Makalah SISKA WARDANI
Makalah SISKA WARDANI
KEHAMILAN
MAKALAH
Oleh:
SISKA WARDANI
1702041017
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ini. Sehingga kedepannya penulis dapat menyusun
makalah dengan lebih baik lagi.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak. Dan semoga
bermanfaat untuk para pembaca dan juga untuk penulis pribadi. Terima kasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 3
3.1 Kesimpulan........................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 43
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Manfaat
Makalah ini dibuat untuk mengetahui skrining resiko maternal selama masa
kehamilan serta prinsip dalam skrining dan disertai dengan pemeriksaan fisik dan
lainnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Torch
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gahungan dari 4 jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes. Keempat jenis penyakit
infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini
diagnosis untuk penyakit infeksi telah berembang antara lain kearah pemeriksaan secara
imonologis. Prinsip dari pemeriksan ini adalah deteksi adanya zat anti (Anti Body)
yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap
adanya benda asing (kuman, antibody yang terburuk dapat berupa imonoglobin M
(lgM) dan imonoglobin G (lgG).
a. Toxoplasma
3
c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk
golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV
dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi,
maka janin yang dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi mental, dan lain-
lain.
d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks tipe
II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf
sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu
yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak
selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru
lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus.
1. Pemeriksaan TORCH
a. Biaya Pemeriksaan TORCH
Biaya untuk melakukan pemeriksaan TORCH bervariasi, tergantung dari rumah sakit
yang menyelenggarakannya, teknik pemeriksaan, serta variasi pemeriksaan infeksi lain
yang termasuk di dalamnya. Di rumah sakit swasta di Indonesia, biaya prosedur ini bisa
dimulai dari Rp. 250.000 hingga lebih dari Rp. 3.500.000. Dianjurkan untuk
mempersiapkan dana lebih guna kebutuhan tambahan yang tidak terduga, yaitu sekitar
20-30% dari biaya yang diperkirakan.
4
b. Pemeriksaan TORCH
Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi
adanya Toksoplasmosis, infeksi lain/other infection, Rubella, Cytomegalovirus, dan
Herpes simplex virus (disingkat TORCH), yang menginfeksi ibu hamil atau yang
berencana hamil, untuk mencegah komplikasi pada janin.
2. Infeksi Apa Saja yang Termasuk Other Infection dalam TORCH?
Sifilis, Varicella zoster, campak, HIV, Zika, atau organisme lain yang dicurigai
mengakibatkan gangguan pada janin dan disesuaikan dengan daerah masing-masing.
5
5. Persiapan untuk Pemeriksaan TORCH
Pemeriksaan TORCH merupakan pemeriksaan sederhana, sehingga umumya
tidak memerlukan persiapan khusus, seperti puasa. Meski demikian, pasien perlu
memberitahukan kepada dokter jika sedang menderita selain penyakit TORCH atau
sedang menjalani pengobatan tertentu.
6
2.1.2 Syphylis
Manifestasi klinis sifilis pada perempuan hamil dan tidak hamil tidak berbeda. Pada
perempuan seringkali tidak terdeteksi karena gejala asimtomatik dan berada di lokasi
tersembunyi. Sifilis pada kehamilan dapat ditularkan dari ibu ke janin saat stadium
primer, sekunder, dan laten.7,8 Bakteri T. pallidum dapat melewati plasenta sejak usia
gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin meningkat seiring usia gestasi. Jika seorang
perempuan hamil terinfeksi sifilis maka kemungkinan 70-80% menularkan infeksi ke
janin dan dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir
mati, atau sifilis kongenital. Sifilis merupakan penyakit dengan manifestasi klinis lebih
disebabkan oleh respons imunologik dan inflamasi dibanding efek sitotoksik langsung
dari T. pallidum itu sendiri. Penelitian membuktikan perlu jumlah bakteri dalam jumlah
cukup besar di dalam sel untuk menimbulkan efek langsung sitotoksisitas T.pallidum
dan bakteri ini tidak mengekspresikan toksin di dalam tubuh manusia. 2,3 Indurasi pada
lesi primer (ulkus durum) disebabkan infilitrasi sel limfosit dan makrofag dalam jumlah
cukup besar. Destruksi jaringan disebabkan oleh proliferasi endotel di pembuluh darah
kapiler dan oklusi lumen menyebabkan nekrosis jaringan lokal.3 Hal ini mirip pada
sifilis kongenital, dimana efek pada janin tidak terlihat sampai janin memiliki respons
imun cukup untuk merespons keberadaan bakteri T. pallidum.
