DISUSUN OLEH :
2020/2021
A. PENGERTIAN
2. Rahim (Uterus)
Merupakan alat yang berongga dan berbentuk seperti bola lampu yang
pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan ukurannya seperti
berikut :
a. Panjang : + 7,5 cm
b. Lebar : + 5 cm
c. Tebal : + 2,5 cm
d. Berat : + 50 gr
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa
yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel
telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi
maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang
dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua
sering terlihat perubahan sebagai berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai
dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai
sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan
tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi
merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang
sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada
wanita multipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah
abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi
yang lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara
khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (corio carsinom metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum
mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan
sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wiknjosastro, 2002. Manifestasi klinik dari kehamilan Mola
hidatidosa adalah:
1. Hampir sebagian besar kehamilan mola akan disertai dengan peningkatan
pada HCG.
2. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus iminen tetapi
gejala mual muntah lebih hebat, sering disertai gejala seperti pre eklamsi.
3. Pemeriksaan USG, akan menunjukkan gambaran seperti sarang tawon
tanpa disertai adanya janin.
4. Diagnosa pasti, adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui
ekspulsi spontan ataupun biopsy spontan pasca perasat hanifa dan acosta
sisson.
G. KOMPLIKASI
1. Perbaikan umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan
transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap
evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan. Hingga persiapan darah
menjadi program vital pada waktu mengeluarkan mola dengan curetage
dipasang infus dan uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat
mengurangi perdarahan.
2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa
a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa
Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik yang
kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan
alat listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi
perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali
dengan interval satu minggu.
b. Histerektomi
Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3 maka
penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi.
3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika
Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi
koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan
profilaksis dengan sitostatika metotraksan atau aktinomicyn D.
Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.
4. Pengawasan lanjut
Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas.
Penentuan kadar kuantitatif HCG subyektif unit beta dilakukan tiap
minggu.
I. PENGKAJIAN FOKUS
Menurut Doenges, 1999. Pengkajian fokus yang mungkin terjadi pada
pasien Mola hidatidosa yaitu sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Perdarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan volume
cairan dalam tubuh. Sehingga sirkulasi darah dalam tubuh terganggu, serta
dapat mengakibatkan Syok hipovolemik.
2. Integritas ego
Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat.
3. Makanan / Cairan
Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi
(penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin). Diabetes
dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan pola makan (misal:
anoreksia nervosa, bulimia, atau obesitas).
4. Keamanan
Infeksi (misal: penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi
pelvis). Adanya gangguan kejang, derajat / metode kontrol. Pemajanan
bermakna pada radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal: rubella,
toksoplasmosis, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS
dan PHS lain), infeksi pascanatal (misal: meningitis, ensefalitis),
kekurangan stimulasi / nutrisi pascanatal. Presentasi bokong (khususnya
pada anensefali).
5. Seksualitas
Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester
pertama, kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom.
Trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau
menotropins (pergonal).
6. Interaksi Sosial
Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah / menyalahkan
diri sendiri atau pasangan yang membawa gen defektif.
7. Penyuluh / Pembelajaran
Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetic atau
penyimpangan keturunan (misal: sel sabit, fibrosis, kistik, hemofilia,
phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea
Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung,
diabetes, alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental,
kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolic bawaan dari lahir
(misal: penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs).
Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal: Black
African, Mediteranian, Ashkenazi Jewish). Penggunaan obat (alcohol, obat
bebas, diresepkan atau obat jalanan, obat antikonvulsan).
J. PATHWAYS KEPERAWATAN
MOLA HIDATIDOSA
Ovum yang sudah atropi, sosial ekonomi yang rendah (kekurangan gizi), infeksi
virus, parietas yang tinggi, imunoselektif dari trofoblast
Kekurangan volume
darah atau cairan Cemas Perdarahan
Nyeri
Resti Infeksi
Resti Syok
Hypovolemik Kurang perawatan diri
17
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas peningkatan
tekanan atau abdomen atau orgasme (yang meningkatkan
aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan.
c. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang.
Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak
d. Catat tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR, Suhu)
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah
e. Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen
Rasional : Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil
dari peristiwa hemoragi.
2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai dengan
pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi simpatis.
Kriteria : Melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau hasil
perilaku yang menunjukkan ketakutan.
Intervensi :
a. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau
pasangan.
Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang
terjadi.
b. Pantau respon verbal dan non verbal klien / pasangan
Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien /
pasangan.
c. Dengarlah masalah klien dan dengarkan secara aktif.
Rasional : Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.
d. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan
sebanyak mungkin.
Rasional : Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu
mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut.
e. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala
Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang
abnormal.
Kriteria hasil : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Intervensi :
a. Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina
Rasional : Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb,
meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi.
b. Catat masukan / keluaran urin, catat berat jenis urine.
Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran
urine.
c. Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah.
Rasional : Pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang
mengancam hidup.
d. Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah
Rasional : Komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak
bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit.
e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan
cairan atau syok.
f. Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental
Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan
infeksi.
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi servik ditandai dengan
melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi.
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol.
Intervensi :
a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri
Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan.
b. Kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap
kejadian.
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat
memperberat derajat ketidaknyamanan.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri.
Rasional : Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan
karenanya mereduksi ketidaknyamanan.
d. Kolaborasi untuk tindakan curetage bila diindikasikan.
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah ditandai
dengan keadaan umum pasien lemah.
Kriteria hasil : - Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aktivitas
perawatan diri.
- Pasien dapat mewujudkan kebersihan optimal sesudah
perawatan dengan dibantu.
Intervensi :