Anda di halaman 1dari 19

PROSIDING

Seminar Nasional ke-2


Pengelolaan Pesisir
dan Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai


PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2
Diselenggarakan oleh Editor
Djati Mardiatno
Dyah R. Hizbaron
MPPDAS Badan Informasi
Estuning T.W. Mei
Ikatan Geograf
Indonesia Fakultas Geografi Geospasial Fiyya K. Shafarani
UGM
Faizal Rachman
Yanuar Sulistiyaningrum
Widiyana Riasasi

ISBN 978-979-8786-61-7
BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI
Universitas Gadjah Mada
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENGELOLAAN PESISIR
DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2

Editor:

Djati Mardiatno
Dyah R. Hizbaron
Estuning T. W. Mei
Fiyya K. Shafarani
Faizal Rachman
Yanuar Sulistiyaningrum
Widiyana Riasasi

BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI


UNIVERSITAS GADJAH MADA, YOGYAKARTA

i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGELOLAAN PESISIR DAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2

ISBN: 978-979-8786-61-7
© 2016 Badan Penerbit Fakultas Geografi

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan


sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun
mekanis tanpa izin tertulis dari editor. Permohonan perbanyakan dan pencetakan
ulang dapat menghubungi Dyah R. Hizbaron, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah
Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 atau melalui email ke semnas-
mppdas@geo.ugm.ac.id

Hak kekayaan intelektual tiap makalah dalam prosiding ini merupakan milik para
penulis yang tercantum pada tiap makalahnya.

Tanggal terbit:
20 Juli 2016

Dipublikasikan oleh:
Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Sekip Utara, Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telp:+62 274 649 2340, +62 274 589 595
Email: geografi@geo.ugm.ac.id
Website: www.geo.ugm.ac.id

Desain sampul:
Widiyana Riasasi

ii
KATA PENGANTAR

Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai ke-2 dilaksanakan di
Auditorium Merapi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tanggal
12 Mei 2016. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Magister Perencanaan
Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) yang merupakan minat dari
Program Studi S2 Geografi. Salah satu tujuan utama seminar ini adalah untuk mendiskusikan
perkembangan dan tren penelitian pengelolaan di wilayah pesisir dan daerah aliran sungai.
Sebanyak 70 makalah yang telah direview dari tim editor ditampilkan dalam prosiding ini.
Tema dari prosiding ini dibagi menjadi tiga, antara lain
1. Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran
sungai
2. Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai
3. Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam
pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai

Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai kepadu-
padanan pengelolaan pesisir dan DAS yang meliputi aspek fisik, lingkungan, regulasi, tata
ruang, pemanfaatan ruang dan sumber daya. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat untuk
acuan peneliti maupun praktisi pada bidang yang terkait.

Terima Kasih

Ketua Panitia Kegiatan

Prof. Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. iii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iv

Pembicara Utama
PERAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................. 1
PERAN DAN FUNGSI EKOSISTEM BENTANGLAHAN KEPESISIRAN DALAM
PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ........................................................ 11
TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................................. 18
HOLOCENE SEA-LEVEL VARIABILITY IN INDONESIA .............................................................. 51

Tema 1: Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran
sungai
PEMANFAATAN METODE GALDIT DALAM PENENTUAN KERENTANAN AIRTANAH
TERHADAP INTRUSI AIR LAUT DI PESISIR KOTA CILACAP .................................................... 58
IDENTIFIKASI KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN PURWARUPA ARDUINO UNTUK
MONITORING SAMPEL AIR OTOMATIS ........................................................................................ 68
PENDUGAAN KEBERADAAN AIRTANAH ASIN DI SEBAGIAN KABUPATEN
BANJARNEGARA, JAWA TENGAH .................................................................................................. 79
ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DENGAN AIRTANAH DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI KAYANGAN KABUPATEN KULONPROGO .................................................... 86
UJI AKURASI APLIKASI ELECTROMAGNETIC VERY LOW FREQUENCY (EM VLF) UNTUK
ANALISIS POTENSI AIRTANAH DI PULAU SANGAT KECIL ...................................................... 96
KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI BEBERAPA SUB DAS DENGAN FORMASI GEOLOGI
PEGUNUNGAN SELATAN(Studi di Sub DAS Keduang, Temon, Wuryantoro, dan Alang) ............ 106
RESPON HIDROLOGI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN DANAU
KASKADE MAHAKAM..................................................................................................................... 117
EMBUNG SEBAGAI SARANA PENYEDIAAN AIR BAKU DI PESISIR TARAKAN TIMUR .... 129
ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL B-VALUE SEBAGAI IDENTIFIKASI POTENSI
GEMPABUMI TSUNAMI DI PULAU JAWA ................................................................................... 140
ANCAMAN BAHAYA PENGUATAN REFRAKSI GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN
STRUKTUR GEOMETRI TELUK SUNGAI SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK DESA
RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU ............................................................................................ 148
BAHAYA PENGUATAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT CEKUNGAN TELUK SUNGAI
SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK KELURAHAN PASAR BENGKULU DAN PONDOK
BESI, KOTA BENGKULU ................................................................................................................. 159
FENOMENA BANJIR BANDANG DAN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH ............. 167
KONSEP TATA RUANG UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN PARIWISATA TERPADU DI
WILAYAH PESISIR PULAU BANGGAI, PROVINSI SULAWESI TENGAH ............................... 177
ANALISIS MULTI KRITERIA UNTUK ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN
MALANG BAGIAN SELATAN ......................................................................................................... 187
ZONASI EKOSISTEM ZONA NERITIK UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN
BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL STUDI KASUS PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU 199