7
a. Skrining sifilis
Skrininng sifilis adalah metode pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan
bakteri penyebab sifilis, dan dilakukan sebelum gejala sifilis nampak jelas pada
seseorang.
b. Biaya Skrining Sifilis
Besaran biaya skrining sifilis bervariasi, tergantung di rumah sakit mana
Anda menjalani prosedur ini dan jenis skrining yang Anda jalani. Di beberapa
rumah sakit swasta di Indonesia, biaya pemeriksaan ini bisa dimulai dari Rp.
95.000 hingga lebih dari Rp.400.000. Dianjurkan untuk mempersiapkan dana
lebih guna kebutuhan tambahan yang tidak terduga, yaitu sekitar 20-30% dari
biaya yang diperkirakan.
c. Dilakukan Skrining Terhadap Penyakit Sifilis
Jika tidak segera ditangani, sifilis bisa menyebabkan kerusakan pada otak,
jantung, kelumpuhan, kebutaan, hingga kematian. Pada ibu hamil, sifilis dapat
ditularkan ke janin dan menyebabkan bayi lahir tidak normal, bahkan meninggal
saat dilahirkan.
d. Yang Harus Menjalani Skrining Sifilis
Apabila Anda seorang penderita HIV yang masih aktif melakukan hubungan
seksual, lelaki seks lelaki, pekerja seks komersial, atau wanita hamil, sebaiknya
menjalani pemeriksaan skrining sifilis.
e. Skrining Sifilis Perlu Dilakukan Rutin
Pada kelompok berisiko, skrining sifilis paling tidak dilakukan setahun
sekali. Bila sangat berisiko, dapat dilakukan lebih sering, yaitu 3-6 bulan sekali.
Pada wanita hamil, disarankan untuk melakukan skrining sifilis, saat pertama kali
kontrol ke dokter kandungan, serta diulang saat trimester 3 dan saat menjelang
persalinan.
f. Kondisi yang Dapat Memengaruhi Hasil Skrining Sifilis
Hasil skrining bisa terpengaruh bila Anda pengguna narkoba suntik, sedang
hamil, atau menderita penyakit Lyme, malaria, tuberkulosis, pneumonia, atau lupus.
Skrining sifilis ada dua, yaitu tes nontreponema dan tes treponema. Tes
nontreponema adalah tes untuk melihat keberadaan antibodi yang tidak spesifik
terkait dengan sifilis. Sedangkan tes treponema adalah tes yang mendeteksi antibodi
8
yang secara spesifik terkait dengan sifilis. Pelaksanaan tes yang satu harus diikuti
dengan tes yang lainnya, untuk menguatkan hasil pemeriksaan. Skrining sifilis
dilakukan dengan mengambil sampel darah Anda melalui pembuluh darah vena.
Kemudian sampel darah tersebut akan diperiksa di laboratorium.
2.1.3 Hepatitis B
Tes Hepatitis B adalah tes darah yang bertujuan untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi oleh virus hepatitis B (HBV) atau pernah mengidap penyakit ini
sebelumnya. Tes ini dilakukan dengan mencari antigen tertentu dalam darah. Antigen
adalah tanda-tanda infeksi (marker) yang dibuat oleh bakteri atau virus.
Keberadaan antigen HBV dalam darah berarti menunjukkan bahwa virus sedang
menjangkiti tubuh. Namun, tubuh kita memiliki antibodi yang mampu melawan infeksi.
Adanya antibodi HBV dalam darah menunjukkan bahwa pernah memiliki kontak
dengan virus atau riwayat infeksi di masa lalu. Tetapi, hal ini bisa berarti pernah
terinfeksi di masa lalu dan sekarang sudah pulih dari infeksi atau baru saja terkena
infeksi.
