang tidak mendapat sarana sanitasi yang layak. Menjelang
tahun 2025, sekitar 2,7 milyar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan
menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah. Beberapa negara yang
mengalami kelangkaan air saat ini mulai menerapkan konsep baru yang disebut
air maya (Virtual Water) atau sejumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu barang konsumsi.
Mengenai konsep ini diumpamakan, bila anda mengonsumsi satu kilo
daging sapi, berarti anda menggunakan pula 13.000 liter air yang diperlukan bagi
peternakan sapi hingga menghasilkan daging tersebut (Badan Litbang Pertanian,
2003). Peternakan penting bagi manusia sebagai sumber protein hewani bagi
hidupnya. Oleh karena itu, pembangunan di bidang peternakan perlu
dikembangkan untuk penyediaan bahan penghasil pangan, bahan baku industri,
jasa dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian (Supardi, 2003).
Usaha peternakan sapi di Indonesia sampai saat ini masih mementingkan
produktivitas ternak dan belum mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan
(Sarwanto, 2004). Akibat pengelolaan ternak yang tidak memperhatikan
lingkungan, banyak usaha peternakan yang tidak berhasil dikarenakan timbulnya
kerugian yang disebabkan oleh limbah yang tidak dikelola dengan benar
(Sudiarto, 2008).
Potensi pengusahaan ternak sapi yang tinggi juga berpotensi menimbulkan
tingkat pencemaran yang tinggi pula. Menurut Melse et al (2009), mengatakan
bahwa peternakan berkelanjutan tidak hanya memperhatikan kelangsungan hidup
ternak dan produksinya namun juga penanganan limbah yang dapat mencemari
lingkungan khususnya di daerah dengan kepadatan ternak yang tinggi. Di daerah
tersebut diperlukan teknologi pengurangan amonia melalui pembuatan pupuk
kandang. Produk tersebut diharapkan mampu mengganti penggunaan pupuk kimia
dan memperbaiki siklus hara. Selain amonia, aplikasi pengelolaan udara juga
dibutuhkan untuk mengurangi emisi lingkungan berupa bau dan partikel (debu).
Intensifikasi usaha peternakan tidak hanya melihat pencapaian efisiensi produksi
tetapi juga dampak yang ditimbulkan antara lain pencemaran lingkungan dan
resiko kesehatan.
Peranan sistem pengolahan limbah diperlukan dalam pelemahan isu-isu
lingkungan dan kesehatan (Martinezet al, 2009). Produksi peternakan intensif
akan memberikan sumbangan bagi tingkat pencemaran lingkungan, seperti
pembuangan limbah pada tanah dan air permukaan serta emisi ke atmosfer
(Flotats et al, 2009). Air larian (air permukaan) yang berasal dari kandang atau
hasil penyiramannya membanjiri lahan sekitarnya dan mengakibatkan pencemaran
terhadap badan air. Selain itu juga mengakibatkan pencemaran udara karena hasil
penguraian bahan organik limbah ternak yang dibuang dengan cara hanya
ditumpuk dan menggunung di suatu tempat tanpa penanganan yang benar dapat
menghasilkan gas yang berbau dan berbahaya bagi kesehatan manusia (Sudiarto,
2008).
Pengelolaan usaha peternakan ke depan dibangun secara berkesinambungan
supaya memberikan kontribusi pendapatan dan berkelanjutan. Limbah peternakan
yang dihasilkan tidak lagi menjadi beban biaya usaha akan tetapi menjadi hasil
ikutan yang memiliki nilai ekonomi (Sudiarto, 2008). Pengolahan limbah
peternakan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan pendapatan bagi
peternak dengan merubah kotoran ternak menjadi pupuk kandang yang bermanfat
bagi tanaman. Menurut Sudiarto (2008), konversi limbah menjadi pupuk organik
akan sangat berperan dalam pemulihan daya dukung lingkungan terutama di
bidang pertanian. Apalagi saat ini, sedang dilakukan upaya pengembangan
pertanian organik yang mensyaratkan penggunaan pupuk organik alami untuk
meningkatkan produksi pertanian. Seperti yang dikatakan Budiyanto (2011),
kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk
organik. Kebutuhan pupuk organik akan meningkat seiring dengan permintaan
akan produk organik.