iv
EFEKTIVITAS CEMARA LAUT DALAM RANGKA PENCEGAHAN EROSI ANGIN DI PANTAI
KEBUMEN .......................................................................................................................................... 204
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI DI RESERVAT
BATU BUMBUN DAS MAHAKAM ................................................................................................. 212
INDIKATOR KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS
BERKELANJUTAN (Studi Kasus Daya Dukung Lingkungan Pemanfaatan Alur Sungai Kedang
Kepala untuk Transportasi Tongkang Batubara) .................................................................................. 223
ANALISIS KETERKAITAN EKOSISTEM DI SUNGAI CODE PENGGAL JETISHARJO,
YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 233
PERAMALAN LUAS HUTAN PENUTUP LAHAN PADA KAWASAN HUTAN KONSERVASI DI
INDONESIA TAHUN 2015 ................................................................................................................ 242
INVESTASI DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK
KETANGGUHAN (Tingkat Kesiapan Pembangunan Sosial di Wilayah Pesisir Kulonprogo) ........... 251
PEMETAAN GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BLUKAR, JAWA TENGAH
.............................................................................................................................................................. 263
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BERBASIS UPAYA PENCEGAHAN BENCANA
KEKERINGAN DI KAWASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BINANGA LUMBUA
KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN ................................................... 270
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KEPULAUAN TANAH KEKE KECAMATAN
MAPAKASUNGGU KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN .................... 280
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR UNTUK PENENTUAN LOKASI
PERMUKIMAN DI KECAMATAN PANDAWAN KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
KALIMANTAN SELATAN ................................................................................................................ 290
EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH
SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN LIMPASAN DI SUB DAS NGALE .................................... 299
ANALISIS POLA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN NILAI KOEFISIEN LIMPASAN
DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG
PROGRAM PEMULIHAN DAS MENTAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ................... 309
MONITORING PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO TAHUN 2012-2014
DENGAN PEMANFAATAN DATA LiDAR DAN UAV .................................................................. 323
KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH TANGGA PINGGIR SUNGAI/PARIT DI
KECAMATAN TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ............................................... 330

Tema 2: Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai
VARIASI BULANAN DAERAH PREDIKSI PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH
PENGELOLAAN PERIKANAN RI 711 ............................................................................................. 338
STRATEGI PEMETAAN DAERAH PASANG SURUT DENGAN CITRA SATELIT YANG
DIREKAM PADA PASUT EKSTRIM ................................................................................................ 347
ANALISIS LINGKUNGAN GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA BERDASARKAN
PENDEKATAN SPASIAL .................................................................................................................. 355
KAJIAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN LAHAN TERHADAP LUAS DAN
KEDALAMAN GENANGAN DI SUB DAS BANG MALANG DENGAN PEMODELAN HEC
GEORAS .............................................................................................................................................. 367
PEMANFAATAN TEKNOLOGI SINGLEBEAM ECHOSOUNDER (SBES) DAN SIDE SCAN
SONAR (SSS) UNTUK PEMETAAN KEDALAMAN PERAIRAN ................................................. 380
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH KAWASAN SAGARA
ANAKAN, KABUPATEN CILACAP BERDASARKAN PENDEKATAN ANALISIS LANDSKAP
.............................................................................................................................................................. 386

v
PENGELOLAAN KAWASAN KARST MELALUI PENDEKATAN KARAKTER BIOFISIK (Studi
di Sub DAS Alang Kabupaten Wonogiri) ............................................................................................ 397
ANALISIS KEMAMPUANLAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENTUNG,
KECAMATANPATUK, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................... 408
MITIGASI BENCANA GERAKAN TANAH PADA DAS SERAYU HULU, BANJARNEGARA . 421
PENYUSUNAN BASIS DATA PETA DESA UNTUK OPTIMALISASI PERKEMBANGAN
WILAYAH KEPESISIRAN: STUDI KASUS DESA PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK
KABUPATEN BANTUL ..................................................................................................................... 433
ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL
RUPABUMI INDONESIA .................................................................................................................. 444
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP LINGKUNGAN ATMOSFER DAN PANTAI DI
WILAYAH PESISIR PAMEUNGPEUK GARUT .............................................................................. 454

Tema 3: Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam
pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai
KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA YOGYAKARTA
TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (Kasus di Bantaran Sungai Code) 464
URGENSI KONSERVASI PASIR VULKAN DI PESISIR SELATAN DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 476
LUBUK LARANGAN UJUNG TANJUNG DESA GUGUK: UPAYA PELESTARIAN
LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA PERIKANAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TIPE
TRANSPORTING SYSTEM .................................................................................................................. 487
KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI, AKTIVITAS PENANGKAPAN, DAN PEMANGKU
KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS) PADA PERIKANAN SIDAT DI DAS CIMANDIRI, JAWA
BARAT ................................................................................................................................................ 497
PENDEKATAN SOSIO-KULTURAL DALAM PEMASANGAN TETENGER ZONA INTI
SEBAGAI UPAYA RESTORASI GUMUK PASIR BARKHAN ....................................................... 507
KLASIFIKASI LIMBAH HASIL BUDIDAYA PEMANFAATAN LAHAN PESISIR DI DESA
PATUTREJO PURWOREJO ............................................................................................................... 519
KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR BESI SEBAGAI UPAYA
OPTIMALISASI SUMBER DAYA ALAM TERBARUKAN DALAM KAITANNYA DENGAN
PENGELOLAAN PESISIR KABUPATEN PURWOREJO ................................................................ 528
WTP UNTUK KONSERVASI AIR DI KAWASAN RESAPAN SLEMAN, YOGYAKARTA ........ 534
PEMANFAATAN DELTA BARITO SEBAGAI LAHAN PERTANIAN RAWA POTENSIAL
DENGAN SISTEM BANJAR .............................................................................................................. 547
ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR PULAU GILI KETAPANG DENGAN
MENGGUNAKAN ANALISA SWOT ............................................................................................... 557
PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS
MASYARAKAT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, MALUKU ....................................... 564
OPTIMALISASI PELESTARIAN EKOWISATA MANGROVE BERBASIS LOCAL WISDOM DI
BEDUL BANYUWANGI .................................................................................................................... 582
PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PANTAI DITINJAU DARI PENDEKATAN
KELINGKUNGAN DI KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR ...................................................... 592
STRATEGI PENGHIDUPAN NELAYAN DALAM PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT
DI PANTAI DEPOK ............................................................................................................................ 603
PERAN PARIWISATA UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT WILAYAH KEPESISIRAN
TANJUNGSARI DAN TEPUS, KABUPATEN GUNUNGKIDUL ................................................... 610