Bila ditemukan materi genetik (DNA) dari HBV, itu berarti ada virus di dalam
tubuh. Dengan mengetahui jumlah DNA, maka dokter dapat mengetahui seberapa
parah infeksi yang dialami pengidap dan seberapa mudah penyebarannya. Penting juga
untuk mengetahui tipe virus yang menjadi penyebab hepatitis agar dokter dapat
melakukan tindakan untuk mencegah virus menyebar serta menentukan terapi yang
paling baik untuk pengidap.
Berikut ini beberapa tes yang digunakan untuk mendiagnosis adanya virus
hepatitis B:
Tes HBsAg ini bertujuan untuk melihat apakah kamu berpotensi menularkan
virus hepatitis B. Bila hasil tes positif, maka kamu mengidap hepatitis B dan berisiko
menyebarkan virus. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti kamu saat ini tidak
10
memiliki hepatitis B. Namun, tes ini tidak bisa menunjukkan antara infeksi kronis dan
akut.
11
2. Antibodi terhadap Antigen Permukaan HBV (anti-HBs)
Setelah tes awal menunjukkan adanya HBV, maka dokter biasanya akan
melakukan beberapa tes lanjutan berikut:
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi protein yang diproduksi dan dilepas ke
dalam darah. Tes ini sering digunakan untuk mengetahui apakah pengidap berpotensi
menyebarkan virus ke orang lain atau untuk mengetahui efektivitas dari terapi yang
dijalankan.
Tes Anti-HBe dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh tubuh
sebagai respon terhadap antigen “e” hepatitis B. Pengidap yang baru pulih dari
infeksi HBV akut juga perlu menjalani tes ini agar dokter dapat memantau kondisi
kesehatannya. Tes Anti-HBe biasanya dilakukan berbarengan dengan Anti-HBc dan
Anti-HBs.
Tes ini berguna untuk mendeteksi genetik HBV dalam darah. Bila tes
menunjukkan hasil positif, maka benar bahwa orang tersebut memiliki virus hepatitis
B aktif dan berisiko menularkan infeksi ke orang lain. Tes ini juga sering
digunakan untuk melihat efektivitas dari terapi antiviral pada orang-orang yang
12
terinfeksi HBV kronis.
Seperti namanya, tes ini bertujuan untuk memeriksa apakah virus sudah
bermutasi, sehingga menyebabkan orang tersebut terinfeksi. Virus yang sudah
bermutasi akan sulit diatasi dengan obat-obatan. Melalui tes ini, dokter juga dapat
lebih mudah menentukan jenis terapi yang sesuai untuk pengidap, terutama pada
orang yang sebelumnya sudah pernah menjalani terapi atau tidak memberi respon
terhadap terapi.
g. Gejala-gejala hepatitis B
Gejala- Gejala Hepatitis B di antaranya sakit perut, demam, nyeri sendi, tidak
nafsu makan, mudah lelah, mual dan muntah, serta urine berwarna gelap.
Tes hepatitis B perlu segera dilakukan bila dokter mendiagnosis adanya gejala
hepatitis akut.
Ketika jumlah darah yang diambil dirasa sudah cukup, petugas akan
melepaskan ikatan dari lengan.
Selanjutnya, bagian yang disuntik akan ditempelkan kain kasa atau kapas
dan dipasang perban.
Blood group and rhesus factor pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
golongan darah seseorang. Biaya untuk melakukan cek golongan darah bervariasi,
tergantung dari teknik yang digunakan, banyaknya golongan darah yang diperiksa,
rumah sakit yang menyelenggarakannya, serta pemeriksaan penyerta lainnya yang
dilakukan bersama dengan cek golongan darah. Di rumah sakit swasta di Indonesia, cek
golongan darah bisa dimulai dari Rp. 20.000 hingga lebih dari Rp.60.000.
Dianjurkan untuk mempersiapkan dana lebih guna kebutuhan tambahan yang tidak
terduga, yaitu sekitar 20-30% dari biaya yang diperkirakan.
14
2. Cek Golongan Darah Perlu Dilakukan
a. Ketika ingin donor darah atau menerima transfusi darah.
b. Ketika ingin donor organ atau menerima organ donor.
c. Ketika hamil.