Tabel 1. Populasi Ternak Besar


Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel.1 terlihat bahwa secara nasional
jumlah populasi sapi potong dan sapi perah tahun 2018 mengalami peningkatan
bila dibandingkan dengan pupulasi pada tahun 2017, namun untuk kerbau dan
kuda mengalami penurunan. Adapun rinciannya sebagai berikut : Sapi potong
16,4 juta ekor (peningkatan 0,02%), sapi perah 0,6 juta ekor (peningkatan 7,66%),
kerbau 0,9 juta ekor (penurunan 32,35%), dan kuda 0,4 juta ekor (penurunan
7,62%). Limbah ternak yang dihasilkan usaha peternakan sapi berupa feses dan
urin. Potensi jumlah kotoran sapi dapat dilihat dari populasi sapi. Rata-rata satu
ekor sapi setiap hari menghasilkan 7 kilogram kotoran kering atau berkisar 2,6-3,6
ton per tahunnya (Budiyanto, 2011). Penggunaan pupuk yang berasal dari kotoran
ternak akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses
perbaikan lahan (Nastiti, 2008).
Selain sebagai pupuk organik, kotoran ternak juga dapat digunakan sebagai
biogas untuk membantu mengatasi kesulitan dan kemahalan bahan bakar minyak
khususnya di daerah pedesaan. Pemanfaatan kotoran kandang sebagai pupuk
organik dan biogas dapat meningkatkan pendapatan peternak dan perbaikan
lingkungan (Nastiti, 2008).
2.2 Kondisi Peternakan Sapi Perah Indonesia
Kandungan gizi hasil ternak dan produk olahannya sampai saat ini diketahui
mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi asal
tumbuhan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan untuk
memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat ini telah diarahkan
pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui pendekatan
kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu
efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan (sustainability).

Tabel 2. Populasi Sapi Perah di Sumatera Utara


Salah satu jenis usaha pada sub sektor peternakan yang cukup mendapat
perhatian yaitu usaha sapi perah yang dikembangkan untuk memenuhi permintaan
susu yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan juga melihat tendensi
pertambahan jumlah penduduk, pendapatan dan meningkatnya kesadaran
sebahagian masyarakat akan pentingnya gizi, sub sektor peternakan makin
dituntut untuk berperan serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi dengan
meningkatkan produksi melalui proses pengembangan budi daya.
Tabel 3. Produksi Susu Sapi Perah di Indonesia
Produksi susu pada tahun 2018 sebanyak 0,95 juta ton dan berasal dari sapi
perah saja. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi susu sebanyak
0,93 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 2,47 persen. Meskipun produksi
susu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akan tetapi belum bisa
mengimbangi pertumbuhan permintaan susu didalam negeri yang mencapai 1,5
miliar liter per tahun dimana 67% masih harus diimpor karena peternak sapi lokal
hanya mampu menghasilkan sekitar 500 juta liter susu per tahun. Hal ini
menunjukkan antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi
kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar
daripada ketersediaan susu yang ada.
Salah satu kebijakan produksi susu dalam negeri ini adalah desentralisasi
pengembangan sapi perah. Sejak awal pengembangan sapi perah di Indonesia
hanya terpusat di pulau Jawa saja. Namun teriring semangat desentaralisasi dan
otonomi daerah tersebut, maka pengembangan sapi perah mulai diarahkan keluar
pulau Jawa dengan membentuk sentra-sentra baru yang cocok untuk
pengembangan komoditi ini.
Tabel 4. Produksi Susu Segar di Sumatera Utara
Ada beberapa provinsi di Indonesia yang mampu mencapai tingkat
keberhasilan yang tinggi dalam pelaksanaan program-program pembangunan dan
pertumbuhan ekonominya dengan keterkaitan antar wilayah dan antar masyarakat.
