Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS SEKTOR PEREKONOMIAN UNGGULAN DAERAH

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN


.
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 7
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9


2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah ................................................ 9
2.2. Produk Domestik Regional Bruto ............................................. 12
2.3. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) ....................... 15
2.4. Pengembangan Sektor Perekonomian Unggulan sebagai
Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah................................... 17
2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................. 20
2.6. Kerangka Pemikiran .................................................................. 22

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 26


3.1. Lokasi Penelitian ....................................................................... 26
3.2. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 26
3.3. Analisis Data ............................................................................. 27
3.4. Definisi dan Batasan Variabel Operasional ............................. 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu

pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan

suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi

dalam wilayah tersebut.

Arsyad (1999) menyatakan tujuan utama pembangunan ekonomi daerah

adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya

harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu,

pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan

sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang

diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Pencapaian

tujuan pembangunan ekonomi daerah dibutuhkan kebijakan pembangunan yang

didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan

potensi sumberdaya lokal. Identifikasi sektor ekonomi potensial menjadi kebutuhan

bagi optimalisasi proses dan keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta

aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas


pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing

daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang optimal.

Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi

daerah yang bersangkutan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur yang dapat dipakai

untuk meningkatkan adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai macam sektor

ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi.

Sirojuzilam dan Mahalli (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan

suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan

khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju

pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak

langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah

daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengelola

berbagai urusan penyelenggaran pemerintah bagi kepentingan dan kesejahteraan

masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan

keuangan daerah diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga

masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan

sumber-sumber daya secara optimal.

Sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk

menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan

kepada masyarakat, memiliki kewenangan yang luas untuk mengelola, merencanakan

dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.

Pada era otonomi daerah paradigma baru dalam pembangunan daerah,

keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari kemajuan fisik yang diperoleh atau

berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat diterima. Keberhasilan

pembangunan harus dapat diukur dengan parameter yang lebih luas dan lebih strategis

yang meliputi semua aspek kehidupan baik materil dan non materil.

Dalam pembiayaan pembangunan, maka diperlukan penerimaan yang

memadai. Sampai saat ini penerimaan daerah Kabupaten Lampung Selatan masih

didominasi oleh subsidi bantuan dari Pemerintah Pusat. Walaupun berbagai kebijakan

telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan untuk mengurangi

seminimal mungkin ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat dan bertekad

menjadikan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan utama dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah.

Salah satu cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam

pembiayaan pembangunan, maka pelaksanaan pembangunan harus diawali

berdasarkan prioritas dan pemilihan sasaran-sasaran yang mempunyai nilai strategis

dan memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan citra Kabupaten Batu Bara

dengan membangun sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Selatan

Untuk mengetahui sektor unggulan daerah Kabupaten Lampung Selatan

diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan

ekonomi wilayah. Untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk

menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju

pertumbuhan yang ada.

Tarigan (2007) menyatakan bahwa kegiatan ekonomi dikelompokkan atas


kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik

penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah.

Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan yang bersifat

exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan

kegiatan non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu

permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat

setempat. Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan

tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan

diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi

pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna

untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah


Dalam menggunakan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya

didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan kerja. Namun menggunakan data

pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat dibandingkan menggunakan data

lapangan kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya.

Salah satu indikator ekonomi yang sangat diperlukan untuk mengukur kinerja

pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat mengindikasikan

totalitas produksi neto barang/jasa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar

perencanaan dan evaluasi pembangunan wilayah.

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan dengan luas ± 2.109,74 KM2 mempunyai

potensi wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan perkebunan,

industri, perdagangan dan sektor-sektor lainnya. Kabupaten Lampung Selatan

memiliki potensi daerah yang cukup menonjol di sektor perindustrian, pertanian,

perikanan dan perkebunan khususnya di sektor industri dengan keberadaan

PT.INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT. Domba Mas.

Kegiatan perekonomian masyarakat Lampung Selatan dari hasil produksi

tanaman pangan wilayah Batu Bara berupa padi sawah, jagung, ubi rambat, ubi kayu,

kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau terpusat di pasar yang terletak di setiap

kecamatan- kecamatan. Keberadaan pasar Batu Bara tersebut sangat menunjang

perekonomian masyarakat yang mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan.

Selain menampung hasil pertanian setempat, pasar tersebut juga menampung hasil

pertanian dari
kecamatan-kecamatan lain yang ada di wilayah Batu Bara sebelum didistribusikan ke

berbagai tempat. Hal ini telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat sekaligus memberikan dampak positif bagi upaya

meningkatkan pendapatan daerah.

Hasil perkebunan di wilayah Batu Bara terdiri dari hasil perusahaan

perkebunan dan hasil perkebunan rakyat. Produksi perkebunan ini didominasi oleh

kelapa sawit, karet, dan kakao. Hasil perkebunan lain yang juga dimiliki adalah kelapa,

cengkeh dan kulit manis.