6. Apa yang Harus Dilakukan dan Tidak Boleh Dilakukan setelah Cek
Golongan Darah?
15
Tidak ada hal khusus yang perlu dilakukan setelahnya. Jika Anda merasa
pusing setelah melakukan cek golongan darah, disarankan agar meminta keluarga
atau teman untuk mengantarkan Anda pulang. Hasil pemeriksaan golongan darah
umumnya dapat diterima dalam hitungan menit.
16
7. Apa Saja Efek Samping atau Komplikasi dari Cek Golongan Darah?
Meskipun jarang sekali terjadi, efek samping yang dapat dialami setelah
pengambilan darah adalah pusing, pingsan, infeksi pada titik yang disuntik, dan
perdarahan, baik mengalir keluar ataupun mengendap di bawah kulit (hematoma).
Imunoglobulin Anti-D digunakan untuk mencegah agar ibu rhesus- negatif tidak
membentuk antibodi terhadap sel janin rhesus-positif yang memasuki sirkulasi ibu
ketika dilahirkan atau ketika abortus. Harus disuntikkan dalam waktu 72 jam setelah
kelahiran atau aborsi, tetapi bila sudah lebih lama pun masih dapat memberi
perlindungan dan harus diberikan. Tujuannya adalah untuk memberi perlindungan bagi
anak yang mungkin akan lahir berikutnya dari bahaya penyakit hemolitik.Tujuan
penatalaksanaan pada inkompatibilitas rhesus adalah untuk memastikan kesehatan bayi
dan mengurangi risiko kehamilan yang akan datang. Adanya rekomendasi anti-D (anti-
Rh) pada ibu yang berisiko tersensitisasi, dilaporkan telah mengurangi angka
komplikasi hemolytic disease of the newborn (HDN).
1. Terapi Farmakologis
Pada inkompatibilitas rhesus (Rh), terapi farmakologis yang paling
dianjurkan adalah pemberian profilaksis imunoglobulin anti-D (anti- R).
Rekomendasi pemberian sebagai profilaksis antenatal :
a. Secara rutin tiap usia kehamilan 28 minggu apabila diagnosis
inkompatibilitas Rh didapatkan saat kehamilan.
Indikasi Dosis
18
Profilaksis - Antenatal : 625 IU via injeksi
intramuskular lambat (seluruh wanita
rhesus negatif yang belum terbentuk
antibodi anti rhesus pada usia
kehamilan 28-34 minggu)
3. Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada inkompatibilitas rhesus (Rh) sebenarnya lebih
ditunjukkan pada bayi yang lahir dari keadaan ini, mengingat sebenarnya manifestasi
klinis yang terlihat pada ibu tidak sesignifikan janin yang dikandungnya.Terapi yang
dilakukan intinya adalah untuk memperbaiki keadaan klinis bayi dari komplikasi
anemia hemolitik yang terjadi karena reaksi antigen-antibodi Rh.
19
4. Fototerapi
Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi akibat hemolisis eritrosit dapat diterapi
dengan menggunakan fototerapi. Hiperbilirubinemia akan menyebabkan kerusakan
otak karena sifat neurotoksiknya. Inisiasi fototerapi dilakukan menurut normogram
yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatric (AAP). Fototerapi dapat
dikombinasi dengan transfusi tukar (exchange transfusion/ET) sesuai dengan keadaan
klinis pasien. Mekanisme kerja fototerapi adalah dengan melakukan foto- isomerisasi
bilirubin sehingga berubah menjadi substansi yang larut air, dengan begitu dapat
membantu ekskresi bilirubin lewat ginjal dan feses tanpa melewati metabolisme di
hepar. Pada pasien hemolytic disease of the newborn (HDN), fototerapi intensif
diperlukan. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa pada fototerapi terjadi
peningkatan ekskresi cairan, sehingga insensible water loss (IWL) meningkat dan
asupan cairan neonatus perlu dijaga.