2.3 Permintaan Sapi Perah dan Susu Nasional
Kebutuhan susu nasional dari tahun ke tahun terus meningkat diakibatkan
oleh jumlah penduduk Indonesia yang terus mengalami peningkatan, Direktur
Budidaya Ternak Dirjen PKH, Fauzi Luthan mengatakan, konsumsi susu nasional
per tahun telah mencapai 7%, sedangkan produksi susu nasional baru mencapai
3,29% pertahun. Sementara itu, ketergantungan Indonesia akan susu impor masih
sangat tinggi, konsumsi susu Indonesia saat ini mencapai 3,3 juta ton per tahun
dengan pasokan bahan baku susu segar dalam negeri sekitar 690 ribu ton per
tahun, dan sekitar 2,61 juta ton atau sekitar 79% sisanya berasal dari impor (Pusat
Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, 2014).
Upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan susu impor untuk
memenuhi kebutuhan susu dalam negeri salah satunya ialah pemerintah harus
lebih memperhatikan sektor peternakan sapi perah dalam negeri. Tasripin (2018)
mengatakan bahwa sebenarnya nilai ekonomi yang bisa diperoleh dari produk
susu sapi perah lokal lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan sapi potong.
Hal tersebut dikarenakan sapi perah bisa panen setiap hari, sedangkan sapi potong
masa panen sekitar empat bulan untuk mendapatkan keuntungan. Ironisnya,
selama ini susu segar lokal dibiarkan bersaing sendiri dengan susu segar impor.
Akibatnya, susu segar dari peternak sapi lokal kalah bersaing dan sulit
berkembang.

Tabel 5. Kebutuhan susu Nasional


Menurut Fauzi Luthan, pada tahun 2020 paling tidak 50% kebutuhan susu
nasional dapat dipasok dari dalam negeri, karena pada tahun 2020 diperkirakan
konsumsi susu mencapai 20 liter per kapita per tahun. Selain karena pemeliharaan
dan manajemen ternak yang kurang benar sehingga menyebabkan kecilnya tingkat
produktivitas sapi dalam menghasilkan susu, sedikitnya sentra peternakan sapi
perah di Indonesia juga menjadi salah satu faktor belum maksimalnya penyediaan
pasokan susu nasional, maka dari itu diperlukan peningkatan industri peternakan
sapi perah baik dari sisi kualitas manajemen maupun perluasan usaha peternakan
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan susu nasional.
2.4 Konsep Pembangunan Sapi Perah Skala Industri
Industri Agribisnis Sapi Perah nasional sedang berada dalam perjalanan
menuju suatu industri andalan yang dapat menyediakan susu yang cukup bagi
masyarakat dengan harga yang Iayak. Status produksi susu dalam negeri masih
jauh di bawah kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor susu sepanjang
tahun dengan peningkatan 18,8 persen/tahun. Industri susu nasional menghadapi
tantangan memenuhi permintaan susu di masa depan yang sangat menjanjikan.
Apalagi negara maju dalam industri susu telah memperlihatkan bahwa agribisnis
sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat yang sangat
besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen dan bagi negara. Indonesia
mempunyai ciri-ciri geografi, ekologi, dan kesuburan lahan yang tidak kalah mutu
dan kualitasnya dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Posisi Indonesia dalam perdagangan intemasional pada saat ini adalah
sebagai negara pengimpor hasil susu sementara posisi sebagai produsen susu
untuk pasar dunia relatif sangat kecil. Negara-negara maju dalam agribisnis sapi
perah seperti New Zealand dan Australia merupakan dua negara tetangga yang
mengincar Indonesia sebagai pasar susu ekspor (Mitchell, 2001). Menurut
perhitungan mereka, negara-negara Asia termasuk Indonesia tidak akan mampu
menghasilkan susu yang cukup dan kompetitif dalam 5-10 tahun mendatang. Hal
ini juga diperkuat oleh Riethmuller dan Smith (1995) yang melakukan penelitian
industri sapi perah di Indonesia.