Bila dilihat dari dari sisi geografis, kondisi wilayah Kabupaten Batu Bara

sebahagian terdiri dari daerah laut. Sebahagian besar penduduk bermukim di wilayah

pantai dan pesisir, dengan mata pencaharian utama pada sektor perikanan/ nelayan dan

perkebunan.

Kegiatan perikanan yang dilakukan terdiri dari penangkapan dan budidaya.

Kegiatan penangkapan ikan terutama dilakukan di lepas pantai, hal ini disebabkan

wilayah Kabupaten Batu Bara merupakan daerah daratan dan sebahagian lagi lautan

yang bersebelahan dengan Selat Malaka, sedangkan kegiatan budidaya yang dilakukan

yaitu budidaya laut, kolam, maupun budidaya pantai.

Dalam melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai

konsikuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang

memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor

lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian strategi kebijakan


pembangunan harus memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi,

peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Khususnya Kabupaten Batu Bara, analisis yang mendalam untuk mengetahui

penentuan sektor perekonomian unggulan daerah belum pernah dilakukan. Untuk itu

penulis merasa tertarik untuk menganalisis penentuan sektor perekonomian unggulan

daerah Kabupaten Batu Bara.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Lampung


Selatan

2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam perekonomian

Kabupaten Lampung Selatan ?

3. Bagaimanakah perubahan dan pergeseran sektor perekonomian Kabupaten

Lampung Selatan?

4. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian Kabupaten

Lampung Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Lampung


Selatan

2. Menganalisis sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kabupaten Lampung

Selatan

3. Menganalisis perubahan dan pergeseran sektor perekonomian Kabupaten

Lampung Selatan
4. Menentukan sektor-sektor unggulan perekonomian Kabupaten Lampung Selatan

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Selatanmerupakan sebagai bahan informasi

dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Lampung

Selatan.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang terkait dengan pembangunan dan

perencanaan ekonomi daerah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis

dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya

manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan

efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

Nugroho dan Dahuri (2004) perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai

upaya menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidan ilmiah

ke dalam praksis (praktik-praktik yang dilandasai oleh teori) dalam perspektif

kepentingan orang banyak atau publik. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010)

dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian

para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan pembangunan

Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan

pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan

memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut.

Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam

atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi

berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu
dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan

kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi

karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-

masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung

penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2006).

Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan

ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan

stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara

kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus

mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab

masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang

sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat

hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar

pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan

dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup

masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil

apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan

yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap

pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum

tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).
Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan

bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi

pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian

serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula

merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.

Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting

dipecahkan adalah : di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya

dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi

dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek

pertambangan dan sebagainya.

Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam

pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang

lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program

pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan

dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh

sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan

oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyek-

proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan

sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena

perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien,
kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat

banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-

proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan perencana daerah

yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan

yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju

masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah

pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian

yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai

menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.

Proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun

demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses

pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target

utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial.

Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi

ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).

2.2. Produk Domestik Regional Bruto

Dalam ruang lingkup suatu negara dikenal istilah yang disebut : Gross National

Product (GNP) yang berarti Produk Nasional Kotor, sedangkan dalam suatu kesatuan

wilayah yang lebih rendah hal ini disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dinyatakan sebagai Produk Nasional Kotor yang
dapat mencakup suatu negara kesatuan wilayah tertentu. Apabila ditarik pengertian

tersebut dalam suatu wilayah (region) tertentu maka diperoleh Produk Regional Kotor

yang sebenarnya merupakan perkiraan pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu

wilayah yakni jumlah seluruh pendapatan sebagai balas jasa penggunaan faktor-faktor

produksi oleh wilayah. Dengan kata lain Produk Domestik Regional Bruto dapat

diartikan sebagai : Estimasi total produk barang dan jasa yang diterima oleh

masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi

yang dimilikinya. Dalam hal ini maka pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan

faktor-faktor tetapi berada di luar wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan.

Mankiw (2006) dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan

dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Dalam

konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB).

Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan satu indikator ekonomi

untuk mengukur kemajuan pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua

barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk

mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor

produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada

satu tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu (Prihatin, 1999).

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan

secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor

primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses
tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini

adalah sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian. Untuk sektor

ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke dalam sektor

sekunder, yang meliputi sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air

Minum serta sektor Bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Bank

dan Lembaga Keuangan lainnya serta sektor Jasa-Jasa dikelompokkan ke dalam sektor

tersier (Prihatin, 1999).

Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral

umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan

atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar. Penyajian atas dasar harga berlaku

menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan

keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian terhadap produksi, biaya

antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan harga berlaku pada

masing-masing tahun.

Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku

secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai

perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh meningkatnya harga-

harga. Oleh karena itu penyajian seperti ini masih dipengaruhi oleh adanya faktor

perubahan harga (inflasi/deflasi).

Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap

suatu tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara
yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-

harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan

produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah

dikeluarkan. Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat

produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan

memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh

peningkatan produksi berbagai sektor.

Dari uraian-uraian tersebut dapat diperlihatkan adanya kenaikan PDRB

maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi

menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada

masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian, industri,

perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya.

2.3. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang

cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang

potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries

(Sjafrizal, 2008).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)

dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah

lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya.
Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda

(multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini

membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas

sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat

exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan

sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan

kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah

itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum

perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas

tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara

keseluruhan. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik

Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu

sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut

secara nasional (Tarigan, 2007).

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi

produksinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan

kegiatan basis dan bukan basis, diantaranya adalah teknik Location Quotient (LQ).

Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik LQ

pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai tambah bruto atau

tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan

dari sisi produksinya.


Asumsi yang digunakan dalam teknik ini adalah semua penduduk disetiap

daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat

regional/nasional (pola permintaan secara geografis sama), produktivitas tenaga kerja,

dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor (Arsyad,

1999). Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang

antara).

b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui

kecendrungan.

Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik

apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun

waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi

tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan

(Tarigan, 2005).

2.4. Pengembangan Sektor Perekonomian Unggulan sebagai Strategi


Pembangunan Ekonomi Daerah

Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada

penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah

yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber

daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang

berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan

kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi (Arsyad, 1999).


Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di

Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir

sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara,

termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan,

perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya

sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.

Tambunan (2001) menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan

ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya

lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat

tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus

dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan

terus.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam

sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa

sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball

effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Pembangunan

ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan

pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam

struktur ekonomi.

Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk

perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional.

Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu
bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup

nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di

wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh

wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik (Tambunan, 2001).

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar

perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah

memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan

potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan

kemakmuran masyarakat.

PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output

pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu

(provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya

sektor unggulan (leading sektor) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu

grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan

kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan

lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama

dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah.

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi

perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki

potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu

daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu

akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi
(technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan

memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan

(Rachbini, 2001).

Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah

adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di

daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan

bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan

ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah

(Tarigan, 2005). Sedangkan sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan

komperatif dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain

serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai

tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap

perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun

pasar ekspor.

2.5. Penelitian Terdahulu

Amir dan Riphat (2005) melakukan studi tentang Analisis Sektor Unggulan

untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-

Output 1994 dan 2000, menggunakan analisis input-output yang telah banyak

digunakan untuk menganalisis sektor unggulan, yang biasanya dilihat menggunakan

angka pengganda (multiplier) sektor ekonomi dan tingkat keterkaitan antar sektor

perekonomian. Tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian akan diukur dengan

menggunakan pure total linkage yaitu tingkat keterkaitan suatu sektor dengan sektor
lainnya sebagai penjumlahan atas angka daya penyebaran (backward linkage) dan daya

kepekaan (forward linkage). Hasil studi menunjukkan bahwa selama periode

penelitian telah terjadi pergeseran dalam sektor-sektor unggulan dan proses

industrialisasi. Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan

yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan

pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Berdasarkan analisis

sektor unggulan menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan

kerja) dan keterkaitan sektoral (pure total linkage) direkomendasikan untuk

menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri (industri lainnya dan indutri makanan,

minuman dan tembakau), pusat perdagangan, dan pusat pertanian.

Supangkat (2002) melakukan studi tentang Analisis Penentuan Sektor Prioritas

dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kabupaten Asahan, menggunakan

pendekatan sektor pembentuk PDRB. Hasil studi menunjukkan bahwa sektor pertanian

dan industri pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi

peningkatan pembangunan di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor

perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang.

Marhayanie (2003) melakukan studi tentang Identifikasi Sektor Ekonomi

Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan, menggunakan metode

analisis linkage. Hasil studi menunjukkan bahwa analisis angka pengganda diperoleh

bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan

adalah sektor industri pengolahan. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada

total PDRB Kota Medan pada tahun 2020 adalah sektor perdagangan, restoran dan
hotel, yaitu sebesar 29,76%, sedangkan sedangkan yang terkecil adalah sektor

pertambangan dan galian sebesar 0,01%. Hasil analisis linkage dengan Tabel I-O tahun

2000, sektor bangunan memiliki backward linkage terbesar yaitu 2,22 dan yang

terkecil sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan sebesar 1,37, sedangkan

sktor yang memiliki forward linkage terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu

sebesar 3,80 dan yang terkecil sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1,07.

2.6. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan salah satu Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara. Analisis mengenai faktor penentu pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Lampung Selatan dibutuhkan sebagai dasar utama untuk perumusan

kebijakan pembangunan ekonomi daerah di masa mendatang. Sehingga dengan

mengetahui faktor-faktor tersebut, pembangunan daerah Kabupaten Lampung Selatan

dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong percepatan

pembangunan daerah dan menciptakan pengembangan wilayah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro

kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur

ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta

menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor.

Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator penting

untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan

ekonomi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi hasil-

hasil pembangunan. Oleh karena itu strategi pembangunan diupayakan untuk menggali
potensi yang ada, agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di

daerah.

Klasifikasi pertumbuhan sektor yaitu analisis ini diperlukan untuk

mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan mengacu pada

perekonomian daerah yang lebih tinggi. Hasil analisis akan menunjukkan posisi sektor

dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju dan tumbuh pesat, sektor potensial

atau masih dapat berkembang, sektor relatif tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan.

Berdasarkan klasifikasi ini dapat dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan

pembangunan atas posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian daerah

yang menjadi referensi.

Sektor basis dan non basis merupakan kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan

teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non

basis. Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang

bersifat ekspor dan non ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari

tahun ke tahun. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan

daerah secara keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan konsekuensi-

konsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang di

ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah, serta meningkatkan konsumsi dan

investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan kenaikan permintaan

terhadap sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan permintaan terhadap sektor non

basis yang berarti juga mendorong kenaikan investasi sektor non basis.
Perubahan dan pergeseran sektor dibutuhkan untuk mengetahui perubahan dan

pergeseran sektor pada perekonomian suatu daerah. Hasil analisis akan

menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan

wilayah referensi. Apabila penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam

PDRB memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan

ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral,

keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB dari

tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian

dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan perekonomian.

Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan perkembangan

pembangunan suatu daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila ada satu atau beberapa sektor

ekonomi yang berkembang lebih cepat dari pada sektor-sektor lain. Dengan demikian,

sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan menjadi suatu

sektor unggulan.

Sektor perekonomian unggulan yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan

akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lampung Selatan, hal ini disebabkan akan memberikan keuntungan kompetitif atau

komparatif yang selanjutnya akan mendorong pengembangan ekspor barang maupun

jasa.
Sektor perekonomian unggulan yang diperoleh melalui analisis dapat menjadi

dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Batu Bara di masa

mendatang dalam pengembangan wilayah. Adapun kerangka konseptual yang

dijadikan dasar dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Perekonomian Kabupaten Batu Bara

P &P IP LGA Bgn PHR P&K KPJ


Perta JJ

Klasifikasi Sektor Basis dan Non Perubahan dan


Pertumbuhan Sektor Basis Pergeseran Sektor

ar 2.1. Kerangka Konseptual


Penentuan Se ktor Unggulan
Keterangan : Gamb Penelitian
Perta = Sektor Pertanian
PP = Sektor Pertambangan dan Penggalian
IP = Sektor Industri Pengolahan
LGA = Sektor Listrik, Gas dan Air
Bgn = Sektor Bangunan
PHR = Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
PK = Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
KPJ = Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
JJ = Sektor Jasa-jasa
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Selatan. Pertimbangan

penelitian dilaksanakan di Kapubaten Batu Bara disebabkan Kabupaten tersebut

merupakan daerah dimana peneliti bermukim, sehingga mempunyai kewajiban

memberikan sumbangsih pemikiran hasil dari kajian ini. Selain itu menentukan

sektor-sektor perekonomian unggulan dapat digunakan sebagai informasi dan dapat

diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Lampung Selatan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara lain

PDRB Kabupaten Batu Bara dan Provinsi Sumatera Utara periode 2017-2020 data ini

digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor, analisis sektor basis dan

non basis, dan analisis perubahan dan pergeseran sektor ekonomi. Data ini diperoleh

dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Selatan, dan data sekunder

lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini, seperti pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Lampung Selatan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung.


3.3. Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan pertama, klasifikasi pertumbuhan sektor

perekonomian Kabupaten Batu Bara menggunakan analisis Tipologi Klassen. Tipologi

Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan

untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah Kabupaten Batu Bara.

Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor

perekonomian Kabupaten Batu Bara dengan memperhatikan sektor perekonomian

Provinsi Lampung sebagai daerah referensi.

Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen) digunakan untuk

mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing

daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator

utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah (Kuncoro

dan Aswandi, 2002).

Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan

karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008) :

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam

PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam

PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor

terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan

dengan si > s dan ski > sk.


2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan

kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si ) yang lebih kecil

dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang

menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski)

yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah

yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan

ski > sk.

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III).

Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam

PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam

PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor

terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut

terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan

dengan si > s dan ski < sk.

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini

merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si ) yang

lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah

yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap

PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap

PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si

< s dan ski < sk.


Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen

Kuadran I Kuadran II
Sektor yang maju dan tumbuh dengan Sektor maju tapi tertekan
pesat (developed sector) (Stagnant sector)
si > s dan ski > sk si < s dan ski > sk

Kuadran III Kuadran IV


Sektor potensial atau masih dapat Sektor relatif tertinggal
berkembang (developing sector) (underdeveloped sector)
si > s dan ski < sk si < s dan ski < sk

Sumber : Sjafrizal, 2008

Untuk menjawab perumusan masalah kedua, menentukan sektor basis dan non

basis dalam perekonomian Kabupaten Lampung Selatan menggunakan analisis

Location Quotient (LQ). Analisis LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum

digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor

kegiatan dari PDRB Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi pemacu pertumbuhan.

Analisis LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada

identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering

digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan

mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada

penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang

mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Tarigan (2007) sebagai berikut:

Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai :


Si/S
LQ =
Ni/N

Keterangan :

LQ : Nilai Location Quotient

Si : PDRB Sektor i di Kabupaten Lampung Selatan

S : PDRB total di Kabupaten Lampung Selatan

Ni : PDRB Sektor i di Provinsi Lampung

N : PDRB total di Provinsi Lampung

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada

tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh, yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Batu Bara menunjukkan hasil yang sama dengan sektor yang sama dalam

perekonomian Provinsi Lampung.

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Batu Bara menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor

yang sama dalam perekonomian Provinsi Lampung.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten

Lampung Selatan menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan

sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Lampung.

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut

merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak

perekonomian Kabupaten Lampung Selatan. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka

sektor
tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan

sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Lampung Selatan.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB

Kabupaten Lampung Selatan dan Provinsi Lampung tahun 2017-2020 menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2020.

Untuk menjawab perumusan masalah ketiga perubahan dan pergeseran sektor

perekonomian Kabupaten Lampung Selatan menggunakan analisis Shift Share.

Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan

peranan perekonomian di daerah. Analisis itu dipakai untuk mengamati struktur

perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di

daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih

tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban

pertumbuhannya akan tumbuh dibawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di

atasnya.

Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis

perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional.

Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja

perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar.

Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang

yang berhubungan satu dengan yang lainnya (Arsyad 1999 ; Tarigan, 2007)), yaitu

pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis :


a) perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan

pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

b) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif,

pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian

yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk

mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang

tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan.

c) Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan

seberapa jauh daya saing sektor-sektor daerah (lokal) dengan perekonomian yang

dijadika acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu sektor adalah

positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada sektor yang sama

pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Menurut Tarigan (2007) rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut:

Δ E r = E r, t – E r, t-n

Artinya, pertambahan lapangan kerja regional adalah banyaknya lapangan kerja pada

tahun akhir (t) dikurangi dengan jumlah lapangan kerja pada tahun awal (t – n).

Persamaan di atas berlaku untuk total lapangan kerja di wilayah tersebut. Hal ini dapat

juga dilihat secara per sektor sebagai berikut.

Δ E r, i = E r, i, t – E r, i, t-n

Artinya, pertambahan lapangan kerja regional sektor i adalah jumlah lapangan kerja

sektor i pada tahun akhir (t) dikurangi dengan lapangan kerja sektor i pada tahun awal

(t - n).
Pertambahan lapangan kerja regional sektor i ini dapat diperinci atas pengaruh dari

National Share, Proportional Shift, dan Differential Shift. Dalam notasi aljabar hal itu

adalah :

Δ E r, i, t = (Ns i + P r, i + D r, i)

Peranan National Share (Nsi) adalah seandainya pertambahan lapangan kerja regional

sektor i tersebut sama dengan proporsi pertambahan lapangan kerja nasional secara

rata-rata. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut.

Ns i, t = E r, i, t-n (E N, t / E N, t-n) – E r, i, t-n

Proportional shift adalah melihat pengaruh sektor i secara nasional terhadap

pertumbuhan lapangan kerja sektor i pada region yang dianalisis. Hal ini dapat

dituliskan sebagai berikut.

P r, i, t = {(E N, i, t / E N, i, t-n) - (E N, t / E N, t-n)} x E r, i, t-n

Differential shift (D r, i) menggambarkan penyimpangan antara pertumbuhan sektor i

di wilayah analisis terhadap pertumbuhan sektor i secara nasional. Hal ini dapat

dituliskan sebagai berikut.

D r, i, t = {E r, i, t – ( E N, i, t / E N, i, t-n) E r, i, t-n}

dimana :

Δ = pertambahan, angka akhir tahun (tahun t) dikurangi dengan angka awal

(tahun t – n)

N = National atau wilayah nasional/wilayah yang lebih tinggi jenjangnya

r = region atau wilayah analisis

E = Employment atau banyaknya lapangan kerja


i = sektor industri

t = tahun

t-n = tahun awal

Ns = National share

P = Proportional shift

D = Differential shift

Untuk menjawab perumusan masalah keempat, sektor-sektor apakah yang

menjadi sektor unggulan perekonomian Kabupaten Batu Bara menggunakan analisis

deskriptif berdasarkan hasil analisis tipologi klassen, analisis LQ dan analisis shift

share.