5. Transfusi Intrauterine
Pada keadaan di mana alloimunisasi sudah terjadi, pemberian
immunoglobulin anti-Rh menjadi tidak efektif lagi. Transfusi intrauterine (IUT)
dilakukan sebagai rescue therapy pada keadaan anemia berat. Apabila hal ini tidak
dilakukan, maka risikonya adalah hydrops fetalis dan intrauterine fetal death
(IUFD). Tujuan tata laksana adalah meningkatkan hematokrit hingga 35-40% pada
tengah trimester awal dan 45-55% setelahnya. IUT diberikan lewat vena umbilicalis.
Setelah prosedur ini, perlu dilakukan pengambilan darah sebanyak 1 ml untuk
memeriksa hematokrit post transfusi. Transfusi selanjutnya dapat diberikan dalam
10-14 hari, dan dapat dilanjutkan kembali dengan interval 3 minggu.
1. Tes NIPT
Semua orang tua tentu berharap si kecil yang berada di dalam rahim selalu
sehat hingga saatnya lahir nanti. Segala upaya diberikan demi menjaga kenyamanan dan
keselamatan janin. Mulai dari menjaga asupan janin, rutin mengontrol tumbuh kembang
janin ke dokter, hingga menjalani tes-tes kehamilan yang direkomendasikan oleh sang
dokter. Salah satu tes kehamilan yang kini sedang populer adalah tes NIPT (Non
Invasive Prenatal Testing). Beberapa selebriti Indonesia pun ada yang telah
menjalankan tes ini, yaitu Kartika Putri dan Aura Kasih. Tes NIPT merupakan
pemeriksaan janin pada trimester pertama kehamilan, untuk mengetahui kesehatan
kromosom janin dengan lebih akurat dan tidak berisiko.
Apabila Anda sedang hamil dan mengalami beberapa kondisi di atas, dr. Pungky
sangat menyarankan untuk melakukan NIPT. “Namun, karena biayanya cukup tinggi
dan tidak di-cover oleh asuransi, maka untuk wanita di luar kondisi tersebut, secara
umum tidak ada rekomendasi untuk NIPT.” Menurut dokter obgyn yang juga berprofesi
sebagai dosen dan staf pengajar di SMF/Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini, tes NIPT dapat dilakukan paling dini
pada usia kehamilan 10 minggu. Biaya untuk melakukan skrining ini memang terbilang
tinggi dan berbeda-beda sesuai dengan jumlah panel pemeriksaan yang akan Anda
jalani. Untuk itu, Parentstory menghubungi laboratorium Prodia dan menanyakanan
perihal biaya tes NIPT ini. Menurut layanan pelanggan Prodia, biaya pemeriksaan NIPT
di Prodia cabang Bintaro, Tangerang Selatan, berkisar 8 juta rupiah.
22
Meskipun kolonisasi GBS tidak menunjukkan gejala dan, secara umum, tidak
menimbulkan masalah, terkadang dapat menyebabkan penyakit serius bagi ibu dan bayi
selama masa kehamilan dan setelah melahirkan. Infeksi SGB pada ibu dapat
menyebabkan korioamnionitis (infeksi intra-amnion atau infeksi berat pada jaringan
plasenta) jarang, infeksi postpartum (setelah lahir) dan berhubungan dengan
prematuritas dan kematian janin. [25] Infeksi saluran kemih GBS dapat menyebabkan
persalinan pada wanita hamil dan menyebabkan persalinan prematur ( kelahiran
prematur ) dan keguguran
2. Bayi Baru Lahir
Di dunia barat, GBS (dengan tidak adanya tindakan pencegahan yang efektif)
adalah penyebab utama infeksi bakteri pada bayi baru lahir, seperti sepsis , pneumonia,
dan meningitis , yang dapat menyebabkan kematian atau efek samping jangka panjang
3. Pencegahan Infeksi Neonatal
Saat ini, satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk mencegah GBS-EOD
adalah profilaksis antibiotik intrapartum (IAP) - pemberian antibiotik intravena (IV)
selama persalinan. Penicillin atau ampicillin intravena yang diberikan pada permulaan
persalinan dan kemudian diulang setiap empat jam sampai persalinan ke wanita terjajah
GBS. Wanita yang alergi terhadap penisilin tanpa riwayat anafilaksis ( angioedema
, gangguan pernapasan , atau urtikaria ) setelah pemberian penisilin atau sefalosporin
(risiko rendah anafilaksis) dapat menerima cefazolin (dosis awal 2 g IV, kemudian 1 g
IV setiap 8 jam sampai pengiriman) bukan penisilin atau ampisilin. Klindamisin
(900 mg IV setiap 8 jam sampai persalinan), eritromisin tidak direkomendasikan hari ini
karena tingginya proporsi resistensi GBS terhadap eritromisin (hingga 44,8%),
4. Skrining Untuk Kolonisasi
Sekitar 10-30% wanita terkolonisasi dengan GBS selama kehamilan. Meskipun
demikian, selama kehamilan, kolonisasi bisa bersifat sementara, intermiten, atau
berkelanjutan. [20] Karena status kolonisasi GBS pada wanita dapat berubah selama
kehamilan, hanya kultur yang dilakukan ≤5 minggu sebelum persalinan yang
memprediksi dengan cukup akurat status pembawa GBS saat persalinan.