vi
DAS SEBAGAI BASIS PENILAIAN MANFAAT LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
SUMBERDAYA HUTAN ................................................................................................................... 618
ASPEK MORFOMETRI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI STUDI
KASUS DAS CITANDUY .................................................................................................................. 629
PELUANG DAN TANTANGAN REVITALISASI DAS LIMBOTO, SEBUAH PENDEKATAN
HASIL PROSES ................................................................................................................................... 638
KONFLIK SPASIAL PEMANFAATAN LAHAN
DALAM MANAGEMENT DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU PROVINSI BANTEN ....... 652
KONDISI PEMBANGUNAN DESA-DESA PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .... 661
KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN PESISIR
CANGGU, BALI .................................................................................................................................. 672
PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR
UTARA JAWA (Studi Kasus: Kota Semarang dan Kota Tegal) ......................................................... 689
EFEKTIFITAS TRANSPORTASI AIR ANTAR PULAU DI KABUPATEN KEPULAUAN
MERANTI ............................................................................................................................................ 703
KEHARMONISAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR BERDASARKAN SUDUT PANDANG
LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI DESA PUTUTREJO, KECAMATAN
GRABAG, KABUPATEN PURWOREJO .......................................................................................... 716
PENGELOLAAN PESISIR SELATAN SEBAGIAN KULON PROGO DAN PURWOREJO
BERDASARKAN KONDISI BANGUNAN FISIK ............................................................................ 725
STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS ANALISIS
SWOT PASKA KEGIATAN TAMBANG PASIR BESI KABUPATEN PURWOREJO, JAWA
TENGAH.............................................................................................................................................. 735
PELAJARAN BERHARGA DARI KEGIATAN TAMBANG PASIR PANTAI DI DESA SELOK
AWAR-AWAR KECAMATAN PASIRIAN - LUMAJANG.............................................................. 746
KAJIAN KOMPARATIF FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN ANAK DI PERKOTAAN DAN
PERDESAAN DI KABUPATEN GROBOGAN (Analisis Survei Pernikahan Dini Tahun 2011) ...... 756
KECENDERUNGAN AKSEPTOR MEMAKAI NON METODE KONTRASEPSI JANGKA
PANJANG DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
.............................................................................................................................................................. 765

vii
IDENTIFIKASI KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN PURWARUPA
ARDUINO UNTUK MONITORING SAMPEL AIR OTOMATIS
Tommy Andryan Tiviantona), Ahmad Cahyadia), Habibah Nurrohmahb),
Fajar Sugiarto b), Ali Ridloc)
a)
Fakultas Geografi UGM (tommy andryan@ugm.ac.id),
b)
Mahasiswa Fakultas Geografi UGM
c)
Mahasiswa Elins MIPA UGM

Abstrak
Pengambilan sampel kualitas air sungai di wilayah perkotaan menjadi kurang representatif jika dalam
pengambilan sampel air tidak dapat mencerminkan waktu yang tepat saat pembuangan limbah atau hanya
dilakukan sesaat. SubDAS Buntung sebagai bagian dari sungai perkotaan sangat mudah tercemari oleh
limbah domestik maupun sampah dari permukiman sekitar. Perlakuan pembuangan limbah atau sampah
dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu sehingga berpotensi menghilangkan konsentrasi polutan optimal
yang dapat terdeteksi. Untuk itulah diperlukan pengambilan sampel secara kontinu. Arduino menjadi salah
satu solusi pemanfaatan mikrokontroller dalam menanggulangi permasalahan monitoring sampel kualitas air
sungai secara kontinu. Dalam prototipe ini arduino diaplikasikan dalam mengambil sampel air dari sungai
dengan mengatur kerja pompa air berikut selenoid (kran) air dalam tampungan buffer yang diatur dalam
interval waktu tertentu sesuai dengan karakteristik sungai. Sampel air selama di tampungan buffer akan
diukur dengan sensor DHL dan pH kemudian akan disalurkan ke dalam masing-masing botol sampel
disesuaikan dengan fungsi interval waktu tertentu. Dengan alat ini, deteksi waktu pencemaran dapat
diperoleh dengan pengamatan jam-jaman dibanding hanya pengamatan sesaat.

Kata kunci: Sungai perkotaan; Arduino; monitoring sampel; kualitas air

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air sungai yang mengalir dari hulu menuju hilir dapat terpengaruh oleh lingkungan di
sekitarnya yang masih tercakup di dalam DAS. Pengaruh negatif dapat berupa pencemaran air
sungai. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air,menjelaskan pencemaran air merupakan masuknya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya. Pencemaran air di perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kota,
urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi (Shao, 2008 dalam Lopez, 2008).
Kondisi sungai di segmen Sinduadi-Karangwaru teramati di lapangan telah mengalami
pencemaran di musim kemarau. Secara visual teramati warna air sungai kehitaman dan keruh serta
berbau tidak sedap, banyak sampah tidak terkelola dibuang di aliran sungai. Kondisi yang demikian
sangat dipengaruhi oleh limbah domestik lingkungan sekitar sungai. Indikasi adanya pencemaran
dapat terlihat dari padatnya jumlah penduduk di SubDAS Buntung. Sungai yang melintasi wilayah
urban dengan penggunaan lahan utama berupa permukiman memiliki kepadatan penduduk pada
68
tahun 2010 mencapai 3398 jiwa/km2 untuk Kecamatan Mlati, dan 13912 jiwa/km2 untuk
Kecamatan Tegalrejo (Setyorini, 2012). Kepadatan penduduk yang tinggi tersebut dapat
berpengaruh besar terhadap penurunan kualitas air di SubDAS Buntung.
Sumber pencemar air di SubDAS Buntung dapat diperkirakan sumbernya, namun untuk
menentukan besaran tingkat pencemaran kualitas air maksimum sulit untuk dideteksi dengan
pengamatan sesaat. Penyebabnya adalah karakteristik pembuangan limbah domestik warga baik
berupa point source (pipa limbah domestik mengarah ke sungai) berkaitan dengan pola kegiatan
masyarakat (untuk mandi, cuci, kakus) ataupun secara non-point source (berupa septic tank warga
yang bocor) sehingga masuk ke dalam sungai sebagai aliran airtanah dangkal yang tidak teramati
secara langsung. Untuk itu diperlukan penelitian yang mengkaji kualitas air di Sungai Buntung
secara pengamatan menerus.
Pemantauan kualitas air yang dibutuhkan adalah pengamatan detail dalam interval waktu
tertentu dengan durasi yang menerus. Apabila dilakukan secara manual, pengambilan sampel ini
akan menghadapi kendala dari keterbatasan pengamatan oleh surveyor sampling. Oleh karena itu,
diperlukan suatu alat pantau kualitas air yang dapat bekerja memantau kualitas air sungai secara
otomatis.