Intensifikasi usaha peternakan tidak hanya melihat pencapaian efisiensi
produksi tetapi juga dampak yang ditimbulkan antara lain pencemaran lingkungan
dan resiko kesehatan. Peranan sistem pengolahan limbah diperlukan dalam
pelemahan isu-isu lingkungan dan kesehatan (Martinezet al, 2009). Produksi
peternakan intensif akan memberikan sumbangan bagi tingkat pencemaran
lingkungan, seperti pembuangan limbah pada tanah dan air permukaan serta emisi
ke atmosfer (Flotats et al, 2009). Air larian (air permukaan) yang berasal dari
kandang atau hasil penyiramannya membanjiri lahan sekitarnya dan
mengakibatkan pencemaran terhadap badan air. Selain itu juga mengakibatkan
pencemaran udara karena hasil penguraian bahan organik limbah ternak yang
dibuang dengan cara hanya ditumpuk dan menggunung di suatu tempat tanpa
penanganan yang benar dapat menghasilkan gas yang berbau dan berbahaya bagi
kesehatan manusia (Sudiarto, 2008).
2.5 Konsep Pembangunan Industri Sapi Perah Amerika
Sebagai bagian terdepan di dunia dalam hal keberlanjutan (sustainability),
industri susu di Amerika Serikat telah mempunyai komitmen yang cukup lama
dalam hal memenuhi kesehatan manusia, kesehatan bumi dan kesehatan
masyarakat. Perjalanannya sangat luar biasa. Pada tahun 1944, Amerika Serikat
adalah rumah bagi 25 juta ekor sapi perah. Sebagai perbandingan, sekarang
Amerika Serikat memproduksi susu 60% lebih banyak daripada produksi pada
tahun 1944 hanya dengan 9 juta ekor sapi perah-sepertiga dari jumlah populasi
sebelumnya. Semua ini atas jasa para peternak Amerika Serikat yang tanpa henti
melakukan sistem manajemen dengan cermat dan praktek-praktek inovatif yang
diadopsi secara berkesinambungan seperti hal-hal yang berhubungan dengan
kenyamanan sapi perah, pengembangan pakan dan genetika serta desain kandang
yang modern. Produksi susu di Amerika Serikat telah dilakukan sangat efisien,
dengan menggunakan air, lahan dan sumber daya lainnya jauh lebih sedikit
dibandingkan sebelumnya.
Sudah sejak beberapa generasi, industri susu di Amerika Serikat telah
melakukan praktek-praktek peternakan terbaik dengan menggunakan teknologi
dan teknik manajemen yang handal untuk mengurangi jejak atau polusi
lingkungan (environmental footprint) pada produksi dan proses pengolahan susu.
Para peternak susu Amerika Serikat mempunyai sejarah panjang dalam
menangani dan mengurus lahan serta ternak dengan sangat baik, menjaga dan
melestarikan sumber-sumber daya alam dan mengoptimalkan kenyamanan sapi.
Industri pengolahan susu dan produk olahan susu di Amerika Serikat juga
berusaha keras mengurangi penggunaan air dan energi, menurunkan emisi gas
rumah kaca (GHGe, Greenhouse Gas Emission) dan membuat limbah menjadi
bernilai.
Semangat ini membuat industri persusuan di Amerika Serikat mempunyai
posisi penting dalam rantai pasok untuk membantu para pelaku industri makanan
dan minuman di seluruh dunia untuk meningkatkan produksinya sejalan dengan
tumbuhnya permintaan terhadap produk yang bergizi dan bernutrisi yang terbuat
dari sumber-sumber yang baik dan ramah secara sosial, lingkungan dan ekonomi.