5. Komite Penapisan Nasional
The Screening Nasional UK Komite 's posisi kebijakan saat ini pada GBS.
Sekitar 10-30% wanita terkolonisasi dengan GBS selama kehamilan. Meskipun
demikian, selama kehamilan, kolonisasi bisa bersifat "Skrining tidak harus ditawarkan
23
kepada semua wanita hamil kebijakan ini ditinjau pada tahun 2012, dan meskipun
menerima 212 tanggapan, yang 93% menganjurkan skrining, NSC telah memutuskan
untuk tidak merekomendasikan skrining antenatal. Saat ini, perizinan vaksin GBS sulit
dilakukan karena adanya tantangan dalam melakukan uji klinis pada manusia akibat
rendahnya kejadian penyakit neonatal GBS. Namun demikian, meskipun penelitian dan
uji klinis untuk pengembangan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi GBS
sedang dilakukan, tidak ada vaksin yang tersedia pada 2019.
Gejala Infeksi Streptococcus Gejala akibat infeksi ini bervariasi tergantung
organ yang diserang.
Gejala yang terjadi termasuk:
Kelelahan.
Kelemahan.
Demam.
Penurunan berat badan.
Masalah pernapasan jika menyerang saluran napas.
Masalah dengan fungsi jantung jika menyerang organ jantung.
Gejala seperti nyeri sendi, sendi kemerahan, membengkak, atau terasa panas,
nyeri dada, Terdapat benjolan kecil dan ruam pada kulit, Penyakit katup
jantung jika terkena demam reumatik.
Kulit dengan keropeng, bernanah, kemerahan jika menyerang kulit.
Tekanan darah tinggi, pembengkakan di wajah, kaki dan urin merah serta
berbusa jika mengalami glomerulenefritis.
24
selama kelahiran dan bayi baru lahir rentan mengalami penyakit ini.
25
6. Diagnosis Infeksi Streptococcus
Hal yang harus diupayakan untuk mengurangi jenis infeksi ini antara lain:
26
2.1.8 Sicle Ceel Anemia Thailasennimia
Anemia sel sabit atau sickle cell anemia adalah hemoglobinopati autosomal
resesif yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan hemolisis. Anemia
sel sabit merupakan bentuk manifestasi tersering dari penyakit sel sabit atau sickle cell
disease.
Anemia sel sabit merupakan suatu kelainan pada darah akibat perubahan asam
amino ke-6 pada rantai protein globin β. Hal ini menyebabkan terbentuknya hemoglobin
S (HbS) dan perubahan bentuk sel darah merah menjadi serupa dengan sabit.
Anemia sel sabit paling sering bermanifestasi dalam bentuk kadar hemoglobin
yang rendah, disertai dengan komplikasi vasooklusif dan hemolisis. Diagnosis
dikonfirmasi dengan temuan HbS homozigot pada elektroforesis. Di Amerika Serikat,
skrining HbS adalah sesuatu yang wajib dilakukan saat bayi lahir.
a. Faktor Risiko
Faktor risiko anemia sel sabit adalah adanya sickle cell trait (SCT) pada
kedua orang tua pasien.
b. Anamnesis
Anemia sel sabit adalah penyakit yang diturunkan secara resesif.