Pemantauan Kualitas Air Sungai


Pemantauan kualitas air dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fisik, kimia dan biologi dari
air sungai. Beberapa parameter kualitas air akan dikelaskan sesuai dengan peruntukan pemanfaatan
air seperti air minum, irigasi dan pemakaian industri, dan lain-lain. Aspek fisik melingkupi warna,
rasa, bau, temperatur, dan kekeruhan. Sementara aspek kimia berupa kimia yang terkandung dalam
air seperti kandungan gas (oksigen, karbon dioksida), kandungan logam (seperti besi dan timbal),
kandungan nutrien (seperti nitrogen dan fosfor), kandungan pestisida (seperti edusulfan) atau
kandungan organik lainnya. Untuk aspek biologi meliputi mikro organisme yang ada dalam air
termasuk bakteri, protozoa, zooplanton, insect, tumbuhan dan ikan (Li dan Migliaccio, 2010).
Alat pantau kualitas air dapat dirakit sendiri dengan pengendali utama berupa arduino.
Arduino merupakan mikrokontroller platform hardware atau software yang open source, bebas
lisensi, dan memiliki beragam fungsi elektronika (Ali, et al,2016). Arduino ini dapat dimanfaatkan
untuk mengendalikan sensor-sensor pengukur kualitas air dan mencatat hasil pengamatan secara
otomatis (Murphy, et al., 2014). Penggunaan alat pantau seperti ini akan menghemat tenaga dan
biaya. Selain itu, pemantauan dapat dilakukan secara menerus dengan interval waktu pengamatan
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan (Ali, et al,2016; Murphy, et al., 2014). Arduino dapat
diprogram untuk mengatur sensor dan mengelola data hasil pembacaan sensor. Setiap sensor
dihubungkan dengan arduino menggunakan kabel input analog (Calinoiu et al., 2014).

Tujuan Penelitian
Prototipe alat monitoring kualitas air otomatis berbasis arduino dibuat dengan
memanfaatkan sensor-sensor untuk mengamati kualitas air sungai . Menentukan karakteristik
pencemaran sungai dari airtanah atau sebaliknya dengan model DRASTIC atau survei lapangan;
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran potensi pencemaran sungai oleh airtanah dan penentuan
titik sampel serta titik penempatan alat monitoring. Mengaplikasikan alat monitoring kualitas air
otomatis berbasis arduino dalam mengambil sampel kualitas air sungai secara kontinu di titik
sampel yang telah ditentukan; ditujukan untuk mengetahui pengaruh pencemaran dalam kurun
interval waktu tertentu

69
METODE
Gambaran Lokasi Penelitian
Daerah penelitian terletak di SubDAS Buntung merupakan bagian dari DAS Winongo yang
berhulu di Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati mengalir ke Kelurahan Karangwaru dan
Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Gambar
1). Lokasi hulu sungai Buntung berupa selokan kecil yang berhubungan dengan saluran drainase
permukiman, sehingga batas sungai dengan karakter urban ini dibatasi pada kenampakan sungai
yang terlihat alami terlepas dari kondisi perubahan yang saat ini terjadi. Kondisi lingkungan
sekitar sungai Buntung sangat dekat dengan permukiman warga dan lokasi di Kelurahan
Karangwaru segmen sungai Buntung telah tertata dengan baik (Gambar 2.). Sementara kondisi
sungai pada pengamatan tersebut saat musim kemarau terpantau debit sungai sangat kecil sehingga
kualitas air secara visual terlihat telah tercemar.

Gambar 1. Segmen SubDAS Buntung

Gambar 2. Kondisi Salah Satu Segmen SubDAS Buntung di Kelurahan Karangwaru


(Foto: Tommy, 2015)

70
Mikrokontroler Arduino
Alat monitoring kualitas air dirakit dengan menggabungkan arduino, pompa air, dan
sensor-sensor kualitas air ke dalam suatu sistem alat. Arduino berguna untuk memberi perintah
kepada pompa dalam pengambilan air sampel. Pengambilan sampel berlangsung bersamaan
dengan pengukuran tinggi muka air (TMA). Setelah bak penampung terisi penuh, air akan
dialirkan menuju botol sampel. Sistematik perintah dalam mikroprosesor arduino dikonseptualkan
pada Gambar 3. berikut.

Mikrokontroller
Arduino

1 Off
3 4 5 6 7
Sensor TMA
On

Off (fungsi waktu)


Off (fungsi waktu)

Off (fungsi waktu)


Off (fungsi waktu)
Pompa air Sensor DHL,PH
On

On
On

On
Fungsi Off

Tampungan
Buffer
2

Kran (selenoid) Kran (selenoid) Kran (selenoid)


Kran (selenoid) Kran (selenoid)
On sampler 4
output sampler 1 sampler 2 sampler 3
Flushing

Saluran Botol Botol Botol Botol


pembuangan sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4

Gambar 3. Skema Intruksi Alat

Mikroprosesor terdiri atas arduino, pcb, layar, monitor, dan kabel konektor (Gambar 4).
Mikroprosesor berfungsi sebagai pusat pengendali sistem alat. Air sungai yang akan diuji
kualitasnya diambil menggunakan pompa air melalui selang/pipa. Sensor tinggi muka air berfungsi
untuk menghentikan kinerja pompa air ketika air sudah mencapai ambang tinggi yang ditentukan
pada tangki atau bak penampungan air. Kran selenoid berfungsi sebagai pintu masuk air sampel
dari tangki penampungan air menuju botol sampel dan sebagai pintu keluar air pada tangki
penampungan yang tersisa. Kran solenoid bekerja otomatis sesuai perintah dari mikroprosesor.