3.4. Definisi dan Batasan Variabel Operasional

1. Pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

daerah yang diteliti yang dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi (sembilan)

kelompok lapangan usaha (sektor). Dalam penyajian ini PDRB di hitung

berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu harga-harga yang berlaku pada

tahun dasar yang dipilih yakni tahun dasar 2000, perhitungan dari harga konstan

dipilih karena dalam hal ini sudah dibersihkan dari unsur inflasi.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto (gross

value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam

jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.


3. Sektor-sektor ekonomi, adalah sektor pembentuk angka PDRB yang berperan

dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi, yang mencakup 9 (sembilan) sektor

utama.

4. Pendekatan model basis ekonomi, merupakan suatu pendekatan yang membagi

perekonomian menjadi dua sektor yaitu kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan

bukan basis.

5. Kegiatan basis (basic activities) merupakan kegiatan-kegiatan yang mengekspor

barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas perekonomian

masyarakat bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa

mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian

masyarakat.

6. Kegiatan-kegiatan bukan basis (non basic activities) merupakan kegiatan kegiatan

yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang

bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang, jadi luas lingkup produksi

mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal.

7. Sektor perekonomian unggulan merupakan sektor perekonomian yang memiliki


peranan relatif besar dibanding sektor-sektor perekonomian lainnya terhadap

perekonomian Kabupaten Batu Bara (PDRB).


DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R, 2005. Dasar-dasar ekonomi wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Amir, Hidayat, dan Riphat, Singgih, 2005. Analisis sektor unggulan untuk evaluasi
kebijakan pembangunan Jawa Timur menggunakan tabel input-output 1994 dan
2000, Jurnal Keuangan dan Moneter-Departemen Keuangan RI.

Arsyad, L. 1999. Ekonomi pembangunan. Edisi Kedua. Bagian Penerbitan Sekolah


Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Kuncoro, M dan Aswandi, H. 2002. Evaluasi Penetapan kawasan andalan: studi


empiris di Kalimantan Selatan 1993 – 1999, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 17, No. 1. 27 – 45. UGM, Jogjakarta.

Mankiw, N.G. 2006. Teori makro ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Marhayanie, 2003. Identifikasi sektor ekonomi potensial dalam perencanaan


pembangunan kota Medan. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan.

Miraza, B. H. 2005. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Ikatan Sarjana


Ekonomi Indonesia Cabang Bandung-Koordinator Jawa Barat. Bandung.

Munir, B. 2002. Perencanaan pembangunan daerah dalam perspektif otonomi daerah.


Badan Penerbit BAPPEDA Propinsi NTB.

Nugroho, I dan R. Dahuri. 2004. Pembangunan wilayah perspektif ekonomi, sosial


dan lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Prihatin, S. 1999. Analisis Dampak APBD tingkat I terhadap struktur perekonomian


wilayah Sumatera. Tesis S2 Program Pasca Sarjana USU, Medan.

Rachbini, Didik J, 2001. Pembangunan ekonomi & sumber daya manusia. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Simanjuntak, P. 2003. Kajian singkat terhadap kerangka strategi pembangunan


Sumatera Utara dari sudut pandang pertumbuhan (pembangunan) ekonomi.
makalah pembangunan ekonomi. Diklat Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Daerah (PPED) 5 s/d 13 Desember 2003 di Tebing Tinggi.
Sirojuzilam. 2005. Regional planning and development. wahana hijau. Jurnal
Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005.

Sirojuzilam dan Mahalli, K. 2010. Regional. pembangunan, perencanaan dan


ekonomi. USU Press. Medan

Sjafrizal, 2008. Ekonomi regional, teori dan aplikasi, Baduose Media, Cetakan
Pertama, Padang.

Tambunan, D. 2001. Pembangunan dan Ketimpangan wilayah pantai barat dan pantai
timur Sumatera Utara. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan.

Tarigan, R. 2005. Perencanaan pembangunan wilayah. Edisi Revisi. Bumi Aksara.


Jakarta.

Tarigan, R. 2007. Ekonomi regional. teori dan aplikasi. Edisi Revisi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Lampiran 1. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Utara Tahun
2007-2010 (Milyar Rupiah)

Sektor 2007 2008 2009 2010


Pertanian 23856.15 25300.64 26526.92 27875.20
Pertambangan dan Penggalian 1229.05 1304.35 1322.98 1400.65
Industri Pengolahan 23615.20 24305.23 24977.11 26105.21
Listri, Gas dan Air Minum 739.92 777.94 816.06 873.65
Bangunan 6559.30 7090.65 7554.36 8066.15
Perdagangan, Hotel dan Restoran 18366.28 19515.52 20574.43 21914.84
Pengangkutan dan Komunikasi 9076.56 9883.24 10630.44 11633.90
Keuangan dan Jasa 6720.62 7479.84 7939.21 8795.15
Jasa-jasa 9609.20 10519.06 11216.75 11976.16
Jumlah 99772.28 106176.47 111558.26 118640.90