Bahan baku dan olahan produk susu Amerika Serikat yang beragam dan alami
membantu meningkatkan kesehatan dunia bagi semua kalangan usia bermula dari
susu bergizi yang diproduksi dari sapi perah. Produksi yang berhasil tidak hanya
bergantung dari perawatan terhadap sapi, tetapi juga udara dan air yang bersih,
tanah yang subur dan ekosistem yang penuh energi.
Tujuannya adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan
penduduk dunia yang terus tumbuh dan diperkirakan akan mencapai 9 miliar
orang pada tahun 2050 dengan cara-cara yang paling ramah lingkungan. Hal ini
termasuk komitmen untuk terus melakukan perbaikan berkelanjutan yang sejalan
dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (United Nation Sustainable
Development Goals), terutama terkait hal yang fokus pada ketahanan pangan,
kesehatan masyarakat dan tanggung jawab terhadap sumber daya alam, termasuk
hewan ternak. Para peternak sapi perah di Amerika Serikat juga berusaha untuk
mencapai tujuan-tujuan berbasis lingkungan tersebut tanpa menimbulkan biaya
tambahan untuk konsumen.

Satu ekor sapi perah Amerika Serikat rata-rata menghasilkan 144 saji susu
per hari (250 ml per saji) yang mengandung zat gizi esensial yang merupakan
kunci untuk kesehatan manusia seperti kalsium, vitamin D, kalium dan protein.
Untuk memaksimalkan kandungan gizinya, sapi-sapi perah Amerika Serikat
mengkonsumsi formula pakan yang didesain khusus untuk memberikan
keuntungan yang optimal dan manfaat terhadap rantai pangan. Kemampuan sapi
untuk memproses bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia, misalnya
produk samping (by product) dari industri pangan seperti ampas jeruk dan kulit
almond, meminimalisasi limbah dari proses pengolahan pangan.
Sebanyak 95% peternakan sapi perah Amerika Serikat merupakan
perusahaan dan bisnis yang dijalankan oleh keluarga. Baik kecil maupun besar,
peternakan sapi perah Amerika Serikat memiliki kesadaran untuk memberikan
produk yang terbaik bagi semua keluarga di manapun. Salah satu prioritas utama
peternak sapi perah Amerika Serikat adalah kesehatan dan keamanan sapi-sapi
mereka poros penggerak terbesar bisnis mereka. Sebanyak 98% susu Amerika
Serikat berasal dari perusahaan susu yang secara sukarela berpartisipasi dalam
Farmer Assuring Responsible Management (FARM), program perlindungan
hewan ternak pertama di dunia yang diakui oleh Organisasi Standardisasi
Internasional (ISO, International Organizational for Standardization).
Industri susu Amerika Serikat bangga akan kekayaan warisan
pemeliharaan lahan dan komitmen jangka panjang untuk peternakan sapi perah
berkelanjutan. Aliansi Industri Susu Berkelanjutan (The Dairy Sustainability
Alliance®) mengumpulkan lebih dari 100 organisasi dari seluruh rantai pasok
untuk menjawab tantangan lingkungan dan keberlanjutan secara proaktif dan
prakompetitif, mengadopsi dan melaporkan kriteria pada bidang yang penting
seperti kesejahteraan hewan ternak, lingkungan, keamanan dan ketelusuran
pangan serta keterlibatan komunitas. Lebih dari 70% anggota Dewan Ekspor Susu
Amerika Serikat (U.S. Dairy Export Council) telah membuat kesepakatan itu pada
2019.

Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia PBB (FAO, Food and
Agriculture Organization) dan Global Dairy Platform pada 2019 tentang
perubahan iklim menjelaskan bahwa Amerika Utara memimpin dalam hal usaha
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari industri susu. Amerika Utara
menjadi satu-satunya regional dari 7 regional yang diamati intensitas emisi
maupun emisi absolutnya turun secara drastis dalam rentang waktu 2005-2015,
sementara produksi susunya secara total meningkat.