Gambar 4. Prototipe Alat

71
Tabel 1. Keterangan Komponen Alat

Kode Keterangan Kode Keterangan


1 Sumber arus listrik 11 Kran selenoid input
2 Kabel power 12 Kran selenoid turap
3 Mikroprosesor 13 Selang output
4 Kabel konektor 14 Botol tampung
5 Tangki air 15 Arduino
6 Sensor tinggi muka air 16 Monitor
7 Pipa intake 17 PCB
8 Pipa output 18 Adaptor
9 Selang input 19 Saklar
10 Pompa air 20 Lampu indikator

Analisis Kerentanan Airtanah


Karakteristik pencemaran air sungai dan hubungannya dengan airtanah dapat ditentukan
dengan model DRASTIC. Metode ini digunakan untuk menentukan kerentanan airtanah secara
alami. Huruf-huruf yang menyusun merupakan faktor kondisi hidrogeologi yang mewakili
kerentanan airtanah, yaitu Depth to water (Kedalaman muka airtanah), Recharge (imbuhan
airtanah), Aquifer (materi akuifer), Soil media (Tanah), Topography (Topografi), Impact of vadose
(materi zona tak jenuh), dan Hydraulic Conductivity (konduktivitas hidraulik) (Aller, et al, 1985
dalam Rupert, 1999). Dalam penerapan metode DRASTIC ini masih bersifat kualitatif dan tidak
dapat secara kuantitatif menentukan secara mutlak hubungan kerentanan dan pencemaran zat
kontaminan sebagai polutan airtanah.
Metode DRASTIC yang digunakan adalah penilaian dan pembobotan masing-masing
parameter (parameter weighting and rating method). Besarnya bobot menunjukkan besarnya
kontribusi parameter terhadap kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran, sedangkan nilai
menunjukkan hierarki dalam kelas nilai interval parameter, sifat maupun karakteristik parameter
yang semakin mudah memiliki kerentanan airtanah akan memiliki nilai yang lebih tinggi. Prinsip
penilaian kerentanan airtanah bebas yang bersifat alami adalah perkalian antara bobot (w) dan nilai
(r) setiap parameter, yang selanjutnya semua parameter tersebut dijumlahkan dan disebut sebagai
indeks kerentanan alami.
Rumus kerentanan airtanah alami (Vintrinsic) ditunjukkan oleh Rumus (1).
Vintrinsic = DwDr + RwRr + AwAr + SwSr + TwTr + IwIr + CwCr………(1)
Bobot setiap parameter kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Skoring Parameter DRASTIC
D (5) R(4) T(1) C (3)
Skor Kemiringa A (3) S (2) I (5)
(m) (mm/thn) n lereng (m/s)
(%)
Lempung
1 > 100 0-50,8 >18 < 4,7 x 10-5 - Lapisan kedap dan tertekan
sangat halus
-5 -4
2 75-100 - - 4,7 x 10 - 1,4 x 10 Batu Lempung Muck
Lempung
3 50-75 50,8-101,6 12-18 - Metamorf/beku Berdebu/lempung
bergeluh
Metamorf/beku
4 - - - 1,4 x 10-4 - 3,3 x 10-4 Geluh berdebu Beku/metamorf
Lapuk
5 30-50 - 6-12 - Glacial Till Bergeluh -

72
D (5) R(4) T(1) C (3)
Skor Kemiringa A (3) S (2) I (5)
(m) (mm/thn) n lereng (m/s)
(%)
Batu pasir
Batu pasir berlapis,limestone,batu
-4 -4
6 - 101,6-177,8 - 3,3 x 10 - 4,7 x 10 berlapis,limestone, Pasir bergeluh lempung,pasir kerakal
batu lempung dengan perselingan debu
dan lempung
Lempung
7 15-30 - - - - -
merekah
8 - 177,8-254 - 4,7 x 10-4 - 9,4 x 10-4 Kerakal dan pasir Peat Pasir dan kerakal
9 5-15 >254 2-6 - Basaltis Pasir Basaltis
10 0-5 - 0-2 > 9,4 x 10-4 Karstik limestone Kerakal Karstik limestone
Sumber: Vrba dan Zaporosec (1994)

Penentuan kerentanan spesifik airtanah bebas adalah dengan menjumlahkan indeks Vintrinsic
dan hasil perkalian antara bobot (w) dan nilai (r) parameter penggunaan lahan, yang dirumuskan
sebagai kerentanan spesifik kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran tertentu (V spesific),
dirumuskan dala rumus (2).
Vspesific = V intrinsic + Lu w Lu r……………………………(2)
Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik penggunaan lahan
sekitar daerah penelitian. Penggunaan lahan pemukiman akan diperinci menurut klasifikasi
kepadatan penduduk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagian besar subDAS Buntung memiliki karakteristik yang relatif homogen. Dari sisi
fisiografi merupakan dataran, dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki
kemiringan ± 1 derajat. Elevasi 156 m dpal serta kemiringan antara 0 - 2 % dan 2 - 8% (timur -
barat) dan dengan kemiringan rata-rata 2% ke arah utara- selatan. Secara fisiografis terletak di sisi
selatan gunung Merapi, pada Dataran Kaki Gunungapi (VDk). Berdasarkan Peta Geologi Lembar
Yogyakarta (Raharjo, dkk. 1977), wilayah studi memiliki kesamaan formasi geologi Endapan
vulkanik Merapi muda, yang terbentuk pada jaman kuarter. Material penyusun dominan adalah
pasir dan debu vulkanik, terdapat pula sisipan tuff, abu, breksi, aglomerat dan lelehan lava yang
tidak terpisahkan. Hasil pelapukannya terangkut air membentuk lereng Merapi bagian selatan yang
terdiri dari endapan aluvial rombakan vulkanik dan alur-alur yang berasal dari endapan bagian
atas. Endapan aluvial yang terdiri dari kerakal, pasir, lanau dan lempung yang banyak tersebar di
sekitar aliran Sungai (Rahardjo,dkk.1977). Walaupun daerah Yogyakarta merupakan dataran
fluvio vulkanis, namun masih dapat dibagi menjadi unit-unit geomorfologi yang lebih kecil, yaitu
unit geomorfologi dataran banjir, teras sungai dandataran aluvial. Sifat aliran SubDAS Buntung
mengalir sepanjang musim dalam setahun (perenial), dan airnya dimanfaatkan untuk irigasi,
penerima drainase lingkungan, dan penerima limbah rumah tangga secara langsung atau melalui
sistem saluran air kotor. Limpasan air hujan, sampah permukiman di tepian dan sekitar bantaran
Sungai Buntung banyak mengalir masuk ke sungai sehingga memperburuk kualitas air Sungai
Buntung.