Lampiran 2. Data Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera


Utara Tahun 2007-2010 (%)

Rata-
Sektor 2007 2008 2009 2010 Jumlah rata
Pertanian 24.34 23.91 23.83 23.78 95.86 23.97
Pertambangan dan Penggalian 1.20 1.23 1.23 1.19 4.85 1.21
Industri Pengolahan 24.07 23.67 22.89 22.39 93.02 23.26
Listri, Gas dan Air Minum 0.79 0.74 0.73 0.73 3.00 0.75
Bangunan 6.52 6.57 6.68 6.77 26.54 6.64
Perdagangan, Hotel dan Restoran 18.31 18.41 18.38 18.44 73.54 18.39
Pengangkutan dan Komunikasi 8.85 9.10 9.31 9.53 36.78 9.20
Keuangan dan Jasa 6.40 6.74 7.04 7.12 27.30 6.83
Jasa-jasa 9.51 9.63 9.91 10.05 39.10 9.78
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00
Lampiran 3. Data Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2007-2010 (%)

Rata-
Sektor 2007 2007 2009 2010 Jumlah rata
Pertanian 4.98 6.06 4.85 5.08 20.96 5.24
Pertambangan dan Penggalian 9.78 6.13 1.43 5.87 23.20 5.80
Industri Pengolahan 5.09 2.92 2.76 4.52 15.30 3.82
Listri, Gas dan Air Minum 0.22 5.14 4.90 7.06 17.31 4.33
Bangunan 7.78 8.10 6.54 6.77 29.20 7.30
Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.43 6.26 5.43 6.51 25.63 6.41
Pengangkutan dan Komunikasi 9.90 8.89 7.56 9.44 35.78 8.95
Keuangan dan Jasa 12.43 11.30 6.14 10.78 40.65 10.16
Jasa-jasa 8.25 9.47 6.63 6.77 31.12 7.78
Jumlah 6.88 6.42 5.07 6.35 24.72 6.18

Lampiran 4. Data PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Batu Bara Tahun
2007-2010 (Jutaan Rupiah)

Sektor 2007 2008 2009 2010


Pertanian 1043904.38 1075828.11 1119713.26 1169627.31
Pertambangan dan Penggalian 7807.22 8057.48 8372.63 8711.49
Industri Pengolahan 3366709.78 3542548.35 3720824.93 3904256.23
Listri, Gas dan Air Minum 41453.05 43522.84 45979.83 48604.61
Bangunan 114536.95 121136.06 128516.24 136459.86
Perdagangan, Hotel dan Restoran 1577615.20 1632325.20 1666658.19 1724844.74
Pengangkutan dan Komunikasi 138051.13 147737.65 158157.75 169074.37
Keuangan dan Jasa 90825.92 92639.67 98824.40 105502.86
Jasa-jasa 103710.70 110869.92 119173.30 127409.48
Jumlah 6484614.3 6774665.28 7066220.53 7394490.95

Lampiran 5. Data Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Batu Bara
2007-2010 (%)

Rata-
Sektor 2007 2008 2009 2010 Jumlah rata
Pertanian 16.10 15.88 15.85 15.82 63.64 15.91
Pertambangan dan Penggalian 0.12 0.12 0.12 0.12 0.48 0.12
Industri Pengolahan 51.92 52.29 52.66 52.80 209.67 52.42
Listri, Gas dan Air Minum 0.64 0.64 0.65 0.66 2.59 0.65
Bangunan 1.77 1.79 1.82 1.85 7.22 1.80
Perdagangan, Hotel dan Restoran 24.33 24.09 23.59 23.33 95.34 23.83
Pengangkutan dan Komunikasi 2.13 2.18 2.24 2.29 8.83 2.21
Keuangan dan Jasa 1.40 1.37 1.40 1.43 5.59 1.40
Jasa-jasa 1.60 1.64 1.69 1.72 6.65 1.66
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 400.00 100.00

Lampiran 6. Data Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten


Batu Bara 2007-2010 (%)

Sektor Rata-
2007 2008 2009 2010 Jumlah rata
Pertanian 2.58 3.06 4.08 4.46 14.18 3.54
Pertambangan dan Penggalian 2.34 3.21 3.91 4.05 13.51 3.38
Industri Pengolahan 4.71 5.22 5.03 4.93 19.89 4.97
Listri, Gas dan Air Minum 3.20 4.99 5.65 5.71 19.55 4.89
Bangunan 3.55 5.76 6.09 6.18 21.58 5.40
Perdagangan, Hotel dan Restoran 3.04 3.47 2.10 3.49 12.10 3.03
Pengangkutan dan Komunikasi 5.82 7.02 7.05 6.90 26.79 6.70
Keuangan dan Jasa 5.81 2.00 6.68 6.76 21.24 5.31
Jasa-jasa 5.98 6.90 7.49 6.91 27.28 6.82
Jumlah 3.98 4.47 4.30 4.65 17.40 4.35