Seseorang akan menderita anemia sel sabit jika mendapat gen dari kedua orang
tuanya. Jika hanya mendapat salah satu, pasien umumnya sehat, namun bersifat
karier. Oleh karena itu, riwayat penyakit pada keluarga sangat penting
ditanyakan saat anamnesis
c. Gejala anemia sel sabit
Kelainan ini merupakan bawaan lahir dan gejala penyakit ini biasa mulai
muncul sejak seseorang berumur 4-6 bulan. Beberapa gejala yang ditemukan
pada penderita anemia sel sabit, antara lain:
Sering merengek (pada bayi)
Mudah kelelahan tanpa sebab yang jelas
Tampak kuning di bola mata dan/atau kulit tubuh
Sering bengkak dan nyeri di tangan dan kaki
Sering terkena infeksi, demam, dan jatuh sakit
Nyeri tak tertahankan di dada, punggung, tangan, kaki, tulang, dan sendi
Perut bengkak (sakit saat ditekan)
27
d. Pengobatan anemia sel sabit
Yang paling utama adalah cangkok (transplantasi) sumsum tulang, agar
tubuh penderita mampu menghasilkan sel darah merah yang normal dari
sumsum tulang yang dicangkokkan tersebut. Cangkok sumsum tulang ini hanya
bagi anak-anak berusia di bawah 16 tahun, karena risiko gagal cangkok
meningkat bagi penderita yang berusia lebih dari 16 tahun.
2.1.9 Thalasemia
2. Gejala Thalasemia
29
Ada juga beberapa gejala thalasemia lainnya yang tidak terlalu sering
muncul, namun juga merupakan dampak dari thalasemia, yaitu:
c. Pertumbuhan tulang yang tak biasa, misalnya kening dan pipi yang
membesar.
d. Osteoporosis.
e. Penurunan fertilitas.
1. Transfusi darah. Transfusi darah berfungsi untuk mengobati anemia. Proses ini
dilakukan dengan pemberian darah melalui tabung yang dimasukkan ke dalam
pembuluh darah di lengan. Proses ini memakan waktu cukup lama dan umumnya
dilakukan di rumah sakit.
2. Obat-obatan untuk menurunkan zat besi dalam tubuh. Transfusi darah yang
dilakukan secara berkala bisa menyebabkan peningkatan kadar zat besi dalam
tubuh. Untuk itu, dokter akan memberikan obat-obatan untuk menurunkan zat
besi yang disebut terapi khelasi.
Biaya pengobatan thalasemia beragam, tergantung jenis yang diderita dan usia
penderita.Untuk menghitung estimasi biaya pengobatan thalasemia di dalam atau luar
negeri, tanyakan pada Smarter Health.
c. Jika cek DNA hasilnya masih buram juga, perlu dilanjutkan dengan
metode sequenzing. Untuk sequenzing :
Thalasemia alpha tambahan biayanya Rp. 2.5 juta
Thalasemia beta tambahan biayanya Rp. 1.5 Juta
Hasilnya sekitar 2 minggu dan bisa dikirim
d. Untuk diagnosa
31
4. Mencegah Thalasemia
2.1.10 Vaginalinfection
32
Pada ibu hamil, infeksi vagina akibat bakteri yang tidak ditangani
dengan baik dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan,
seperti keguguran, bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah,
dan radang panggul usai melahirkan.
1. Pengobatan Vaginitis
2. Pencegahan Vaginitis
33
- Kenakan pakaian dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.
34
penyakit kedua pasangan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
penyakit turunan bisa membahayakan, seperti thalasemia.
e. Pemeriksaan alergi
35
mempersulit kehamilan, seperti :
36
kehamilan seperti depresi juga harus diketahui agar dapat
dilakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan ibu dan
menghindarkan calon ibu dari stress berlebih
37
1. Pemeriksaan urine lengkap
Meliputi kadar gula, protein dan bakteri dalam urine. Utamanya untuk
mengetahui ada-tidaknya infeksi saluran kemih karena penyakit ini dapat
menyebabkan kelahiran prematur, keguguran, dan kematian janin.