Pengaruh Kerentanan Airtanah terhadap Kualitas Air


SubDAS Buntung terletak pada bentuklahan dataran kaki Gunungapi Merapi sehingga
memiliki kedalaman muka airtanah yang hampir sama. Hal itu dipengauhi oleh kondisi topografi
yang relatif homogen. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, wilayah tersebut memiliki

73
kedalaman muka airtanah sekitar -5 sampai -7,06 meter dari permukaan tanah. SubDAS Buntung
memiliki imbuhan airtanah sebesar 254 mm/bulan dengan total rata-rata hujan yang jatuh
sebanyak 2.149 mm/tahun. Imbuhan airtanah yang cukup besar tersebut sangat dipengaruhi oleh
imbuhan curah hujan yang besar. Selain itu, jenis tanah yang ada adalah regosol dengan tekstur
pasir yang memiliki permeabilitas besar. Namun, pemanfaatan lahan yang ada didominasi oleh
permukiman padat yang menutup permukaan tanah sehingga proses infiltrasi menjadi tidak
maksimal. Imbuhan yang lebih besar dari 254 mm/bulan tersebut terdapat pada lahan dengan
karakteristik tutupan vegetasi yang berakar pendek hingga sedang, misalnya di kebun dan sawah.
Imbuhan airtanah yang besar akan berpengaruh terhadap tingkat pencemaran. Semakin besar
imbuhan, maka kerentanan airtanah terhadap pencemaran akan semakin tinggi. Hal itu disebabkan
oleh polutan-polutan yang dapat bergerak bebas ketika imbuhan semakin banyak.
SubDAS Buntung memiliki akuifer bagian dari endapan Gunungapi Merapi muda. Material
yang dominan adalah endapan hasil proses letusan Gunungapi Merapi yang berupa pasir kasar
kerikilan dan kerakalan-berangkalan-bongkahan. Selain itu, endapan fluviovolkanik juga ditemui
berupa pasir aglomerat dan pasir. Ketebalan akuifer berkisar antara 20-40 meter. Fragmen kerikil
dan kerakal yang ada biasanya berupa batuan breksi yang bentuknya membulat tanggung hingga
runcing. Endapan lahar juga ditemukan dengan ketebalan 0,5-2,0 meter. Jenis tanah dapat
ditentukan dengan mengacu pada teksur tanah. Walau demikian, secara spasial tekstur tanah dapat
berbeda pada satu jenis tanah yang sama. Kondisi yang demikian dapat dipengaruhi oleh perbedaan
proses geomorfologi yang bekerja. SubDAS Buntung memiliki jenis tanah regosol yang termasuk
di dalam dataran kaki gunungapi.
Kerentanan airtanah terhadap pencemaran salah satunya dipengaruhi oleh kemiringan lereng.
Kemiringan lereng menyebabkan arah dari pergerakan air permukaan maupun besarnya infiltrasi
dan permeabilitas yang akan mengisi akuifer. Secara umum topografi keseluruhan SubDAS
Buntung didominasi oleh kelas kemiringan lereng kelas 1 dengan kemiringan lereng 0,52 hingga 2
%. Atas dasar kemiringan lereng tersebut menunjukkan bahwa wilayah SubDAS Buntung berada di
wilayah dataran. Semakin rendah kemiringan lereng atau semakin datar topografi wilayah
maka semakin rentan kondisi airtanah terhadap pencemaran. Material zona tidak jenuh
menunjukkan kondisi jenis batuan pada zone tidak jenuh atau tidak tertekan, dibawah perlapisan
tanah dan diatas muka airtanah rata-rata keseluruhan sumur gali yang diukur per satuan unit
geologi. Pengukuran unit geologi mencakup bagian dari akuifer. Penentuan jenis material batuan
pada zone tidak jenuh didasarkan pada survey lapangan dan peta geologi yang menunjukkan jenis
litologi batuan.
Penarikan batas material zone tidak jenuh secara vertikal dan horizontal disesuaikan dengan
data peta geologi. Material akan diketahui dengan pengecekan di lapangan. Diasumsikan pada
setiap satuan unit peta material zona tidak jenuh pada kedalaman tertentu dan luasan tertentu
memiliki karakteristik yang relatif homogen. Material yang ditemukan di daerah penelitian adalah
material batu, pasir dan kerakal. Analisis luasan tiap material tidak jenuh diperoleh daerah
SubDAS Buntung tersusun atas material pasir dan kerakal yang bersumber dari material letusan
Gunungapi Merapi. Nilai skor material pasir dan kerakal tergolong tinggi, yakni dengan skor 8 dan
termasuk rentan terhadap pencemaran airtanah.
Konduktivitas hidrolik atau hydrolic conductivity (K) diperoleh dengan melakukan uji
pompa. Uji pompa dilakukan menggunakan metode slug test. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai permeabilitas (K) sebesar 7,48 meter/hari. Nilai K sebesar 7,48 meter/hari atau 8,6 x
10-5 meter/detik memiliki skor 2, artinya tergolong relatif aman terhadap pencemaran airtanah.
Konduktivitas hidrolik berfungsi sebagai parameter akuifer yang menyusun sistem cekungan
74
airtanah. Parameter ini bersifat alamiah, artinya sangat tergantung pada jenis batuan penyusun
akuifer. Konduktivitas hidrolik sangat menentukan keberlanjutan airtanah (Hutasoit, 2009). Salah
satu penentu keberlanjutan airtanah adalah kerentanan airtanah terhadap pencemaran.
SubDAS Buntung didominasi oleh penggunaan lahan terbangun. Penggunaan lahan
terbangun berupa pemukiman mendominasi wilayah SubDAS Buntung, termasuk gedung
pemerintahan dan kawasan ekonomi. Penggunaan lahan berupa pekarangan menduduki peringkat
kedua setelah pemukiman. Pekarangan dimaksudkan adalah lahan yang masih belum terbangun,
dan tidak ada tegakan vegetasi ataupun rumput yang mendominasi. Untuk kebun dan rumput
memiliki luas wilayah yang sempit. Penggunaan lahan terbangun yang dominan diakibatkan oleh
sifat wilayah ditinjau dari administrasi yakni perkotaan dan daerah perbatasan antara Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.
Kondisi kepadatan penduduk di SubDAS Buntung termasuk dalam kawasan urban. Indikasi
adanya pencemaran dapat terlihat dari padatnya jumlah penduduk di SubDAS Buntung. Sungai
yang melintasi wilayah urban dengan penggunaan lahan utama berupa permukiman memiliki
kepadatan penduduk pada tahun 2010 mencapai 3398 jiwa/km2 untuk Kecamatan Mlati, dan 13912
jiwa/km2 untuk Kecamatan Tegalrejo. Kepadatan penduduk yang tinggi tersebut dapat berpengaruh
besar terhadap penurunan kualitas air di SubDAS Buntung
Indikasi Pencemaran Kualitas Air Sungai
Survei lapangan dilakukan setelah model kerentanan airtanah metode DRASTIC dan
penggunaan lahan sudah ditentukan. Survey lapangan dilakukan di SubDAS Buntung, Kelurahan
Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Survey dilakukan untuk memeriksa kualitas
air sungai dan sumur serta pengukuran debit maupun kedalaman sumur. Hasil survey lapangan
ditunjukkan dalam tabel 3. berikut.
Tabel 3. Hasil Survei Lapangan