Lampiran 7. Hasil Analisis LQ Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Batu Bara


Tahun 2007-2010

Sektor 2007 2008 2009 2010 Total Rata-rata


Pertanian 0.6733 0.6664 0.6664 0.6732 2.6793 0.6698
Pertambangan dan
Penggalian 0.0977 0.0968 0.0999 0.0998 0.3943 0.0986
Industri Pengolahan 2.1935 2.2843 2.3519 2.3996 9.2293 2.3073
Listri, Gas dan Air Minum 0.8620 0.8768 0.8895 0.8926 3.5210 0.8802
Bangunan 0.2687 0.2677 0.2686 0.2714 1.0764 0.2691
Perdagangan, Hotel dan
Restoran 1.3216 1.3109 1.2789 1.2628 5.1742 1.2936
Pengangkutan dan
Komunikasi 0.2340 0.2343 0.2349 0.2332 0.9364 0.2341
Keuangan dan Jasa 0.2079 0.1941 0.1965 0.1925 0.7910 0.1978
Jasa-jasa 0.1661 0.1652 0.1677 0.1707 0.6697 0.1674

Lampiran 8. Hasil Uji Shift Share Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Batu Bara
Tahun 2007-2010
Sektor N P D ΔY
Pertanian 197.4199 -21.5532 -50.1438 125.7229
Pertambangan dan Penggalian 1.4765 -0.3864 -0.1858 0.9043
Industri Pengolahan 636.7017 -281.7121 182.5569 537.5465
Listri, Gas dan Air Minum 7.8395 -0.3477 -0.3402 7.1516
Bangunan 21.6609 4.6515 -4.3894 21.9229
Perdagangan, Hotel dan Restoran 298.3537 6.4581 -157.5823 147.2295
Pengangkutan dan Komunikasi 26.1078 12.7884 -7.8729 31.0232
Keuangan dan Jasa 17.1767 10.8595 -13.3593 14.6769
Jasa-jasa 19.6134 5.9328 -1.8474 23.6988
Jumlah 1226.3501 -263.3092 -53.1642 909.8766

Lampiran 9. Data PDRB Sub Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Batu Bara Tahun
2007-2009 (Jutaan Rupiah)

Sub Sektor Industri Pengolahan 2007 2008 2009


Industri Makanan/Minuman dan Tembakau 1948203.5 2053669.32 2154585.63
Industri Pakaian 13988.7 14181.47 14347.9
Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan 20787 21308.94 21889.6
Industri Kertas, Cetakan dan Penerbitan 54.39 56.89 59.61
Industri Kimia dan Pupuk 253389.34 264760.89 275866.96
Industri Semen dan Barang Galian Bukan
Logam 3157.99 3248.56 3432.84
Industri Logam Dasar Besi dan Baja 1055901.98 1112503.35 1176351.08
Industri Alat/Angkutan, Mesin dan
Peralatannya 4249.39 4344.77 4429.1
Industri Barang Lainnya 66978.36 68438.15 69851.91
3366710.65 3542512.34 3720814.63

Lampiran 10. Data PDRB Sub Sektor Industri Pengolahan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2007-2009 (Milyar Rupiah)

Sub Sektor Industri Pengolahan 2007 2008 2009


Industri Makanan/Minuman dan Tembakau 7556.86 7777.67 7992.68
Industri Pakaian 1469.54 1512.48 1554.29
Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan 1131.42 1164.48 1196.67
Industri Kertas, Cetakan dan Penerbitan 751.74 773.71 795.10
Industri Kimia dan Pupuk 1621.25 1668.63 1714.75
Industri Semen dan Barang Galian Bukan 1416.91 1458.31 1498.63
Logam
Industri Logam Dasar Besi dan Baja 4071.28 4190.24 4306.08
Industri Alat/Angkutan, Mesin dan
Peralatannya 4474.35 4605.09 4732.39
Industri Barang Lainnya 1180.76 1215.26 1248.86
23615.2 24305.23 24977.11

Lampiran 11. Hasil Analisis LQ Sub Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Batu Bara
Tahun 2007-2009

Sub Sektor Industri Pengolahan 2007 2008 2009


Industri Makanan/Minuman dan Tembakau 1.8083 1.8116 1.8096
Industri Pakaian 0.0668 0.0643 0.0620
Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan 0.1289 0.1256 0.1228
Industri Kertas, Cetakan dan Penerbitan 0.0005 0.0005 0.0005
Industri Kimia dan Pupuk 1.0963 1.0886 1.0799
Industri Semen dan Barang Galian Bukan
Logam 0.0156 0.0153 0.0154
Industri Logam Dasar Besi dan Baja 1.8192 1.8216 1.8338
Industri Alat/Angkutan, Mesin dan
Peralatannya 0.0067 0.0065 0.0063
Industri Barang Lainnya 0.3979 0.3864 0.3755

Anda mungkin juga menyukai