Dengan mengadopsi praktek-praktek dan teknologi baru dalam beternak
sesuai yang mereka kembangkan, para peternak dan pengolah susu Amerika
Serikat terus memproduksi produk susu yang aman dan bergizi dan juga secara
progresif menggunakan sumber daya yang lebih sedikit. Model produksi ini telah
memposisikan peternak sapi perah Amerika Serikat sebagai garda terdepan di
dunia dalam hal efisiensi populasi sapi. Berdasarkan data Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA, United State Department of Agriculture), produksi susu
per ekor sapi dalam satu tahun di Amerika Serikat sebanyak 10,500 kg pada tahun
2018, dibandingkan dengan produksi susu per ekor sapi di Uni Eropa yang
sebanyak 6,600 kg, Australia 6,100 kg dan Selandia Baru 4,400 kg.

Industri susu Amerika Serikat mulai dari peternakan sampai meja makan
(farm to table). Sebagai hasilnya, penilaian siklus kehidupan (life cycle
assessments) telah disempurnakan untuk memahami pengaruh terhadap
lingkungan. Dari seluruh emisi gas rumah kaca Amerika Serikat, industri susu
mulai dari produksi pakan sampai limbah konsumennya hanya berkontribusi
sebanyak 2%. Pada tahun 2019, komunitas industri susu Amerika Serikat
bergabung untuk mencapai tujuan nol emisi gas rumah kaca dan perkembangan
yang signifikan pada kualitas air dengan menyediakan alat, pakar keilmuan dan
biaya untuk membantu para pelaku industri susu mencapai hasil yang jelas
tentang pemeliharaan lingkungan. Mungkin nol emisi belum bisa dicapai oleh
setiap peternakan, tapi seluruh peternak susu berusaha bersama untuk mencapai
nol emisi gas rumah kaca pada produksi susu Amerika Serikat.
Para pemangku kepentingan industri susu Amerika Serikat memperbaiki
dan menyempurnakan efisiensi dan teknologi untuk mengurangi lebih banyak
limbah, dan menjadikannya lebih bernilai. Salah satu produk samping peternakan
sapi perah Amerika Serikat yang mempunyai potensi keberlanjutan adalah
kotoran sapi, pupuk alami yang bisa diubah menjadi sumber energi terbarukan.
Kotoran sapi penuh nutrisi menyuburkan lahan pertanian sehingga meningkatkan
hasil panen untuk manusia dan juga hewan. Satu ekor sapi mengeluarkan 64 liter
(17 galon) kotoran per hari. Angka tersebut cukup untuk memupuk pertumbuhan
25 kg (56 pon) jagung atau 38 kg (84 pon) tomat. Industri susu Amerika Serikat
menyikapi keberlanjutan dengan lebih jauh untuk menciptakan nilai tambah dari
kotoran sapi. Penggunaan sistem tanki penampung anaerob dan teknologi
penguapan dalam mengurangi emisi untuk memanfaatkan kotoran sapi dan limbah
industri pangan menjadi energi listrik, bahan bakar mobil dan truk, serat, dan
tentu saja, pupuk
Konservasi air merupakan bagian penting dari pengolahan pangan. Pada
peternakan sapi perah, air digunakan kembali sebanyak lima atau enam kali mulai
dari pembersihan tempat pemerahan hingga mengalir di pipa untuk membantu
mendinginkan susu. Perlu diketahui bahwa kandungan air dalam susu ada sekitar
87%, dengan bantuan teknologi baru, peternak susu Amerika Serikat dapat
mengambilnya kembali, mengolahnya dan menggunakannya kembali untuk
banyak hal misalnya untuk irigasi lahan pertanian. Industri susu Amerika Serikat
mencari ide-ide baru dan berinvestasi dalam menerapkan ide-ide tersebut untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah atau mengurangi emisi karbon.