2. Pemeriksaan darah rutin, yaitu:
38
dan golongan darah. Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya
untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk
mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan
apabila terjadi situasi kegawatdaruratan. Pemeriksaan hemoglobin (Hb) juga
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar sel darah merah pada ibu hamil.
Kadar Hb normal kehamilan diantara 11—15 gr%. Ibu hamil rentan
menderita anemia karena meningkatnya kebutuhan zat besi untuk
pertumbuhan janin. Anemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
menurunnya kadar hemoglobin (Hb) di bawah normal (<10 gr%). Kurangnya
asupan zat besi pada kehamilan mengakibatkan sejumlah risiko yang
merugikan, seperti keguguran, bayi lahir premature, bayi lahir dengan berat
badan rendah (BBLR), bayi lahir mati, perdarahan pasca persalinan, hingga
anak tumbuh pendek (stunting) dibanding teman seusianya. Penyebab anemia
dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.
Kemenkes (2013) menyarankan pemeriksaan Hb pada kehamilan dilakukan
sebanyak 2x diantaranya pada trimester I (disertai pemeriksaan golongan
darah) dan trimester III. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik
bidan/ dokter kandungan/ puskesmas/ klinik/ rumah sakit.
39
proteinuria >300mg/24 jam atau pada metode dipstik menunjukan hasil positif
1+ atau lebih). Ditemukannya proteinuria berlebih (>300mg/24 jam) juga
menyebabkan sejumlah komplikasi lain pada ibu hamil seperti perdarahan
otak, gagal hepar, edema paru-paru, cidera ginjal akut, hingga kejang/
eklamsi. Dari Kemenkes (2014) menganjurkan pemeriksaan protein urine
pada ibu hamil dilakukan pada trimester II dan III atas indikasi. Pemeriksaan
urine dipstik banyak digunakan dalam praktik karena metodenya sederhana
dan lebih ekonomis. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik bidan/
dokter kandungan/ puskesmas. Tes akan lebih spesifik jika menggunakan
metode tes diagnostik dengan sensitivitas tinggi lainnya, umumnya dilakukan
di fasilitas kesehatan lengkap seperti klinik/ rumah sakit.
40
harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali
pada trimester I, sekali pada trimester II, dan sekali pada trimester III.
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik bidan/ dokter kandungan/
puskesmas/ klinik/ rumah sakit
4. Ultrasonografi (USG)
5. Pemeriksaan HIV
41
dan tuberkulosis/ TB secara inklusif ketika kunjungan antenatal atau
menjelang persalinan. Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV
dan segera diberikan informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke
janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dilakukan konseling
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). Bagi ibu hamil yang
negatif diberikan penjelasan untuk menjaga tetap HIV negatif diberikan
penjelasan untuk menjaga HIV negative selama hamil, menyusui dan
seterusnya. Pemeriksaan HIV hanya dilakukan di puskesmas dengan program
tes HIV ibu hamil dan rumah sakit besar.
42
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang anemia sebelum (pretes)
dan sesudah (postes) dilakukan penyuluhan baik. Kegiatan ini bermanfaat
bahwa promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan pengetahuan
masyarakat melalui pembelajaran, dari dan oleh , untuk dan bersama
masyarakat agar mereka dapat menolong diri sendiri dan mengembangkan
kegiatan bersumber daya dari masyarakat(Supari, 2007) Pengetahuan
tentang anemia sangat penting untuk mencegah terjadinya anemia, Hasil ini
sejalan dengan hasil pemeriksaan kadar Hb, bahwa ibu yang mempunyai
pengetahuan yang baik dapat menurunkan kejadian anemia. Selain itu
pengetahuan ibu hamil tentang anemia penting, seperti hasil penelitian yang
dikemukakan Rajeev Kumar dkk (Yadav, Swamy, & Banjade, 2014), bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang anemia, dapat mencegah anemia.
Pengetahuan tentang anemia berhubungan secara bermakna dengan
pendidikan ibu hamil.
43
DAFTAR PUSTAKA
44