Waktu Koordinat UTM Elevasi


No DHL (uS) pH Suhu (C)
(WIB) X Y (mdpal)
1 10:00 429972 9140785 141 302 6,79 26,9
2 10:19 429984 9140827 141 303 7,48 26,9
3 10:30 429971 9140834 141 381 7,62 28,1
4 10:40 429971 9140886 142 337 7,42 28,5
5 10:50 429966 9140984 142 294 7,68 29,6
6 11:00 429976 9140948 142 401 7,52 28,1
7 11:17 429974 9140860 143 576 7,14 29,1
8 13:11 429874 9141233 143 317 7,26 29,9
9 13:33 429832 9141323 143 303 7,56 29
10 13:47 429872 9141372 144 315 7,32 29,1
11 14:15 429864 9141381 149 277 7,46 29,6
12 14:17 429907 9141405 145 314 7,28 28,9
Sumber: data lapangan, 2015

Berdasarkan hasil survey lapangan menunjukkan bahwa besar nilai DHL, suhu, dan ph
adalah bervariasi. Besar nilai DHL (daya hantar listrik) berkisar dari 277 uS hingga 576 uS, dengan
mayoritas rentang nilai 300-an uS. Besar nilai pH berkisar 6,79 hingga 7,68 dengan selisih setiap
titik sampel tidak terlampaui jauh. Nilai pH tersebut menunjukkan bahwa sifat air sungai adalah
basa lemah. Besar nilai suhu berkisar 26,9 oC hingga 29,9 oC, dengan selisih nilai tidak terlalu besar
dari tiap sampel. Besar nilai DHL, pH, dan suhu sebagai parameter yang terpengaruh beban
pencemar tentunya dipengaruhi oleh sumber pencemar dan debit aliran. Sumber pencemar berasal
dari outlet limbah domestik yang dibuang di sungai.

75
Pengamatan lapangan terhadap sumber pencemaran di subDAS Buntung dipengaruhi oleh
jenis penggunaan lahan yang berada di sepanjang sungai. Pada daerah hulu pengamatan lapangan,
sungai dimanfaatkan sebagai drainase pemukiman, yang kemudian saling menyatu menjadi aliran
sungai Buntung. Suplai air sungai Buntung dipengaruhi oleh mata air yang masuk melalui
rembesan di sepanjang sungai maupun adanya saluran irigasi persawahan. Kondisi inilah yang
memungkinkan tingginya tingkat pencemaran. Terlebih waktu pengamatan saat musim kemarau,
sehingga debit yang mengalir sangat kecil sebesar 0,004 m3/s. Sebaran sumber pencemar beserta
pengukuran debit di masing-masing penggal sungai dapat ditunjukkan dalam Gambar 5
Debit 0,004 m3/s
Permukiman

Sawah 12

11 Saluran irigasi 0,04 m3/s Permukiman


Debit 0,09 m3/s

Permukiman

10
9 Sumur
Permukiman
Debit 0,09 m3/s
Permukiman
8
7 Sumur Permukiman
Debit 0,007 m3/s
Sumur
6
5
Permukiman
Debit 0,018 m3/s
Permukiman

4
Permukiman 3 Sumur
Permukiman
Debit 0,018 m3/s

2
Permukiman
Permukiman
Debit 0,018 m3/s

1
Permukiman

Gambar 5. Kondisi Sumber pencemar dan debit aliran segmen Sungai Buntung

Monitoring Kualitas Air Sungai Secara Otomatis


Pemanfaatan arduino sebagai alat monitoring otomatis dapat membantu dalam pengambilan
sampel jam-jaman sesuai dengan karakteristik pembuahan limbah ke sungai, terutama aktivitas
rumah tangga. Gambar 6. menunjukkan pola grafik hubungan antara nilai pH, DHL dan waktu hasil
dari alat monitoring arduino. Alat monitoring diletakkkan di lokasi hilir dimana aktivitas
penggunaan lahan permukiman. Terindikasi berdasarkan pola tersebut tren DHL akan semakin
meningkat seiring dengan waktu, sementara pH akan memiliki pola polinomial yang menaik di
jam-jam siang hari dan akan menurun saat jam-jam sore,Nilai pH rata-rata sebesar 6,8. Berdasarkan
waktu konsentrasi dari hulu ke hilir dibutuhkan waktu 4 jam sebagai akumulasi peningkatan
pencemaran di SubDAS Buntung yaitu pada pukul 11.00 - 15.00 WIB. Grafik pH dan DHL pada
rentang waktu monitoring menunjukkan korelasi sebesar 0,195, menunjukkan belum ada hubungan
signifikan pH dan DHL.

Gambar 6. Grafik Uji Korelasi Ph, DHL, dan Waktu

76
Grafik gambar 7. menggambarkan hubungan DHL, suhu dan waktu. Grafik tersebut
menunjukkan DHL dan suhu pada rentang waktu monitoring memiliki korelasi sebesar 0,476.
Korelasi yang menunjukkan adanya hubungan penaikan suhu dengan nilai DHL. Nilai DHL rata-
rata sebesar 295,6. Debit aliran dan jarak mempengaruhi besar nilai pH dan DHL. Semakin besar
nilai debit aliran dengan selisih jarak sumber pencemar rendah menunjukkan kecenderungan nilai
ph dan DHL tinggi. Deteksi awal pencemaran dapat dilakukan dengan mengetahui besar nilai pH
dan DHL.

Gambar 7. Grafik Uji Korelasi DHL, Waktu, dan Suhu

DISKUSI DAN KESIMPULAN


Prototipe Alat Monitoring Kualitas Air Otomatis berbasis Arduino dapat bekerja untuk
merekam kondisi pH, DHL jam-jaman,dengan keterbatasan nilai kualitas air tersebut belum
terkalibrasi sesuai dengan hasil alat laboratorium. Namun sampel yang didapat secara jam-jaman
dapat diujikan kembali ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut. Karakter pencemaran dari
airtanah ke badan sungai atau sebaliknya dapat dideteksi awal dengan model DRASTIC kemudian
survei lapangan. Walaupun hasil DRASTIC menunjukkan keseragaman kerentanan airtanah,
namun hasil dari survei lapangan dapat menggambarkan karakteristik segmen yang telah
mengalami pencemaran lebih tinggi, sehingga aspek survei lapangan dan penentuan titik sumber
pencemaran dipandang penting untuk kalibrasi. Deteksi waktu pencemaran dapat diperoleh dengan
pengamatan jam-jaman dibanding hanya pengamatan sesaat. Hasil dari pengamatan secara otomatis
mempunyai keterbatasan pada homogenitas sampel air yang dapat diambil, karena hanya dapat
diambil di samping sungai saja. Sementara pengamatan langsung di lapangan dapat untuk
menentukan segmen sungai secara menyeluruh. Namun hasil dari monitoring jam-jaman dapat
menunjukkan pola pencemaran yang terjadi sesuai dengan aktivitas penduduk dalam menghasilkan
limbah domestik.

UCAPAN TERIMAKASIH (Acknowledgement)


Penelitian ini dapat terselenggara berkat bantuan dari dana Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negri (BOPTN) Universitas Gadjah Mada Tahun Anggaran 2015. Untuk
itu, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan finansial maupun masukan yang telah
diberikan dalam penyempurnaan laporan penelitian ini.

REFERENSI
Ali A.S., Zanzinger Z., Debose D., Stephens, B. (2016) Open Source Building Science Sensors (OSBSS): A
low-cost Arduino-based platform for long-term indoor environmental data collection. Building and
Environment, Vol. 100 : pp 114-126

77
Anonim, PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Al-Hanbali, A dan Kondoh, A. 2008. Groundwater Vulnerability Assessment and Evaluation of Human
Activity Impac (HAI) Within The Dead Sea Groundwater Basin, Jordan. Hydrogeology Journal, 16 :
pp 499-510
Andriana, W. 2008. Keterkaitan Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Keberadaan Bahan
Organik di Perairan Hulu Sungai Cisadane Bogor Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB
BLH-DIY.2014. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta. BLH DIY. Diakses pada
http://blh.jogjaprov.go.id/slhd-provinsi-diy/ pada tanggal 9 April 2015
Calinoiu, D., Ionel, R., Lascu, M., Cioabla, A. 2014. Arduino and LabVIEW in educational remote
monitoring applications, Proceedings of 44th IEEE International Conference Frontiers in
Education, pp. 1–5.
Davis, M. L., and Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second Edition. New
York: Mc-Graw
Hutasoit, L.M. 2009. Kondisi Permukaan Airtanah dengan dan Tanpa Peresapan Batuan di Daerah
Bandung. Jurnal Geologi Indonesia. 014, No.3, hal.177-188.
Li, Y., Migliaccio, K.. 2010. (Eds) Water Quality Concepts, Sampling, and Analyses, Boca Raton: Taylor &
Francis CRC Press.
Lopez, R.A. 2008. Progress in Sustainable Development Research. New York: Nova Science Publiser, Inc.
Monk, S. 2010. 30 Arduino Projects for The Evil Genius. San Francisco: McGraw-Hill Comp.
Murphy K., Heery B., Sullivan T., Zhang D., Paludetti L., Lau K.T., Diamond D., Costa E., O‫׳‬Connor N.,
Regan F., (2014) A low-cost autonomous optical sensor for water quality monitoring, Talanta,
Volume 132, pp 520-527, ISSN 0039-9140
Panagopoulos, G.P., Antonakos, A.K., Lambrakis, N.J. 2006. Optimization of the DRASTIC Method for
Groundwater Vulnerability Assessment via The Use of Simple Statistical Methods and GIS.
Hydrogeology Journal,14: pp 894-911.
Pelletier,G.J., Chapra, S.C., Tao, H. 2006. QUAL2Kw - A framework for modeling water quality in streams
and rivers using a genetic algorithm for calibration. Environmental Modelling & Software 21 (2006)
pp. 419-425.
Putranto, Thomas Triadi dan Kusuma, Kisti Indra. 2009. Permasalahan Airtanah pada Daerah Urban. Jurnal
Teknik, Vol: 30. Hal: 48-57
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, HMD. 1977, Peta geologi lembar Yogyakarta, Jawa, Indonesia: Dir
Geologi.
Rupert, M.G. 1999. Improvement to The DRASTIC Groundwater Vulnerability Mapping Method. U.S.
Geological Survey. Fact Sheet, FS-066-99. USGS, Reston,VA
Schmidt, M. 2011. Arduino A Quick Start Guide. Texas : Pragmatic Programmers LLC
Sterling, E., and E. Vintinner. 2008. How much is left? An overview of the crisis. In Water Consciousness -
How We All Have to Change to Protect Our Most Critical Resource,ed. T. Lohan, pp 15–25. San
Francisco: AlterNet Books.
Vrba J., Zaporosec, A. 1994. Guidebook on Mapping Groundwater Vulnerability. Heinz Heise,. Hannover:
International Assosiation of Hydrogeologist, International Contribution to Hydrogeology Verlag Vol
16.

78

Anda mungkin juga menyukai