Peternakan sapi perah di seluruh Amerika Serikat semakin banyak yang
mengadopsi praktek-praktek seperti konservasi tanah, rotasi tanaman yang
berbeda dan pertanian tertutup. Sebagai contoh, kombinasi metode no-till and
strip-till telah membantu peternak sapi perah di daerah yang dilanda kekeringan
dalam menangani kelangkaan air dan pengurangan penggunaan bahan kimia,
penggunaan bahan bakar dan pengurangan jumlah partikel debu di udara. Praktek
ini tidak hanya fokus pada pemeliharaan lingkungan, tetapi juga mendukung
kesehatan dan kesejahteraan konsumen, masyarakat, sapi, pegawai, bumi, dan
bisnis.
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan
peternakan sapi perah berkelanjutan di Indonesia masih perlu perhatian yang
serius dari berbagai pihak. Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin terbatas
dan resiko pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh berbagai sektor,
sehingga kondisi ini harus diupayakan semaksimal mungkin dalam menjaga,
mempertahankan, dan menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan tepat.
Permintaan akan susu sapi nasional yang belum terpenuhi, menjadikan Indonesia
selalu import dari luar negeri. Industri sapi perah yang berkelanjutan menjadi
solusi utama dalam penyediaan susu sapi nasional yang sustainable dan tidak
mencemari lingkungan dengan memperhatikan semua aspek lingkungan dan alam.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Krisno. 2011. Tipologi Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya


Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA 7 (1) 42-49.
FAO and GDP. 2018. Climate Change And The Global Dairy Cattle Sector - The
Role Of The Dairy Sector In A Low - Carbon Future. Rome. 36 pp.
Licence: CC BY-NC-SA- 3.0 IG.
Flotats, Xavier, August Bonmati, Belen Fernandez, dan Albert Magri. 2009.
“Manure Treatment Technologies: On farm Versus Centralized
Strategies, NE Spain as Case Study”. Jurnal Science Direct Bioresource
Technology 100 (2009) 5519-5526.
Luthans, Fred & Jonathan P. Doh. 2014. Manajemen Internasional: Budaya,
Strategi, dan Perilaku. Edisi ke-8. Buku Ke-2. Jakarta. Salemba Empat.
Martinez dan Jose, Patrick Dabert, Suzelle Barirngton, dan Colin Burton. 2009.
“Livestock Waste Treatment Systems for Enviromental Quality, Food
Safety and Sutainability.” Jurnal Science Direct Bioresource Technology
100 (2009) 5527 - 5536.
Melse, Roland dan Maikel Timmerman. 2009. “Sustainable Intensive Livestock
Production Demands Manure and Exhaust Air Treatment Technologies.”
Jurnal Science Direct Bioresource Technology 100 (2009) 5506-5511.
Mitchell, et al,. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. GMUP.
Yogyakarta.
Mitchell, N. 2001. New Chalengees in International Dairy Trade. New Zealand
Dairy Board. IATRC Symposium on Trade in Livestock. January, 19-20,
2001. Auckland, New Zealand.
Nastiti, Sri. 2008. “Penampilan Budidaya Ternak Ruminansia di Pedesaan Melalui
Teknologi Ramah Lingkungan.” Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner 2008.
Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian. 2014.
(http://database.deptan.go.id) diakses 30 September 2021.
Reijntjes, Coen dkk. 2011. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian
Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Kanisius. Yogyakarta. 270 Hal.
Riethmuller, P. and D. Smith. 1995. Projections of Indonesian Dairy
Consumption: An Australian View. University of Quenesland, Brisbane.
Sarwanto, Doso. 2004. “Model Pencemaran Limbah Peternakan Sapi Perah
Rakyat pada Beberapa Kondisi Fiik Alami dan Sosial Ekonomi (Studi
Kasus di Propinsi Jawa Tengah)”. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2019.
(https://ditjenpkh.pertanian.go.id) diakses 23 September 2021.
Sudiarto, Bambang. 2008. “Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan
Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan”. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Universitas Padjajaran Bandung.
Supardi. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung: PT. Alumni.
Tasripin, D. S. 2018. Kurangi Impor Susu, Pemerintah Harus Perhatikan Peternak
Sapi Perah. Liputan 6 diakses 25 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai